Sebelum Cinta Datang 1, 2, 3 — FREE

3
2
Deskripsi

FREE BAB

Bab 1. Batal Nikah

Harusnya pukul sembilan pagi ini iring-iringan pengantin sudah datang di rumah sang mempelai wanita. Namun, hingga pukul satu siang. Pengantin pria yang ditunggu-tunggu belum kunjung tiba, saat prosesi akad nikah di hari itu. Sementara Kayla semakin resah ketika ponsel calon suaminya, kini malah tidak bisa dihubungi.

“Mas Alif, angkat dong, Mas.” Kayla mengatakan itu pelan, mondar-mandir di dalam kamarnya. Sesekali mengelap sudut matanya yang meneteskan air mata, di wajah cantiknya yang sudah di make up sempurna oleh penata rias pengantin.

Kayla Wulandari, yang berprofesi sebagai guru sekolah dasar di salah satu kota di Banyuwangi. Tidak hanya cantik, bersuara emas, pintar, agak ceroboh, sedikit galak namun baik hati. Merupakan anak terakhir, sekaligus putri kedua dari Jamal Akhsan dan Laeli Hamidah. Kakak lelakinya, Farhan Ubay sendiri terkenal dengan parasnya yang tampan. Kini bekerja di pelayaran luar negeri dan karena keunggulan dari keturunan Jamal ini lah, sekecamatan Giri jadi sangat mengenali keluarganya. Terutama di kalangan kaum Adam yang menyebut Kayla sebagai kembang desa.

Tidak sedikit pria yang mengincar Kayla  untuk dijadikan sebagai calon istri. Pernah di usianya yang baru menginjak lima tahunan, lamaran silih berganti datang hanya karena tidak ingin keduluan keluarga yang lain untuk melamar si kembang desa. Sayangnya, Jamal menolak mereka dengan cara halus. Karena ia menghendaki putrinya, memantapkan diri dalam menuntut ilmu. Selain ia pun tidak mau menjodohkannya di usia dini.

Isun njaluk sepuro Kang, larene mage cilik. Mengko lek  wis gede, siro cuboen lamaren maning gawe mantu.

Kalimat itu yang selalu Jamal katakan kepada para pelamar, agar mereka tidak tersinggung dan mereka pun akhirnya  menerima dengan lapang dada.

Di usia delapan belas tahun kemudian, lamaran untuk menjadikan Kayla sebagai menantu semakin gencar. Banyak pria yang terpesona akan kecantikan seorang Kayla Wulandari, terlebih perempuan itu pernah memenangkan ajang Jebeng (Putri terbaik yang menjadi duta wisata, di kota yang terkenal dengan sebutan kota Gandrung itu)  yang membuat namanya semakin terkenal.

Cinta memang tidak bisa dipaksa, tapi kalau sudah jodoh tidak akan lari kemana. Harapan para pria menjadi pupus, seiring kembang desa yang telah memilih tambatan hatinya. Pria yang beruntung itu, Alif Hermawan. Berprofesi juga sebagai guru yang dulunya pernah menjadi teman KKN Kayla di kota sebelah. Bukan Alif duluan yang menaruh rasa, akan tetapi Kayla sendiri.

Kisah cinta keduanya yang terbilang unik, si bucin Kayla mencintai Alif yang dingin dengan paras standart. Anak yatim piatu yang bekerja keras menentukan masa depannya sendiri. Inilah yang selalu membuat Kayla penasaran akan sosok Alif. Dan tepat di hari minggu ini pula, mereka akan mengikrarkan janji suci pernikahan. Namun, jejak Alif seakan menghilang seperti ditelan bumi.

“Nduk, kakakmu Farhan mau masuk ke kamar?” Laeli mengetuk pintu kamarnya berulang-ulang tapi belum ada sahutan.

Kayla malu untuk membukanya, sebab dia takut dimarahi dan ditanyakan soal Alif yang tidak kunjung datang oleh sang Ayah.

“Biar aku saja yang ngomong sama Kayla, Bu.” Farhan memberi usul, Laeli mengangguk setuju kemudian pergi menemui tamu yang lain. “Ini Kakak, Dek. Buka pintunya! Kakak bawa kabar soal Alif...” belum selesai ucapan Farhan, Kayla sudah membuka pintunya dan menyeret tangan kakak nya itu untuk masuk ke dalam kamar.

“Kita bicara di dalam saja, Kak. Nggak enak didengar orang lain,” pinta Kayla.

Farhan pun masuk, Kayla mengunci pintunya. Setelah memastikan tidak ada siapapun yang mengikuti kakaknya itu.

“Kak... Mas Alif nggak ada kabar?” Kayla mengadu dengan mata yang berkaca-kaca.

“Dek.”

Kayla langsung berhambur memeluk Farhan, menumpahkan air mata di dada Kakak yang begitu dekat dengannya sedari kecil. Farhan mengerti perasaan adiknya, jika terlalu mencintai pecundang itu.

Ya, cinta memang membutakan segalanya. Maka  dari itu, Farhan takut jatuh cinta dan sampai sekarang masih betah melajang. Sebenarnya kemarahannya saat ini begitu memuncak, rasanya dia ingin menghajar Alif sampai babak belur lalu menyeretnya untuk datang ke rumah dan menikahi adiknya itu. Tapi apalah daya? Pecundang sudah kabur entah ke mana. Meninggalkan ketidakpastian, bahkan luka yang teramat dalam. Tidak hanya bagi Kayla saja, tapi untuk seluruh keluarganya.
 

“Dek, sudah jangan nangis lagi. Tenang ya, kita pasrahkan semua ini sama Allah. Manusia bisa berencana, tapi kalau yang di atas belum berkehendak kita bisa apa? Ikhlasin kalau misalkan kalian nggak jodoh,” tutur Farhan sambil mengelus punggung Kayla, mencium  pucuk kepalanya penuh kasih sayang.

“Nggak, Kak. Mas Alif sudah janji hari ini buat nikahin aku, pasti dia bakalan datang. Aku yakin itu,” lalu Kayla menunjukkan cincin pertunangan di jari manisnya ke Farhan. “Cincin ini buktinya, pengikat cinta kami. Kalau Mas Alif serius sama aku dan nggak main-main.”

Farhan mencoba tetap bersabar. “Tapi aku udah cari ke rumahnya, Alif nggak ada, Dek. Ke teman-temannya yang aku kenal, mereka juga nggak ketemu Alif sama sekali. Bahkan kata tetangganya, udah  dua harian ini Alif nggak pulang ke rumah.”

“Apa? Nggak mungkin, Kak.” Kayla begitu terkejut dengan mulut terbuka. Menggeleng kuat karena tidak percaya, lalu terduduk lesu di atas ranjang.

Tubuhnya mendadak lemas tidak bertenaga, dadanya pun terasa sesak dan air matanya pun kembali tumpah ruah.

“Mas Alif! Ka-kamu kemana, Mas? Kamu nggak mungkin ngingkarin janjimu ke aku, kan?”

“Mungkin!”

Suara keras dari balik pintu, menyentakkan Kayla dan Farhan yang wajahnya berubah pias dalam sekejap.

“A-ayah?”

“Ayah sudah katakan berulang kali sama kamu, Nduk. Si pecundang itu bukan pria baik-baik. Lihat dan dengar sendiri ke luar. Bagaimana semua orang menggunjingkan keluarga kita. Ayah sampai nggak punya muka lagi, Kayla!” bentak Jamal yang marah bercampur kecewa, sambil memukuli dadanya.

Farhan mencegah ayahnya supaya tidak menyakiti dirinya sendiri, sementara Kayla masih membela Alif. “Mas Al-alif nggak gitu, kok Yah...”

Jamal menatap tajam pada Kayla dengan tatapan sinis. “Oh, cah wadon edyan. Dikandani wong tuo mesti banggel wae!”

Kayla berjengit menundukkan wajah, Laeli tiba-tiba muncul dengan tergopoh-gopoh ke dalam kamar.

“Ada apa ini?”

Mereka seketika diam, tidak ada yang menjawab. Laeli memandangi wajah mereka semua yang nampak tegang, hingga pandangannya tertuju pada Jamal yang kemudian ia bisikkan sesuatu. Hingga  ekspresi kemarahan Jamal berangsur surut, tanpa sepatah kata pun mengikuti Laeli keluar dari kamar.

Tidak lama Jamal kembali masuk ke kamar Kayla bersama seorang pemuda di belakangnya. Namun, pemuda itu malah berdiri di luar pintu dengan menundukkan wajahnya.

Jamal heran kemudian bertanya. “Kenapa di luar, Nak. Mari masuk!”

