Bagian Sembilan

2
0
Deskripsi

Tie to the Knot - Bagian Sembilan

Silakan baca sebelum kukasih harga yaa. Hehehehee

 

๐Ÿ“


Suatu hari di Bandung...

Siang itu Zetta baru saja ingin memakan nasi kotak yang memang dikhususkan untuk panitia bersama dua teman panitia lainnya.

Bersyukur ini adalah gilirannya bisa makan dengan tepat waktu, setelah seharian kemarin bahkan hanya bisa makan 1 kali saja yaitu jam makan malam. Dan bukankah akan menyenangkan jika di jam istirahat yang hanya sedikit ini ia makan siang sembari melihat kumparan bunga matahari yang sedang bermekaran dengan indahnya disekitaran taman hotel ini? Tetapi apa yang ia lihat kali ini?

Cowok yang menarik perhatiannya kemarin itu malah sedang duduk berduaan dengan Leia bahkan cowok itu sampai memotret si cewek centil itu. Zetta mencebik kecil, sudah punya pacar kok masih keganjenan gitu.

"Mereka emang udah sedeket itu, ya?" tanya Aneth pada Zetta dan juga Bagas.

"Tumbenan si Jeno mau deket sama manusia."

"Cowok itu namanya Jeno?"

Bagas mengangguk. "Ealah, Taa! Kayaknya percuma lo ikut organisasi ini itu, kalo sama Jeno aja nggak kenal."

Aneth menoyor kepala Bagas. "Bego, karena Zetta sibuk organisasi makanya nggak tau sama si apatis Jeno itu!"

"Oiya, terbalik." Bagas hanya nyengir didepan kedua cewek ini.

Zetta tersenyum. Dalam hati berdoa agar kedua temannya ini tidak merasa curiga dengan senyumnya ini meski hatinya sudah berdebar hanya dengan mengetahui nama cowok itu adalah Jeno.

Jeno memang definisi cowok gentle, menurutnya saat itu.

Saat berangkat menggunakan Bus kemarin, hampir saja Zetta terjatuh jika saja punggungnya tidak ditahan oleh cowok itu dari belakang. Jeno bahkan dengan mudah mengangkat tubuhnya dan perlahan mendirikannya agar menapak sempurna tanpa cedera berarti.

"Hati-hati." ucap Jeno dengan suaranya yang dalam dan agak serak itu.

Tidak salahkan kalau Zetta jatuh cinta dengan Jeno hanya karena itu?

Kemarin disela-sela harinya yang sibuk dengan kepanitiaannya Zetta mencuri-curi kesempatan hanya untuk melihati Jeno, entah saat cowok itu mengangkati bangku dan cowok itu mengelap keringatnya yang berjatuhan. Atau ketika cowok itu hanya terdiam dan menurut disuruh ini itu.

"Kayaknya, Jeno suka sama Leia. Liatin tuh, ngintilin terus!"

Ucapan Aneth saat itu membuat wajah Zetta berubah kecut. Apalagi setelah Pekan Seminar ini usai, Zetta juga selalu melihat Jeno sedang berbicara dengan Leia.

Dan saat itu untuk pertama kalinya Zetta merasakan jantungnya berdetak dua kali lebih cepat hanya karena melihat Jeno yang tersenyum hangat sampai matanya menyipit, tetapi dengan Leia disamping cowok itu.

Zetta jadi merasakan jatuh cinta dan patah hati disaat yang sama.

Begitu juga dengan hari ini...

"Ini tuh pas Tahun Baru kemarin, Kak. Kak Leia dateng sama Mas Jeno. Menurut aku, Kak Leia tuh nggak cuma cantik, tapi juga nyenengin."

"Pinter dandan juga!" Jihan menimpali Somi yang sedang memuji Leia. "Aku sering liat tutorialnya di IG atau di Youtube. Sayang banget dia nggak main lagi kesini."

Kedua sepupu perempuan Jeno ini bernama Somi dan Jihan. Keduanya terbilang cantik meskipun baru kelas tiga SMA. Duduk dengan mengapit Zetta dikiri dan dikanan membuat Zetta sampai tidak bisa bergerak dengan nyaman. Mereka berdua sedang memperlihatkan vlog pribadi mereka di Tahun Baru kemarin pada Zetta, dan selama video ditonton tanpa henti mereka memuji Leia secara berlebihan.

"Iya, udah baik, cantik, nyenengin, pinter dandan, makanya Nenek Ara suka sama Kak Leia!"

"Kami juga suka sama dia."

Jihan menatap Somi lalu tersenyum miring saat Zetta menundukkan kepala sambil tersenyum kecut. Mereka berdua langsung duduk tegak ketika Jaemin berdeham seperti memberitahukan keberadaannya.

"Adek-adeknya Mas Jaemin, ini kan udah malem nggak bisa biarin Kak Zettanya istirahat dulu besok baru nonton lagi? Kasian tau, Kak Zetta kan baru dateng siang tadi sama Mas Jeno, udah pasti masih capek." Jaemin berujar lembut pada kedua adik sepupunya itu, tetapi hatinya penuh dengan kecemasan.

"Apa sih, Mas Jaemin?! Orang kita cuma ajak ngobrol. Itu kan tandanya kita mau kenal."

"Tau nih! Lagian Kak Zetta juga naik pesawat kesininya, nggak kayak Kak Leia yang tahun lalu cuma naik kereta!"

"Ya tapi..." Jaemin tidak melanjutkan kata-katanya lagi meski ia sudah geram, tangan sudah dipinggang dan mata sudah melotot melihati kedua adik sepupunya ini.

"Lagian juga kita kan sekalian sambil nungguin Mas Renjun!" ujar Somi sampai mencebik sebal.

"Mas Renjun disini!"

"Mas Renjun!" kedua cewek itu langsung bangkit berdiri menghampiri Renjun yang datang bersamaan dengan Haechan. Keduanya langsung memeluk Renjun, tetapi langsung tersenyum kaku hanya dengan melihat Haechan.

Karena perhatian mereka teralihkan, Jaemin cepat-cepat mencari remot untuk mematikan televisi tersebut.

"Kyaaa! Mas Jeno cium kak Leia!!!"

Terlambat! Jaemin menutup matanya dan merutuk dalam hati.

"Loh ini siapa, Jaem? Cewek lo? Tumben lo bawa kesini," tanya Renjun sambil melirik Zetta yang entah kenapa ikut berdiri untuk menyambut kedatangan kedua orang yang tak dikenalnya itu, meski matanya sebentar-sebentar melirik kearah televisi.

Jaemin dengan cepat mematikan televisi setelah menemukan remotnya yang ada dibawah bantal.

"Mana pernah si bego ini berani bawa cewek kesini." komentar Haechan kasar dan ikutan melihati Zetta dengan tatapan menilai.

Zetta jelas semakin tidak nyaman.

"Ya emang bukan, dia calonnya Jeno."

"Oh," ada seringai tipis yang diperlihatkan Haechan secara terang-terangan. "Loh kok beda dari yang kemarin? Padahal masih cantikan yang kemarin loh."

"Tolol." Renjun memilih memasuki rumah sambil menggeret koper bersamaan dengan Jihan dan Somi yang mengikutinya dibelakang dan merengek karena menunggu oleh-oleh dari cowok itu lalu menghilang setelah memasuki kamar.

Zetta kembali duduk disofa, meski diruang tamu ini hanya ada Haechan dan juga Jaemin.

"Kenapa pulang lo, cuk? Biasanya ada hujan badai apa juga nggak bakalan sedia lo balik?"

"Iyalah, sepupu kesayangan gue mau kawin, masa gue nggak dateng."

"Nikah, jingan!"

"Oh iya, kawinnya mah udah ya? Kan udah sampe berhasil gitu."

Zetta bangkit berdiri sambil melihati Haechan dengan tatapan sengit. Apa sih? Belum juga kenalan, tapi sudah melakukan aksi penyerangan bertubi-tubi yang menyebalkan. Zetta berdecak pelan dan menggumamkan kata brengsek pelan sebelum memilih masuk kekamar Jeno.

"Woi! Itu yang diperut belum keluar, masa udah mau bikin lagi?" teriak Haechan lalu tertawa terbahak-bahak.

"Diem, Haechan bangsat!" sergah Jaemin atas ucapan sepupunya itu mungkin menyakiti Zetta.

Dan bukan cuma mungkin, tetapi sudah. Ucapan dan tingkah laku semua sepupu Jeno benar-benar mengecewakan hatinya. Sangat!



 

๐Ÿ“


 


Setelah Jeno pulang hal pertama yang ia lihat adalah kamarnya yang dipakai oleh Zetta. Hanya untuk sekadar memastikan kalau cewek itu baik-baik saja setelah ditinggal olehnya sejak sore tadi.

Tiba-tiba Papanya memanggilnya untuk membicarakan urusan pernikahan mereka yang hanya tinggal kurang dari seminggu lagi jadi terpaksa meninggalkan calon istrinya itu. Memanggil Zetta adalah calon istrinya terasa sangat aneh walau itu hanya dipikirannya.

"Belom tidur?" Jeno mendekat kepinggir ranjang ketika melihat Zetta hanya menatapnya datar ketika ia mengintip tadi.

Zetta menggeleng lalu menghembuskan napas berat. Lalu ketika Jeno melihat Zetta memilin jemarinya lagi, jadi membuatnya ingin bertanya lagi.

"Kyaaa! Mas Jeno cium kak Leia!!!"

Bahkan Leia sudah pernah kesini sebelum dirinya. Bahkan Leia sudah disukai oleh nenek dan juga para sepupunya Jeno. Bahkan juga pernah dicium oleh Jeno...

"Kenapa?"

Zetta sedikit tersentak dari lamunannya dan menggeleng lagi. "Besok lo masih mau pergi?"

"Mungkin... Gue kan udah bilang kalo gue juga nggak nganggep pernikahan ini sepele, jadi gue nggak akan asal-asalan juga."

"Ikut dong. Boleh nggak?" pinta Zetta.

"Kenapa mau ikut? Nggak nyaman disini?"

Zetta menghindari tatapan Jeno. "Bukan gitu. Cuma... Ini kan pernikahan gue juga, masa gue nggak boleh ikut dalam persiapannya?"

"Bukan nggak boleh." Jeno akhirnya duduk dipinggir ranjang. "Tapi lo bilang lagi lebih sering capek dan mual gitu kan?"

"Trus nggak mau ngajak gue?" tanya Zetta lagi. Rasanya Zetta akan terus memaksa Jeno untuk mengajaknya besok. Menurut perkiraannya mungkin akan lebih baik pergi dengan Jeno seharian, ketimbang tinggal dirumah ini dengan seisi rumah yang seakan memusuhinya begini. "Gue mohon Jen, ajak gue dong... Ya?"

Jeno mengalah, dengan mengangguk pelan ia menyetujui untuk membawa Zetta bersamanya besok. "Iya, kalo lo nggak mual-mual besok kita pergi berdua."

"Haa?"

"Eum... Maksudnya... Sama Papa dan Mama juga..."

"Iya..." Zetta mengulum senyum saat bisa melihat Jeno salah tingkah secara langsung. Dan hanya dengan seperti itu, jantung Zetta kembali berdebar kencang.

"Yaudah, tidur."

"Oke! Malam, Jen." Zetta dengan cepat menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

"Pelan-pelan aja geraknya." peringatan terakhir Jeno sebelum cowok itu melangkah keluar dari kamar ini dan pergi kekamar Jaemin yang ada disebelah.

Setelah dirasa Jeno sudah keluar, Zetta sedikit menyembulkan kepalanya dan mengelus perutnya perlahan. "Bee, Papa kamu bikin Mama deg-degan terus."



 

๐Ÿ“


 


Besok paginya, Jeno benar-benar mengajak Zetta untuk melihat bagaimana persiapan pernikahan mereka. Ditambah Yuna juga mengajak Zetta untuk kebutik untuk melihat  baju pernikahannya dulu dengan Dimas yang sudah dimodifikasi dan akan dipakai Zetta juga nantinya.

"Muat nggak?" tanya Yuna.

"Masih muat kok tante." Zetta nyengir lebar dan menunjukkan betapa cantiknya baju pernikahan ini.

"Loh kok muat ya?"

"Emang kenapa tante?"

"Kamu kan sudah hamil dua bulan, Taa. Baju ini tante pakai waktu berat badan tante cuma 48 kilo loh."

Zetta membulatkan matanya tak mengerti. "Trus kenapa ya, tante?

"Itu artinya kamu terlalu kurus, sayang." ucap Yuna sambil menjawil pelan hidung Zetta. "Jeno harus banyak-banyak ngasih kamu makan!"

Lalu Zetta terkekeh pelan bersama Yuna. Beruntung Tante Yuna tidak bertindak seperti calon mertua yang menyeramkan. Ia malah berperan seperti Ibu yang hangat dan menyenangkan. Ah, seandainya Ibu ada disini.

"Kamu beneran mau pakai gaun ini, Taa?"

Zetta menatap Yuna yang nampak rasa sesalnya itu. "Nggak papa, Tante. Gaunnya cantik, Zetta suka."

"Bukan gitu, sayang. Ini kan pernikahan kamu, jadi tante pikir akan lebih baik kalau kamu gunakan gaun baru, bukan malah gaun bekas tante ini..."

Zetta tau itu. Bahkan menurutnya jika harus membeli gaun yang ada diseluruh butik ini pun, keluarga Wijaya pasti sanggup. Zetta tersenyum pada Yuna. "Zetta nggak anggap ini bekas kok tante, malah gaun ini yang tercantik dan rasanya istimewa aja kalo aku pakai ini juga. Karena tante juga pernah pakai ini."

Yuna membalas senyuman Zetta dan membawa Zetta untuk duduk disofa. Mengusap rambutnya dengan kasih sayang dan mengelus lembut perut calon menantunya ini.

"Tante kasihan sama Zetta ya? Jangan dong, tante." diakhir ucapannya Zetta terkekeh pelan pada Yuna.

"Zetta, tante boleh tanya sesuatu?"

"Boleh aja, tante."

"Kenapa kamu malah mau mengorbankan masa muda dan cita-cita kamu?"

Waktu Jeno mengatakan kalau ia menghamili seseorang, saat itu seperti ada sebilah pisau yang menikam tepat dijantungnya. Yuna merasakan sesak dan semakin tak bisa bergerak saat Dimas memukuli anak lelaki satu-satunya itu, Jeno hanya diam dan menerima semua pukulan Dimas diwajah tampannya itu. Barulah setelahnya meminta Dimas dan Yuna pergi kerumah Zetta dan melamarkan anak perempuan itu untuknya.

Yuna pikir tidak ada hal yang lebih menyesakkan lagi. Ia hanya pasrah, ada sedikit rasa benci pada perempuan yang telah dihamili oleh Jeno itu. Ia hanya menganggap kalau anak perempuan itu pastinya anak nakal, memiliki pergaulan yang terlalu bebas dan tidak tau didikan orangtua. Tetapi saat Yuna datang kerumah mereka, Yuna mendapati hal yang berbeda. Apalagi ketika mendengar pembicaraan anaknya dan Zetta.

Anak perempuan itu ternyata berasal dari keluarga baik-baik. Bahkan anak perempuan itu memiliki cita-cita sebagai guru, cita-cita yang sangat mulia bagi Yuna. Semua pandangan awalnya jadi berubah, dan menjadi rasa simpati yang mendalam. Anak perempuan ini, memilih untuk mengorbankan segalanya untuk janin yang sedang dikandungnya.

"Tante tau, pas awal-awal aku tau kalo aku hamil, aku sering pergi kerumah sakit. Tujuannya... untuk aborsi.."

Yuna menahan napasnya. "Zetta pernah..."

"Iya tante, tapi nggak pernah bisa aku tahan duduk diruang tunggu walau itu cuma 5 menit disana." ucap Zetta menyela ucapan Yuna, lalu melanjutkan. "yang terakhir kali, Zetta berani sampe ketemu sama dokternya. Tapi tetep aja Zetta gagal."

"Kok gitu?"

"Zetta takut untuk ambil keputusan apapun waktu itu, makanya Zetta mati-matian nyari Jeno yang kayak menghilang selama hampir sebulan. Tapi Zetta malah harus kecewa, karena ketemu sama Jeno, dia malah lagi ketemuan sama Leia." Zetta mengingat salah satu hal yang paling menyakiti hatinya waktu itu. "Zetta berhasil sampe ketemu sama dokter dan berusaha meyakinkan diri, kalo aborsi memang jalan terbaik..."

Yuna tak bertanya apapun lagi dan hanya mendengar lalu menghapus air mata Zetta yang terjatuh.

"Zetta nggak akan dibenci sama Ibu, Zetta nggak perlu berhenti jadi guru, dan Zetta nggak akan menanggung malu... Tapi pas dokter itu bilang kalo janin ini hidup, Zetta..."

Yuna lalu memeluk Zetta erat, dan menggumamkan kata terimakasih sedalam-dalamnya sementara Zetta menangis karena menyesali keinginannya untuk aborsi saat itu.

Betul, jawabannya hanya satu. Karena janin dalam kandungannya ini telah hidup, maka Zetta serasa mampu memikul seluruh beban itu sendiri dipundaknya. 



 

๐Ÿ“


 


"Jen, lo nggak papa?"

Jeno menoleh pada Zetta yang memandangnya dengan raut penasaran. Pasti ini ada hubungannya dengan makan malam keluarga yang kacau tadi. "Lo sendiri, nggak papa?"

Zetta mencebik. "Kan gue duluan yang nanya." ini karena para om dari Jeno kelihatan sama bajingannya dengan anak-anaknya itu, yaitu sepupu-sepupu Jeno, terutama Haechan yang selalu melihatnya dengan cara paling merendahkan. Zetta tak bisa menyalahkan para sepupu Jeno dan sikapnya mereka jika melihat pola asuh dari orangtua mereka sendiri.

"Gue nggak masalah. Dan lo gimana? Sekarang gue bukan ahli waris Wijaya."

"Gue juga nggak masalah,"

"Sekalipun hidup kita susah nantinya?"

"Emang lo mau bikin hidup kita susah?"

Jeno memutar matanya, jengah sendiri dengan saling lempar pertanyaan yang mereka buat ini.

"Gue nggak akan bikin hidup kita susah. Gue akan secepatnya nyari kerjaan. Buat hidup kita sehari-hari, trus buat kuliah kita. Gue akan terus berusaha menuhin semua kebutuhan lo dan terutama untuk dia."

Zetta tersenyum kecil. "Panggilannya Bee,"

"Emang udah ketawan cewek?"

"Belum, cuma daripada kita panggil dia, bayi ini, doi. Mending kita kasih panggilan, lagian panggilan Bee itu lucu..."

"Oke, Bee... Gue akan berjuang buat lo dan Bee."

Zetta terkekeh pelan. Jeno masih terlihat kaku, tapi Zetta melihat keseriusan dari apa yang diucapkannya itu. Melihatnya jantung Zetta kembali berdetak kencang.

"Kalo gue juga perjuangin lo, boleh?" tanya Zetta pelan.

"Apa?"

"Gue juga mau berjuang buat lo..." dapetin hati lo khususnya, Jen.

"Gue kepala rumah tangganya..."

"Bukan itu..." Zetta tertawa pelan karena dahi Jeno yang berkerut menandakan cowok itu tidak mengerti akan maksudnya. "Tapi..." Zetta juga sulit untuk melanjutkan.

Jeno sudah ingin bertanggung jawab atas Bee saja, Zetta sudah sangat bersyukur. Tetapi, Zetta inginkan hal lebih membuatnya menjadi serasa orang paling serakah.

Zetta ingin Jeno ada untuknya bukan hanya sekadar tanggung jawab.

Zetta ingin merebut hati Jeno dari Leia.

"Ah, lupain. Makasih yaa udah mau tanggung jawab." ucap Zetta pada Jeno lalu tersenyum.

Jeno menaikkan sebelah alisnya mendengar Zetta yang mengalihkan pembicaraan mereka. "Udah seharusnya gitu." jawab Jeno pelan lalu menatap langit malam dari jendela kamarnya. "Dah, tidur gih. Besok kita harus bangun pagi-pagi."

Zetta mengangguk kecil. Besok adalah hari pernikahan mereka. Memikirkan hal itu, membuat wajahnya memerah tanpa sadar.

"Jen," panggil Zetta ketika Jeno sudah ingin keluar kamar.

Memberikan tanda untuk Jeno lebih dekat kearahnya, lalu menarik lengan kemeja cowok itu sedikit menggunakan tenaganya.

Jeno tampak kaget setelah merasakan lembut bibir Zetta dibibirnya.

"Gue udah bilang tadi, gue juga mau berjuang buat lo..."
 

๐Ÿ“




 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐Ÿฅฐ

Kategori
Tie To The Knot
Selanjutnya Bagian Sepuluh
2
0
Tie to the Knot - Bagian Sepuluh  Baca selagi masih gratis yaa 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan