
Chandra BhayaSingka Part 30-32
Part 30
❄Chandra BhayaSingka❄
Motor metik milik Sekar berhenti di dalam garasi rumahnya. Malam ini wanita itu terlihat sedikit lelah kentara sekali dari raut wajahnya. Setelah berdiam diri di atas motornya selama dua menit. Nona direktur baik budi nan berparas ayu itu menghela nafasnya kemudian turun dari motornya. Ketukan heelsnya terdengar berirama di atas lantai marmer rumahnya. Sekar mengambil jalan lurus menuju pintu penghubung garasi yang akan menghubungkan ke pintu masuk lain ke dalam rumahnya. Tangan kirinya ia masukan ke dalam saku blazernya sementara tangan kanannya menenteng tas berwarna silver miliknya. Namun Sekar tidak menyadari ada sesuatu yang terjatuh di lantai ketika ia menarik tangannya yang tadi berada di dalam saku blazernya.
Keadaan rumah saat ini terlihat sepi. kedua adiknya itu pasti belum kembali kerumah. Kedua orang tuanya malam ini sedang menghadiri undangan rekan bisnis Papa Sekar.
“Non Sekar sudah pulang?” langkah Sekar terhenti di ruang keluarga ketika ia melihat seorang wanita paruh baya sedang berjalan menuju ke arahnya. Sekar mengulas senyum hangat ia mengangguk ketika wanita itu sudah berada tepat di hadapannya. “Mau bibi buatkan minuman apa non atau Non Sekar mau bibi masakin apa untuk makan malam?”
“Makasih Bi, tapi Sekar sudah kenyang tadi makan malam di luar bersama Prastya dan Zulfa, Tolong buatkan Sekar cCoklat panas saja dan antarkan ke kamar ya Bi?” ujar Sekar lembut seraya melempar senyum ke arah asisten rumah tangga di rumahnya.
“Baik kalau begitu, bibi buatkan dulu ya Non!”
Sekar mengangguk. “Okey bi, kalau gitu Sekar juga pamit ke kamar ya Bi?” pamitnya. Lalu ia kembali melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda tadi ketika Bi Inah sudah berbalik dan berjalan menuju dapur kembali sedangkan Sekar mengambil langkah berbelok menuju tangga yang akan mengantarkannya ke kamarnya yang berada di lantai dua.
Namun tanpa Sekar sadari ada sepasangsepatu pantofel berwarna
hitam yang berdiri di salah satu pilar di ruangan keluarga, sedang memperhatikan punggung Sekar yang sudah menghilang di balik belokan tangga. sedetik setelahnya ia mengalihkan pandangannya kepada sebuah benda yang tadi nampak terjatuh dari saku blazer Sekar sebelum memutuskan untuk melangkah pergi pria yang berbalut pakaian serba hitam itu kembali mendongakkan kepalanya ke arah tangga. Kemudian berderap menuju dapur kotor di rumah itu yang berada di lantai bawah.
Di dalam kamar luas bercat biru putih itu semakin menambah kenyamanan siapapun yang memasukinya.
Terlihat pemiliknya tengah asyik bergelung di kasur queen size miliknya. Bergerak gusar ke kanan dan ke kiri seperti ada sesuatu yang sedang ia pikirkan.
Hingga helaan nafas berat untuk sekian kalinya ia hembuskan seraya menatap langit-langit kamarnya dengan posisi yang sudah telentang di atas kasur itu. Ketika bola matanya bergerak ke sisi dinding di sebelah kanan senyum tipisnya terbit ketika pandangannya jatuh pada sebuah figura dirinya dan Langit yang sengaja ia gantung di kamarnya ini.
“Bagaimana kabarmu hari ini Lettu? Luka di bagian mana lagi yang kau sembunyikan dari-ku Mas?” gumam Sekar seraya menatap figura tersebut.
“Cepatlah kembali aku membutuhkanmu di sini?” lanjut Sekar seraya memejamkan matanya rapat-rapat.
Terhitung sudah hampir satu bulan lamanya Langit pergi bertugas. Walau saat ini mereka sudah bisa komunikasi dengan lancar namun untuk saat ini Sekar memang sangat membutuhkan Langit berada di sampingnya. Sekar rindu, Sekar ingin memeluk pria itu, Sekar rindu mengomeli pria gagah itu, rindu menggigit pergelangan tangan-nya, rindu menginjak kaki Langit menggunakan heels atau sandal jepitnya.
Ting!
Denting suara dari ponselnya yang menandakan ada notofikasi pesan masuk menyentakan lamunan Sekar. Sekar melirik ponselnya yang ia letakkan di atas nakas di samping tempat tidurnya. Dengan ragu tangannya terulur untuk meraih benda pipih itu dengan ragu. Maka ketika ponselnya sudah berada di genggaman tangannya ia sejenak memejamkan matanya kembali rapat-rapat mengatur nafasnya senormal mungkin. Lalu membuka isi pesan tersebut. Cukup sepuluh detik saja bagi Sekar untuk membaca isinya. Setelahnya wanita itu kembali terdiam masih dengan menatap layar ponselnya yang sudah kembali padam. Pandangannya kosong nampak menerawang jauh memikirkan sesuatu.
“Are you okey?” suara tegas bernada dingin itu membuat Sekar tersentak bukan main. Bahkan ponselnya terlepas begitu saja dari genggamannya ia terbelalak lalu spontan mengubah posisinya yang tadi berbaring kini duduk dengan tegak dengan kaki bersila di tengah tempat tidur.
“Kau ...,” Sekar menuding pria yang tengah berdiri di hadapannya saat ini.
Sementara orang tersebut hanya berdiri santai menatap Sekar dengan ekspresi datar lalu melangkah ke sisi kanan kasur dan ikut duduk di bibir kasur.
Segera ia menyodorkan segelas coklat hangat yang tadi Sekar pesan oleh Bi Inah. Namun pandangannya terus mengunci Sekar.
“Cho, jangan memandang-ku seperti itu?” protes Sekar seraya melirik adiknya ini, gelas coklat yang sudah berpindah tempat menjadi di tangannya ia cengkram kuat-kuat.
Richo yang mendengar itu sontak menaikan sebelah alisnya lalu berucap, “ Why?"
Sekar menggeleng kuat ke arah adik bungsunya ini. “I’m fine.” tandas Sekar. Dan bertepatan dengan itu Richo sontak berdecih sinis kepada kakaknya ini membuat Sekar refleks membelalakan matanya lalu bersiap ingin menabok pipi Richo. Namun urung karena Richo kembali memicingkan matanya menatap Sekar seolah mencari sesuatu hal yang Sekar sembunyikan darinya.
“Cho ...,” rengek Sekar.
Wanita itu refleks menghela napasnya, “Tadi ada sedikit masalah dengan klien di Butik,” jelas Sekar.
Kau Bohong Lottie. Itu suara jeritan Richo dalam hati. Sedetik setelahnya pria itu menghela nafasnya lalu mengangkat kedua tangannya di udara. Menyerah. Membuat senyum Sekar mengembang.
“Kau tumben pulang jam segini?” tanya Sekar.
“Kau tidak suka?” balas Richo ketus.
Sekar mengangguk, “Kau rusuh soalnya kalau sudah pulang cepat.”
Richo memutar bola matanya malas membuat Sekar tertawa renyah, “Tugasku sudah selesai hari ini, dan tidak terlalu berat hanya melumpuhkan kaki tiga manusia dengan timah panas saja tanpa adanya perlawanan. Jadi gantian aku ingin merusuh di rumah, tak ada Bang Enggar ya Lottie-lah targetku.” Sekar yang mendengar itu refleks melebarkan pupil matanya tangannya refleks menggeplak lengan kekar Richo.
“Kenapa harus di lukai sih?” sembur Sekar galak.
“Kau tau jawabnya Lottie, sepertinya otak cerdasmu sudah paham kenapa aku harus melukai kakinya menggunakan timah panas, Itu semua resiko yang harus dia tanggung. Setiap yang melakukan kesalahan memang sudah ada hukumannya bukan?” ucap Richo tegas. Membuat Sekar hanya mampu memajukan bibir bawahnya. “Ganti bajumu dan istirahatlah.” titah Richo.
Sekar mengangguk namun sedetik kemudian ia glagapan ketika menangkap lirikan mata Richo terarah kepada benda pipih milik Sekar yang masih tergelatak di samping kanannya. Dengan cepat Sekar mendorong tubuh Richo sekuat tenaganya membuat tubuh cowok itu nyaris saja jatuh dari atas tempat tidur Sekar. Richo menggeram frustasi dan refleks meninju udara tidak mungkin ia meninju Sekar semenyebalkan apapun Sekar, Richo sangat mencintai kakaknya itu memprioritaskan Sekar seperti ia memprioritaskan Mama mereka dan Negara. Maka tidak ada yang boleh melukai apapun yang sudah menjadi bagian terpenting dari hidup Richo. Tidak ada yang boleh melukai atau menyentuh secuil saja orang-orang yang Richo cintai. Terlebih itu Sekar. Richo tak akan membiarkannya.
Berani … maka hidup atau bahkan nyawamu yang menjadi taruhannya.
Hal itu terlihat ketika Richo membungkuk lalu berbisik tepat di telinga Sekar dan bersamaan dengan itu ketika mendengar kalimat setan yang keluar dari mulut Richo tubuh Sekar mematung di posisinya, "Tidak ada yang boleh ‘menyentuh’ kepemilikan dari Andricho Arsya Zsulvan Tahir, siapapun itu tanpa terkeculi,” bisik Richo.
Membuat Sekar lupa bagaiman caranya untuk menghirup oksigen untuk sesaat. Hingga Richo menarik kepalanya untuk menatap Sekar. Sekar-pun masih bergeming di posisinya. Ia tersentak keget ketika Richo memberi kecupan lembut di dahi Sekar seraya bergumam. “Have a Nice dream Lottie.” Setelah mengatakan itu Richo menegakkan kembali tubuhnya lalu berbalik dan beringsut mengambil langkah keluar kamar kakaknya itu.
Meninggalkan Sekar begitu saja yang masih terdiam di posisinya seraya
memandang tubuh Richo yang sudah menghilang di balik pintu kamarnya. Sedangkan di luar kamar setelah Richo menutup pintu berwarna putih itu. Mas Intel ganteng itu mengeluarkan sesuatu yang sedari tadi sejak ia temukan terus ia bawa di dalam saku celana bahan berwarna hitam yang ia pakai. Ia terus meneliti sesuatu yang tertulis di robekan kertas itu. Sesuatu kode di sudut kertas yang tertulis.... (x)
***
Hari ini Sekar baru tiba di butiknya sekitar pukul 14.00 setelah ia menyempatkan diri untuk berkunjung ke perusahaan keluarga besarnya. Meski tidak sering Sekar juga terkadang ikut mengontrol perusahaan itu ikut membantu sepupu-sepupunya yang bersedia menjadi bagian dari ZB group terlebih sepupu Sekar yang bernama Melsa yang saat ini tengah menjabat sebagai CEO cantik di perusahaan yang bergerak di bidang sawit dan perkebunan itu.
“Mba Sekar,” panggil Pak Dito.
Sekar menoleh ke arah Pak Dito lalu tersenyum hangat. “Iya Pak!” kata Sekar.
“Ini Mba tadi ada yang meninggalkan ini di pos satpam sewaktu saya sholat dzuhur. Tapi tidak ada nama pengirimnya ini hanya di tinggalkan di post satpam dan hanya ada stiky notes kecil ini di atas paper bag yang berpesan ini untuk Mba Sekar,” jelas Pak Dito.
Pandangan Sekar beralih ke bawah menatap sekilas paper bag yang saat ini tengah di sodorkan Pak Dito kepadanya. Kembali ia menatap Pak Dito Sebelum mengambil alih paper bag tersebut. Seolah mengerti apa yang sedang Sekar pikirkan Pak Dito kembali bersuara, “Kalau Mba ragu menerimanya, saya buang saja ya Mba soalnya sudah tiga hari ini selalu ada paket misterius untuk Mba Sekar tepat ketika saya menunaikan sholat dzuhur atau-pun sholat ashar.” tutup Pak Dito.
Sekar yang mendengar itu refleks mengerjapkan matanya beberapa kali namun sedetik setelahnya ia berusaha tersenyum ke arah Pak Dito seraya berujar, “Tidak papa Pak, Mungkin kurir-nya sedang tidak sempat untuk memberikannya langsung kepada saya.” balas Sekar lalu mengambil alih paper bag berwarna coklat itu.
Ck, baik budi sekali kau Nona Direktur.
Pak Dito hanya mampu mengangguk pasrah lalu pamit kepada Sekar untuk kembali ke posnya dan Sekar juga melanjutkan langkah-nya masuk ke dalam RC. Sepanjang perjalanan menuju ruangan-nya Sekar benar-benar berfikir dengan keras. Hingga ia tak sadar ia sudah ingin melewati ruangan-nya begitu saja kalau saja Aisyah tidak menyapa-nya. Sekar kontan menggumamkan kalimat istighfar. “Mba kenapa? Kok melamun sambil jalan gitu?” kata Aisyah. Sekar refleks menggeleng kuat seraya terkekeh geli. “Mba sakit?” tanya Aisyah.
“Saya sakit Aisyah?” aku Sekar.
Membuat gadis yang memakai khimar cream itu membelalakan matanya, Aisyah sudah ingin membuka mulutnya kembali untuk bersuara namun urung karena Sekar kembali berujar. “Saya rindu makanya jadi sakit, kamu bisa bawakan saya obatnya tidak?” lanjut Sekar seraya menyengir lebar.
Membuat Aisyah spontan meringis pelan ke arah bos-nya. Gadis itu paham apa yang di maksud Sekar maka di detik selanjutnya ia dengan cepat menggeleng kuat ke arah Sekar membuat Sekar meloloskan tawa merdunya di udara, “Ais tidak memiliki kontak komandan besar-nya Mas Langit Mba jadi maaf untuk yang ini Ais tak bisa membawakan obat yang Mba Sekar butuhkan.” jeda dua detik lalu Aisyah kembali melanjutkan kalimatnya. “Lagian Aisyah kok jadi kesal sendiri dengan komandan besarnya Mas Langit. Suka gak kira-kira kalau nugasin anggotanya, di pikir Mas Langit dan yang lainnya itu robot kali ya tidak punya perasaan yang di namakan rindu, di pikir Mas Langit itu makhluk luar angkasa yang tak punya orang tua dan keluarga serta orang yang di cintainya juga sedang menunggunya di sini. Di pikir Ma- “ ucapan Aisyah kontan terhenti ketika ia menyadari sesuatu. Gadis itu lalu menyengir ke arah bos-nya yang masih setia mendengarkan suara hati-nya dengan ekspresi tengah mengumpulkan tawa-nya.
‘’Kok berhenti, masih ngegantung itu kalimatnya loh Ais!” suara lembut Sekar semakin membuat Aisyah meringis kuat seraya menggelengkan kepalanya.
‘’Kalimat-nya mendadak hilang gitu aja Mba.” Jawab Aisyah polos sembari menampilkan cengiran manisnya kepada Sekar. Dan bersamaan dengan itu tawa Sekar yang mengumpul di mulut tadi seketika menguar di udara.
***
Lima menit berselang Sekar sudah berada di ruangan-nya. Namun wanita itu masih terdiam di dekat meja kerjanya. Menatap paper bag coklat tersebut seiring dengan denyut kepalanya yang kembali sakit. Kerena berbagai spekulasi terus berputar di otak-nya sejak tadi. Sejurus kemudian Nona direktur itu menghela nafas panjangnya tangannya bergerak untuk mengeluarkan isi paper yang sekar pastikan itu adalah sebuah kotak. Apa ini sama seperti isi kotak selama tiga hari ini. Pikir Sekar.
Namun belum sempat ia mengambil kotak yang berada di dalam paper bag tersebut pergerakan-nya terhenti ketika indra pendengaran-nya menangkap dering ponsel-nya yang berada di tasnya berdering. Pandangan Sekar segera beralih untuk melihat siapa yang menelpon-nya. Hingga raut wajah-nya yang tadi nampak pias berubah menjadi senyum manis ketika ia melihat itu bukanlah panggilan telpon melainkan panggilan skype yang menampilkan nama Langit sebagai pemanggil. Tak butuh waktu lama Sekar segera menggeser tombol hijau itu lalu berderap duduk di kursi kerja-nya
Seketika Sekar merasakan ada ribuan kupu-kupu sedang berterbangan di perutnya ketika wajah Langit muncul di layar ponselnya. Pria itu tersenyum tipis. Sekar bahkan bisa melihat ada janggut halus di sekitar rahang Langit. Raut wajah Langit tampak lebih lelah dan kuyu tapi ntah kenapa tetap terlihat menawan di mata Sekar. “Selamat Siang Miss Persit!” sapanya.
Dan Sekar tak bisa menahan kegembiraan-nya sampai mata-nya berkaca-kaca karena ini kali ke dua Langit menghubunginya lewat skype. Jika Sekar punya kekuatan rasanya ingin sekali Sekar menarik Langit dari balik layar ponsel-nya ini lalu mendekapnya se-erat mungkin. Tapi pada akhirnya Sekar hanya mampu membalas senyuman tipis Langit dengan senyuman manis miliknya.
“Selamat siang Mr. Lettu,” balas Sekar.
Langit mengulas senyum lagi kali ini senyum manis yang ia sunggingkan membuat dada Sekar ingin meledak detik ini juga.
Nampak dari sebrang sana Langit
mendekatkan wajahnya ke ponsel milik-nya. Pria itu memicingkan matanya lalu bersuara, "Are you okey Miss. Persit?”
Mendengar itu Sekar segera mengangguk dengan cepat, “Semuanya baik-baik saja.Yang jadi masalah saat ini aku hanya sedang sangat merindukan seseorang,” aku Sekar.
“Tunggu aku, aku akan memelukmu," balas Langit cepat.
Sekar yang mendengar itu kontan menaikkan sebelah aiisnya meremehkan ucapan Langit namun ia tak benar-benar meremehkan hanya saja ia ingin sedikit memancing pria itu. Sekar kenal betul Langit, layaknya seperti kedua adiknya Richo dan Enggar serta Kinar yang tak pernah bermain dengan perkataan-nya maka Langit termasuk dalam salah satu-nya dan Sekar beruntung akan hal itu.
“Kenapa, kau tak percaya?” ujar Langit di sebrang sana. Sekar menaikkan kedua bahunya sembari memajukan
bibir bawahnya. Membuat Langit terkekeh di sebrang sana lalu ia kembali berujar. “Kalau begini saya jadi ingin segera memelukmu Miss. Persit.” tandas Langit.
Sekar mengulas senyum lembut, “Belum ada tanda akan berakhirnya tugas kalian di sana mas? Bagaimana keadaan di sana sudah membaik!”
Langit di sebrang sana terlihat sedang berjalan hingga membuat layar ponsel-nya bergoyang dan Sekar medengar suara gemuruh angin. Namun sedetik setelah-nya Langit berhenti di salah satu tempat lalu kembali menatap layar ponsel-nya dan menjawab pertanyaan Sekar. “Ntahlah saya juga tidak tahu kapan kepastian-nya tugas di sini akan berakhir. Tapi yang jelas di sini sudah lebih membaik mereka sudah mulai menata kembali kehidupan mereka pasca tragedi musibah itu.” ujar Langit, “Kau sabar ya, saya secepatnya akan kembali. “ tutup Langit.
Sekar yang mendengar itu spontan mengangguk lalu menggumamkan kata syukur atas berita keadaan warga Nepal yang sudah mulai membaik. “Segeralah kembali, Bukan aku saja yang membutuhkanmu di sini mas, tapi Mba Mawar juga sangat membutuhkan Mas Bumi.” Dan kalimat Sekar yang itu langsung di angguki dengan pasti oleh Langit.
“Kau sedang apa ?” suara itu sukses membuat orang yang sedang berdiri tak jauh di belakang Langit itu tersentak kaget dan langsung membalikkan tubuhnya.
“Bukan urusanmu,” balasnya sembari melotot tajam ke arah Pelda Eka.
‘’Kau nguping?” tuduh Pelda Eka
Harpa semakin mendelik sebal ke arah pria berpangkat Pelda itu seraya berkacak pinggang. ‘’Kenapa tidak samperi Bang Langit saja katakan kau juga rindu dengan Kak Sekar lalu ngobrol bersama dengan Kak Sekar tidak perlu menguping seperti ini caramu murahan sekali.” Cerca Pelda Eka.
“Kau-“ Harpa sudah bersiap ingin menginjak kaki Pria di hadapan ini namun urung karena dengan secepat kilat Pelda Eka segera menggenggam lembut tangan wanita berpangkat Letnan tersebut hingga membuat tubuh Harpa mematung di pijakan-nya dengan kaki kanan yang masih menggantung di udara.
“Ikut aku, daripada kau menjadi nyamuk yang tidak di harapkan kehadiran-nya lebih baik kita jalan-jalan, tempat ini terlalu indah untuk di lewatkan selama kita bebas tugas di sini,” ujar Pelda Eka
Harpa sudah ingin protes namun lagi-lagi ia kalah karena Pria yang Harpa mati-matian hindari ini sudah menarik tubuhnya untuk mengikiuti langkah-nya. Yang terjadi selanjutnya adalah suara erangan geram Letnan Harpa namun Pelda Eka seolah mengabaikan-nya dan terus menggenggam tangan wanita itu untuk berjalan beriringan bersamannya.
***
Sementara di tempat lain. Sudah tujuh menit yang lalu panggilan skype-nya dengan Langit berakhir namun Sekar masih terdiam di kursinya seraya menatap layar ponsel-nya yang sudah padam. Sedetik setelah ia menghela nafas panjangnya kemudian meletakkan kembali ponsel-nya di atas meja kerja-nya. Tapi tak di sengaja pandangan-nya justru malah kembali terpaku kepada paper bag berwarna coklat yang tak jadi ia buka tadi.
Perlahan ia menegakkan duduknya lalu tanggan kanan-nya dengan ragu terulur untuk meraih isi dari paper bag itu. sebuah kotak berbentuk persegi berwarna putih. Sekar memejamkan mata-nya erat-erat untuk beberapa detik. Degub jantungnya kembali berdetak cukup kencang sedetik setelahnya tangan-nya sudah bersiap ingin membuka box tersebut tak butuh waktu lama box tersebut terbuka bersamaan dengan kalimat istighfar lolos dari bibir ibu direktur cantik itu seraya membekap mulutnya sendiri.
Kotak tersebut sudah ia jauhkan beberapa senti dari pandangan-nya. kini wanita itu sedang sibuk menormalkan detak jantung-nya serta napas-nya yang masih sedikit bergemuruh. Cukup dua menit. Dengan tangan yang bergetar Sekar kembali meraih kotak persegi itu. kembali ia memejamkan matanya sekilas lalu ia mengamati isi kotak tersebut dengan ekspresi wajah yang pucat pasi bahkan keringat dingin nampak memenuhi dahinya. Pandangan Sekar jatuh pada selembar kertas kecil di sudut kotak tersebut. Ada tulisan-nya. sekar meraih-nya lalu membacanya. Lepaskan Langit , Tuan Putri Sepertimu Tak Pantas Berdampingan Dengan Seorang Abdi Negara Seperti Langit. Pangeranmu Sedang Menunggumu!
Lalu setelah-nya kertas itu terjatuh ke dalam kotak persegi begitu saja di dalamnya terdapat sesuatu yang Sekar tak pernah menyangka akan melihat-nya. di sana ada potongan foto Langit yang di tanjapkan jarum di setiap sisi-nya dengan tulisan berwarna merah. Dia Bukan Pria Yang Tepat Untukmu. Lepaskan.
Sekar memijit pelipisnya kuat-kuat. Mendadak kepalanya semakin terasa sakit. Siapa yang tega melakukan ini? Batin Sekar. Sudah tiga hari ini ia mendapat teror seperti ini namun dengan objek yang berbeda. Tak hanya sampai di situ teror itu juga berlanjut dengan mengirimi Sekar pesan singkat dengan nomor yang tak bisa Sekar lacak. Dengan maksud yang sama dan ancaman yang mambuat tubuh Sekar lemas. “Ya Allah.” gumam Sekar lirih.
Ia menyanggah kedua tangannya di atas meja kerjanya lalu menelusupkan kepalanya di sela kedua sanggahan tangannya. Sembari berpikir keras siapa dalang di balik ini semua? Tidak ada yang mengetahui akan hal ini. Sekar tak ingin membuat semua orang-orang yang berada di dekatnya khawatir akan kondisinya.
Apalagi sampai merepotkan mereka. Tidak. Masalah ini akan coba Sekar pecahkan sendiri. Lima menit berselang seperti teringat akan sesuatu hal Sekar mengangkat kepalanya. Tiba-tiba ia teringat perkataan Pak Dito yang mengatakan kalau paket ini selalu datang saat ia menunaikan ibadah sholat. Ingatan Sekar tertuju pada CCTV yang di pasang di dekat pos satpam. Mudah-mudahan Sekar menemukan titik terang lewat CCTV itu. Makan di detik selanjut-nya Nona direktur baik budi itu segera membuka laptopnya. Sekar terlihat sangat serius mengotak-atik laptopnya hingga tak butuh waktu lama ia menemukan waktu dan tanggal yang ia cari di data rekaman CCTV yang memang langsung terhubung dengan laptop Sekar
Pandangannya terlihat fokus menatap layar laptop itu hingga ia semakin mempertajam penglihatannya ketika objek yang di maksud itu muncul namun nampaknya Sekar harus menelan kekecewaan karena orang tersebut tak terlihat jelas wajahnya ia mengenakan masker yang menutupi sebagian wajahnya. Memakai topi hitam dan jaket kulit hitam setelah meletakkan paper bag tersebut di pos Pak Dito ia segera menaikki melajukan kembali motornya yang juga sulit Sekar deteksi karena motor tersebut tidak menggunakan plat polisi. Bahkan Sekar tak yakin kalau orang itu adalah pelaku yang sama peneroran terhadap dirinya.
Sekar menghempaskan tubuhnya di sandarak kursi kerjanya seraya memijit pelipisnya frustasi. Namun sedetik setelahnya tubuhnya menegang ketika mendengar suara salam Zulfa. “Inka kau sudah datang?” seru Zulfa sembari berjalan ke arah meja kerja Sekar.
Sekar refleks menegakkan duduknya. Ia gelagapan tak menentu apalagi ketika melihat Zulfa sudah berjalan ke arah meja kerjanya. Segera ia memutar otaknya untuk menghentikan Zulfa sejenak, “Fa stop di situ!” pekik Sekar dengan suara nyaring.
Zulfa yang mendengar itu refleks menghentikan langkahnya tak jauh di belokan menuju meja kejar sahabatnya itu. “Kenapa?” seru Zulfa.
“Berbalik, ada serangga di atas hijabmu,”
“Maksudmu?”
“Ulat keket,”
Zulfa spontan melotot horor ke arah Sekar namun tak sengaja matanya melirik ke arah kotak putih yang masih tergeletak di meja kerja Sekar lalu ia kembali menatapSekar tajam. “Kau bercanda?”
Sekar menggeleng, “Cepat berbalik,” titah Sekar tegas.
Refleks Zulfa membalikkan tubuhnya menjadi membelakangi Sekar. Melihat itu Sekar tak ingin membuang waktunya secepat kilat ia meraup paper bag beserta kotak persegi itu dan di masukkan ke dalam bufet meja kerjanya. Sebelum berderap mendekati Zulfa ia sedikit menghela nafas lega.
“Sudah tidak ada lagi ulat keketnya,” kata Sekar yang sudah berdiri di samping Zulfa.
Menyadari sesuatu Zulfa refleks mengahdap sepenuhnya ke arah sahabatnya ini seraya mendelik tajam. “Kau mengerjaiku?” tuding Zulfa
Sekar tersenyum manis lalu menggeleng polos. “Aku hanya ingin tahu saja kau masih pobia tidak dengan ulat keket,” dan bertepatan dengan berakhirnya kalimat Sekar itu. Zulfa juga menggerang frustasi dan Sekar yang sudah tertawa renyah.
Namun sedetik kemudian Zulfan memicingkan matanya mengamati wajah Sekar.“Kau kenapa wajahmu pucat?” selidik Zulfa.
“I’m okey,” jawab Sekar cepat.
“Sure?” Zulfa memastikan dengan mata yang masih memicing. Sekar dengan cepat mengangguk seraya tersenyum.
Tanpa Sekar sadari ketika ia melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Zulfa kembali mengarahkan pandangannya lagi ke arah meja kerja Sekar wanita itu spontan mengernyitkan dahinya ketika menyadari bahwa benda asing yang terdapat di atas meja kerja Sekar tadi sudah tidak ada.
“Ayo, Pak Alan dan Bu Lani pasti sudah menunggu,” suara itu sukses membuat Zulfa tersentak dan mengerjap untuk beberapa kali dan spontan menatap Sekar yang kini tengah menatapnya seraya tersenyum lembut.
Zulfa yang teringat akan sesuatu refleks menepuk keningnya dramatis, “Ayo, Prastya sudah menunggu kita di mobil, kau tidak ingin-kan sepanjang perjalanan kita menuju ke kafe hanya mendengar kotbah pria itu.” Zulfa bergidik ngeri membuat Sekar tergelak lalu mengangguk setuju.
Sejurus kemudian Sekar menggandeng lengan Zulfa lalu keduanya berderap menuju pintu koneksi ruangan Sekar namun sebelum Zulfa melangkah wanita itu sempat kembali mencuri lirikan ke arah meja kerja Sekar tadi berusaha memastikan kalau kotak persegi itu sudah tidak ada. Tertuju kepada sesuatu yang ganjil maka Zulfa hanya membatin di dalam hatinya. Apa yang sedang kau tutupi beberapa hari ini dariku Nka.
Part 31
Zulfa terlihat baru keluar dari ruangan Hilda dan Dewi. Dengan langkah yang pasti ia segera bergegas menuju ke sebuah ruangan setelah sebelumnya melirik arloji yang melingkar manis di pergelangan tangan mulusnya di sebelah kiri.
Namun ketika ia berbelok ke kanan langkah Zulfa kontan terhenti ketika melihat seorang gadis tengah berjalan menuju ke arahnya lengkap dengan cengirannya yang khas membuat Zulfa ingin melenyapkan gadis ini. Namun sayangnya Allah mempunyai garis takdir yang lain ketika keadaan berbalik Zulfa mau tak mau harus menghadapi gadis ini baik di RC maupun di rumahnya sendiri.
"Bu Zulfa," sapa Septi riang ketika Septi sudah tiba di hadapannya.
Membuat Zulfa menggeram kesal kepada Septi.
"Sudah saya katakan berhenti memanggil saya ibu, saya bukan ibumu, Kau bisa memanggil Sekar dengan sebutan Mba tapi kenapa kau tidak bisa memanggil saya dengan sebutan yang sama dengan Mba Sekar, Septi ....," sembur Zulfa seraya mendelik kepada Septi.
Mendengar omelan Zulfa itu bukannya membuat Septi takut malah sebaliknya gadis itu terkikik geli seraya refleks menepuk bahu Zulfa membuat Zulfa spontan melotot, “Mba Mekar itu lemah lembut Bu pantas di panggil Mba, kalau Ibu-
“Kalau saya apa ?” selak Zulfa cepat. Ia refleks meremas dahinya kuat-kuat kepalanya mendadak puyeng setiap kali berhadapan dengan gadis ajaib ini.
Septi menyengir ke arah Zulfa seraya menggelengkan kepalanya, “Tidak jadi Bu, intinya kalau di kantor Septi panggil ibu tetap ibu beda kalau di rumah,” tutur Septi.
Zulfa memutar bola matanya malas seraya mengibaskan tangannya, “Yowes sakarepmu, sekarang katakan apa yang menjadi tujuanmu mencari saya?”
“Ibu mau ke mana?”
“Saya ?” ulang Zulfa dan di angguki oleh Septi. “Saya ingin keruangan saya Septi, kau hanya ingin menanyakan itu saja?kalau iya kau membu- “ ucapan Zulfa terhenti tepat ketika Septi berujar seperti ini
“Septi di amanahkan Pak ganteng untuk memberitahu ibu kalau pak ganteng sedang menunggu ibu di ruangannya,” kata Septi dengan tersenyum lebar.
Blush,
mendadak pipi Zulfa memanas, Zulfa paham siapa yang di maksud Septi. Dalam hati bertanya-tanya kenapa Prastya tidak langsung menelpon atau mengirimi dia pesan saja kenapa harus berpesan kepada Septi kalau begini Zulfa-kan jadi keki sendiri di depan Septi apalagi saat ini gadis itu terlihat tengah menahan senyumnya seraya menaikkan kedua alisnya menatap Zulfa penuh arti.
“Kau tidak berniat menjahili saya 'kan Septi?” selidik Zulfa.
Septi manyun. “Ibu negatif tingking terus kalau dengan saya, ingat Bu suudzon itu dosa loh,” Zulfa yang mendengar itu refleks menggumamkan kalimat istighfar dan sejurus kemudian ia mengakat tangan kirinya melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.
“Ya sudah saya ke ruangan Pak Pras dulu, kau kembali bekerja sepuluh menit lagi shiftmu selesai. Langsung kembali ke rumah, Mas Andi dan Mba Wati sudah melakukan tugasnya dengan baik jadi kau tidak perlu membantu mereka untuk hari ini,” pesan Zulfa.
Septi sudah bersiap ingin membuka mulutnya untuk protes namun Zulfa lebih dulu mengangkat jari telunjuknya di hadapan wajah Septi, “Saya tidak terima segala jenis penolakan,” ujar Zulfa. “Dan ingat kau kembali ke rumah saya bukan ke kontrakanmu kau sudah berjanji dengan bunda saya untuk menginap di rumah selama satu minggu.” Tandas Zulfa.
Septi meringis pelan seraya menghembuskan nafas pendek namun sejurus kemudian ia menegakkan badannya lalu berseru, ‘’Aye, captain,” balasnya seraya tersenyum lebar.
Zulfa mengangguk puas lalu berujar, “Good, anak pintar,” lalu ia melengos pergi meninggalkan Septi yang tengah cekikikan di pijakannya namun langkahnya kembali terhenti tepat ketika Septi berseru seperti ini.
“Bu, perlu Septi temani tidak!” Zulfa spontan menoleh ke belakang menatap Septi dengan tatapan siletnya membuat Septi tergelak di pijakannya.
***
Begitu pintu besi putih itu terbuka dan harum khas mint itu masuk di indra penciuman Zulfa. Wanita itu langsung berderap mengambil langkah berbelok menuju meja kerja Prastya, “Assalamualaikum Pras, aku masuk ya!” kening Zulfa berkerut ketika tahu tidak ada respon dari si pemilik ruangan.
Zulfa bersumpah akan menguliti Septi hidup-hidup jika benar anak itu hanya menjahilinya.
Namun di detik selanjutnya yang terjadi adalah langkah Zulfa yang terhenti hanya delapan langkah saja dari meja kerja pria berselung pipi dalam itu. ketika menemukan Prastya duduk di salah satu kursi tamu di meja kerjanya terlihat sedang memetik tali sinar gitarnya lalu menjadi satu nada yang membuat jantung Zulfa berdetak tak karuan apalagi ketika mendengar Prastya melantunkan syair lagu tersebut nalar Zulfa seketika mati mendadak.
Namun indra pendengarannya masih tetap terjaga dengan baik mendengar suara merdu pria itu dengan menyanyikan satu per satu bait lagu dan ketika sampai di lirik inti Nafas Zulfa benar-benar tercekat di tenggorokannya.
Prastya tiba-tiba bangkit dari duduknya berderap menghampiri Zulfa seraya tersenyum manis dan terus bernyanyi single dari band lawas kenamaan dengan single judul this ring.
Prastya tiba-tiba bangkit dari duduknya berderap menghampiri Zulfa seraya tersenyum manis dan terus menyanyikan bait demi bait lagu itu. Pria itu Duduk di tangan single sofa tamunya tepat di hadapan Zulfa. Ia memandang Zulfa lembut seraya tersenyum manis. Bukan tatapan sebagai seorang sahabat karib, bukan tatapan seorang teman seperjuangan, bukan juga tatapan sayang seorang abang kepada adiknya. Namun tatapan penuh arti jika Zulfa mampu menangkapnya.
Lima menit kemudian Prastya tersenyum puas ketika aksinya sudah selesai. Pria itu memeluk gitarnya namun tatapan dan senyumannya masih terfokus kepada wanita berhijab di hadapannya ini yang masih setia dengan diamnya seraya menatapnya dengan ekspresi yang ntah tak bisa Prastya jabarkan. Bahkan keringat dingin sudah menjalari kening Zulfa. Zulfa tersentak kaget tepat ketika Prastya menjentikkan jarinya di udara lalu berseru. “Hey Princess Wulandari,” serunya.
Zulfa mengerjapkan matanya sebanyak dua kali untuk memaksakan menyeret kesadarannya agar kembali. Lalu hanya mampu membalas dengan kata Hah! Kepada Prastya. Karena sejujurnya dengan degub jantungnya yang masih berdetak tak karuan hingga Zulfa berpikir harus ke rumah sakit memeriksakan nasib jantungnya apakah masih baik-baik saja. Belum lagi suaranya yang tadi mendadak hilang ntah kemana belum kembali sepenuhnya maka Zulfa butuh berdehem cukup keras untuk kembali menormalkan suaranya sekaligus menghilangkan kegugupannya.
“Bagaimana penampilanku? Ah, rasanya sudah lama sekali aku tak bernyanyi untukmu dan untuk Sekar biar kuingat mungkin sudah lebih dari dua tahun.” tutur Prastya.
“Permainanmu jelek,” selak Zulfa cepat tanpa pria itu sadari pipi Zulfa sejak tadi sudah bersemu hangat.
Prastya terbelalak, “Seriously!” seru Prastya. “Kalau memang jelek kenapa kau terlihat sangat menikmati dan terpesona begitu tadi?"
Telak,
Ingin rasanya Zulfa kabur saja dari ruangan ini namun apalah daya pikiran dan kekuatan kakinya seakan tak bisa di ajak kompromi untuk saat ini. Zulfa refleks menggaruk pelipisnya.
“Maksudku Lagunya, kau salah memilih lagu,” ntah mengapa kalimat itu lolos begitu saja dari bibir Zulfa membuat Pria itu kontan mengerutkan dahinya namun sejurus kemudian ia tersenyum penuh arti kepada Zulfa lalu berujar.
“Aku rasa tidak ada yang salah dengan lagunya Nona Wulan,” ujar Prastya.
Dua kali telak, Bolehkah Zulfa berpura-pura pingsan saja di hadapan pria ini. Apalagi ketika melihat pria itu tengah tersenyum simpul ke arahnya lalu berujar begini, “Lagu yang tadi itu memang ku-khusukan untukmu,”
Duarrrrrrrr,
sudah Zulfa sudah tak sanggup lagi ia mengumpulkan sisa tenaganya dan dengan cepat berbalik dan melangkah meninggalkan Prastya yang terperangah dengan ulah wanita itu. “Hey, where are you? Ada yang salah lagi,” teriak Prastya.
Teriakan itu sukses membuat Zulfa menghentikan langkahnya. Dengan gerakan perlahan wanita itu berbalik ke belakang lalu berujar, "Ku-harap kau tak melupakan satu misi yang di amanahkan oleh temanmu sendiri Mr. WikramaTunggaDewa. Ini sudah terlambat lima menit aku akan menyerahkanmu untuk menjadi sasaran rudalnya karena membiarkannya menunggu. Jadi ayo!" omel Zulfa lalu ia segera berjalan keluar ruangan Prastya meninggalkan Prastya yang terkekeh seraya menepuk dahinya pelan lalu berjalan ke luar ruangannya mengikuti jejak Zulfa.
"Ais, Mba Inka masih di dalam kan?" ucap Zulfa kepada Aisyah.
Aisyah refleks mengadahkan kepalanya lalu bangkit dari duduknya seraya mengangguk samar, "Beliau sudah berada di tempat sekitar sepuluh menit yang lalu Mba," dan tepat ketika kalimat Aisyah berakhir Prastya sudah berdiri di hadapan Zulfa.
Zulfa mengangguk sekilas lalu melirik sekilas pria yang mendadak penuh teka-teki ini. Lalu menatap Aisyah kembali dan berujar, "Nanti kalau dia murka karena kita telat, katakan saja Mas Pras adalah penyebabnya Ais, biarkan saja dia yang akan menjadi sasaran peluru laras panjangnya ya Ais!" ucap Zulfa ketus seraya melirik Prastya tajam dan melengos begitu saja menuju ruangan Sekar mengabaikan dua ekspresi berbeda yang di tunjukkan Prastya dan Aisyah.
Sementara di dalam ruangannya Sekar tengah termangu ketika sepuluh menit yang lalu dirinya memberanikan diri membuka sebuah kotak misterius yang kembali ia dapatkan dengan cara dan waktu yang sama dengan teror-teror sebelumnya
Sekar tersentak kaget bukan main ketika ia mendengar suara Zulfa mendominasi ruangan kerjanya. Ia gelagapan tak menentu lalu segera memasukkan kotak itu ke dalam bufet meja kerjanya dan menguncinya dengan jari jempolnya di mesin pemindai. Namun sayangnya pergerakan Sekar itu tertangkap jelas oleh Zulfa sebelum Sekar berteriak seperti ini.
"Stop di sana Nona Zulfa Wulandari," pekik Sekar membuat langkah Zulfa kontan terhenti wanita itu memicingkan matanya dari jarak lima langkah saja ke meja kerja Sekar.
"Kau? kenapa belakangan ini hobi sekali menyetop langkahku di ruangan ini?" gelegar Zulfa.
Sekar refleks bangkit dari duduknya seraya menyengir lebar tanpa dosa, "Tadi ada ulet keket mampir ke ruangan ini. Kau tak takut lagi dengan binatang itu?" mendengar itu Zulfa kontan mendengus keras lalu memukul pelan lengan Sekar yang sudah tertawa ringan.
"Sekarang mana binatang mengerikan itu?" tanyanya skeptik.
"Sudah keluar lewat balkon," jawab Sekar santai.
"Stupid, Hell." umpat Zulfa seraya mengerucutkan bibirnya dan Sekar semakin terbahak.
Membuat Prastya yang baru tiba-pun mengernyitkan dahinya, "Ada apa?" katanya.
"Nope," sahut Zulfa cepat.
Sekar beralih menatap Prastya seraya tersenyum kemudian kembali menatap Zulfa tepat ketika sahabatnya itu mencodongkan wajahnya, "You okey My Lady,"
Sekar berdecak kesal lalu refleks memukul bibir Zulfa, "Sudahku bilang berhenti menyebutku dengan gelar itu," desis Sekar membuat Prastya mengulum senyum dan Zulfa yang malah menaikkan kedua bahunya acuh. "Seperti yang kalian lihat, aku masih berdiri tegak di sini tanpa berkurang suatu apapun apalagi terluka." tandas Sekar.
"Liar," jerit Zulfa dalam hati seraya tersenyum miring lalu melirik sekilas ke arah meja kerja Sekar.
"Jadi cepat katakan ada apa kalian berdua merusuh ke ruanganku, jika-
"Bersiaplah kita akan menemui klien sore ini, bukan kami lebih tepatnya kau," sahut Prastya cepat
Sekar refleks mengernyitkan dahinya menatap ke dua sahabatnya ini, "Di agendaku tidak ada klien yang harus ku-temui di sore hari begini, bagaimana bisa?"
"Ini klien spesial kami sebenarnya, kami sudah menemuinya tadi siang Nka, dan dia ingin menemui pemilik RC untuk memastikan kerjasama ini dapat berjalan dengan baik," timpal Zulfa.
Sekar refleks menggaruk pelipisnya,"Baiklah di mana aku harus menemuinya?"
"Di rooftop gedung ini, sekarang dan dia minta agar kau menggunakan penutup mata ini sebentar,"
"WHAT YOU SAID ... KALIAN GILA?!" seru Sekar deramatis kedua bola matanya sudah nyaris lompat dari tempatnya. Hingga Zulfa dan Prastya kompak memejamkan mata mereka masing-masing.
Sebenarnya klien seperti apa yang di katakan spesial oleh kedua sahabatnya ini. Sekar tak habis pikir kenapa mereka menerima tawaran kerja sama dari klien seaneh ini. Selama debutnya di dunia bisnis seaneh-anehnya klien yang Sekar hadapi baru kali ini ia akan menghadapi klien se-gila ini.
"Tidak aku tidak mau menemuinya dengan cara konyol seperti itu, suruh saja dia pulang dan batalkan kontraknya aku akan bayar royaltinya kalau memang dia menuntut itu," sembur Sekar galak. "Tanpa kerjasama dengan orang itu-pun RC masih dapat terus berkembang pesat," tandasnya.
"Kalian sedang tidak mengerjaiku-kan!" selidik Sekar matanya memicing menatap Zulfa dan Prastya secara bergantian.
Prastya menghela nafasnya kemudian ia berujar, "Kita tidak punya pilihan lain Inka. Suka atau tidak kau harus menemuinya. Hanya ada dua pilihan kau menemuinya dengan berjalan sendiri atau dengan cara paksa, aku akan dengan senang hati memikul karung beras bernyawa Fa," sahut Prastya santai sambil menoleh ke arah Zulfa yang nampak mengangguk setuju. Sementara Sekar refleks mundur dua langkah menatap ngeri kedua sahabatnya ini.
"Bagaimana?" tanya Prastya lagi seraya tersenyum santai kepada Sekar.
Dan Sekar tidak punya pilihan lain. Ia menggeram kesal lalu berujar dengan menunjuk Zulfa dan Prastya secara bergantian, "Akan ku-bunuh kalian kalau sampai ini hanya akal-akalan kalian untuk mengerjaiku," ancam Sekar tajam
Prastya tertawa renyah lalu ia melirik Zulfa yang nampak mengulum senyum penuh arti kepadanya, "Kita lihat nanti My Lady, apa benar kau akan tega membunuh sahabatmu sendiri atau malah sebaliknya, kau berlari ke arah kami lalu memeluk kami sambil mengucapkan kalimat terimakasih," sahut Prastya.
"Dasar Viscounth gila,"
Part 32
❄ChandraBhayaSingka❄
Sementara di rooftop gedung Rinka Collection siluet Pria gagah perkasa tengah berdiri tegap menghadap ke arah ufuk berat. Senyumnya tersungging tipis ketika ia membayangkan bagaimana reaksi orang yang akan ia temuinya nanti.
Pria itu bahkan meredam egonya agar tidak langsung menemui sang ibu direktur cantik itu, mendekapnya erat menyalurkan rindu yang menyiksa selama ia bertugas sebab ia ingin memberikan sedikit kejutan untuk wanitanya, gadisnya, balahan jiwanya, calon istrinya serta calon mommy dari anak-anaknya kelak.
Ya, wanita itu, wanita yang sukses menjungkir balikkan dunianya, wanita yang sukses mendominasi pikirannya, wanita itu juga adalah salah satu alasan terkuat dirinya untuk tetap menjaga keselamatan dirinya dan kembali dengan utuh ketika ia sedang bertugas, wanita itu... Wanita yang sukses membuatnya tergila-gila tanpa dia harus melakukan apapun untuk menarik perhatian seorang Lettu Langit Pramaharja karena sesuatu yang ada di diri wanita itu sudah sangat spesial untuknya. Ia juga wanita yang telah sukses membuatnya hanya mampu menatap pada satu titik pusat hingga ia tak mampu mengalihkan pandangannya kepada wanita lain. Karena...cintanya, hatinya, jiwanya, bahkan hidupnya seketika berpusat pada wanita itu....
Sekar Rinka Tahir.
❄ Chandra BhayaSingka ❄
"Kita sudah sampai apa belum.....Kenapa lama sekali," gerutu Sekar kepada dua orang yang tengah berjalan beriringan di sisi kanan dan kirinya ini. Namun bedanya Zulfa dan Prastya tidak memakai penutup mata khusus seperti yang di kenakan Sekar.
"Kau cerewet sekali, ini pertanyaan sekian kali yang kau tanyakan hingga aku merasa sangat kenyang," sahut Zulfa retorik.
Sekar refleks berdecak kesal membuat Prastya dan Zulfa mengulum senyum puas.
"Berhenti di sini!" seru Prastya ketika mereka sudah sampai di tengah rooftop gedung RC.
Dan tepat ketika seruan itu menguar di udara pria gagah yang sedari tadi berdiri di rooftop gedung ini menghadap ke arah barat seketika membalikkan badannya kacamata hitam yang bertengger manis di hidung bangirnya sudah ia lepas dan ia kaitkan di saku seragam PDH-nya. Langit mengalihkan pandangannya kepada seorang wanita yang berdiri di tengah rooftop nampak tengah menahan amukannya. Menggemaskan. Pikir Langit.
Langit lalu mengambil langkah ke depan dan hanya menyisakan jarak 5 langkah saja dari Sekar berdiri. Sekuat tenaga ia bergelut dengan pikiran dan gerak tubuhnya yang saat ini sangat tidak sinkron. Otaknya menyuruh Langit untuk berlari ke arah Sekar dan langsung meraup wanita itu ke dalam dekapannya, memeluknya erat tapi setengah mati ia menahan gerak kakinya untuk berhenti di sini sejenak menikmati ekspresi calon istrinya yang saat ini tengah misuh-misuh kepada kedua sahabatnya.
Ia tersenyum dan mengangguk penuh arti ke arah Prastya dan Zulfa yang juga merespon hal yang sama ke arah Langit. Ya, pria itu adalah Lettu Langit Pramaharja yang telah kembali dari tugas negaranya.
"Berarti sudah bisa aku melepaskan penutup mata menyebalkan ini," ucap Sekar.
"Belum, awas kau, berani kau melepaskan penutup mata itu tanpa ada komando dariku, bersiaplah kau akan mendekam selama seminggu di kamarmu my lady," bisik Prastya.
Sekar, untuk sekian kalinya menggeram kesal. "Sebenarnya permainan konyol apa yang sedang kalian ikuti dari klien bodoh Ini," ucap Sekar kesal.
Zulfa meringis. "Yang kau sebut klien bodoh itu ada di hadapanmu sis, dan dia adalah calon suamimu, bodoh." umpat Zulfa dalam hati.
Sekar benar-benar di buat geram oleh Prastya dan Zulfa ingatkan dia untuk menghajar Prastya kalau memang dugaanya benar ini hanyalah akal-akalan kedua orang itu saja untuk mengerjainya. Sekar tak segan-segan mematahkan pangkal hidung mancung sahabatnya itu. Persetan dengan amukan para klien RC yang sebagian besar kaum hawa dan terang-terangan menaruh kegum pada ketampanan pria itu. Sekar tak perduli. Atau Sekar tak akan segan-segan menghapus mereka berdua dari daftar sahabatnya bahkan saudaranya jika memang ini adalah lelucon bodoh yang di ciptakan kedua sahabatnya itu.
Sedangkan Prastya tak lagi bersuara karena ia dan Zulfa sudah mengambil langkah mundur meninggalkan Sekar di tengah rooftop. Begitu sampai di ambang pintu rooftop Prastya menoleh sekilas ke arah Zulfa yang kebetulan saja wanita itu juga tengah menatapnya. Pria itu tersenyum simpul lalu berucap. "Are you ready Nona Wulan?" tanya Prastya.
Zulfa membalas senyuman Prastya lalu mengangguk penuh arti. "Tuntaskan misi ini Pras," sahutnya.
Prastya menyeringai lalu keduanya menatap ke arah Sekar kembali di depan sana.
"Pras! Wulandari!" panggil Sekar. Namun sayang tidak ada respon dari si pemilik nama. Sekar refleks mendengus keras lalu sudah bersiap ingin membuka penutup mata yang ia kenakan namun lagi-lagi batal ketika ponselnya berdering. Sekar dengan segera meraih ponselnya yang berada di saku blazernya dan menggeser tombol hijau yang memang sudah ia hapal luar kepala.
"Hallo, Assalamualaikum," ucap Sekar lembut karena memang ia tak tahu siapa lawan bicaranya namun ketika suara Prastya membalas dari sebrang sana membuat Sekar kembali murka.
"Sebenarnya apa yang kau rencanakan Viscounth Of Wikramatunggadewa, ku-kira kalian sudah lenyap di mangsa binatang buas yang menyasar di sini," pekik Sekar geram.
Prastya di sebrang sana hanya membalas dengan tertawa renyah. Membuat ubun-ubun Sekar semakin mendidih. "Dengar Your grace, aku akan membalas ulah konyol kalian ini siap-siap kau Viscounth Of WikramatunggaDewa dan tolong sampaikan juga pesanku ini kepada calon Viscountess-mu," ancam Sekar dengan nada penuh kekuasaan.
Tanpa Sekar sadari pria yang berdiri lima langkah di hadapannya saat ini. Tengah menggelengkan kepalanya seraya tertawa tanpa suara melihat calon istrinya mengamuk seperti itu. Langit refleks memijit pelipisnya seraya terenyum lebar.
"Pras aku-
"Kau cerewet sekali My Lady,"
"Kau sungguh mengujiku Viscounth, waktuku berharga Pras jadi-" desis Sekar.
"Maka dengarkan aba-abaku jika kau ingin cepat melepas penutup mata itu," kata Prastya. Sekar terdiam tahu bahwa Prastya akan kembali melanjutkan ucapannya. "Aku akan menyebutkan kata dan kau harus mencari pasangannya dari kata yang ku-ucapkan, Mengerti..."
Oh Lords, hal konyol apalagi ini. Apa Prastya ingin menguji kemampuannya atau bagaimana! Namun pada akhirnya Sekar mengalah mendebatpun percuma karena permainan di kendalikan oleh pria itu. "Cepat katakan,"
"Schwerth,"
"Dolch," balas Sekar cepat.
"Waffe," sahut Prastya lagi.
"Kugel," sahut Sekar.
"Die sonne,"
"Die sonne geht unter,"
"Palast!"
"Kaiserin," balas Sekar dengan nada geram. Prastya benar-benar sukses mengerjainya. Pria ini..... Tidak serius ingin menguji bahasa Jermannya kan! Namun sedetik kemudian tepat ketika Prastya mengeluarkan kata ini tubuh Sekar seketika membeku.
"Die Armee!" seru Prastya.
Sekar terdiam sejenak. Mendadak degub jantungnya menggebu-gebu. Mendengar tak ada respon dari Sekar, Prastya kembali mengulang katanya.
"Die Armee," barulah Sekar tersentak dan membalas dengan satu nama dengan nada lembut...
"Langit Pramaharja," gumamnya.
Prastya yang mendengar itu tersenyum puas begitupula dengan Langit.
"Done, buka penutup matamu sekarang My Lady," titah Prastya lalu menutup sambungan telpon itu begitu saja.
Setelah mengantongi kembali ponselnya di saku blazernya, Sekar dengan cepat membuka penutup mata itu. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali guna menyesuaikan penglihatannya.
Dan di detik ke dua pandangannya langsung tertumbuk pada satu sosok di hadapannya saat ini. Titik fokusnya hanya kepada satu sosok di hadapannya saat ini yang juga tengah menatapnya dengan mengunci pandangannya. Amarah sang ibu direktur itu kepada dua sahabatnya tadi seketika lenyap bak di sapu angin puting beliung. Tubuh Sekar kaku sekaku-kakunya. Bahkah untuk sekedar menarik nafasnya saja Sekar tak mampu melakukannya untuk sesaat. Dia, pria itu, pria yang Sekar sangat rindukan kini berada di hadapannya sekarang. Pria yang selalu mengisi mimpi-mimpinya setiap malam, Pria yang tidak pernah lengah dari ingatannya, salah satu nama yang selalu Sekar sebut dalam doanya bersanding dengan nama kedua orang tuanya serta deretan orang-orang spesial dalam hidup Sekar. Kini berada di hadapannya sekarang.
Sekar hanya dapat terdiam di posisinya menunggu Langit mendekatinya dengan langkah pelan. Ia sudah seperti seekor kancil yang sedang menunggu seekor singa yang akan memangsanya.
Setelah Langit mendekat dan hanya menyisakan jarak satu langkah kaki saja. Dengan perlahan Sekar mendongak menatap Langit. "Saya kembali My Lady," ucap Langit lembut namun tetap syarat akan ketegasana di nadanya.
Dan...tes, setetes air mata seketika luruh dari kedua bola mata indah milik wanita cantik itu dan langsung di hapus oleh Langit. Sekar memejamkan matanya meresapi hangatnya tangan Langit yang tengah merangkum kedua pipinya saat ini. Sedetik setelahnya tubuhnya sudah melayang masuk ke dalam dekapan Langit. Sekar terisak pelan tepat ketika Langit bergumam mengulang kalimat yang sama. "Saya di sini Ms. Persit,"
"Aku merindukanmu," balas Sekar cepat di sela isakannya dan pelukannya semakin erat di tubuh Langit.
Tanpa Sekar sadari tangan kanan Langit merogoh saku celana PDH-nya dan meraih sebuket bunga Rhododendron khas negara itu. Ia mendorong pelan tumbuh calon istrinya ini pemilik tunggal Rinka Collection sehingga wanita ayu itu kembali menatapnya. Jejak air matanya masih tertinggal di wajahnya.
Langit tersenyum lembut lalu segera menyodorkan sebuket bunga berwarna merah itu kepada Sekar. "Karena mawar putih sangat langka di Nepal maka sebagai gantinya saya bawakan Bunga Rhododendron ini untukmu," ucap Langit.
Sekar mengalihkan pandangannya ke arah bunga indah yang berada di hadapannya saat ini sejurus kemudian ia kembali menatap Langit. Netra kelabu indah itu kembali beradu setelah hampir satu bulan lebih bersekat dengan jarak. Langit tersenyum lalu mengangguk samar.
Tangan kanan Sekar terulur untuk mengambil alih bunga tersebut. Sedetik setelahnya matanya refleks terpejam ketika ia menghirup aroma bunga indah itu dengan nikmat. Hingga di dua menit setelahnya bola mata indah milik ibu bos cantik nan ayu itu terbuka dan ia kembali mendongak menatap Langit yang masih setia menatap calon istrinya ini.
Tangan kirinya refleks terangkat menyentuh wajah Langit seperti ingin memastikan bahwa ibu bos itu sedang tidak berhalusinasi karena ia sangat membutuhkan Langit saat ini di sisinya. Setetes air mata kembali luruh di kedua pelupuk mata Sekar ketika ia memastikan bahwa ini adalah nyata, ini Langitnya, Prianya, calon suaminya. Sekar tak dapat menahan bendungan airmatanya lagi. Dan keyakinan itu di perkuat ketika ia merasakan dahinya menghangat karena Langit mengecupnya dengan lembut lalu berbisik."Don't cry sayang," bisik Langit pelan.
Sekar tak sanggup lagi menahan isakannya ia spontan berhambur kepelukan Langit. kembali Memeluk pria gagah nan rupawan ini dengan erat sembari masih terisak kecil.
"Ich Lieben Dich My Lady," bisik Langit sembari mengelus punggung Sekar lembut. Dan Sekar meresponnya dengan lebih mengeratkan lingkaran tangannya di pinggang Langit.
❄Chandra BhayaSingka❄
Dan tanpa Sekar sadari kedua sahabatnya itu juga ikut memperhatikan sepasang sejoli itu dengan ekspresi yang berbeda-beda. Prastya yang memasang senyum khasnya sementara Zulfa yang terbawa suasana ikut meneteskan kristal bening dari kelopak matanya. Sedetika setelahnya ia tersentak dan buru-buru melirik Prastya sekilas yang masih menatap ke arah depan sana. Dengan gerakan secepat kilat ia menyerka jejak air matanya lalu menghela nafas lega seraya tersenyum manis.
Namun sejurus kemudian Prastya sudah mengalihkan pandangannya menjadi menatap wajahnya dari samping. Merasa di perhatikan Zulfa dengan gerakan secepat kilat menoleh ke sisi kanannya. Dan....Damn. Dentuman jantung milik Zulfa kembali menggebu-gebu ketika netra kelabu milik mereka berdua kembali beradu.
"Apa!" tanya Zulfa retorik berusaha menutupi kedua pipinya yang seketika merona.
Prastya tersenyum lalu berbisik. "Misi kita sudah selesai dalam hal ini, Sekarang kita tinggalkan Duke and Duchess Pramaharja itu, aku ingin menyelesaikan misiku juga," ucap Prastya.
Zulfa menatap Prastya dengan tatapan seolah-olah sahabatnya itu adalah predator kelas kakap. Membuat Prastya tertawa ringan dan Zulfa tersentak dengan mengerjapkan matanya. "Yasudah selesaikan-lah," sahut Zulfa acuh tak acuh.
"Bersama kau," balas Prastya cepat yang sukses membuat Zulfa melongo menatapnya tak percaya.
"Tidak aku tak bisa ikut, kerjaanku masih banyak Pras," elak Zulfa.
"Terserah kau, berarti kau memilih opsi ke dua, terakhir aku membopong seorang wanita judes itu dua tahun yang lalu ketika dengan selebornya ia menyebrang tak hati-hati hingga tubuhnya tersenggol motor," balas Prastya santai. "Bagaimana mau merasakannya lagi? Misiku tak akan tuntas kalau kau tak ikut Nona Wulandari,"
Dan bertepatan dengan kalimat Prastya itu berakhir. suara Zulfa menggeram terdengar di indra pendengaran pria berwajah tampan serta senyum menawan itu. "Kau....pras," Zulfa tergagap membuat Prastya setengah mati menahan tawanya. "Sebenarnya misi apa yang ingin kau selesaikan kenapa aku harus ikut," ujar Zulfa dengan nada kesal.
"Memperjuangkan dan menjemput calon Viscountess-ku," sahut Prastya cepat masih dengan menatap Zulfa namun ketika kalimat ini menguar di udara pria itu terlihat sangat serius mengatakannya seraya menatap manik mata coklat pekat indah milik ibu manager HRD RC itu.
Zulfa terhenyak di pijakannya ia cukup syok mendengar kalimat itu meluncur bebas dari bibir sahabat karibnya ini. Hingga butuh sepuluh detik untuk Zulfa mengumpulkan suaranya yang tiba-tiba saja tercekat di tenggorokannya. Hingga ibu manager HRD itu perlu berdehem cukup keras lalu ingin membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu lagi namun Prastya yang paham lebih dulu kembali membuka suaranya.
"Aku yakin kau pernah dengar ini, salah satu ulama besar pernah mengatakan, menikahlah dengan sahabat karibmu maka kau akan merasakan kehidupan surga di dalam rumah tanggamu," bisik Prastya lembut tepat di telinga Zulfa yang tertutup hijab berwarna cream.
Thanks For Your Apreciation
22 Juni 2022
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