“Tidak, Pak. Saya di sini saja, karena Mbak Kayla belum jadi mahram saya.”

“Mahram?” Kayla tercengang, menatap Jamal penuh tanya. “Si-siapa dia, Yah?”

“Nggak usah banyak tanya dan protes. Sekarang kamu tunggu saja di dalam. Biar Ayah yang urus semuanya!” sentak Jamal membuat Kayla mengunci mulut dengan firasat tidak enak.

Ayah... tolong mengerti perasaanku sekali ini saja. Hanya Mas Alif yang aku cintai, jika memang dia nggak datang. Lebih baik batalkan saja pernikahan ini. Aku rela menunggunya sampai kapan pun, terserah kalian menganggapku gila. Dari pada pernikahan itu nanti akan kosong tanpa terisi cinta dari kami berdua. Kami akan sama-sama tersiksa. 

Kayla memejamkan matanya, titik basahan itu menetes tanpa permisi. Sesak di dada mencabiknya seperti tidak ada semangat hidup lagi. 

Walaupun ia penasaran sekali, siapa pria yang berdiri di luar pintu? 

 

Bab 2. Bukan Muhrim

 

Sebelum akad nikah dilangsungkan.

“Pak Jamal, bolehkah saya saja yang menggantikan calon mempelai pria yang tidak datang untuk menikahi Mbak Kayla?” tawar Yusuf dengan gentleman, seketika mengejutkan Jamal beserta istri dan putranya. 

Mereka bertiga tampak saling bersirobok tatap. Sepertinya masih syok, lantaran kesialan yang mereka alami hari ini. Alif yang seharusnya menikahi putrinya tidak datang. Kini malah pria lain secara mendadak, menawarkan diri untuk menjadi pengantin pengganti. 

Jamal menatap datar ke Yusuf. “Mas serius, tidak bercanda, kan? Apa sudah tahu kejadiannya seperti apa?” tanya Jamal mendetail.

“Insya Allah, sudah Pak. Sebelumnya saya mohon maaf jika saya lancang. Tidak ada niatan buruk, kebetulan saya pun sedang mencari jodoh. Mendengar dari para tetangga bahwa Mbak Kayla ini perempuan yang baik. Jadi saya berminat untuk meminangnya sebagai istri,” lantang Yusuf dengan percaya diri.

“Syukurlah kalau Mas Yusuf sudah tahu, jadi saya tidak perlu menceritakan kronologinya lagi.” Jamal menarik nafas lega. 

Ia tidak harus mengulang kronologi memuakkan itu. Karena semenjak hari ini, ia membenci Alif yang dianggapnya pecundang dan tidak bertanggung jawab. Gara-gara pria itu, keluarganya harus menanggung malu. Menjadi bahan gunjingan para tamu yang hadir di acara akad nikah.

“Maaf kalau boleh tahu Mas ini sebenarnya siapa, ya?” Farhan ikut bicara sebagai kakak. Patutlah kiranya ia menaruh waspada, sekedar berjaga-jaga. Mengingat kedatangan Yusuf yang mendadak.

Yusuf menyalami Jamal dan Farhan, kemudian menyalami juga pada Laeli. 

“Perkenalkan nama saya Yusuf Mahardika, Mas.” 

“Rumahnya di mana dan kerjanya sebagai apa?” lanjut Jamal menginterogasi hanya sebagai formalitas. “Bukan bermaksud menyinggung tapi sebagai orang tua, saya hanya ingin putri saya tidak hidup susah, Mas.” Jamal menambahkan.

Farhan setuju dengan ayahnya, Yusuf tidak marah. Ia menanggapinya dengan tenang.

“Oh, tidak apa-apa Pak, saya maklum kok. Rumah saya di Jl. Kemuning no. 10 dan hanya bekerja sebagai staf biasa di Albani Tbk, tapi saya berjanji akan membahagiakan putri Bapak semampu saya.” Ungkap Yusuf apa adanya. 

“Sendiri atau kumpul sama orang tua, Mas Yusuf?” tanya Jamal lagi. 

“Kedua orang tua saya sedang di luar kota, Pak. Tepatnya di Bandung. Saya tinggal sendiri, rumah saya tidak besar tapi cukup untuk tinggal berdua dengan Mbak Kayla dan keluarga kecil kita nanti. Nanti setelah menikah, jika Bapak mengizinkan. Saya akan membawa Mbak Kayla ikut dengan saya dan mengajaknya bertemu dengan keluarga saya.” Yusuf menyerahkan kartu keluarga, serta ktp untuk meyakinkan Jamal. 

Jamal dan Farhan memeriksa identitas Yusuf dengan seksama. Ia memanggil penghulu untuk menanyakan perlengkapan surat itu, dan betapa terkejutnya penghulu saat melihat keberadaan Yusuf seolah mengenalinya. 

“Mas Yu...”

Ssst...” Yusuf buru-buru menempelkan jarinya di bibir sebagai isyarat, supaya penghulu diam dan penghulu itu pun mengikuti arahannya sambil mengulum senyum. 

Kedatangan Yusuf seperti jawaban dari permasalahan berat yang mereka alami. Tentu Jamal sangat senang, selain pandangannya Yusuf yang teduh. Wajah tampannya yang bersinar seperti rembulan. Pembawaannya berwibawa dan tutur katanya yang santun. 

Diakui Jamal, Yusuf jelas tampak berbeda dari pria kebanyakan. Membuatnya sudah merasa cocok di saat pertama kali bertemu dan tidak menolak untuk menjadikannya menantu.

“Saya menyetujui pinangan Mas Yusuf untuk menikahi putri saya Kayla Wulandari. Masalah mengajak Kayla tinggal bersama setelah menikah nanti, itu sudah menjadi kewajiban Kayla untuk mengikuti kemana pun suaminya pergi. Karena Kayla sepenuhnya bukan tanggung jawab saya lagi, melainkan Mas Yusuf,” kata Jamal dengan bijaksana.

“Alhamdulillah.” Yusuf mengucap syukur, dalam hatinya sangat bahagia. Akhirnya keinginannya meminang Kayla bisa tercapai.

“Mari ikut saya menemui Kayla dulu di kamarnya, setidaknya biar Nak Yusuf tahu bagaimana wajah putri saya sebelum menikah,” ajak Jamal.

“Baik, Pak.” 

***

“Bagaimana para saksi, sah?” tanya penghulu.

“Sah!”

Kelopak mata perempuan yang bersimpuh di lantai itu seketika terpejam, air matanya runtut karena hatinya begitu hancur. Merutuki nasibnya yang sial, terpaksa menerima pernikahan itu. 

Ma-maafkan aku, Mas Alif... Aku nggak bisa menepati janji kita. Aku nggak berdaya, tapi sampai kapan pun cintaku hanya untukmu. 

Rasa penasaran Kayla terjawab, ternyata pria yang berdiri di luar kamarnya tadi adalah calon suaminya. Menggantikan Alif yang tidak datang untuk menikahinya. 

Apakah seumur hidup Kayla harus membayar hutang budi itu dengan mengabdi sebagai istri Yusuf, walau tanpa cinta? Sanggupkah ia menjalaninya? 

Kayla tidak yakin. Tapi entah kenapa kedua orang tuanya begitu saja menerima tawaran pria asing itu.

Nyatanya, sekarang Kayla telah menjadi istri sah dari Yusuf. Pria yang tidak pernah dikenalnya sama sekali. Tiba-tiba muncul bak super hero di tengah badai yang menyelamatkan nama baik keluarganya.

Perlahan Kayla bangkit, tangannya gemetar meraih ponselnya di atas nakas lalu membuka polanya. Melihat kenangan indahnya, foto saling bertatapan dengan Alif secara tidak sengaja. Sewaktu temannya mengambil diam-diam pose itu lewat kamera ponselnya.

“Mas, aku kangen?” Kayla mengusap foto itu seolah Alif tengah mengulas senyum padanya. “Astaghfirullah…” lalu Kayla membekap mulutnya dan terisak.

Teringat jika sekarang ia bukan lagi milik Alif Hermawan, melainkan istri dari Yusuf Mahardika. 

***

Malam itu semua keluarga hendak beristirahat. Namun, Jamal merasa bingung saat melihat menantunya. Ternyata masih berada di luar rumah bersama Farhan tengah mengobrol.

“Kok nggak istirahat, Nak Yusuf?” 

Yusuf nyengir, bingung harus menjawab apa. Tentu saja ia ingin beristirahat tapi dengan situasinya yang canggung begini. Apakah Kayla mengijinkannya masuk ke dalam kamarnya?

“Farhan, antar adik iparmu ke kamar Kayla!” suruh Jamal.

“Siap, Yah.” Jawab Farhan.

“Kalau begitu, Ayah tinggal duluan.” Pamit Jamal berlalu.

Sekarang hanya berdua Farhan dan Yusuf yang sedang berdiri di depan kamar Kayla. Yusuf tampak gugup menatap pintu itu yang tertutup, untuk sekedar mengetuknya pun ia tidak memiliki keberanian. Farhan telah pergi ke kamarnya sendiri.

Payah sekali! Yusuf mengumpat dirinya sendiri.

“Masuk, Suf! Kenapa masih berdiri saja?” tanya Farhan yang menaikkan alisnya sebelah, tidak sengaja melihatnya masih bergeming seperti patung saat dia keluar hendak mengambil air minum di dapur.

“Pasti Mbak Kayla udah tidur.”

“Lalu?”

“Nggak enak mau ngetok pintunya, Kak.”

Farhan menepuk kening, ia pun maju untuk mengetuk kamar Kayla yang ternyata masih belum tidur. Gadis itu langsung membuka pintu, begitu mendengar suara kakaknya yang memanggil.

“Iya, Kak. Tumben kok belum tidur?” tanya Kayla yang belum menyadari keberadaan Yusuf di depannya. Ia sedang mengucek matanya dengan mata sembab, tidak mengenakan kerudung dan surainya berantakan.

Yusuf menyunggingkan senyum, jantungnya berdegup kencang. Baru kali ini, ia melihat Kayla berpenampilan seperti itu yang menurutnya begitu cantik alami. Seperti bidadari yang turun dari kahyangan, dengan surainya yang tergerai kipas angin. Kulitnya putih mulus hanya mengenakan piyama pendek yang menampakkan kaki jenjang dan kedua lengannya yang terbuka.

Masya Allah, sungguh indah Maha karyamu? Yusuf berdecak kagum sampai tidak berkedip.

“Ehem!” Farhan berdehem keras, sehingga menyadarkan Yusuf dari lamunan. Begitu pun Kayla yang langsung terkejut dan cepat bersembunyi di balik pintu.

“Ah! Kak Farhan, kenapa nggak bilang kalau ada dia?!” sembur Kayla memprotes. “Kakak jahat!”

Yusuf terkikik geli melihat tingkah Kayla yang dianggapnya menggemaskan. Sesekali ia mencuri pandang ke gadis itu yang bayangannya tampak dari pantulan cermin. Lugu sekali?

“Lho! Emangnya kenapa Kay?” 

“Dia kan, bukan muhrim.” Kayla berkata dengan tegas, tatapannya dibuang menyiratkan kebencian yang mendalam. 

Farhan bersitatap dengan Yusuf tidak habis pikir. Apakah adiknya lupa kalau sudah menikah dengan Yusuf?

Tanpa Kayla tahu, Yusuf mati-matian sabar menahan diri dari perkataan ketus Kayla yang diubahnya menjadi senyuman getir. 

 

Bab 3. Ada Apa dengan Yusuf? 

 

“Bukan muhrim? Kamu nggak lagi ngelindur, kan Dek?” tanya Farhan merasa adiknya hanya beralasan.

“Aku nggak bisa tidur, kok dibilang ngelindur,” pekik Kayla dari sana.

Farhan menghela nafas dalam-dalam lalu tanpa basa-basi, mengajak Yusuf masuk ke dalam kamar adiknya. Karena jika dibiarkan seperti ini terus keadaannya. Bisa-bisa Yusuf tidak akan tidur malam ini dan keluarganya yang merasa dipermalukan atas sikap keras kepala dari Kayla.

“Masuk Suf!”

“Tapi Mas?” Yusuf masih di luar pintu.

“Udah lah! Kakimu pasti bakalan kram  berdiri terus,” desak Farhan.

Tanpa basa-basi lagi melihat sikap kedua pengantin baru yang bertolak belakang, itu membuat Farhan menjadi jengah. Ia terpaksa mendorong pelan punggung Yusuf  untuk masuk ke dalam kamar Kayla.

“Ingat Kayla. Entah kamu amnesia atau pura-pura lupa. Kakak nggak mau tahu, ya? Kamu itu udah menikah dengan Yusuf dan dia ini muhrim kamu!” sentak Farhan begitu jengkel.

“Kak, bukan gitu maksudku?” tahan Kayla hendak menjelaskan.

Jeder!

Kayla berjengit, saat Farhan tiba-tiba menutup pintu kamarnya dengan kasar lalu pergi begitu saja. Tubuh Sheila tadi hampir terhuyung, untungnya Yusuf berhasil menahannya hingga tidak terjatuh.

“Lepasin. Jangan pegang-pegang!” ketus Kayla memelototi Yusuf, dengan arahan matanya ke tangan pria itu yang dianggapnya lancang.

Yusuf tersadar, segera ia melepas tangan Kayla. “Eh, maaf Kay. Tadi aku reflek.”

Tanpa menjawab permintaan maaf dari Yusuf, Kayla melengos pergi ke kamar mandi. Namun, setibanya di sana gadis itu malah berteriak.

“Kamu tutup mata deh, Kak, Mas atau Om. Aku harus panggil kamu apa sih?”

Emangnya aku setua itu dipanggil, Om? Apa dia nggak sadar kalau aku ini tampan? Selisih umur kita hanya lima tahun, haduh!

Yusuf keheranan dengan sikap Kayla yang aneh itu.

“Terserah, asalkan jangan Om. Honey, juga boleh?” sekalian Yusuf menggodanya. Dia tersenyum puas dengan kekonyolannya sendiri.

Blam.

Sebuah sikat gigi meluncur ke arah Yusuf sebagai timpukan. Yusuf berhasil menangkapnya sambil menahan tawa, dia tidak marah. Malah terhibur dengan sikap Kayla.

“Terimakasih sikat giginya, Kay. Kamu kok tahu, sih? Kalau aku belum gosok gigi?”

Kayla menjebik kesal. “Jangan sok kepedean kamu Yusuf. Itu cuma kebetulan!” peringatnya. “Tutup mata kamu sekarang juga.”

Galak sekali?  Yusuf menggelengkan kepala. “Buat apa?” tanyanya penasaran.

“Cerewet banget sih, jadi cowok. Ikutin aja kenapa?” protes Kayla.

“Oke.” Yusuf pasrah. Baginya baru kali ini, mengikuti perintah perempuan selain mamanya. Entah kenapa dengan Kayla, ia menjadi tidak berkutik. “Udah aku tutup mataku.”

Beberapa menit berlalu, tidak terdengar suara gerutuan Kayla lagi. Yusuf mendengar suara derit kursi yang digeser.

“Udah, buka mata kamu sekarang Yusuf.”

Yusuf membuka matanya perlahan, ia melirik Kayla yang ternyata sudah mengenakan hijab di kepalanya. Duduk di kursi depan meja rias. Perempuan itu membuat hatinya bergetar, karena terpesona akan kecantikannya. Sampai tidak sadar, ia tersenyum-senyum  sendiri.

Sekarang ia mengerti kenapa tadi Kayla sempat judes padanya?

Ternyata Kayla risih jika rambutnya terlihat oleh Yusuf. Ia paham mungkin perempuan itu masih belum menerima pernikahan yang mendadak ini dan sulit menerima kehadirannya. Lagi pula, ia pun tidak mau memaksa Kayla untuk menerimanya dengan cepat. Karena ia yakin lambat laun, pasti bisa menakhlukan hati perempuan si kembang desa itu dengan caranya sendiri.

Cinta datang karena terbiasa, jodoh tidak akan tertukar.

***

Yusuf keluar dari kamar mandi, ia terlihat segar dengan rambutnya yang basah. Saat tidak sengaja dilirik oleh Kayla. Perempuan itu sempat tertegun sejenak, sebelum menjauhkan pandangannya. Berpura-pura tidak melihat, sewaktu ketahuan Yusuf.

“Selamat malam, Kay. Moga mimpi indah,” dengan  entengnya Yusuf merebahkan tubuh di sebelah Kayla yang berbaring. Melempar senyum pada perempuan itu yang malah cemberut. Tapi Yusuf tidak peduli, karena hari ini sangat melelahkan baginya dan  ia ingin segera beristirahat.

Tidak disangka, Kayla kemudian bangun dan mengusirnya.

“Jangan tidur di sini Yusuf!” Kayla menggulung seluruh tubuhnya dengan selimut hingga ke kepala. Padahal Yusuf tidak bermaksud menyentuhnya.

Yusuf mengernyitkan kening. “Memangnya kenapa? Aku nggak berbuat macam-macam sama kamu kok. Kalau kamu belum siap malam pengantin denganku? Nggak apa-apa. Aku nggak maksa, Kay.”

“Kalau untuk itu, sampai kapan pun aku nggak akan pernah mau dan siap. Aku nggak mencintai kamu, Suf. Cintaku... Hanya untuk Mas Alif seorang. Maafkan aku,” lirih Kayla sebenarnya tidak enak bicara jujur begitu. Ia terpaksa mengatakannya, supaya Yusuf tahu batasannya.

Mendengar itu, Yusuf terdiam. Ia membuang nafas beratnya ke udara. Hatinya seperti tercubit kalajengking dan terkena racunnya. Hingga membuat sekujur tubuhnya kepanasan. Terbakar api cemburu, tidak rela perempuan yang dinikahinya itu ternyata masih sangat mencintai mantan kekasihnya.

Andai kamu tahu perasaanku, Kayla. Yusuf memejamkan matanya sejenak, menahan sesak di dada.

“Baiklah, aku tidur di sofa. Kamu tidur saja di ranjang,” putus Yusuf bergegas pindah.

“Terimakasih, ini bantal, guling dan selimut buat kamu.” Kayla memberikan itu yang diterima Yusuf dengan tersenyum simpul.

Setidaknya ucapan itu mampu untuk meredam kegalauannya malam ini. Walau jujur, sebagai pria normal tentu saja tergoda akan kemolekan tubuh Kayla. Tapi Yusuf bukan pria berotak kotor seperti itu, dia tidak akan melampaui batasannya dan hanya akan menyentuhnya jika suatu saat nanti Kayla mengizinkan.

***

Denting putaran jam berputar, senyap tengah malam itu ditemarami lampu tidur yang cenderung terang. Sebenarnya   Yusuf tidak biasa tidur dalam keadaan  seperti itu. Namun untuk sekarang, tampaknya ia harus beradaptasi dengan kebiasaan baru istrinya.

Ukuran sofa yang kecil, tidak cukup menopang tubuhnya yang tinggi. Yusuf merasa tidak nyaman berada di sofa, bahkan kakinya sampai terjulur keluar.

Baru saja ia bisa terlelap, mimpi buruk itu pun kembali datang menghantui Yusuf. Lantas ia terbangun dan merubah posisinya kemudian mencoba tidur lagi.

“Tidak! Aku mohon, jangan!” igau Yusuf pelan. Keringat deras mengucur dari keningnya.

Kayla yang menangis karena tidak bisa tidur memikirkan Alif, mendengar igauan Yusuf. Ia mengintipnya dari balik selimut. Dilihatnya, pria itu bergerak gelisah. Posisinya sekarang menghadap Kayla.

“Aku nggak bisa, jangan bilang begitu. Tidak...!” racauan Yusuf semakin jelas.

“Yusuf mimpi buruk? Oh, tidak. Aku harus   membangunkannya.” Kayla merasa khawatir, sebab menurut para tetua jika seseorang dalam keadaan ngelindur itu harus segera dibangunkan. 

Gulungan selimut di tubuhnya pun dilepas. Kayla beranjak dari ranjang untuk menghampiri Yusuf di sofa.

“Suf, bangun...” panggil Kayla.

Akan tetapi pria itu seperti tidak mendengarnya. Keringatnya terus menetes ke sekujur tubuh Yusuf hingga kaosnya tampak basah. Kayla tidak berani, walau hanya sekedar menyentuh lengan pria itu. Maju mundur penuh keraguan.

“Bangun Yusuf?” berulang kali Kayla memanggil, tidak juga direspon. Sehingga Kayla terpaksa mengguncangkan tubuhnya kali ini lebih keras dan membentaknya. “Yusuf!”

Pria itu pun seketika terbangun, terduduk  dengan nafas terengah-engah. Tanpa disangka-sangka, ia tiba-tiba memeluk Kayla begitu erat. 


 

 

 







 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
RomansaWoman
Selanjutnya Sebelum Cinta Datang 4
3
2
Yusuf menatap perempuan itu yang tidak sengaja pula menatapnya. Seolah terdapat magnet kuat yang menarik keduanya, menjadi sulit untuk melepaskan tatapan itu. Semakin dalam, berubah menghanyutkan.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan