BERSINAR SETELAH DICAMPAKKAN

1
0
Deskripsi

Bab 1. 

Tes ombak :)

“Jual sahammu. Usaha suamimu bisa gulung tikar kalau tidak ada suntikan dana.”

“Saham apa? Aku sudah tidak punya saham, Ma.”

Satu kalimat yang baru saja meluncur dari mulut Fara membuat Wahyuni serta Barata mendelik seketika. Gerakan tangan mereka yang sedang menyendok, langsung berhenti. Sementara Raka terdiam. Suami Fara menurunkan pandangan ketika bola mata kedua orang tuanya bergulir ke arahnya.

“Raka.” Suara bariton Barata membuat Raka refleks mengangkat kembali kepalanya. “Apa kamu tahu kalau Fara sudah tidak punya saham di perusahaan ayahnya?”

Raka tidak menjawab. Sepasang bibir pria 32 tahun itu tertutup rapat. Melihat respon dari sang putra, tatapan mata Barata menajam.

"Jawab, Raka.”

Raka menelan ludah. Pria itu menoleh ke arah sang istri sepersekian detik sebelum mengembalikan fokus pada ayahnya. “Iya, aku tahu.”

“Sejak kapan?”

“Sejak awal pernikahan kami.” Raka menjawab jujur.

“Apa maksudmu sejak awal pernikahan?” Barata kembali bertanya. Sepengetahuannya, orang tua Fara hanya tidak menyetujui pernikahan wanita itu dengan putranya. Bukan menarik saham yang wanita itu miliki.

“Ya, memang dari awal menikah--Fara sudah tidak punya lagi saham di perusahaan ayahnya. Papa kan tahu kalau orang tua Fara tidak menyetujui pernikahan kami. Fara tidak lagi diakui sebagai anak. Bagamana mungkin mereka masih memberikan saham pada Fara?” Raka menghembus keras napasnya.

“Jadi kamu menipu kami selama ini, Raka? Supaya kami mau menerima perempuan itu?” Barata menggeleng. “Bisa-bisanya kamu menyembunyikan kenyataan itu dari kami.”

Fara meremas sendok dan garpu yang masih ia pegang. Kepala wanita itu menunduk. Dia tidak berani mengangkat sedikitpun.

“Lalu untuk apa kamu menikahi perempuan tidak berguna ini?” Gantian suara Wahyuni yang menggelegar di ruang makan rumah Raka serta Fara. “Tidak bisa memberi keturunan, tidak bisa membantu saat perusahaan membutuhkan. Kalau kamu hanya butuh perempuan untuk di tempat tidur, kamu bisa cari yang lebih cantik dari dia. Kalau kamu cuma butuh perempuan untuk mengurus rumah, kamu bisa bayar pembantu. Untuk apa menikahi perempuan yang sama sekali tidak berguna?!”

Wahyuni menumpahkan kemarahannya. Sudah tiga tahun putranya menikah dan sampai saat ini sang menantu masih juga belum hamil. “Sekarang juga, ceraikan dia dan usir dia dari rumah ini. Mama akan mencarikan mu perempuan yang berguna. Bukan hanya parasit seperti istrimu itu.”

***

Fara membuka kelopak matanya. Putih … hanya warna putih yang masuk ke dalam indera penglihatannya. Fara menyipit saat warna putih itu semakin terang hingga terasa menusuk kedua netranya.

“Kamu sudah sadar?”

Fara menutup kembali sepasang kelopak matanya. Beberapa saat, sebelum berusaha untuk membuka. Fara mengedip. “Dimana aku?" Wanita itu mencoba memutar kepalanya. Lagi, Fara mengedip saat melihat seorang pria duduk di sampingnya. Bibir pria itu bergerak.

“Di rumah sakit.”

"Rumah sakit?” Lipatan muncul di dahi Fara. Isi di dalam kepalanya mulai berputar—mengingat apa yang terjadi dengannya hingga dia bisa berada di rumah sakit. Dada wanita itu bergerak semakin cepat ketika satu demi satu ingatan mulai muncul. Dia diceraikan sang suami, lalu diusir dari rumah oleh mertuanya, sementara sang suami tidak berbuat apa-apa untuk membantunya.

“Bagaimana kamu bisa berada di sini?” Fara menatap sosok yang masih duduk di sebelah ranjangnya. Pria itu bukan orang asing bagi Fara.

“Kenapa? Kamu berharap suamimu yang ada di sini?” tanya balik pria itu.

Fara menelan ludahnya susah payah. Wanita itu tidak menjawab. Fara memilih mengalihkan pandangan matanya.

“Suamimu sudah menikah lagi.”

Fara merasakan dadanya seperti diremas. 

“Pria yang kamu elu-elukan dari dulu itu mencampakkanmu.”

“Kami belum resmi bercerai.” Fara menjawab.

Pria itu mendengkus. “Apa kamu berpikir untuk kembali kepadanya setelah apa yang terjadi?”

Kenan Argantara. Pria berusia 37 tahun itu mendengkus. “Jangan rendahkan dirimu, Fara. Dulu kamu menolakku. Seharusnya kamu bisa buktikan padaku jika kamu memilih pria yang tepat. Seharusnya kamu tidak membiarkanku melihatmu dalam keadaan mengenaskan.”

“Sekarang kamu ingin kembali pada pria bangsat itu? Jangan bodoh, Fara. Bangkit, dan balas perlakuan suamimu itu. Perlihatkan padanya jika kamu bisa hidup lebih baik tanpa pria itu.”

Fara terdiam. Air mata sudah membayang di kedua pelupuk matanya.

“Jangan biarkan suamimu tertawa setelah menelantarkanmu.”

“Aku … aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Kamu tahu, orang tuaku tidak lagi mengakuiku sebagai anak.”

Kenan mengalihkan pandangan matanya saat melihat air mata turun dari sudut mata Fara. Pria itu mengepalkan kedua tangannya. Berusaha menahan sekuat tenaga untuk tidak membiarkan tangannya bergerak, menghapus lelehan bening itu.

Kenan menghembus pelan napasnya. “Jangan jadi lemah. Kamu bisa bekerja padaku. Tunjukkan kalau kamu kuat dan kamu tidak bisa dia hancurkan begitu saja. Aku tidak suka melihatmu terpuruk.” Lalu Kenan beranjak dari tempat duduknya.

“Aku akan menemui dokter. Aku akan membawamu pulang setelah dokter memberikan izin.” Kenan menatap Fara tidak lebih dari tiga detik. Pria itu kemudian memutar langkah, lalu berjalan meninggalkan Fara yang mulai tergugu.

Kenan mendengarnya. Mendengar suara isak yang lolos dari celah bibir Fara. Kepalan tangan pria itu menguat.

Fara menghapus cairan yang membasahi wajahnya. Dadanya terasa begitu sakit. Pria yang dia cintai membuangnya. Padahal dia bersedia kehilangan semua hak sebagai anak seorang pengusaha kaya, hanya demi bisa menikah dengan Raka—kekasihnya semenjak masa putih abu-abu.

Demi Raka, dia menolak perjodohan yang diatur oleh orang tuanya, hingga akhirnya dia benar-benar dicoret dari daftar keluarga, dan semua fasilitas yang sebelumnya dia miliki—ditarik kembali oleh ayahnya. Terakhir, ayahnya juga mengambil kembali 10% saham perusahaan yang semula diberikan padanya.

Suara pintu terkuak membuat Fara buru-buru menghapus sisa air matanya. Wanita itu menarik napas panjang, lalu menghembuskan perlahan. Dia ulangi beberapa kali hingga suara sang dokter menyapanya.

“Tuan Kenan meminta rawat jalan untuk anda. Saya harus pastikan kondisi anda sudah memungkinkan untuk rawat jalan.”

Fara menggulir bola matanya. Wanita itu menatap sosok yang berdiri di bagian bawah ranjangnya. Fara membiarkan sang dokter melakukan pekerjaannya, sementara tatapan mata wanita itu tidak beralih dari pria yang masih mengenakan setelan jas nya.

Sementara Kenan terdiam membalas tatapan mata Fara. Napas pria itu terhela sedikit lebih cepat. Katupan rahang pria itu mengeras melihat sepasang mata itu kembali berkaca. Meraup oksigen sebanyak mungkin untuk mengisi paru-parunya, Kenan memutus tatapan mata mereka. Pria itu memutar sedikit kepalanya, hingga fokusnya kini tertuju pada seorang pria dengan jas putih yang baru saja melepas stetoskop dari telinganya.

“Bagaimana, Dok? Apa nyonya Fara bisa dirawat jalan?”

Sang dokter memutar tubuh, lalu tersenyum. “Saya tahu dua minggu ini pasti melelahkan untuk anda.” Pria dengan snelli itu terkekeh. “Baiklah. Anda bisa membawa pulang nyonya Fara, tapi ingat untuk tidak membiarkannya kelelahan terlebih dahulu. Dia baru bangun setelah dua minggu mengalami koma.”

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya BERSINAR SETELAH DICAMPAKKAN
1
0
Bab 2.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan