Tujuh Cahaya Di Nusa Satu, 17-18

0
0
Deskripsi

Tujuh Cahaya Di Nusa Satu, 17-18

Part 17

 

Pernah dengar cinta segita yang terjadi antara, Embun, Daun dan mentari!
Kisah sederhana namun penuh makna untuk di 'resapi saat subuh menyongsong. Embun akan hadir untuk menyapa daun, memberikan 'nya kecupan manis di setiap sisi. Merangkak memeluk 'nya erat sebelum pada akhirnya daun harus rela melepas embun pergi ketika sang mentari bersiap menyongsong menggantikan posisi embun untuk menyapa daun.

Tapi rupanya embun tak pernah berpaling kepada siapapun. Ia tetap datang di 'kala waktu dini hari tiba untuk mengecup daun sebelum akhirnya hadirnya akan tersisih sejenak oleh kehadiran mentari.

Lalu apa yang dapat di petik  dari kisah mereka, ada .... Yaitu ketulusan dan kesetiaan embun yang selalu berpegang teguh bahwa ia hanya mencintai daun dan keikhlasan saat mentari mencoba menyuruhnya beranjak sejenak sebelum esok hari kembali dapat memeluk daun.
.
.
.

"Kamu tidak terkejut kenapa Ara bawa ke sini Chhii?" suara merdu Kinar memecah keheningan yang nyaris sepuluh menit berlalu tercipta di 'antara keduanya.

Keduanya masih sibuk menatap  kedepan bergelut dengan pikiran masing-masing yang sejak tadi bercokol di otak dan dalam benak Kinar dan Doni.

Membiarkan wajah keduanya di hantam sinar matahari yang terik. Bagi Kinar sengatan panas matahari tak sebanding dengan panas 'nya kelopak matanya yang tanpa Doni sadari sudah sejak tadi mengurung cairan suci bening.

Kinar benci cairan itu tapi nampaknya hari ini ia tak bisa mengelak dari cairan bening itu.

Ck. Sialan sekali memang 'kan. Kembali ia mengumpati dirinya sendri dalam.

Dan untuk Doni. Ya. Tentu saja si tampan itu terkejut saat menyadari Kinar membawanya ke sini ...

Rooftop sekolah.

Ada apa ini Tuhan?

Karena tau-tau saja ada sesak yang mulai menyergap benaknya saat ia telah menjejakkan kaki 'nya yang di balut sepatu sekolah itu. Otaknya mulai bebas berhipotesis mengenai kemungkinan mengapa Kinar mengajak 'nya kemari.

Demi Tuhan, taluan jantung Doni semakin berdentam menggila kontras sekali dengan ekspresi wajahnya yang masih berusaha menunjukkan ketenangan. Padahal ia ingin segera menuntut jawaban mengapa Kinar mengajak 'nya ke sini.

Sumpah demi segala jagad raya ini, padahal Kinar belum memberitahu maksud tujuan 'nya mengajak dirinya ke sini. Tapi benak Doni sudah gusar tak karuan begini.

Ada yang janggal, Doni merasakan itu sejak kemarin. Tapi sialan 'nya Doni tak dapat menebak apa itu.

Mengangguk pelan, Doni mengalihkan pandangan 'nya ke samping demi bisa menatap gadisnya itu dengan seksama, "Doni mahir 'nya membuat Ara tersenyum tapi untuk menebak isi pikiran kamu Doni belum mahir Ar." sahutnya mencoba ingin berkelakar namun nada dari suaranya menyiratkan bahwa ia kali ini tengah tidak ingin bercanda.

Dan beruntung Kinar menangkap jelas kode itu.

Gadis itu memalingkan pandang 'nya ke samping dan senyum 'nya terpatri tulus nan lembut saat iris indah kelabu itu menabrak iris berpender coklat terang itu.

Terdengar helaan napas pelan yang keluar dari bibir ranum Kinar saat ia memutus kontak mata itu dan memilih memalingkan pandangan 'nya ke depan. Kinar terkesiap saat tangan Doni bergerak menggenggam punggung tangan Kinar, membawa masuk jari-jari kurus itu kedalam remasan lembut telapak tangan 'nya yang lebar.

Ya Tuhan, bisik Kinar pada hatinya seolah meminta sedikit kekuatan untuk menuntaskan ini dan ya, Kinar mendapatkan 'nya.

Jadi, tak ingin mengulur waktu lagi, Kinar dengan perlahan melepas genggaman tangan Doni dan mengambil langkah maju sebanyak dua langkah sembari menerawang jauh ke depan.

"Chii!" panggil Kinar sedetik setelahnya. Doni dengar tapi lidah 'nya mendadak keluh untuk menjawab panggilan Kinar jadi ia diam saja sambil terus menyorot tubuh rapuh bertopeng ketegaran itu dari belakang, sebab Doni tahu Kinar belum selesai sampau di situ. "Kamu pernah janji waktu itu dengah Ara 'kan Don, janji bahwa akan terus menjaga Hafi." benar 'kan gadis itu kembali membuka suaranya.

Ah. Nampaknya hari ini menjadi hari yang paling bersejarah untuk Doni karena ia mampu mendengar suara gadisnya lebih lama. Tapi alih-alih tersenyum senang bibir 'nya malah terasa mati untuk bisa ia gerakan sebab kata demi kata yang keluar dari bibir Kinar sangat misterius dan mengandung duri-duri halus tapi cukup tajam untuk menebas sanubari Doni tanpa ampun.

Ya. Doni pernah berjanji akan hal itu namun itu semata-mata karena Kinar yang mengajukan permintaan itu.

"Tapi saya juga pernah mengatakan kalau kamu cemburu dengan Hafi, saya akan jauhi dia Ar," akhirnya ia mampu bersuara, walau yang ia inginkan menjerit tapi nyatanya ia hanya mampu berucap pelan.

Di depan sana bibir Kinar spontan tersenyum kecut, "Dan mengabaikan amanah yang ibu Hafi titipkan untuk selalu mendampingi putrinya Don." sahut Kinar gamang tanpa ingin repot-repot menoleh ke arah Doni.

Karena saat ini ia tengah mati-matian melawan sesak yang hampir sempurna mendekap tubuhnya.

"Kita tidak memiliki status apa-apa Don selain bersahabat,"

"Tapi kita punya cinta Ara." jawab Doni lantang dengan tatapan yang sudah menusuk tajam. "Kita punya cinta Ara." bisik Doni.

Kinar refleks memejamkan matanya begitu erat saat mendengar kalimat itu. Tangan 'nya terkepal erat untuk mengeraskan tekadnya. Kemudian pender kelabu itu terbuka lagi dan tetap memilih menatap ke depan tanpa menoleh ke arah Doni.

"Kalau perihal status," Doni kembali bersuara berusaha menahan gelagak di rongga dadanya yang terasa sudah terbanjiri dengan genangan darah. "Mari kita pacaran Ara, agar kamu berhak mengatakan kata cemburu setiap saya berdekatan dengan wanita lain termasuk dengan Hafi." imbuhnya.

Persetan dengan prinsip Kinar yang selama ini Doni hormati. Bahwa gadis itu tak ingin memiliki status berpacaran selama baju seragam sekolah masih ia kenakan.

Jika kalian bertanya mengapa keduanya tak segera mersemikan hubungan mereka saja dan hari ini kalian sudah mengetahui  alasa'nya bukan. Ya. Itulah alasan utamanya.

Selain itu juga, Doni juga sudah muak mendengar Kinar menjadi bahan gosipan teman-teman satu angkatan mereka mengenai hubungan dirinya dan Kinar. Kadang Doni hampir naik pitam saat mendengar bisik-bisik kalimat busuk dari siswi-siswi lain 'nya mengenai Kinar. Doni nyaris kalap kalau saja di saat-saat krusial seperti itu otak warasnya dengan cepat mengingatkan saat Kinar berpesan kepadanya, "Tidak usah membenarkan hujatan orang-orang yang tertuju kepada kita Chhii karena itu sama saja seperti mencari mutiara di padang pasir."

Ia sudah tak tahan lagi membiarkan Kinarnya terus-terusan mendapat hujatan dari teman-teman satu angkatan mereka.

"Mari kita meresmikan status yang mereka cemoh dengan sebutan friendzone ini Ar!" bisik Doni tepat di telinga Kinar.
.
.
.

Tubuh Kinar terpaku kaku saat merasakan ada lengan kekar yang melingkari pinggangya lalu mendekapnya dengan erat dari belakang. Apalagi saat ia mendengar permintaan sang pelaku yang berbisik dengan nada penuh permohonan tepat di telinganya.

"Mari kita meresmikan status yang mereka cemoh dengan sebutan friendzone ini Ar." bisiknya.

Dan pada detik itu juga Kinara Senja Putri merasakan ada darah segar yang menetes perlahan di palung jiwanya kemudian membanjiri sukma.

"Bukan itu yang Ara inginkan Don, Bukankah kamu sudah berjanji untuk tidak menuntut hal ini lagi 'Don?" tanya Kinar kering saat sudah berhasil menguasai dirinya kembali.

Ia biarkan cowok itu mendekapnya dari belakang sebelum pada akhirnya ia akan melihat Doninya mengamuk bak orang kesetanan.

"Lalu apa yang kamu inginkan Ar?" tanggapnya kering berbanding terbalik dengan dentam jantungnya yang jumpalitan.

"Buka hati untuk wanita lain Don."

Dan pada detik yang tak mampu ia ingat, Doni merasakan ledakan dahsyat di dadanya sukses membuat syaraf yang ada di tubuhnya lumpuh seketika.

Doni Benua Nugraha karam pada detik yang tak mampu ia ingat.

Hingga tawa kering 'nya mengudara Doni refleks menggelengkan kepalanya di dekat bahu Kinar, "Jangan bercanda Ar." bisiknya tercekat.

"Apa pernah Ara bercanda kepada hal-hal yang memang tak pantas untuk di jadikan bahan candaan Doni ...," sahut Kinar lugas. "Ara tidak bercanda Doni." lanjutnya meyakinkan Doni walau tubuhnya kini belum berbalik untuk sekedar meyakinkan pria itu lewat tatapan matanya.

"Gak, ini gak mungkin." batin Doni berteriak panik.

"Maafkan Ara, Don. Saya juga mencintai kamu, tolong jangan seperti ini ...," Kinar tercekat oleh airmatanya sendiri yang menetes membasahi punggung seragam Doni.

Sumpah mati ia sangat benci menangis, Kinar benci airmata, Kinar benci menunjukkan kerapuhan 'nya di depan orang-orang di 'sekitarnya. Kinar membenci itu. Namun sial 'nya hari ini justru ia kalah bertarung dengan kerapuhan dan airmatanya sendiri.

Dan itu ia lakukan di hadapan seorang Doni Benua Nugraha.
“Gak Ar, saya menolak keras untuk hal ini, apapun itu alasan ‘nya, hey are you kidding me!” seru Doni panik lalu secepat itu juga ia melepas pelukan ‘nya kemudian berganti meraih bahu Kinar dan membalikkan tubuh ‘nya membuat pandangan mereka kembali saling mengunci.

Dan sekali lagi gelengan tegas dari kepala Kinar sukses membuat Doni hancur berkeping-keping. Sejurus kemudian Kinar dengan cepat kembali membuang pandangan ‘nya, takut jika benteng pertahanan yang ia bangun dengan susah payah runtuh dalam hitungan detik.

Kinar akui, dirinya akan roboh tapi itu nanti tidak saat ini apalagi di depan Doni.

“Saya gak bisa Ara,” Doni tak mau, ia tak pernah siap sampai kapanpun untuk kehilangan Kinar. Tidak akan pernah.

Lebih baik ia mati saja daripada harus melakukan itu.

“Ara hanya ingin lihat kamu bahagia Doni,” ucap Kinar berusaha setegar biasanya namun gagal sebab, getar dari suaranya malah terdengar berkhianat saat ini. Ia palingkan lagi pandangan ‘nya untuk menyorot Doni dan pernyataan itu langsung saja membuat Doni terpaku.

Apa tadi katanya, bahagia? Tanpa Kinar di ‘sampingnya? Mungkinkah bisa?

“Bisa Don, Ara yakin kamu bisa,” itukah jawaban dari pertanyaan Doni tadi.

Hah, Doni amat sangat tidak yakin sebab ia memang menolak meyakini ‘nya.

“Ara minta maaf karena selama ini hubungan kita jadi beban bu-

“Stop Ara,” selak Doni cepat sammbil membalas tatapan Kinar tak kalah hancurnya.

Darah di benaknya semakin deras mengucur saat ia menyadari panggilan Hacchii sudah berusaha Kinar tinggalkan.

Sekuat itukah tekad Kinar untuk melepas Dirinya … Ya Tuhan. Rintih Doni.

Dan pada akhirnya setetes cairan bening yang sedari tadi telah menggenang di pelupuk matanya kini luruh sudah tanpa bisa ia cegah lagi jatuhnya. Tersenyum miris, Doni kembali menggeleng pedih, “Kamu ingin lihat Doni bahagia dengan cara merelakan Doni bersama wanita lain sedangkan kamu tahu hati saya sudah saya tasbihkan untuk siapa Ara …,” ucapnya dengan ribuan pedih bernada merana.

Untuk sekian kalinya Doni menggelengkan kepalanya tapi kali ini lebih kuat, “Saya tidak akan penuhi permintaan gila kamu ini Ar, tidak.” Tekan ‘nya. “Lebih baik kamu suruh saya berdiri di tengah rel kereta api Ar aku tak akan pernah keberatan walau tubuhku hancur dan nyawaku melayang setidaknya itu jauh lebih baik.”

Doni semakin tajam menyorot Kinar, kemudian ia menjatuhkan ransel ‘nya dan tanpa di ‘sangka berlari ke depan sana hingga hujung sepatunya terlihat tak lagi menapak pada lantai rooftop gedung sekolah ini. Sebab saat ini si tampan itu sudah berdiri di pinggir pembatas rooftop dengan tangan yang merentang bebas, lagi … ia biarkan airmata ‘nya kembali menetes. Persetan dengan semboyan bahwa laki-laki tak boleh menangis. Doni sudah tak perduli akan hal ini. Karena memang ia cukup lemah jika sudah menyangkut Ibunya, kakaknya dan juga … Kinara Senja Putri, gadisnya.

“Atau kamu suruh saya lompat dari atas sini saja Ara, dengan senang hati akan saya lakukan sekarang juga di ‘hadapan kamu, ini juga jauh lebih baik Ar daripada kamu harus menyuruh saya membuka hati saya untuk wanita lain,” teriak Doni lantang. Dadanya yang sesak memercikkan api semangat yang menggebu.

Sambil terguguh pedih sendiri, Kinar juga tak sadar telah menahan napasnya sejak tadi. Kemudian benaknya juga merintih, Tuhan … Doninya hancur, salah satu orang yang berhasil melukis warna di hidupnya saat ini tengah terluka parah dan tanpa ia sadari detik itu juga Kinar segera memacu kakinya untuk berlari menghampiri Doni. Namun saat sudah berada dengan jarak dua langkah saja dari Doni berdiri Kinar refleks menghentikan pacuan kakinya.

Menggigil dalam diam, gadis berpaaras kekausian itu memilih mengigit bibirnya terlebih dulu hanya untuk meredam isakan ‘nya yang terasa sudah berada di hujung lidah. Lalu dengan tangan yang bergetar, Kinar berusaha menarik Doni ke belakang dengan melingkarkan lengan kurusnya di perut laki-laki itu kemudian segera ia sentak ke belakang.

Dan ya. Kinar berhasil.

Doni ‘nya sudah tak berdiri di pinggir rooftop lagi dan pada detik selanjutnya Kinar dengan cepat beringsut memeluk Doni dari belakang lalu terisak kecil di dalam punggung tegap cowok itu.

Kinar masih tersedu sedan, hingga ia tak sadar saat ini Doni sudah berbalik dan menyorot 'nya lurus-lurus. Telaga cokelat terang itu nampak redup tak berbinar seperti biasanya ia menatap Kinar. Dan ada ribuan darah yang tengah mengucur di dalam sana saat Kinar mendongak dan menabrak telaga cokelat itu.

"Lantas kenapa kamu melakukan ini kalau kamu mencintai saya Ara ...," ucap Doni sembari melarikan bola matanya untuk mencari suatu kesungguhan atas permintaan gadisnya ini. "Kenapa harus ada yang tersakiti, bahkan kita sama-sama tersiksa Ara, Di saat saya berhasil mendengar pengakuan yang memang selama ini saya nanti - nanti di detik itu juga kamu membunuh saya Ara dengan permintaan gila kamu ini." Doni ingin berteriak lagi namun ia tidak mampu melakukan itu, kerongkongan 'nya terasa sangat perih, seluruh tenaga 'nya pun sudah ntah menghilang ke mana, jadi yang bisa ia lakukan adalah berbisik perih dengan airmata yang kembali meluncur deras. "Kamu menyiksa diri kamu sendiri Ar demi kebahagiaan wanita lain, berhenti memikirkan kebahagiaan orang lain Ar, dan mulai raih kebahagiaan kamu sendiri, Cinta ... Bukan untuk bahan percobaan Kinara Senja Putri." desis Doni di akhir kalimat rancauan 'nya.

Menyerka airmatanya dengan kasar, Kinar mengangguk pelan lalu kembali beringsut menghambur memeluk Doni tapi kali ini tidak di belakang melainkan dari depan, "Justru itu Chii, karena cinta memang bukan untuk permainan dan percobaan, dan Ara gak bisa egois karena di sisi lain ada wanita yang lebih membutuhkan kamu daripada Ara, Ara mohon Chii ... Kasih kesempatan untuk dia masuk juga Chii, selebihnya biar takdir yang menjawab, bukan 'kah itu yang kamu katakan ketika kita berada di pantai waktu itu 'kan Chii." tutur Kinar airmatanya sudah ia ganti dengan senyuman sendu.
Tidak. Ia tidak ingin menangis lagi di depan Doni.

Doni hanya diam. Masih menyorot Kinar dengan tatapan tak percaya.

"Kamu ingat, kamu selalu bilang ke Ara, Kalau kamu akan melakukan apapun asal Ara tersenyum, dan Ara akan tersenyum kalau kamu bersedia penuhi permintaan Ara yang ini Chhii,"

"BOHONG!" jerit Doni dalam hati, ia refleks memejamkan matanya hatinya selalu menghangat saat mendengar Kinar memanggilnya dengan sebutan khusus itu. Doni selalu suka.

Dan ntah mengapa ada getar ketakutan yang luar biasa kala ia menyadari Kinar sudah bersiap membiasakan dirinya untuk meninggalkan sebutan itu. Dan untuk poin yang itu Doni sama sekali belum siap. Tidak. Sampai kapanpun ia memang tidak akan siap mendengar Kinar menyebut namanya terasa seperti orang asing.

"Please kalau kamu gak bisa lakukan ini demi dia, tolong lakukan ini demi Ara, Doni. Anggap ini jadi permintaan spesial Ara kepada kamu." pungkas Kinar di 'iringi senyuman lembut di bibir ranum 'nya.

Doni jelas menangkap baik, maksud dari pernyataan itu. Ada permainan di sini. Gadisnya berjanji akan tersenyum kalau ia bisa memenuhi permintaan gadisnya yang tadi. Dan Doni ingin melihat itu, melihat gadisnya tersenyum.

Jadi, meski ia harus hancur dan berdarah. Doni pada akhirnya menyanggupinya. Dengan cepat ia meraup tubuh Kinar untuk ia peluk seerat mungkin. Ia hujani kecupan lembut di puncak kepala gadis kaku itu. Hingga kecupan lembut itu berakhir di kening Kinar. Bibir hangat itu cukup lama menempel di dahi Kinar, tapi kali ini terasa bergetar sebab ada isakan 'nya yang sejak tadi ingin menguar tapi Doni hanya mengurungnya di mulut saja.

Hingga, berselang dua menit kemudian Doni menangkup wajah Kinar. Menatap gadis 'nya dengan seksama dengan pendar yang sudah jauh lebih menghangat dari sebelum 'nya, "Siapa wanita itu Ara?" tanya Doni kering. "Wanita yang kamu anggap lebih membutuhkan saya jauh di 'atas kamu?"

Tak langsung menjawab, Kinar lebih memilih mengulas senyum terlebih dulu lalu berdehem singkat sebab tenggorakan 'nya terasa tercekik kuat untuk mengeluarkan satu nama itu tapi ia tak punya pilihan lain, Kinar harus menyebut 'kan nama itu dan Doni tengah menanti satu nama itu sekarang, maka Kinar akan menjawab 'nya.

Kinar berjinjit dan tepat saat bibirnya sudah menempel di telinga kanan Doni, satu nama yang keluar dari bibir Kinar sukses membuat Doni meledak dan lebur dalam hitungan detik, "Hafiansyah Chandra."

Doorrrrr.

Ya itu dia.

Tidak. Ini tidak mungkin. Ia Doni ini benar.

Dan saat ia mengerjap Kinar sudah tidak ada lagi di dekat 'nya padahal ia ingin sekali lagi memeluk gadisnya. Mengurung tubuh rapuh Kinar dengan lengan 'nya lalu menangis di dalam pelukan Kinar.

Tapi hal itu tinggalah angan yang harus Doni telan bulat-bulat saat matanya menangkap sosok gadis luar biasa itu sudah melangkah menjauh dan Doni hanya dapat menatap nanar punggung kurus itu dengan amuk jantung yang membuat dadanya tak keruan.

Doni ingin mengejar gadisnya namun tak dapat berbuat banyak ketika syaraf motorik dan otaknya mendadak lumpuh. Belum lagi, satu nama yang meluncur bebas dari bibir Kinar tadi terus terngiang hebat di otaknya.

Hafiansyah Chandra.

Tuhan ... Kenapa harus gadis itu?

Doni membuang pandangan 'nya menerawang jauh ke depan sana lagi, dan ingin rasanya ia detik ini juga benar-benar terjun dari atas gedung ini. Tapi rupanya Tuhan tidak mengizinkan dengan suara ini sebagai perantara 'nya.

"Doni?"

Laki-laki itu sontak saja menoleh dan menemukan Kinar 'nya telah menghentikan langkah di ujung sana. Nyaris mencapai pintu rooftop. Senyuman gadis itu sukses menghantam wajah Doni membuat tikaman belati semakin mengoyak sanubarinya tanpa ampun.

"Tolong jangan melakukan hal bodoh Chii, kita yang sayang sama kamu masih butuh kamu di dunia, Mama Dafni, Kak Steffi, dan juga ... Ara." ujar Kinar dengan suara yang sedikit agak meninggi.

Lalu sudah cukup begitu saja. Sebab setelahnya gadis itu benar-benar menghilang di balik pintu rooftop tanpa mau tahu lagi keadaan Doni 'nya. Kinar benar-benar menghilang dari pandangan 'nya. Membuat tubuh Doni langsung luruh ke lantai rooftop.

"Arrrrrrggggghhhh, kenapa Ar, kenapa harus seperti ini!" jerit Doni tak tertahan lagi sembari terisak hebat dengan tangan terkepal yang sudah berulang kali menghantam lantai kasar rooftop itu.

Lolongan kesedihan itu semakin tumpang tindih bersama gurat amarah yang semakin terasa menyesakkan.
 

Part 18

 

Leli Yuli adalah satu-satunya orang yang paling amat sangat panik saat mendapati tubuhnya di tubruk dari belakang dengan Kinara Senja Putri yang saat itu membawa tangis dan tumpahan airmata 'nya.

Satu hal yang membuat Bu Leli amat panik dan bertanya apa yang sedang terjadi dengan adiknya ini, namun Kinar belum mampu menjelaskan 'nya. Dan beruntung wanita ber 'anak satu itu mengerti dan lebih memilih menenangkan Kinar dengan pelukan hangat 'nya di 'banding harus mencerca Kinar dengan tumpukan pertanyaan khawatir dan penasaran yang cukup tinggi kepada adiknya ini.

Kinara Senja Putri adalah gadis paling ulung menyembunyikan kerapuhan 'nya itu kepada dunia. Leli tahu itu.
Kinar juga, paling anti menangis apalagi mengeluarkan airmatanya. Kinar membenci hal itu. Leli juga tahu.
Nyaris dua tahun Leli mengenal Kinar dan hampir satu tahun ia berhasil menjangkau seorang Kinara Senja Putri tapi baru kali ini ia melihat Kinara Senja Putri menangis serta tak mampu lagi menutupi kerapuhan 'nya di depan dirinya.

Membuat ribuan sesak seketika saja dengan cepat menyergap tubuhnya. Wanita setengah baya itu nyatanya langsung bisa ikut merasakan bagaimana rapuhnya adik'nya saat ini.

Ntah hapa yang terjadi. Karena se 'ingat Leli, Kinarnya masih baik-baik saja ketika jam istirahat tadi gadis ini menyambanginya dan meminta di 'peluk sampai jam istirahat usai. Hal yang jarang sekali Kinar lakukan.

Hingga tak pelak ia tak bisa untuk tidak menaruh rasa curiga kepada gadis yang sudah ia sayangi dengan sepenuh hati seperti layaknya adiknya sendiri.

.
.
.
Untuk seorang Kinara Senja Putri adalah satu hal yang patut ia syukuri ketika kakaknya itu cukup mengerti dengan tidak mencercanya dengan pertanyaan yang Kinar yakini sudah bercokol di pikiran wanita. Saat melihat keadaan 'nya yang tak seperti biasanya ketika waktu sudah beranjak menjelang sore

Satu hal lagi, yang Kinar patut syukuri juga adalah ketika ia menjejakkan kaki di lantai satu gedung SMK Nusa Satu ini saat dirinya ingin berlari keluar, langkah kakinya kontan terhenti saat matanya yang sudah di banjiri dengan linangan airmata itu terpaku pada mobil honda jazz hitam yang masih terpakir di parkiran khusus jajaran kepengurusan sekolah itu.

Alih-alih meneruskan langkah kakinya ke luar sekolah karena tau-tau saja tumit sepatunya secepat kilat sudah berputar dan memacu sekuat tenaga yang ia bisa menuju ruangan kepala staf tata usaha di 'mana sang pemilik mobil rupanya masih berada di sini. Bahkan ia tak ingat selain kakaknya yang menjadi penghuni ruangan itu sekarang ada sosok baru yang juga menghuni ruangan itu yang dengan mati-matian Kinar memberi sekat tinggi kepada sosok itu.

Dan ia tak tahu apakah wanita jelmaan Dewi Hera itu sudah pulang atau belum. Yang jelas Kinar melupakan satu fakta karena saat ini yang ada dalam benaknya bagaimana caranya ia harus sampai di ruangan itu dengan cepat. Lalu ingin segera memeluk kakaknya sekaligus menyembunyikan wajahnya yang sudah sembab dari olokan matahari yang saat ini sibuk mengolok 'nya sebab sekuat apapun ia membenci airmatanya sendiri pada akhirnya ia akan kalah juga bertarung dengan cairan suci bening itu.

Ya. Kinar membuktikan 'nya sendiri hari ini.

Bu Leli kembali menjatuhkan pandangan 'nya lagi pada wajah teduh Kinar yang sudah hampir lima belas menit lalu tertidur dalam dekapan 'nya. 
Ntah karena terlalu kelelahan atau terlalu kuat menahan gelegak kesedihan 'nya Kinar pada akhirnya mengubah suara sesegukan 'nya menjadi napas yang terdengar teratur.

Dan di detik itu juga, Bu Leli yang langsung tersadar tanpa malu-malu lagi meneteskan airmatanya yang sejak tadi ia tahan sekuat tenaga sembari mengurung tubuh Kinar di dalam dekapan 'nya.

Bahkan ketika waktu sudah berjalan lima belas menit yang lalu wanita itu tak mengeluh pegal sama sekali karena Kinar tertidur di dalam dekapan 'nya dan tak berniat memindahkan Kinar untuk berbaring di sofa empuk yang saat ini ia dan Kinar duduki.

Bukan apa-apa Kinar adalah gadis terpeka dalam hal apapun yang pernah Bu Leli kenal. Ia takut jika ia membaringkan posisi Kinar gadis itu akan terbangun sebelum ia bisa kembali mendapatkan ketenangan. Biarlah seperti ini. Kinar nyaman. Dan Bu Leli tak merasa keberatan untuk terus mendekap adiknya ini sampai ia terbangun dan mendapatkan kembali ketenangan 'nya. Sungguh. Ia sama sekali tak keberatan.

Suara ponsel yang terletak di meja kayu jati itu berhasil memecah kesunyian yang selama lima belas menit telah tercipta di ruangan itu yang nyatanya tak hanya ada Bu Leli dan Kinar saja melainkan satu sosok lagi yang saat ini juga tengah mengamati wajah teduh Kinar yang terlelap dari tempat duduknya. Yang saat itu juga rupanya belum meninggalkan gedung sekolah karena dirinya memutuskan menemani Bu Leli yang hari ini terlihat sedikit sibuk menyiapkan laporan mingguan untuk ia serahkan kepada kepala sekolah.

Adalah Ulvah Sundari Zsulvan, ya. Itu dia.

Sumpah mati dirinya juga menyimpan ribuan rasa penasaran yang hanya bercokol di dalam benaknya ketika ia kembali dari ruang kepala sekolah tadi dan memergoki Doni berdiri mematung di 'ambang pintu ruangan Bu Leli dan dirinya.

Lalu di detik itu juga matanya kontan membola dengan sempurna saat melihat punggung tangan murid 'nya itu berdarah tapi anehnya Doni nampaknya tak merasa sakit sama sekali atas luka di punggung tangan kirinya. Kemudian Miss Ulvah tersentak saat tiba-tiba saja Doni sudah membalikan tubuhnya.

Laki-laki itu tak mengatakan apapun kepada Misa Ulvah, juga tak ada senyum cengengesan yang kerap kali ia sunggingkan ketika ia kepergok Ulvah tengah mengamati Kinar dari jauh. Tidak. Laki-laki itu hanya menyunggingkan senyum tipis lalu berderap mengamit tangan Miss Ulvah untuk berpamitan pulang namun sebelum itu ia sempat berpesan kepada Miss Ulvah, untuk tidak mengatakan kepada siapapun yang berada di ruangan itu kalau tadi ia sempat berdiri di balik pintu ruangan Bu Leli lalu setelah itu Doni benar-benar berlalu dari sana.

Dan keterkejutan Ulvah semakin bertambah begitu dahsyat 'nya saat ia masuk ke dalam ruangan dan pandangan 'nya seketika terpaku pada Kinar yang tengah tertidur di dalam dekapan Bu Leli. Rekan satu ruangan 'nya itu hanya mengulas senyum saat menyadari keterkejutan 'nya dan di detik itu juga Ulvah langsung dapat menarik kesimpulan bahwa sedang terjadi sesuatu antara Kinar dan Doni saat pertanyaan mengenai kondisi Kinar hanya di balas gelengan kepala oleh Bu Leli seraya mengulas senyum penuh arti.

Ya. Hanya itu respon yang di berikan oleh Bu Leli kepada Miss Ulvah.

Dan Miss Ulvah juga tak tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan sepasang pemegang jabatan tertinggi dalam struktur kesiswaan itu.

Ulvah tak bisa memastikan apa penyebab 'nya. Karena diam-diam saat ini ia telah menggeram gemas, kepada pasangan ini.

Kenapa pulak mereka tidak berstatus sebagai pacar saja dengan begitu ia dengan mudah menebak kalau Kinar dan Doni telah putus saat ini.

Tapi kalau begini serius kepala Ulvah jadi pening sendiri menerka apa yang sedang terjadi dengan sepasang murid 'nya itu.

Ck. Mereka ini benar-benar membuat 'nya gemas saja.

"Kak kenapa tidak di 'angkat telepon 'nya?" suara merdu yang terdengar seperti berbisik itu menguar dari bibir ranum Ulvah.

Wanita itu melirik Kinar sekilas kemudian kembali menatap Bu Leli yang saat itu juga tengah menggelengkan kepalanya, "Gak papa Vah, nanti Ara bisa bangun, kakak balas lewat pesan saja nanti." balas rekan seruangan Ulvah itu sembari mengulas senyum dan tangan yang terlihat sama sekali tak terlihat pegal untuk menyelubungi pundak Kinar.

Tercenung lama, Ulvah lalu kembali menjatuhkan atensi 'nya kepada Kinar yang terlihat masih nyaman terlelap dalam dekapan Bu Leli. Tanpa sadar senyum kecutnya terbentuk, "Bu Leli sayang sekali dengan kamu Kinar dan beruntung 'nya beliau sukses besar menjangkau kamu." monolog 'nya dalam hati. "Kapan saya kamu izinkan seperti Bu Leli Nar, saya juga ingin seperti beliau juga." lagi, ia kembali sibuk merancau dalam hati.

Karena sejujur 'nya Ulvah juga ingin ikut duduk di sofa tersebut bergabung bersama Bu Leli menyelubungi tubuh Kinar. Tapi Ulvah cukup tahu diri, ia cukup sadar bahwa saat ini ia belum mampu di 'tahap itu. Kinar sedang mati - matian membuat sekat tinggi untuk 'nya dan ia tidak mau memperparah ketinggian sekat itu jika ia nekat ke sana dan ketika gadis itu terbangun melihat Ulvah ada di dekat Kinar.

Mungkin tidak hanya sekat yang di bangun 'nya setinggi menara Burj Kalifah dan sekokoh tembok raksasa di Cina melainkan Kinar tak segan - segan untuk menasbihkan dirinya benar - benar semakin menjauhi Ulvah detik itu juga.

Tidak.

Jadi, yang bisa Ulvah lakukan adalah tetap mengamati Kinar dari meja kerjanya saja sembari berusaha mengontrol dirinya yang saat ini mendoktrin pikiran 'nya untuk bangkit dari duduknya dan memeluk Kinar bersama Bu Leli di sana.
.
.
.

Sebenar 'nya sejak tiga menit yang lalu Kinara Senja Putri sudah tersadar dari alam tidur 'nya. Namun saat matanya berusaha sedikit mencari cahaya dengan tak sengaja malah yang terlihat adalah siluet Miss Ulvah yang sedang menatap Bu Leli lalu meliriknya.

Di detik itu juga, Kinar dengan segera memejamkan matanya lagi rapat-rapat. Dan sibuk merutuki dirinya, bagaimanan ia bisa seceroboh itu dan tak teringat bahwa Miss Ulvah berada satu ruangan dengan kakaknya ini.

Ck.

Lagian mana dia tahu kalau wali kelasnya itu masih berada di sekolah di waktu yang menjelang sore seperti ini di 'saat guru-guru yang lain sudah memilih meninggalkan gedung sekolah.

Kan ' tidak salahnya, dirinya tadi sedang kalut mana pulak ia repot-repot mengingat Miss Ulvah masih berada di sini atau sudah pulang.

Halah, sepertinya semesta memang gemar sekali memberi kejutan kepada dirinya.

Tapi saat ini Kinar nampaknya benar-benar sudah tak tahan harus berpura-pura tidur begini, tangan 'nya sudah kebas dan yang paling penting ia harus segera keluar dari ruangan ini.

Jadi, mulanya dengan perlahan ia mengeratkan dekapan 'nya kepada Bu Leli kemudian ia sedikit menggerakan tangan 'nya yang masih melingkari perut Bu Leli, "Kak pulang." dan si kaku itu akhirnya bersuara, walau pelan namun sukses membuat kedua wanita dewasa itu tersentak.

Miss Ulvah langsung mengerjap dan sesegara mungkin membuang pandangan 'nya kemana saja sementara Bu Leli yang nampak tengah fokus mengetikkan sesuatu di layar ponselnya spontan menunduk, "Lah kamu udah bangun, terus kenapa matanya masih ke tutup hmm?" alis Leli berkerut.

Kinar menggeleng pelan dan semakin mengeratkan dekapan 'nya lagi kepada Bu Leli, "Pulang kak." cicitnya lagi. "Ara malu." bisiknya teramat pelan dan Bu Leli mendengarnya.

Seolah mengerti, Leli refleks menengadahkan kepalanya dan mengarahkan pada satu sosok di depan sana yang kala itu mencoba menyamarkan ringisan 'nya dengan menghanturkan senyum sungkan kepada Leli.

Seketika saja, Leli terkekeh geli sembari semakin erat menyelubungi punggung Kinar dengan tangan 'nya, "Kamu ya, itu Miss Ulvah sayang, Mama perwalian 'mu di sekolah ini Ar, dan kamu malu!" sengaja. Leli sengaja menciptakan gurauan ringan untuk memancing Kinar membuka mata mengabaikan Ulvah yang kini terkejut sebab Kinar menyadari kehadiran 'nya.

Mendengkus dalam hati, Kinar refleks mencubit pelan perut Bu Leli membuat ibu satu anak semakin tertawa renyah dan Kinar semakin sibuk merutuki sikap kakak 'nya.

Tuhan tolong hadirkan penyelamat ...

"Bunda ....,"

Itu dia sang penyelamat 'nya. Benar saja, mendengar teriakan itu Kinar langsung membuka matanya lalu menegakkan punggung 'nya. Telaga teduh 'nya langsung menyorot sosok tampan yang kini sudah menghentikan laju larinya tepat di hadapan Kinar dan Bu Leli.

Ragnan Arviano Restu.

Putra dari Bu Leli dan suaminya.

Bocah gembul menggemaskan itu sontak saja berseru senang saat melihat kehadiran Kinar di ruangan ibunya.

"Kakak ...," alih-alih masuk ke dalam dekapan bundanya Ragnan malah memilih menubruk tubuh Kinar.

"Ano!" ucap Kinar seraya tersenyum tipis.

Sedetik kemudian Ragnan mengurai peluk 'nya lalu meneliti wajah Kinar dengan ekspresi menggemaskan, "Kakak habis nangis?" tebak bocah berumur empat tahun tersebut membuat Kinar tersentak kecil. Ia belum menatap sang ibu sebab atensinya masih ia jatuhkan pada wajah Kinar, "Kenapa Kak? Di cubit bunda lagi ya karena gak mau mamam." celotehnya polos.

Mendengar itu Kinar refleks melebarkan bola matanya dengan sempurna sejurus kemudian ia kontan meringis pelan apalagi saat mendengar suara tawa dari sepasang suami istri yang saat ini sudah mendapat delikan sadis dari Kinar. Tapi mereka abaikan saja itu.

"Ragnan yang bilang lho dek, Mas gak ikut - ikutan," itu suara Restu---suami dari Bu Leli.

Fix bukan 'nya berkurang malunya semakin bertambah saat ini.

Diam-diam Kinar milirik ke arah sosok yang juga masih berada di ruangan ini. Kedua matanya refleks memejam sekilas lalu ia balikan tatapan 'nya untuk menatap wajah Ragnan saja.

Melihat tak ada respon dari Kinar, Ragnan beralih menatap sang ibu, "Bunda kakak gak mau mamam lagi makannya bunda cubit, itu nasinya masih utuh tapi jangan cubit kakak lagi bunda nanti kakak nangis Ano gak suka lihat kakak nangis." ucapnya pada Bu Leli lalu mengalihkan pandangan kepada sekotak nasi yang masih utuh di meja tamu ruangan ini.

Sementara Kinar refleks memejamkan matanya lagi seraya mendesah pelan. Dan Bu Leli dengan sadis malah mengulum senyum geli kepada adiknya itu lalu beralih menatap putra semata wayang 'nya ini. Wanita berumur nyaris duapuluh delapan tahun itu menganggukkan kepalanya, "Iya sayang, Kakak gak mau mamam, Ano pujuk 'lah kakak biar mau mamam." sahut Bu Leli.

Sudah.

Cukup.

Kinar tak bisa lagi membiarkan Ragnan terus mengoceh kepada bundanya ini. Jika tak segera di 'akhiri bisa semakin leluasa kakaknya ini untuk menggoda dirinya.

Jadi yang perlu ia lakukan pertama kali adalah, memaksakan bibirnya untuk mengulas senyum khusus untuk Ragnan namun juga dapat di nikmati oleh tiga pasang mata yang lainnya, "Ano ingin temani kakak makan tidak?" tawar Kinar terpaksa. Karena ia tahu ini adalah satu-satunya cara untuk keluar dari ruangan ini sejenak.

Ragnan tentu saja mengangguk antusias membuat Kinar refleks mencolek hidung mancung Ragnan, "Good Boy." bisiknya lalu mencium pipi tembab Ragnan sekilas. "Ayo!" ajak Kinar tangan 'nya sembari meraih satu nasi kotak yang ia perkirakan di pesan Bu Leli tadi memang untuk dirinya.

Bersiap ingin bangkit sementara tangan yang satu menggandeng tangan mungil Ragnan. Tapi niat 'nya harus tertunda sejenak saat tiba-tiba saja suara Bu Leli mengambil alih.

"Ano tunggu, Bunda ingin kenalkan Ano sama teman Bunda, namanya Tante Ulvah kenalan nak?" ucap Bu Leli kepada Ragnan sembari tersenyum saat pandangan 'nya mengarah ke arah Miss Ulvah.

Tak butuh waktu lama untuk menunggu respon Ragnan sebab saat ini bocah cerdas itu sudah memutat tumitnya dan berlari kecil ke arah meja Miss Ulvah yang sudah bersiap menyambut Ragnan dengan senyuman menawan 'nya.

"Hallo Tante, salam kenal, aku Ragnan," sapa bocah itu manis saat sudah berdiri di hadapan Ulvah.

Wanita setengah dewi itu beringsut menjadi berlutut, agar tubuhnya sejajar dengan Ragnan. Senyum 'nya tetap tersungging menawan ke arah Ragnan, "Hallo Ragnan, Tante Ulvah, lucu banget sih kamu nak." suaranya mendayu merdu memenuhi ruangan itu.

Ragnan tersenyum lalu tanpa di sadari mengecup lembut pipi kanan Miss Ulvah, "Panggil aku Ano tante, aku lebih suka di 'panggil Ano." ucapnya polos dan tentu saja permintaan itu langsung di 'angguki dengan senang hati oleh Miss Ulvah.

"Ano gih ajak kakak 'nya makan dari tadi Kakak 'nya belum makan nanti di cubit Bunda lagi kakak 'nya nak," ucap Miss Ulvah terang-terangan kepada Ragnan namun itu jelas di 'tujukan untuk Kinar.

Namun sayangnya Kinar tetap saja memilih diam dan tak menunjukkan reaksi yang berarti.

Hingga sejurus kemudian ia berseru memanggil Ragnan, "Ano ayo!" ajak Kinar.

Menoleh ke arah Kinar, bocah itu menganggukkan kepalanya setelah memberikan senyuman manis, "Ayo kak." balasnya, lalu berlari ke arah Kinar dan menggandeng tangan Kinar berjalan menuju keluar ruangan adiministrasi.

"Ano lihatin yang benar Kak Ara mamam 'nya kalau nasinya di buangin aduin ke Bunda ya bang," restu kembali berseru kepada putrnya lalu tergelak dalam tawa saat putranya itu menyempatkan mengedipkan mata lucu kepada sang ayah seraya mengacungkan jempolnya pertanda oke.

Dan Kinara Senja Putri tak perlu repot-repot lagi menoleh ke belakang hanya untuk memberi peringatan tajam kepada suami dari kakaknya itu.
.
.
.
Duduk di pojok Al'ZT cafe laki-laki itu mendesah gusar dengan pandangan yang terarah keluar. Pandangan 'nya menerawan jauh seolah titik imajiner yang ingin ia gapai nyatanya cukup bisa ia jaga dari jauh-jauh.

Dan gadis berwajah oriental yang duduk di hadapan 'nya cukup mengamatinya dalam diam. Setelah perbincangan berat mereka tadi telah usai.

Alexa Naira Fahmi.

Dan ... Doni Benua Nugraha.

Sekonyong-konyongnya teman 'nya ini baru pertama kali ia mendapati keadaan Doni yang sangat mengenaskan seperti ini.

Sekitar satu jam yang lalu dia sudah cukup terkejut Doni menghubunginya dan memintanya untuk datang ke restauran ini. Dan ketika ia tiba dengan membawa tumpukan pertanyaan penasaran jauh dari itu Alexa lebih dulu terkejut ketika sampai di meja yang sudah di reservasi oleh Doni.

Niat ingin mengomel 'pun sirna ketika laki-laki itu mengangkat wajahnya yang tadi tertunduk dan Alexa tak bisa untuk tak terperangah ketika melihat wajah frustasi ketua osis tengil ini belum lagi tangan kiri yang sudah di balut perban. Apa penyebab 'nya Alexa masih tak mengetahuinya yang ia ingat cowok ini sekitar tiga jam yang lalu masih terlihat sumringah ketika menunggu Kinar di depan pintu kelasnya.

Tunggu dulu, Kinar?

Deg.

Lama terdiam, Alexa refleks menjatuhkan tatapan 'nya lagi pada tangan Doni yang di balut perban. Otak 'nya sedang mengurut satu - persatu kemungkinan yang terjadi, dan pada detik itu juga Alexa langsung melotot tajam ke arah Doni dan napasnya juga sudah memburuh ketika ia berasumsikan sesuatu telah terjadi kepada sahabatnya itu.

Alexa langsung bereaksi keras dan mencerca Doni dengan segudang asumsi dan kalimat-kalimat sadis jika sampai terjadi apa-apa dengan Kinar.

Lalu, ia kontan terdiam saat mendengar bahwa sahabatnya itu dalam keadaan baik tidak hanya itu Doni juga menunjukkan sebuah bukti foto yang ia ambil sendiri melalui ponselnya ketika ia mengamati Kinar dari balik pintu Bu Leli.

Katakan Doni menguntit saat itu. Ck. Sebodoh iblislah ia tak perduli akan sebutan apa itu namanya.

Doni menceritakan semuanya kepada Alexa. Ntahlah ia saat ini butuh teman sharing yang paling mengerti bagaimana perangai Kinar. Dan Alexa adalah sosok yang tepat daripada para sahabat Kinar lain 'nya.

Ia tak mungkin bercerita dengan Devita, gadis itu adalah sosok yang memiliki ekspresi berlebihan bukan tak mungkin baru melihat tangan Doni terluka saja pasti Devita sudah histeris duluan apalagi mendengar apa yang sebenarnya cerita, bisa-bisa gadis itu pingsan seketika.

Dan jangan ajukan tiga cowok kutub es itu. Serius Doni memang tak berniat. Tolonglah kepalanya sudah ingin pecah memikirkan ini semua dan menceritakan hal ini kepada Dewa, Raja dan Kelvin bukan perkara yang mudah.

Doni butuh solusi dan bagaimana ia mengembalikan kewarasan 'nya sejenak.

Otaknya tengah mendidih dan ia butuh mendinginkan 'nya.

Lalu Alexa 'lah menjadi kandidat tunggal untuk menceritakan semuanya.

"Al setelah lo tahu ini, gue harap lo gak usah cerca dia dengan pertanyaan tentang masalah ini," ucap Doni datar tanpa perlu repot-repot mengalihkan pandangan 'nya dari pemandangan sinar jingga senja yang mulai menunjukkan aksinya.

Alexa menaikkan satu alisnya lalu senyum kecut 'nya terbit di 'bibirnya, "Ntahlah Benua, Kinar memang benar-benar di 'luar dugaan." desah Alexa pelan. Gadis itu juga mengikuti arah pandang Doni pada kaca bening restauran dan kafe ini. "Dia selalu punya pemikiran 'nya sendiri bahkan yang belum sempat terjangkau orang lain Kinar sudah lebih dulu memikirkan 'nya dan berhasil menjangkau buah pikiran tersebut." imbuhnya.

Menghela napas 'nya Doni mengalihkan pandangan 'nya untuk menatap Alexa, "Gue gak tau harus berbuat apa Al, semuanya yang nampak berwarna mendadak abu-abu dalam hitungan detik." gumam Doni, Dan di detik itu juga Alexa juga memutuskan untuk menyudahi menikmati rona jingga dan beralih menatap Doni lekat-lekat.

Ya. Alexa dapat melihat, gurat kepedihan laki-laki di hadapan 'nya. Pender itu hari ini tak lagi berbinar melainkan meredup dengan segenap kepedihan yang menumpuk di sanubarinya.

Dan satu kalimat yang keluar dari bibir Alexa membuat Doni nyaris saja menempleng gadis pemilik ucapan silet ini.

"Ikuti alur ini Benua, penuhi permintaan Ara."

What?

Mengerti perubahan raut wajah Doni, Alexa kembali melanjutkan ucapan 'nya tapi sebelum itu ia hela napas sejenak sembari menatap Doni dengan seksama, "Anggap saja ini adalah tantangan yang di berikan Ara, Benua. atau takdirlah yang sedang menguji kalian!"

Dan sampai pada kalimat itu Doni juga belum sanggup merespon ia hanya membalas tatapan intens Alexa.

Sontak saja Alexa mendengkus terang-terangan dan mengganti tatapan hangat 'nya tadi menjadi tatapan bengis. Khas Alexa sekali.

"Jangan bodoh Benua, kamu kira Ara akan luluh dan berbalik kepada kamu saat melihat kondisi kamu yang lebih mengenaskan dari ayam yang di 'tinggal selingkuh pasangan 'nya." cerca Alexa sadis.

Demi segala Dewa olympus jika situasi hatinya tidak sekarat ini Doni tak akan berpikir dua kali untuk mendengkus dan memutar bola matanya malas mendengar tutur kata jejeran para manusia kutub ini yang mendayu tersusun rapi sesuai Kaidah KBBI. Termasuk 'lah di dalam 'nya Kinar sang belahan jiwa dan gadis jelmaan Dewi Gaia ini yang saat ini tengah duduk di hadapan 'nya.

"Bisa di sederhanakan aja Al, jujur otak gue lagi lemot lho Al hari ini gak sanggup mahami tutur bahasa lo yang sesuai kaidah KBBI itu," komentar Doni sembari memijit pelipisnya kuat-kuat.

Sedangkan Alexa hanya menggelengkan kepalanya sekilas sebagai reaksi atas komentar laki-laki sableng di depan 'nya ini.

Mengelus pangkal hidung 'nya samar, Alexa kembali menyorot Doni dengan serius, "Maksud saya, apakah kamu pernah berpikir hikmah yang terkandung dalam kerumitan ini Benua, Takdir sedang menguji kalian, dan waktu yang akan menjawab apakah Kinar benar-benar jodoh kamu atau kalian hanya di 'takdirikan untuk berteman dan sebagai sepasang manusia yang pernah saling menyimpan rasa melukis kisah indah. Kalau kamu ikhlas, saya yakin Tuhan sedang mempersiapkan skenario yang indah suatu saat nanti Benua, saya harap kamu paham sampai di sini." papar Alexa yang semakin menatap lurus-lurus kedalam iris mata sewarna jelaga itu.

Lalu senyuman penuh makna 'nya terbit dari bibir Alexa ketika ia memanggil Doni dengan nada penuh misterius, "Benua!"

Doni diam, tak menyahut sebab ia tahu Alexa sudah bersiap melanjutkan kalimatnya, dan Doni menanti hal itu.

Jadi, dengan senang hati Alexa akan memberikan 'nya, "Kamu tidak ingin menjenguk dia Benua?" seringai Alexa terbentuk.

Dan di 'detik itu juga Doni mengerti siapa sosok, di 'balik kata dia yang di 'sebutkan Alexa tadi.

Dia ya!

Hafiansyah Chandra.

Baiklah.
 

Thanks for Your Apreciation

12-07-2022

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Tujuh Cahaya Di Nusa Satu, 19-20
0
0
Tujuh Cahaya Di Nusa Satu, 19-20
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan