BERSINAR SETELAH DICAMPAKKAN

1
0
Deskripsi

BAB 4.

Keenan menggeleng setelah memperhatikan Fara yang baru keluar dari kamar ganti. Tanpa berucap sepatah katapun, pria itu mengedik kepala—meminta Fara kembali ke ruang ganti. Begitu melihat Fara memutar tubuh lalu mengayun langkah kembali ke ruang ganti—pria yang duduk dengan satu kaki berada di atas kaki yang lain itu menurunkan pandangan. Satu tangan Keenan membuka lembar majalah di tangannya.

Sementara di dalam kamar ganti, Fara mendesah. Dia harus kembali berganti pakaian. Sudah tiga dres yang dia coba dan semuanya ditolak oleh Keenan.

“Pak Keenan memang orangnya perfeksionis. Jangan terkejut.”

Bola mata Fara bergulir. Wanita itu menerima satu dres pendek selutut--yang kali ini berwarna hitam dengan ornamen berbentuk pita warna putih di sepanjang dada ke atas. Dengan cepat Fara memakainya.

“Apa hubunganmu dengan Pak Keenan?”

Fara memutar tubuh hingga wanita yang merupakan designer sekaligus pemilik butik itu bisa membantunya untuk menarik zipper di bagian punggung. Sepasang bibir wanita itu tertutup. Fara tidak merasa perlu untuk memuaskan rasa penasaran sang designer.

Begitu selesai, Fara langsung keluar dari kamar ganti tanpa peduli pada decakan pemilik butik. Fara kembali melangkah mendekat sofa yang ditempati Keenan. Tanpa perlu memanggil, pria itu sudah terlebih dulu mengangkat kepalanya.

Fara menghembuskan napas sebelum memutar langkah kaki pelan hingga 360 derajat. “Ini sudah yang keempat.” Akhirnya Fara bersuara. Entah apa yang Keenan lihat. Seperti apapun dres yang dipakainya, tidak akan merubahnya menjadi wanita paling cantik di seluruh muka bumi.

“Mulai sekarang, kamu harus berolahraga Fara. Perutmu terlalu buncit.”

Sepasang bola mata Fara membesar seketika.

“Aku mengatakan yang sebenarnya. Itu sebabnya sulit mencari pakaian yang benar-benar cocok untukmu. Yang tidak memperlihatkan perutmu itu.”

Mulut Fara terbuka hanya untuk kembali tertutup saat mengingat jika hanya pria di depannya inilah yang akan membantunya membalas dendam pada Raka. Fara menarik napasnya pelan. Dia tidak boleh emosi.

Keenan menutup majalah di tangannya, lalu melempar ke atas meja. Satu kaki pria itu turun dari kaki yang lain, kemudian beranjak dari sofa. “Kurasa ini sudah lumayan.” Lalu pria itu berjalan melewati Fara yang hanya bisa menggelengkan kepala.

Fara kemudian memutar langkah lalu mengikuti Keenan yang berjalan menghampiri sang pemilik butik.

“Sudah oke yang itu?” tanya pemilik butik sambil memperhatikan Fara yang berjalan di belakang Keenan.

“Buatlah design yang cocok untuknya.” Keenan menarik keluar dompet dari kantong belakang, lalu membukanya. “Menurutku, design-designmu sedikit ketinggalan mode.” Pria itu mengulurkan black card ke hadapan sang designer.

Menerima kartu hitam dari tangan salah satu pelanggannya, wanita pemilik butik menekuk bibirnya. Baru kali ini ada yang mengatakan designnya ketinggalan mode. Memutar tubuh, wanita itu kemudian melangkah menuju ke belakang meja kasir. Hanya untuk pria ini dia melayani sendiri.

Wanita itu kemudian menyerahkan kembali kartu hitam pada sang pemilik setelah proses pembayaran selesai. Dia juga menyerahkan kantong berisi pakaian milik Fara.

Keenan menoleh lalu menarik sebelah tangan Fara. Sedikit terkejut, kaki Fara terayun mengikuti tarikan Keenan. Fara memutar kepala ke belakang hanya untuk berpamitan dengan sang pemilik butik dengan anggukan kepala.

“Kita harus cepat. Acara akan dimulai tiga puluh menit lagi,” kata Keenan.

Keluar dari butik, Keenan meminta Fara untuk segera masuk ke dalam mobil yang pintunya sudah terbuka. Pria itu mengikuti setelah Fara terlebih dulu masuk.

Tak menunggu lama, mobil meluncur meninggalkan pelataran butik.

Keenan mengeluarkan ponsel dari saku dalam jasnya. Pria itu kemudian segera menekan tombol terima, ketika melihat siapa yang menghubungi.

“Aku sedang di jalan. Apa tamu undangan sudah datang semua?”

“Iya. Pak Arya dan istrinya juga sudah datang.”

“Baiklah. Kami akan sampai sebelum acara dimulai. Kamu temani pak Arya dan istrinya dulu.” Lalu Keenan mengakhiri sambungan setelah mendengar kesediaan sang sekretaris.

“Kamu tahu siapa Pak Arya, bukan?” Keenan menoleh ke samping. Ponsel sudah kembali tersimpan di saku bagian dalam jas pria itu.

Fara menggerakkan kepala turun naik. Dada wanita itu bergerak tertarik ke atas ketika sang pemilik meraup sebanyak mungkin oksigen. Beberapa hari terakhir dia mulai mencari tahu seluk beluk tentang keluarga istri Raka yang baru. Tentu saja dia mengenal mereka karena Raka pernah membawanya bertemu dengan keluarga tersebut. Hanya saja, selama menjadi istri Raka, Fara tidak pernah mencari tahu tentang seluk beluk dunia kerja suaminya. Satu kesalahan yang kini Fara sesali.

Dua puluh menit perjalanan, mobil yang Fara tumpangi berbelok masuk pelataran sebuah hotel. Fara dan Keenan langsung turun begitu kendaraan roda empat itu berhenti. Mereka berjalan cepat masuk ke dalam hotel menuju kotak besi berada.

Fara setengah berlari untuk menyamai langkah kaki Keenan. Heels 12 senti yang dipakainya tidak menghalangi gerakan wanita itu. Dia sudah terbiasa memakai heels.

Riuh suara mulai terdengar seiring langkah kaki mereka mendekati ballroom hotel tersebut. Keenan dan Fara segera melangkah melewati ambang pintu yang terbuka.

Langkah kaki Fara mengikuti Keenan, sementara sepasang bola mata wanita itu bergulir—memperhatikan sekilas suasana ruangan yang sudah dipenuhi oleh para penggiat dunia hiburan. Fara menarik napas dalam-dalam. Langkah kaki wanita itu berhenti di sebuah meja bundar yang sudah dihuni oleh beberapa orang.

“Keenan.”

Keenan tersenyum, lalu menyalami pria yang sudah berdiri dari kursinya. “Apa kabar, Pak?”

Pria yang Keenan sapa tidak langsung menjawab. Bola mata pria itu justru bergerak ke samping. Keenan yang menyadari keterkejutan di wajah Arya, tersenyum. Pria itu melepas kaitan tangan mereka lalu menoleh ke samping.

“Perkenalkan. Ini asisten pribadi saya. Farasya Nada Abimanyu.” Keenan memperkenalkan Fara pada ayah mertua mantan suami wanita itu.

Fara mengangguk kecil. “Apa kabar, Pak?” lalu Fara memutar sedikit kepalanya untuk menyapa ibu mertua mantan suaminya. “Selamat siang, Bu.”

Arya dan istrinya saling menoleh lalu bertatapan.

Keeran menarik punggung kursi, kemudian meminta Fara untuk duduk, sebelum dirinya sendiri duduk di sebelah Fara. Keenan tersenyum saat bertemu tatap dengan tamu undangan spesialnya.

Arya dan istrinya kembali duduk dengan ekspresi wajah yang sudah berubah.

Keenan memutar kepala ke samping. Pria itu tersenyum saat bertemu tatap dengan Fara yang juga menoleh ke arah pria itu. Fara menghembuskan napas pelan, lalu membalas senyum pria itu.

Acara sudah akan dimulai saat dua orang masuk ke dalam ballroom, kemudian berjalan tergesa menghampiri sebuah meja.

“Maaf, kami terlambat.” Raka memutar kepala, dan betapa terkejutnya dia ketika melihat Fara duduk di meja yang sama dengan mertuanya. Pria itu menelan ludahnya. Bola mata Raka bergulir ke arah pria yang duduk di samping Fara.

“Silahkan duduk … um … maaf, nama kamu—” Kening Keenan mengernyit. Pria itu berpura-pura tidak mengetahui siapa pria yang baru saja tiba.

“Dia suamiku. Namanya Raka Nugraha. Dia pemilik PH Sinar Utama.” Kalina dengan bangga memperkenalkan suaminya. Wanita dengan rambut dicat pirang itu tersenyum lebar.

“Ah … ya, ya. PH yang kemarin beritanya telat membayar karyawan itu, bukan?” Lagi, kening Keenan mengernyit saat pria itu berpura-pura polos.

Raka menekan katupan sepasang rahangnya, sementara dua tangannya terkepal kuat. Sedangkan senyum di wajah Kalina sudah menghilang.

“Itu berita hoaks,” kata Kalina membela sang suami.

Bibir keenan berkerut. Kepala pria itu bergerak turun naik. “Syukurlah jika itu hanya berita hoaks. Silahkan duduk.” Keenan sekali lagi mempersilahkan dua orang itu untuk duduk.

“Kenapa dia ada di sini? Dia bukan orang industri hiburan.” Kalina tidak langsung menduduki kursinya. Wanita itu melirik tajam Fara. Dia masih ingat bagaimana wanita itu menarik rambutnya. Dia bahkan masih bisa merasakan sakitnya saat ini.

Sepasang alis Keenan terangkat. “Ada masalah? Dia berkerja padaku sekarang.”

“Seharusnya kamu tidak mempekerjakan mantan ibu rumah tangga. Apa yang dia tahu tentang dunia hiburan?” Kalina memutar kepala saat merasakan tarikan tangan. “Aku hanya ingin memberitahu siapa itu Fara. Jangan sampai orang tertipu oleh perempuan itu.” Kalina menolak tarikan tangan Raka.

Keenan terkekeh. “Sepertinya kamu benar-benar punya masalah dengan asisten pribadiku.”

“Apa? Asisten pribadi? Apa kamu tidak salah mempekerjakan dia menjadi asisten pribadi mu?”

“Sudah, Kalina. Duduklah. Kita sudah menjadi perhatian orang-orang.” Arya menghentikan putrinya. Dia tidak ingin orang-orang membicarakan mereka. Apalagi sebagian dari mereka pasti mengenal Fara.

Keenan berdiri dari tempat duduknya. Pria itu menoleh ke samping, lalu mengulurkan tangan kanannya.

Fara mengerjap beberapa kali sebelum kemudian meraih tangan Keenan, lalu ikut berdiri. Pria itu tersenyum sambil mengedarkan matanya. 

“Maaf, saya meminta perhatian kalian semua sebelum acara ini dimulai.” Keeran bersuara cukup keras hingga mendapatkan perhatian dari semua tamu undangan yang sudah memenuhi ballroom tersebut.

“Saya harus memperkenalkan wanita di samping saya ini. Mungkin beberapa dari kalian sudah ada yang mengenalnya. Farasya Nada Abimanyu. Dia asisten pribadi saya, sekaligus—” Keenan menoleh ke samping lalu tersenyum lebar. “Calon istri saya.”

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya BERSINAR SETELAH DICAMPAKKAN Bab 5
1
0
Selamat membaca.Nasa
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan