Bagian Tujuh Belas

1
0
Deskripsi

Tie to the Knot - Bagian Tujuh Belas

***

 

 

Di hari minggu.

Jika dulu waktu tinggal dirumah bersama Ibu, Zetta akan bangun sedikit lebih siang. Ibu membiarkannya karena mengetahui segala aktifitas padat yang dijalani Zetta sebagai mahasiswi selama enam hari dalam seminggu. Maka sampai pukul sebelas, Zetta terbiasa tetap bergelung nyaman dibalik selimut. Berbeda sekali dengan Ibu yang sudah terbiasa bangun subuh dihari apapun itu.

Tetapi sekarang berbeda. Otaknya seperti sudah ter-setting untuk bangun pagi. Pukul 05.00 saja ia sudah membuka mata, tapi luar biasanya pagi ini Zetta tidak merasakan mual seperti yang sudah-sudah. Mungkin ini hanya karena faktor kebiasaannya juga yang berubah semenjak kehamilannya ini.

Setelah matanya membuka, Zetta menatap Jeno yang masih memejamkan mata. Terlihat pulas dengan deru napas yang stabil.

"Taa, ayo saling jatuh cinta."

Oh, tidak.

Lebih baik Zetta bangun dan mencari kesibukan sendiri, ketimbang berdiam diri disini hanya menikmati wajah tampan dari suaminya ini. Ah, meskipun menyenangkan tetapi melihati wajah tampan Jeno sangatlah beresiko bagi kesehatan jantungnya dipagi hari ini.

"Mau kemana?"

"Astaga!" Zetta memekik pelan karena Jeno tiba-tiba terbangun. Mengagetkannya yang sedang diam-diam melewati tubuh suaminya itu. Sepertinya meminta agar posisi ranjang tidak menyatu dengan tembok adalah ide yang baik. Supaya nantinya ketika Zetta ingin kabur bisa dilakukan secara diam-diam dan tidak membuat Jeno terbangun hanya karena dirinya melewati tubuh besar suaminya itu.

Matanya langsung bersirobok dengan milik Jeno yang mencoba menatapnya tajam tapi aslinya suami Zetta itu sedang menahan kantuk.

"Mau kemana? Mau muntah? Mual?"

Zetta menggeleng pelan. Ia merapikan posisinya dan duduk dipinggir ranjang. "Nggak, lo tidur aja lagi." bisiknya halus dan menahan Jeno agar tidak ikut terbangun.

"Tapi lo mau kemana?"

"Mau ke dapur, ambil minum." balasnya sambil menggerakkan tangannya ke kepala Jeno, lalu mengelus pelan rambut hitam itu. "Jadi Jeno tidur lagi aja, oke?"

Jeno menurut. Entah karena memang masih mengantuk, atau elusan lembut dikepalanya yang membuatnya sulit membuka mata. Sementara Zetta tak kuasa menahan senyumnya lantaran dimatanya kini Jeno terlihat sangat imut. Zetta jadi teringat ia sering melakukan ini pada beberapa murid di TK dulu, terutama David. Anak itu juga sering sekali tanpa kata langsung memeluknya ketika mengantuk dan akan tertidur ketika ia mengelus kepalanya.

Zetta jadi rindu pada David. Ia juga jadi rindu pada suasana mengajar di taman kanak-kanak.

Merasa Jeno sudah kembali pulas, Zetta pun kembali melanjutkan rencana awalnya. Ia pun pergi ke dapur, setelah mencuci muka dan gosok gigi. Berlanjut dengan meminum segelas air, lalu dirinya sudah tidak merasa mengantuk lagi. Malah merasa sangat segar.

Zetta pun membuka-buka kulkas dan melihat daging yang sudah dibelinya saat berbelanja kemarin bersama Jeno.

Apa hari ini saja ya buat rendang yang diinginkan oleh suaminya itu? Ah, tapi dirinya belum semahir itu untuk mengolah masakan penuh bumbu dapur seperti itu.

Memutar isi kepalanya mencari ide, Zetta memutuskan untuk menelpon Ibu. Masakan Ibu itu yang terenak, dan semoga saja Ibu sudah bangun seperti kebiasaannya selama ini.





 

***





 

"Tumben telpon pagi-pagi gini. Ada apa, Taa?" ucap Ibu ketika menerima sambungan telpon dari Zetta. Ibu Zetta yang bernama Erika, si wanita cantik berparas ayu dengan kulit kuning langsat itu kemudian menghentikan kegiatannya untuk membereskan kamarnya ini.

"Bu, ajarin Zetta masak rendang. Hehehe"

Mendengar permintaan itu Ibu langsung terkekeh. "Kamu mulai ngidam?"

"Nggak Bu, Jeno yang minta. Aku mau coba, tapi kemampuan masak aku masih kalah jauh dari Ibu. Makanya aku mau minta ajarin."

"Perlu Ibu kesana, Taa?"

"Ihh, nanti Ibu capek. Nggak papa, Ibu kasih tau aja cara-caranya, nanti aku ikutin arahan Ibu. Yaa? Boleh yaa, Bu?"

"Boleh dong, tenang Ibu kasih resep rahasia yang bikin setiap masakan itu jadi enak."

"Hehehe, makasih Bu." terdengar helaan halus dari sana. "Ibu lagi apa?"

"Ibu lagi beberes kasur. Rumah sepi banget, Taa."

"Maaf yaa, Bu."

"Kenapa masih minta maaf terus sama Ibu? Percaya nggak kamu, nanti ketika anakmu lahir seberapapun besarnya kesalahan yang dia buat, pasti kamu akan maafin juga... Sama kayak Ibu."

"Ibu sendirian sejak aku nikah, jadi aku ngerasa bersalah terus."

Ibu tersenyum maklum. "Nak, sekarang kamu harus fokus sama masa depan kamu. Kamu harus kuat untuk anak dan suami kamu. Jangan terfokuskan sama masa lalu, sudah cukup ngerasa bersalahnya."

"Iya, bu..." lalu Zetta terdiam beberapa detik sebelum melanjutkan ragu. "Ada yang ganggu pikiranku."

"Ada apa? Curhatin semua sama Ibu."

"Leia... Leia nggak akan nyari masalah karena tau kehamilanku kan, Bu? Aku masih pengen kuliah, meskipun ada Bee."

"Memang kapan Ibu ajarkan kamu jadi penakut, Taa? Kamu Ibu didik untuk menjadi pemberani, dan kamu selalu begitu. Kalau masalahnya sama Leia, ya hadapi dong. Ajak dia bicara. Masalah itu ada untuk dihadapi, Taa. Bukan dihindari." Ibu mengambil napas lalu menghembuskannya perlahan. "Lagipula Taa, sudah cukup musuhannya sama Leia. Ayah pun juga sudah pergi walau tanpa direbut olehnya." ucap Ibu.

Mengingat alasan mereka bermusuhan sangatlah konyol bagi Ibu. Leia sewaktu kecil sangatlah dekat dengan ayahnya Zetta, sampai Zetta menuding Leia akan merebut ayahnya itu. Dan anehnya hal itu dipercayai anak satu-satunya ini bahkan sampai sekarang. Padahal seingatnya Leia itu anaknya baik dan cantik. Meskipun tidak punya orangtua, tetapi tidak pernah terlihat menganggu atau sampai merepotkan orang lain.

"Iya, Bu. Nanti deh, aku bicarain sama Leia."

"Tuhkan, kamu masih aja suka ngehindar."

"Bukan menghindar, Ibu. Tapi nunggu waktu yang pas. Hehehe Makasih yaa Bu, ngobrol sama Ibu bikin hati aku lebih tenang. Oh, iya bu. Uang yang dititip sama Jeno, udah sama aku. Tapi bu, besok-besok..."

"Jeno marah karena Ibu kasih uang ke kamu?"

"Bukan marah, Jeno selama ini nggak pernah marah Bu. Dia orangnya mendem perasaan benget Bu, jadi nggak pernah keliatan kalo marah. Cuma... Aku percaya, sama kerja kerasnya Jeno untuk nunjukin kalo dia bertanggung jawab sama aku dan Bee. Dan lagi selama ini Jeno urus aku dengan baik kok, Bu. Aku nggak kekurangan apapun. Puji Tuhan, semuanya bisa tercukupi. Jadi Ibu simpan aja uangnya untuk diri Ibu sendiri..."

"Kamu ngomongnya kayak udah nikah bertahun-tahun aja." ledek Ibu.

"Hehehe, kan Ibu yang ajarin aku supaya terus mengucap syukur. Jadi aku terus bersyukurlah, punya suami kayak Jeno... Hehehe"

"Coba kamu deket, pengen banget Ibu jitak. Dulu aja sok-sok'an jutek sama Jeno pas dia dateng kerumah, sekarang aja, apa itu namanya kata anak jaman sekarang? Bu... Apa itu?"

"Bucin? Ih aku nggak bucin yaa bu, sama Jeno."

"Trus kamu nggak cinta sama Jeno?"

"Ah, Ibu!"

Ibu tertawa mendengar gerutuan sang anak. Padahal Ibu tau, kalau Zetta mengatakan itu pasti dirinya sangatlah malu. Ibu sangat mengenali watak sang anak. Walau sempat marah pada Zetta, tapi mana bisa marahnya itu tidak berlangsung lama. Sejak enam tahun lalu dirinya ditinggalkan berdua dengan Zetta oleh suaminya, jadi Ibu pun sudah terbiasa selalu berbagi cerita dan asa pada Zetta.

Mereka saling bergantung satu sama lain. Dan kini Ibu harus melepas Zetta untuk tinggal bersama suaminya.

Amarah itu tiada, berganti perasaan rindu.

Mungkin bercengkrama dipagi hari ini, tidaklah buruk juga. Sambil menemani Zetta mengolah masakannya, dan Ibu yang tak merasa sendiri di minggu pagi.





***






 

Zetta mendadak muram ketika Mama Yuna sudah siap pergi dengan koper yang dibawanya waktu tiba dirumah ini. Dan Jeno yang sudah siap untuk mengangkat koper itu dan dimasukkan kedalam mobil. Tapi Zetta menahan pada pegangannya.

"Lepas, Taa."

"Tapi..." bibir Zetta semakin melengkung kebawah, makin terlihat tidak relanya ketika Mama Yuna yang selesai berdandan menghampiri dirinya.

Jeno sampai mengigit bibir bawahnya, menahan senyum karena merasa gemas tiba-tiba melihat wajah muram Zetta malah terlihat imut dimatanya.

"Jen, angkut dong koper Mama."

"Ada yang nggak rela Mama pergi."

Mama Yuna tertawa pelan melihat Zetta yang merajuk seperti anak kecil. Lalu ia pun memeluk Zetta seraya berkata. "Maafin Mama yang harus pulang dadakan. Nanti Mama sering-sering main kesini deh. Atau kalian ke Jogja, pas Bee mau lahir. "

Zetta mengangguk tak semangat. "Yaudah, tapi Zetta ikut anterin." pintanya lirih.

"Nggak usah, kan ada Jeno."

"Maaaa!" Zetta membuat jarak diantara pelukannya dengan Mama Yuna. Memelaskan tatapannya agar permintaannya dituruti. "Tapi masa Zetta sendirian."

"Nggak, lo dirumah aja." Jeno menaruh tangannya dikepala Zetta. "Tadi kan ngeluh perutnya sakit trus lemes. Lagian gue anterinnya cuma sampe rumah temennya Mama, dan itu deket." lalu ia usak rambut Zetta karena gemas.

Tadi pagi, Jeno terbangun karena aroma sedap  yang mampir di indra penciumannya. Aroma nikmat itu berasal dari Zetta yang memasakkan rendang sesuai permintaannya kemarin. Rendang yang dibuat Zetta rasanya lumayan enak, dan membuatnya berdecak kagum karena Zetta bilang ini baru pertama kalinya istrinya itu memasak rendang. Tetapi setelah itu, Jeno juga mengalami kepanikan setelah Zetta terlihat pucat, mengeluhkan perutnya yang kembali terasa kram secara mendadak.

"Tapi... Mas Jeno..."

"Nggak sampe setengah jam, Taa." sela Jeno karena Zetta terlihat masih ingin memberikan alasan supaya bisa ikut mengantar Mamanya untuk kerumah temannya sebelum akhirnya pulang ke Jogja bersama temannya itu.

"Nurut sama Jeno yaa, Taa. Mama bakalan suruh Jeno ngebut deh, supaya dia bisa cepet pulang kerumah." rayu Mama Yuna.

"Mau dibawain apa pas pulang?"

"Ayam bakar, Mas." sahut Zetta lemas ketika Jeno bertanya padanya.

"Iya, nanti dibawain ayam bakar." kali ini senyum lebar terpatri di wajah Jeno.

Setelah dijanjikan seperti itu, Zetta perlahan melepas pegangan pada koper Mama Yuna. Mertuanya itu memeluknya kembali dengan erat lalu mencium pipinya dengan penuh kasih sayang. Masih juga menjanjikan akan sering-sering datang atau bahkan berkabar melalui sambungan telpon.

Zetta mengangguk saja ketika Jeno menyuruhnya untuk beristirahat tanpa melakukan pekerjaan rumah yang bisa membuatnya kembali merasa kelelahan. Jeno menepuk lembut kepala Zetta, lalu mengikuti langkah sang mama yang sudah lebih dulu berjalan didepannya.

Jeno tidak tau saja, ketika dirinya sudah masuk dan duduk dimobil, Zetta hampir saja melompat karena kesenangan dengan sikap lembut yang ditunjukkan Jeno padanya.

"Kamu masih suka sama Leia, Jen?"

Pertanyaan mendadak yang dilayangkan Mama tentu mengejutkan. Jeno tersentak tetapi dengan cepat mengendalikan diri.

"Kok nanyanya gitu, Ma?"

"Jadi bener kamu masih ada hati sama Leia?" Mama Yuna was-was, hatinya sedikit cemas menanti jawaban apa yang akan diberikan oleh Jeno yang terdiam tak menjawabnya dan hanya terfokus pada jalanan yang dihadapannya.

Diantara keluarga besar keduanya, mereka hanya tau kalau Jeno dan Zetta menikah karena keduanya saling mencintai sampai-sampai Jeno keblabasan menghamili Zetta, tetapi lain dengan Mama Yuna yang sudah mengetahui segalanya sejak awal.

Wanita itu pernah bertanya langsung kepada Jeno mengenai perasaannya, meski tidak dijawab secara gamblang, tetapi Mama Yuna tau kalau perasaan Jeno pada Leia juga tidak bisa dibilang hanya untuk main-main saja.

Jeno itu serius dengan perasaannya pada Leia, bahkan sampai menerima Leia dirumah mereka saat berlibur di Jogja. Meski saat itu Jeno bersembunyi dengan membuat alasan bahwa Nenek Ara yang mengajak Leia. Mama Yuna pun bahkan sudah melihat bagaimana bahagianya Jeno saat Leia ada bersama mereka.

"Yang semalam bersama Leia itu Hyunjin, pacarnya, kan?"

Jeno mengangguk kecil menjawab pertanyaan Mama Yuna.

"Kalo begitu, lepasin dia dari hati kamu. Dan mulailah belajar untuk mencintai Zetta, Jeno. Sekarang dia sudah menjadi istrimu. Dia sedang mengandung darah dagingmu. Meskipun pernikahan ini ada karena kesalahan kalian, tetapi Zetta sudah banyak berkorban. Dia mengorbankan cita-cita dan masa mudanya, demi menjaga kandungannya, anak kalian..." Mama Yuna menjeda ucapannya. "Zetta itu wanita yang tepat untuk kamu. Karena dia sudah menerima baik dan buruknya kamu. Tau nggak, Jen? Bahkan dia belain kamu saat telponan sama Ibunya tadi pagi. Jadi untuk apa kamu menaruh hati sama Leia yang bahkan nggak mau tau baik dan buruknya soal perasaan kamu."

Mama Yuna hanya tidak mau pernikahan anaknya menjadi kacau. Meski Leia tidak terlihat ingin merebut Jeno menjadi miliknya, jadi yang bisa ia lakukan kini hanyalah memperingati anaknya saja.

"Pelan-pelan ya, Maa." ujar Jeno setelah mendengar nasihat sang Mama. "Pelan-pelan Jeno akan berusaha untuk menaruh hati sama Zetta."

Mama Yuna tersenyum kecil. "Bagus, yang kayak Zetta jangan kamu sia-siain. Jangan nunggu sampai hilang, baru kamu tau kalo dia itu berharga."





 

***




 

Jeno mendengus kecil lalu menaruh sendok ditangannya keatas piring. Menatap lurus tepat pada Zetta yang nampak sibuk dengan ponselnya. Mungkin karena merasa diperhatikan, istrinya itu menatap balik kearahnya dan perlahan menaruh ponselnya dimeja.

"Kenapa, Jen? Nggak enak yaa, rendangnya?" tanya Zetta pelan. Merasa takut sendiri jika ternyata Jeno tidak menyukai masakannya. Zetta baru akan menyarankan untuk Jeno memakan ayam bakar yang dibelikan suaminya itu untuknya, sebelum Jeno menyeletuk dengan nada bete.

"Lo dari tadi sibuk sendiri."

Zetta jadi menyadari telah melakukan kesalahan. Sedari tadi ia sibuk bermain dengan ponselnya padahal mereka sedang makan malam. "Ahh, ini lagi balesin pesannya Mahen sama Bagas yang nanyain tugas." Zetta pun memperlihatkan layar ponselnya yang menunjukkan isi pesan dalam grup itu pada Jeno.

"Jinyoung?" Jeno berdesis sinis saat nama Jinyoung ada disatu pesan masuk.

"Eum?"

"Itu ada pesan dari Jinyoung." terangnya.

"Ngapain lagi sih ini orang? Udah ditolak juga." keluh Zetta.

"Kenapa sama Jinyoung? Dia masih gangguin lo?"

Zetta menggeleng. "Nggak, Jen. Tadi siang dia ajakin gue nemenin dia sama David makan siang bareng, tapi gue tolak. Eh, keterusan gitu ngechatnya."

Jeno jadi penasaran. Maka dari itu ia membaca satu persatu pesan masuk yang ada di whatsapp Zetta. "Yang ngechat lo rata-rata cowok, ya?" ada banyak nama disana. Mahen, Bagas, Jinyoung yang paling terbaru. Lalu ada juga nama Jungwoo, Crist si mantan ketua BEM, sisanya nama-nama itu tidak Jeno kenali.

"Itu banyakan temen sekelas yang suka nanyain tugas atau apa gitu. Kalo yang lainnya itu gue nggak tau, mungkin karena gue suka ikut acara ini itu dikampus, makanya mereka sok-sok kenalan gitu." jawab Zetta merelakan saja ponselnya diotak-atikin oleh Jeno, sementara dirinya masih berupaya untuk menghabiskan sepotong ayam bakar dihadapannya ini. Sampai terasa perutnya tidak lagi dapat menampung makanannya itu. "Jen, makannya udahan yaa."

"Kali ini kenapa? Kekenyangan atau mual, atau gimana?"

"Kenyang. Hehe" jawab Zetta sambil nyengir.

"Kata mama kalo ibu hamil itu bakalan banyak makan atau mau ini itu, kok lo malah nggak gitu sih, Taa?"

"Nggak tau kenapa, tapi beneran deh udah kenyang gitu."

Jeno menaruh ponsel itu disampingnya. Tidak memberikannya pada Zetta karena tidak mau istrinya itu hanya terfokus pada  ponselnya lagi. Lalu Jeno menyuapkan makanan yang ada dipiringnya. Terlihat lahap dan menikmati sekali  makanan itu. Zetta memperhatikannya dengan seksama. Dan entah kenapa keinginannya untuk makan muncul lagi. Ketika makanan dipiring itu sudah tersisa dua sendok, Zetta menyeletuk.

"Enak yaa, Jen?"

Jeno mengangguk dengan pipi yang penuh makanan. "Mau?"

Zetta balas mengangguk juga, lalu memekik kecil saking girangnya ketika Jeno mengarahkan padanya sesendok penuh nasi serta secuil daging rendang buatannya. Zetta menerima suapan itu dengan senang hati. Satu suap, dua suap. Sampai akhirnya sudah nambah tiga piring nasi yang mereka makan dengan daging rendang dan ayam bakar tanpa ada lagi yang tersisa.

"Jadi begini bikin lo mau makan?" tanya Jeno ketika Zetta sudah mengeluhkan kalau dirinya sudah kenyang, yang beneran kenyang.

"Hehe, disuapin gitu ternyata enak." Zetta mengelusi lembut perutnya yang sepertinya bertambah buncit setelah makan. Duh, semoga saja masih cukup ruang diperutnya ini untuk Bee.

"Lain kali bilang kalo mau disuapin." ucap Jeno yang sedang memainkan rambut panjang Zetta dengan tangannya.

Keduanya tepar karena kekenyangan di sofa. Jeno tidak pernah sekenyang ini, karena biasanya hanya memesan untuk satu porsi dan itu juga cukup untuknya. Zetta juga sama karena selama ini dirinya tidak terlalu suka makan atau bahkan ngemil. Bisa masuk makanan dua kali sehari saja, rasanya sudah bersyukur sekali.

"Emang lo mau nyuapin lagi?"

"Mau aja, asal jadinya lo mau makan. Abisnya lo bocah banget, bener kata Ibu."

Mendengar itu Zetta jadi tertawa pelan lalu berhenti ketika Jeno masih melihatinya. Zetta jadi merasa canggung dilihati sebegitunya oleh Jeno. Tatapan Jeno itu mengandung sejuta makna didalamnya. Membuat Zetta terasa larut dan tenggelam dalam tatapan itu. Ditambah lagi tangan Jeno kini mengelus lembut pipinya.

"Tapi kasih gue hadiah, Taa."

Alis Zetta naik sebelah, merasa bingung dengan Jeno yang tiba-tiba minta hadiah.

"Setiap gue nurutin permintaan lo, lo harus kasih gue hadiah." jelas Jeno tak membantu Zetta untuk mengerti. "Ayam bakar itu untuk rendang yang lo masak pagi tadi, trus kalo nyuapin lo tadi, hadiahnya apa?"

"Haa?" Zetta tak mengerti dan tak ada persiapan untuk memberikan Jeno sebuah hadiah. Tapi yang aneh cowok itu malah menidurkan kepala dipangkuannya.

"Gue ambil hadiah gue sendiri. Sambil dielusin kayak tadi pagi." pintanya mengarahkan tangan lembut istrinya itu untuk mengelusi kepalanya.

Zetta tersenyum lebar. Rasa tak percaya karena Jeno bisa berlaku semanis dan semanja ini padanya.

"Apa ini salah satu cara supaya kita saling jatuh cinta, Jen? Kalo kayak gini, yang ada gue terus yang bakalan selalu jatuh buat lo, Jen."

Mata yang tadinya terpejam itu membuka perlahan, lalu menatap Zetta tepat dimatanya. Tangan kanan Jeno terangkat untuk mengelus pipi Zetta. "Iya, pelan-pelan yaa." lalu Jeno mengangkat sedikit tubuhnya untuk mengecup pipi Zetta yang membuat mata istrinya itu membulat secara menggemaskan.




 

***

 

Nagapirang

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi πŸ₯°

Kategori
Tie To The Knot
Selanjutnya Tie to the Knot (Additional Moments)
24
10
Part tambahan sebelum Zetta dan Jeno menikah… Rated: Mature 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan