After Last Marriage [CHAPTER 1-2]

19
5
Deskripsi

    Olivia terancam kehilangan pekerjaannya sebagai wartawan berita hiburan di Warner Media. Untuk mengambil hati atasan, Olivia berniat membuat berita eksklusif tentang Dean William Orlin, pengusaha besar yang baru saja bercerai dengan seorang model papan atas. Ia rela melakukan penyamaran di sebuah hotel bintang lima demi niat tersebut.
    Namun pada malam ketika Olivia menyamar,  tiba-tiba saja Olivia ditarik secara paksa oleh Dean ke dalam kamar. la tak menduga kalau malam itu, ia akan menghadapi...

1.Hasrat Kotor
   Sepasang pantofel hitam mengkilat melangkah melewati pintu masuk sebuah vila mewah yang terletak di timur Los Angeles. Bunyi ketukan pantofel itu sangat tegas, sedikit meninggalkan jejak kotor di lantai dari bagian bawah pantofelnya yang basah karena air hujan.
   Dean sedikit mendongak untuk menatap ke arah atas tangga yang akan ia naiki.
   Satu pria berkemeja hitam yang baru turun dari mobil, segera menyusul masuk ke dalam vila tersebut, berjalan di belakang Dean dan mendorong seorang penjaga yang mencoba menghalangi langkah sang tuan.
   “Mereka pasti berada di kamar lantai atas, Tuan.”
   Dean tak menghiraukan kalimat yang dilontarkan asisten pribadi sekaligus bodyguardnya itu. Ia tahu ke mana ia harus melangkah.
   Satu demi satu anak tangga ia naiki. Ketika ia tiba di lantai dua dan makin dekat ke kamar utama yang terletak di ujung lorong, telinganya menangkap suara khas dari sana.
   Dean berhenti tepat di depan pintu. Suara dari dalam kamar tersebut makin terdengar jelas. Lenguhan nista dari suara wanita yang sangat ia kenali, membuatnya menghela napas pelan, namun berat.
   Ia mematung selama beberapa saat, sebelum kemudian memegang kenop pintu yang tak tertutup terlalu rapat dan mendorongnya untuk terbuka lebar.
   Dua orang yang sedang bergulat di kasur, jelas terkejut dengan kemunculan Dean. Yang mereka tahu, mereka hanya berdua di lantai dua villa mewah itu, semua penjaga ada di bawah. Tentu saja kemunculan Dean seperti mimpi buruk di tengah situasi ‘panas’ yang sedang menyelimuti mereka.
   “Dean? K-kau ....”
   Dean menatap wanita di kasur itu yang buru-buru mendorong pria berambut cokelat yang sedang menyetubuhinya, lalu menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang toples.
   Cindy—istri Dean—wajah cantik wanita itu tampak sangat terkejut dan syok melihat suaminya muncul secara tiba-tiba.
   “Kau ... a-apa yang kau lakukan di sini?” tanya Cindy panik.
   Dean bergeming. Kedua mata cokelatnya terus menatap ke arah Cindy, memandangi istrinya itu dengan sorot mata yang datar. Padahal jauh di baliknya, kekecewaan besar benar-benar menyerang dirinya dari berbagai sisi.
   Sementara itu, pria berambut cokelat yang sebelumnya beradu tubuh dengan Cindy, sibuk memakai celana di samping kasur.
   Beberapa saat kemudian, Dean melangkah menghampiri pria itu. Tanpa aba-aba sedikitpun, kepalan tangan langsung melayang keras ke wajah sang pria.
   “Bajingan,” desis Dean.
   Pria itu jelas tidak terima. Meski sempat hampir jatuh tersungkur akibat pukulan keras dari Dean, dia berniat untuk membalasnya. Akan tetapi, Cindy yang sudah turun dari kasur sembari melilit selimut di tubuhnya, berdiri di tengah-tengah mereka dan mencoba untuk menenangkan Dean agar tidak memukul lagi.
   Dean tersenyum getir melihat tingkah Cindy yang dalam pandangannya semata-mata hanya ingin melindungi selingkuhannya. Ia menghela napas keras dan berusaha mengontrol emosi sebaik mungkin, supaya setan dalam dirinya tidak menang dan malah membuatnya main tangan pada Cindy.
   Sejenak setelah itu, Dean berbalik, lalu melangkah keluar dari kamar yang sebelumnya dipenuhi hasrat kotor oleh perselingkuhan istrinya.
   “Dean! Tunggu aku!” panggil Cindy, “aku bisa jelaskan.”
   Asisten Dean langsung menutup pintu kamar, sehingga Cindy tak sempat menyusul Dean yang berjalan untuk turun dari lantai dua villa.
   “Mobilmu sudah siap, Tuan,” ujar asisten itu selagi mengikuti Dean menuruni tangga.
   “Hubungi pengacaraku,” kata Dean, “katakan padanya, aku ingin perceraian dengan istriku segera diurus.”
   “Baik, Tuan.”
***
   [Artis dan model ternama Cindy Manson, dikabarkan resmi bercerai dengan CEO dan pemilik Orchid Group, perusahaan pembuat video game yang lima tahun belakangan menguasai pasar game terbesar dunia. Kabar perceraian ini dibenarkan oleh pihak manajemen Cindy.]
   Olivia mengerutkan keningnya selagi menatap layar televisi yang menayangkan berita entertaiment. Ia masih menyaksikan berita itu sambil meminum kopi saat tiba-tiba ponselnya berdering.
   Tanpa pikir panjang, Olivia langsung megangkat telepon masuk yang berasal dari atasannya.
   “Selamat siang, Pak,” sapa Olivia.
   [Bukankah kau harus menerbitkan berita baru hari ini? Kau sudah tahu kabar perceraian Cindy Manson, kan?]
   “Sudah, Pak. Aku sudah menerbitkan berita tentang itu pagi ini.”
   [Lantas kenapa akses publiknya masih minim sekali? Berita macam apa yang kau buat? Bukankah seharusnya kau memberikan informasi yang berbeda dari perusahaan media lain? Akses publik kepada berita yang kau buat sangat sedikit!]
   Mendengar nada bicara atasannya yang berubah menjadi sangat tajam dan mulai mengomel, Olivia meletakkan gelas kopinya ke atas meja dan tertegun.
   [Aku sudah memperingatimu, Olivia. Kalau minggu ini tidak ada satu pun berita yang kau buat bisa mencapai target, perusahaan memiliki banyak kandidat untuk mengganti satu wartawan tidak becus sepertimu. Apa kau paham?]
   Olivia mengulum bibirnya sesaat untuk melampiaskan kegugupannya. Setelah itu, ia menjawab, “Paham, Pak.”
   Tanpa mengatakan apa-apa lagi, telepon tersebut langsung ditutup.
   Olivia menghela napas panjang sembari menyapu rambut cokelatnya ke belakang. Ia mengambil gelas kopinya lagi dan meminum kopi itu lewat sedotan sampai habis.
   Beberapa saat kemudian, Olivia berdiri dari duduknya dan langsung mengambil coat miliknya yang tersampir di sandaran kursi.
   Pria berkacamata di meja yang berhadapan dengan meja Olivia pun langsung menatapnya dengan kening mengernyit. “Kau mau ke mana? Tadi kau bilang tidak ingin makan siang.”
   “Ada yang harus kukerjakan,” jawab Olivia sambil berkutat pada ponsel, mengirim pesan pada seseorang.
   “Apakah Pak Erick memarahimu lagi?”
   Olivia tak menjawab dan segera beranjak dari meja kubikalnya.
   Meski Manhattan diguyur hujan yang lumayan deras siang ini, Olivia yang tak membawa kendaraan tetap nekat menerjang hujan dengan berlari menuju trotoar jalan di seberang gedung Warner Media, perusahaan media tempatnya bekerja. Setidaknya ia membawa payung.
   Beruntung, tujuan Olivia tak terlalu jauh. Ia langsung melipir ke sebuah restoran pizza yang berjarak sekitar dua ratus meter dari gedung Warner Media.
   “Halo, Nona Olivia Rossean Aniston.”
   Suara yang muncul sekaligus tepukan di bahunya dari arah samping, sedikit mengejutkan baginya ketika ia baru saja menurunkan payungn.
   Ia menoleh dan langsung menghela napas begitu melihat kalau yang menepuk bahunya barusan adalah Ryan, temannya yang memang ingin ia temui siang ini.
   “Kau bilang padaku kalau kau ingin bertemu denganku besok siang. Kenapa mengubah jadwal dan mengajakku bertemu secara mendadak siang ini? Beruntung aku sedang mampir ke sekitar sini dan bisa langsung datang setelah kau mengirim pesan,” kata Ryan.
   Olivia melipat payungnya dan menaruh benda itu di tempat khusus yang sudah disiapkan di depan restoran. Selagi melangkah memasuki restoran tersebut bersama Ryan, ia menjawab, “Aku harus mendapatkan bahan berita malam ini supaya besok bisa kuterbitkan.”
   “Lantas apa yang kau butuhkan dariku? Aku juga punya pekerjaan penting siang ini.”
   “Kau bekerja di agensi yang menaungi Cindy Manson. Aku butuh informasi darimu tentang kegiatannya hari ini. Aku harus mendapatkan berita eksklusif.”
   Ryan menyuruh Olivia menempati di meja kosong yang terletak di paling sudut restoran pizza tersebut. Pria berparas Timur Tengah itu tak langsung menjawab. Dia lebih dulu pergi ke tempat pemesanan dan memesan makananan sekaligus minuman untuk dirinya dan Olivia.
   Setelah menyusul Olivia dan duduk di kursi yang berhadapan dengan wanita itu, Ryan berkata, “Sejak dua minggu yang lalu, pengawalan Cindy Manson ketat sekali. Aku juga tidak bisa sembarangan membagi informasi dengan karyawan media sepertimu.”
   “Oh, ayolah. Selama ini kau selalu membocorkannya padaku. Kenapa tiba-tiba sekarang kau berat hati? Kita teman. Teman harus saling membantu,” protes Olivia.
   “Sebelum-sebelumnya aku membocorkan padamu karena permintaan pihak agensi supaya kau membuat berita positif tentang Cindy. Tapi dari raut wajahmu sekarang, sepertinya kau sedang ada masalah dan kuyakin kau ingin membuat berita negatif agar menimbulkan kehebohan publik tentangnya."
   Olivia merotasikan matanya. “Itu adalah tugas wartawan, Ryan. Aku tidak bisa terus-menerus hanya membuat berita positif tentang Cindy, bahkan aku mendapatkan bahan berita untuk meliput tentangnya darimu. Kurasa berita-berita positif itulah yang membuat publik malas membuka hasil liputan dari mediaku, sebab mengira aku berpihak pada artis. Mungkin itu juga yang membuatku dianggap tidak kompeten oleh atasanku.”
   Ryan menghela napas. Dia menoleh ke kanan ke kiri, seperti memastikan tak ada yang akan mendengar pembicaraan mereka.
   Sejenak setelah itu, Ryan mencondongkan tubuhnya ke depan, mengisyaratkan Olivia untuk melakukan hal serupa agar jarak wajah mereka lebih dekat.
   “Cindy masih berada di Los Angeles saat ini. Tapi, kalau kau mau membuat berita tentang mantan suami Cindy, itu mungkin akan sangat menarik. Aku punya informasi penting untukmu,” kata Ryan.
   “Mantan suami Cindy? Dean William Orlin maksudmu?”
   Ryan mengangguk. “Aku mendengar kabar kalau nanti sore dia akan mendarat di New York. Setelah dari bandara, kabarnya malam ini dia akan datang ke kelab eksklusif yang terhubung dengan Hotel Chatwal.”
   Olivia diam mendengarkan semua perkataan Ryan.
   “Semua media di negara ini sedang sibuk membicarakan Cindy, pun juga Dean mantan suaminya, karena kabarnya mereka becerai setelah Dean selingkuh dari Cindy. Tidak ada media lain yang tahu tentang keberadaan Dean, karena kalau mereka tahu, Dean pasti akan dikerubungi wartawan. Jadi, kalau kau mau mendapatkan bahan berita eksklusif tentang mantan suami Cindy, datanglah ke Hotel Chatwal malam ini.”
***


2. Penyamaran di Hotel
   Olivia tahu kalau Ryan pasti akan membantunya setelah membagi informasi tentang keberadaan mantan suami Cindy Manson malam ini. Ryan yang mengenal salah satu pekerja di Hotel Chatwal, dapat membantunya untuk mendapatkan akses ke dalam hotel.
   Olivia tak keberatan sama sekali sewaktu ia diharuskan menyamar dengan seragam waitress, sebab Ryan memperingatkan kalau kemungkinan mantan suami Cindy memiliki penjagaan bodyguard yang cukup ketat dan tak akan membiarkan celah bagi wartawan.
   Dean William Orlin—mantan suami Cindy—kabarnya keluar dari kelab dan masuk ke hotel pada pukul sebelas malam, lalu akan datang sebentar ke area restoran untuk menyantap hidangan tengah malam.
    Olivia sudah menunggu di restoran hotel dan berlagak sebagai pekerja di sana. Setidaknya ia harus mendapatkan satu foto pria itu di Hotel Chatwal.
   Satu jam lebih menunggu, tiba-tiba ia melihat beberapa waitress membereskan semua makanan yang ada di meja yang seharusnya akan ditempati Dean.
   “Kenapa dibereskan? Apakah tamunya tidak jadi datang?” tanya Olivia.
   Satu wanita yang masih berkutat membereskan meja, menatap Olivia dengan tatapan bingung. Dia mungkin heran karena tak pernah melihat Olivia di hotel itu sebelumnya. Namun sebab mengira Olivia adalah karyawan baru atau pekerja panggilan, dia pun menjawab, “Tidak jadi makan di restoran ini. Asisten pribadi tamu itu meminta makanannya langsung diantar ke kamar saja.”
   Olivia terdiam. Ia memerhatikan wanita yang barusan ia ajak bicara saat wanita itu membawa piring ke troli makanan yang sudah disiapkan.
   Tanpa pikir panjang, ia segera membantu memindahkan piring yang masih ada di meja ke troli. Setelah semua siap dan seorang pria sudah bersiap akan membawa troli tersebut, Olivia langsung menghalanginya.
   “Biar aku saja,” kata Olivia usai berdiri di belakang troli menggantikan pria itu. “Biar aku saja yang mengantar makanan ini.”
   Olivia tidak menunggu persetujuan. Ia segera melangkah sambil mendorong troli makanan. Akan tetapi, baru berjalan dua langkah, ia berhenti dan berbalik.
   “Harus diantar ke lantai berapa dan kamar nomor berapa?” tanya Olivia.
   Keinginan Olivia untuk membawa troli itu tidak serta-merta langsung disetujui. Ia sempat berdebat dengan pria yang merupakan petugas pelayanan kamar dan seharusnya mengantar makanan itu. Namun, penjaga kasir restoran mendapatkan telepon dari resepsionis yang mengatakan kalau makanan untuk kamar nomor 1505 harus diantarkan sekarang juga.
   Olivia pun bergegas meninggalkan restoran setelah salah satu pelayan menyebutkan kamar 1505, yang mana itu artinya kamar tersebut pasti adalah kamar yang ditempati Dean William Orlin.
   Ia sempat kebingungan karena tak memiliki akses untuk menggunakan lift. Namun beruntungnya, ternyata di bagian tengah troli terdapat kartu akses yang sepertinya memang disediakan khusus untuk petugas pelayanan kamar.
   “Di mana kamar itu ...,” gumam Olivia pada dirinya sendiri sambil celingukan begitu tiba di lantai lima belas.
   Setelah akhirnya menemukan kamar yang ia tuju, senyum Olivia mengembang. Ia berdiri di depan pintu kamar 1505 dengan perasaan yang agak waswas.
   Kabar perceraian Cindy Manson dan Dean Orlin telah diketahui secara luas oleh publik. Menurut rumor yang tersebar, perceraian mereka terjadi karena Dean menyelingkuhi Cindy.
   Memang melanggar etika peliputan apabila ia mengambil foto Dean di tempat penuh privasi seperti ini. Akan tetapi, kalau ia melihat bahwa malam ini Dean bersama seorang wanita di hotel, itu bisa menjadi bahan berita yang menarik. Memanasi berita tersebut dengan mengatakan bahwa mungkin wanita itu adalah selingkuhan Dean, pasti akan menggemparkan publik.
   Dan semisal di dalam kamar mewah yang Dean tempati memang ada wanita lain, ia akan menunggu di lobi atau di luar hotel sampai besok pagi untuk mengambil gambar Dean dan wanita tersebut saat keluar hotel.
   Olivia mengangkat tangan kanannya, lalu mengetuk pintu di hadapannya sebanyak dua kali. Ketika ia akan mengetuk untuk yang ketiga kali, pintu akhirnya terbuka.
   Olivia tentu mengenali wajah Dean. Dan memang benar, yang muncul dari balik pintu adalah pria bertubuh atletis dengan kemeja hitam yang tak lain adalah Dean William Orlin. Wajah pria tampan berparas Eropa itu terlihat agak kusut, mata cokelatnya juga tampak lesu namun entah mengapa juga sangat tajam.
   Sambil curi-curi kesempatan untuk melihat ke arah dalam kamar Dean, Olivia sudah buka mulut dan berniat mengatakan bahwa ia datang untuk mengantar makanan. Akan tetapi, tiba-tiba saja Dean mencengkeram pergelangan tangan kanannya dan menariknya dengan sangat kencang untuk masuk ke kamar.
   Keterkejutan Olivia masih belum selesai. Tak sekadar karena Dean menariknya, ia makin terkejut sewaktu Dean mendorong tubuhnya dengan keras sampai ia jatuh dan terbaring di kasur.
   “A-apa yang kau lakukan, Tuan?!” Olivia sedikit memekik, mulai panik kala ia melihat Dean melepas ikat pinggang tepat di depannya.
    Ia berusaha bangkit dari posisi baring, tetapi Dean langsung mencengkeram kedua bahunya dan membuatnya tetap telentang di kasur.
   Olivia tentu berontak. Ia memukul-mukul dada bidang Dean dan mencoba melepaskan diri ketika Dean mencium bibirnya.
   Aroma alkohol yang sangat pekat dari Dean menyerang penciuman Olivia, bercampur dengan aroma parfum mahal pria itu yang sebenarnya sangat nyaman dihirup.
   Ia juga dapat merasakan alkohol itu dari mulut Dean yang terus melumat bibirnya dengan sangat intens. Hal terseut membuat Olivia mulai menebak-nebak seberapa banyak alkohol yang Dean minum.
   Olivia sadar kalau rasanya percuma jika ia berontak. Hanya saja, ia tetap berusaha menghentikan Dean sewaktu tangan Dean meraih bagian bawah dari rok yang ia pakai. Ia sadar kalau Dean akan menyingkap rok itu untuk mulai meraba pahanya.
   Olivia menggerak-gerakkan kaki sebagai upaya membentengi diri, tetapi itu seperti sia-sia. Bahkan untuk menghindar dari ciuman Dean yang kasar dan dalam pun Olivia kesulitan.
   “Kau seharusnya datang tepat waktu. Kau membuatku menunggu lama,” tutur Dean setelah menghentikan ciumannya, dia terdengar marah.
   Matanya yang agak merah cukup menjelaskan betapa mabuknya dia sekarang. Dia mungkin meracau, tetapi suara baritonnya yang agak serak cukup jelas dan tegas pada tiap kata yang dia ucapkan.
   Olivia mengernyit. Perkataan Dean membuatnya yakin kalau ada kondisi salah sasaran di sini.
   “Sepertinya kau salah orang, Tuan. Aku hanya datang untuk ... untuk mengantarkan makanan untukmu. Sungguh. Tolong lepaskan aku. Aku mohon, Tuan ....”
***
Bersambung …..

Holaaaa! Selamat datang di novel After Last Marriage! Semoga kalian suka sama novel baruku ini yaa. Jangan lupa komen apa pun pendapat kalian tentang chapter yang kalian baca xixixi.

Buat lihat info update novel ini atau info tentang novel-novel karyaku yang lain, bisa follow Instagram aku yaa. Instagram: @sweet_meylon

Lope lope sekebon buat semuaaa!

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya After Last Marriage [CHAPTER 3-4]
13
4
Olivia terancam kehilangan pekerjaannya sebagai wartawan berita hiburan di Warner Media. Untuk mengambil hati atasan, Olivia berniat membuat berita eksklusif tentang Dean William Orlin, pengusaha besar yang baru saja bercerai dengan seorang model papan atas. Ia rela melakukan penyamaran di sebuah hotel bintang lima demi niat tersebut.     Namun pada malam ketika Olivia menyamar,  tiba-tiba saja Olivia ditarik secara paksa oleh Dean ke dalam kamar. la tak menduga kalau malam itu, ia akan menghadapi kegilaan di ranjang dari pria yang seharusnya menjadi bahan berita eksklusifnya.Instagram: @sweet_meylon
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan