Pesona Single Mommy BAB 1-10

2
0
Deskripsi

Blurb

Lavelle harus menelan pil pahit ketika hamil dari pria yang tak dikenalnya.

Sudah berusaha mencari pria itu, tetapi sayangnya pria itu bak ditelan bumi.

Terpaksa Lavelle melahirkan anak tanpa suami dan membesarkannya sendiri.

Sebagai ibu satu anak, dia masih sangat cantik. Banyak pria yang menyukainya. Sayangnya, dia tidak bisa membuka hati.

Lima tahun berlalu, dia kembali dipertemukan dengan pria yang pernah tidur dengannya.

“Apa kamu tidak mengenali aku?” tanya Lavelle.

“Apa kita pernah bertemu...

BAB 1 Aku Hamil

“Aku hamil, Pa.” 

Lavelle akhirnya memberanikan diri mengatakan pada papanya. Dia tidak punya pilihan lain. Tak sanggup menahan sendiri beban hidupnya. 

Varel membulatkan matanya. Rahangnya mengeras ketika mendapati putri semata wayangnya hamil sebelum menikah. 

“Siapa pria yang menghamilimu?” 

“Aku tidak tahu, Pa.” 

Lavelle menundukkan kepalanya. Berdiri dengan cemas di depan meja kerja sang papa. Dia merasa benar-benar takut melihat papanya yang duduk di kursi kerjanya. Jari jemarinya saling bertautan berharap dapat menguatkan dirinya sendiri. 

“Apa kamu bilang?” Varel memukul meja. Kemarahannya meluap ketika mendapati jawaban sang putri. 
“Bagaimana bisa kamu tidak tahu siapa pria yang menghamilimu?” Dia masih tidak habis pikir dengan anaknya. 

Sejujurnya Lavelle tahu dengan siapa dia tidur malam itu. Leonardo Hardin, anak dari pemilik restoran Italia yang didatangi waktu itu. Malam itu, dia bergabung minum dengan Leo. Saat mabuk, karyawan Leo mengantarkan mereka ke apartemen Leo. Malam itu mereka berdua menghabiskan malam bersama. 

Lavelle sadar jika ini kesalahannya juga, karena mau minum dengan pria asing. Karena itu akhirnya dia memilih melupakan semua. Pulang dan tak mencari pria itu lagi. 

Sebulan berlalu, ternyata Lavelle hamil. Hal itu membuatnya berubah pikiran. Dia mencari kembali pria yang tidur dengannya itu. Sayangnya, restoran Italia itu kini bukan milik Leo lagi. Restoran itu sudah beralih tangan pada kakak tiri Leo. 

Saat Lavelle menanyakan keberadaan Leo. Tak ada satu pun yang tahu. Kakak tiri Leo juga sudah berusaha mencari Leo. Namun, tetap tidak menemukan. Leo hilang bak ditelan bumi. 

“Aku tidak tahu, Pa. Waktu itu aku mabuk, dan saat aku bangun, pria itu sudah tidak ada.” 

Saat Leo tak dapat ditemukan, terpaksa Lavelle mengatakan jika dia tidak tahu siapa pria yang tidur dengannya. Biarlah hanya dirinya saja yang tahu siapa ayah dari anak yang dikandungnya itu. Dari pada harus susah payah mencari lagi.

Verel mengepalkan tangannya. Anaknya benar-benar menguji kesabarannya. Dia sudah berkali-kali melarang anaknya untuk mabuk, tetapi anaknya tidak mau mendengar. 

“Kalau begitu gugurkan.” 

Anaknya baru saja bekerja di perusahaan. Jika sampai hamil, tentu saja itu akan mengganggu kariernya. 

Lavalle membulatkan matanya. Begitu terkejut mendengar permintaan papanya. “Kenapa harus digugurkan?” Lavelle masih tidak habis pikir dengan pikiran papanya. 

“Kamu baru bekerja. Masa depanmu masih panjang. Jadi lebih baik kamu gugurkan saja agar tidak mengganggu kariermu. Lagi pula kamu tidak tahu siapa ayah bayi itu. Untuk apa kamu pertahankan.” 

Pria memang selalu berpikir dengan logikanya. Begitulah pikiran Lavalle dengan apa yang dipikirkan papanya. Berbeda dengannya yang berpikir dengan hati. Lavelle merasa jika dia sudah melakukan kesalahan sekali. Jadi dia tidak mau menggugurkan kandungannya dan membuat kesalahan lagi. 

“Aku tidak bisa menggugurkannya, Pa.” Lavelle menolak tegas permintaan papanya. 

Varel segera berdiri dari kursi yang didudukinya dan segera menghampiri Lavelle. 

“Apa kamu sadar dengan yang kamu katakan, Velle?” Varel menarik tangan putrinya untuk membuat Lavelle menatap ke arahnya. 

“Aku tidak mau menggugurkan kandungan ini, Pa.” Cairan kristal lolos begitu saja dari mata indah Lavele. Membasahi pipinya. 

“Apa kamu gila? Apa kamu mau melahirkan anak tanpa suami?” Varel menggoyang-goyangkan lengan putrinya. Berharap putrinya sadar dengan ucapannya itu. 

“Aku sudah melakukan kesalahan dengan tidur dengan pria itu, lalu apa aku harus melakukan kesalahan lagi dengan menggugurkan anak tak berdosa ini?” Lavelle memberanikan diri menatap papanya. 

Varel mengembuskan napasnya kasar. Sungguh anaknya tidak bisa berpikir jernih sama sekali. “Menggugurkannya adalah keputusan paling benar, karena kamu akan menghilangkan kesalahanmu. Ini hanya semacam kamu menulis sesuatu di kertas, lalu saat salah kamu menghapusnya.” Varel masih terus meyakinkan anaknya. “Apa kamu mau hidup dengan melihat kesalahanmu seumur hidup. Melihat anak yang entah siapa ayahnya? Apa kamu mau hidup seperti itu?” Varel memegangi bahu Lavelle. Berusaha meyakinkan Lavelle. 

Lavelle hanya bisa menangis. Dia ragu dengan yang akan dilakukannya. Rasanya berat jika harus menggugurkan kandungannya. Namun, membayangkan membesarkan anak tanpa ayah, dia juga tidak sanggup. 

“Dengar, papa akan siapkan semuanya. Papa akan carikan dokter terbaik agar kamu tidak merasa sakit. Setelah itu hiduplah dengan baik. Lupakan semua yang terjadi.” 

Lavelle kembali terisak. Dia akhirnya mengangguk. Setuju dengan yang diminta papanya. 

Varel langsung membawa sang anak ke dalam pelukan. Berusaha untuk menenangkannya. Dia harus mengambil keputusan ini agar masa depan anaknya tidak terganggu. 

*** 

Setelah sepakat untuk menggugurkan kandungan, akhirnya hari ini Lavelle pergi ke klinik. Papanya tidak bisa menemani, karena itu Lavelle ditemani oleh asisten sang papa. 

Ternyata klinik tempatnya akan melakukan aborsi adalah klinik bersalin. Beberapa ibu hamil tampak datang untuk memeriksakan kandungan. Melihat ibu-ibu dengan perut besar itu membuat Lavelle memikirkan apakah dia juga akan seperti itu jika anaknya tidak digugurkan. Refleks Lavelle memegangi perutnya. Merasakan kehadiran anak di dalam kandungannya itu. 

“Atas nama Pak Varel. Sudah membuat janji tadi.” 

Saat sang asisten sedang bertanya pada perawat, Lavelle masih melihat sekitar. Memerhatikan ibu hamil di sekitarnya. 

“Mari.” Perawat langsung mengantarkan Lavelle dan asisten ke ruangan belakang. 

Lavalle mengikuti perawat. Ternyata ruang aborsi berada di ruang paling belakang. Jauh dari keramaian ibu hamil yang tadi dilihat oleh Lavelle. 

“Tunggu di sini dulu. Saya akan beri tahu dokter.” 

Lavelle dan asisten sang papa duduk menunggu. Sepanjang menunggu jantung Lavelle berdegup kencang. Rasanya takut harus menggugurkan kandungannya. 

“Aku mau ke toilet dulu.” Lavelle yang gugup membuat kandung kemihnya penuh. 

“Silakan.” 

Lavelle segera mencari toilet di klinik tersebut. Karena tidak tahu ruangan di klinik, dia justru tersesat ke ruangan bayi. 

Lavelle menghentikan langkahnya. Tangannya memegangi kaca pembatas di ruang. Bayi-bayi itu tampak menggemaskan. 

Hati Lavelle seketika merasa sakit, membayangkan jika anaknya harus digugurkan. Anak tak berdosa itu harusnya tidak menanggung kesalahan orang tuanya. 

“Aku tidak mau menggugurkannya.” Seketika Lavelle berubah pikiran. Tak mau membunuh anaknya sendiri. 

Dengan langkah cepat, Lavelle segera pergi dari klinik tersebut. Mengurungkan niat untuk menggugurkan anaknya. Dia ingin melahirkan dan merawat anaknya.

Asisten yang bersama Lavelle merasa Lavelle begitu lama sekali ke toilet. Sampai perawat meminta masuk pun Lavelle belum kembali. Dengan segera sang asisten mencari keberadaan Lavelle. 

Mencari di toilet, ternyata Lavelle tidak ada di sana. Sang asisten pun mencari ke seluruh klinik. Siapa tahu memang Lavelle sedang ke ruangan lain. Namun, sayangnya Lavelle tidak ada di klinik.

“Pak, Nona Lavelle kabur.” Sang asisten pun terpaksa memberitahu Varel jika putrinya pergi. 

“Cari dia sampai dapat. Seret dia kembali ke klinik.” Varel di seberang sana benar-benar murka. Lagi dan lagi, anaknya tidak mendengarkannya.

*

*

*

BAB 2 Pulanglah

“Ukas, cepat keluar, sarapan dulu.” Lavelle memanggil putranya sambil melekatkan makanan di atas meja. 

“Iya, Mommy.” Suara riang terdengar dari dalam kamar. 

Anak laki-laki di dalam kamar segera meraih tasnya dan keluar dari kamar. Menghampiri sang mommy yang berada di meja makan. 

“Selamat pagi, Mom.” Lukas menyapa sang mommy. Senyum manisnya menghiasi wajah tampannya. 

Lavelle mendaratkan kecupan di puncak kepala putranya. Senyuman Lukas menular padanya. Hingga membuatnya ikut tersenyum. 

Lukas Hardin, putra yang dilahirkan Lavelle lima tahun lalu adalah alasannya bertahan hidup sampai detik ini. Sejak lari dari klinik aborsi kala itu, Lavelle memutuskan untuk pergi ke Inggris dan melahirkan putranya sendiri. Dia menjaga anaknya seorang diri di negeri kerajaan ratu Elisabet itu. 

Lavelle tidak pernah menyesali keputusannya. Apalagi putranya begitu tampan dengan mata biru. Percampuran antara Lavelle dan Leo. Lukas tumbuh dengan baik dan memberikannya kebahagiaan. 

Lukas kini berusia lima tahun. Dia sudah masuk sekolah taman kanak-kanak. Terbiasa hidup berdua dengan mommy-nya, Lukas tumbuh mandiri. Anak lima tahun itu tidak pernah rewel. 

“Mommy bawakan bekal. Ingat jangan tergoda dengan bekal temanmu.” Lavalle memasukkan bekal ke dalam tas Lukas sambil memberikan peringatan pada putranya. 

Bulan lalu, Lukas harus dilarikan ke rumah sakit ketika makan kue dengan selai kacang. Selama ini Lukas alergi dengan kacang-kacangan. Setiap makan kacang-kacangan dia sesak napas. Jadi Lavelle menghindari kacang-kacangan. 

“Siap, Mommy.” Lukas menjawab sambil memberikan hormat. Senyuman manis pun menghiasi wajah tampannya. 

Melihat senyuman itu membuat Lavelle gemas. Hingga mendaratkan kecupan di pipi putranya itu. 

“Cepat makan, Mommy harus bersiap dulu.” 

“Iya, Mom.” Lukas mengangguk. 

Lavelle mengayunkan langkah ke kamarnya. Dia harus segera bersiap. Sejak memutuskan kabur dari klinik kala itu, Lavelle menetap di Inggris. 

Keberuntungan pun seolah menghampiri Lavelle. Dia mendapatkan pekerjaan di toko kue di Inggris. Kebetulan pemiliknya masih keturunan Indonesia. Jadi mereka menyambut Lavelle dengan tangan terbuka. 

Saat sudah selesai bersiap, Lavelle segera keluar dari kamarnya. Menghampiri anaknya yang sudah selesai makan. 

“Ayo kita berangkat.” Lavelle mengulurkan tangan pada anaknya. 

Lukas dengan semangat langsung meraih tangan sang mommy. 

Mereka berdua segera keluar dari rumah. Setiap pagi Lavelle selalu mengantarkan Lukas untuk sekolah lebih dulu. Lukas mengambil sekolah full day. Jadi akan pulang saat sore hari. Jadi saat siang, Lavelle bisa bekerja dengan tenang. 

Lavelle dan Lukas menaiki bus double dekker-alat transportasi dari negeri kerajaan Inggris itu. Pemandangan kota dengan bangunan-bangunan kuno menjadi pemandangan indah ketika bus melintas. 

Setelah mengantarkan Lukas, Lavelle segera ke toko kue Ciaciatos, tempatnya bekerja. Dengan semangat Lavelle bekerja. Orang-orang0 sekeliling yang baik, membuatnya betah kerja di sini. Sudah enam tahun lamanya, dia bekerja di sini. 

“Selamat datang di toko Ciaciatos.” Lavelle menyambut pengunjung yang baru saja membuka pintu. Lonceng yang berbunyi ketika pintu terbuka itu memang memudahkan karyawan mengetahui pengunjung datang. 

Lavelle yang selesai meletakkan kue di dalam etalase segera mengalihkan pandangan pada pengunjung. Namun, alangkah terkejutnya ketika melihat pria paruh baya berdiri di depannya. 

“Papa.” 

Lavelle melihat papanya yang berdiri tepat di depan etalase. Tampak papanya sudah jauh lebih tua dibanding terakhir dia bertemu. Rambut putih memenuhi rambutnya. Wajahnya yang sudah menua, mulai dihiasi kerutan. Mata tuanya pun sayu ketika melihat ke arahnya. Lavelle tidak menyangka papanya dapat menemukannya setelah sekian lama. 

Lavelle mengajak papanya duduk sudut toko. Menyajikan secangkir coklat dan kue. 

“Papa apa kabar?” tanya Lavelle memberanikan diri. 

“Seperti yang kamu lihat, papa sudah semakin tua.” 

Lavelle melihat jelas jika papanya sudah semakin tua. Enam tahun berlalu begitu saja sejak dia memutuskan kabur. 

“Kamu sendiri bagaimana kabarmu?” 

“Aku baik, Pa.” 

Varel mengangguk-anggukan kepalanya, dia melihat jelas jika anaknya baik-baik saja. Justru semakin cantik dan ceria. 

“Di mana sekarang anakmu?” 

Mendapati pertanyaan itu, Lavalle langsung terdiam. Tidak menyangka jika papanya akan langsung menanyakan anaknya. 

“Dia sedang sekolah, Pa.” 

“Berapa usianya sekarang?” 

“Lima tahun.” 

“Papa ingin bertemu.” 

Mendapati permintaan papanya itu, Lavelle meminta izin pada pemilik toko. Kemudian mengajak papanya untuk ke rumah. Meminta papanya menunggu karena harus menjemput anaknya lebih dulu. 

Lukas begitu terkejut ketika sampai rumah. Di rumah ternyata ada orang asing. Refleks dia bersembunyi di balik sang mommy. Takut ketika melihat orang asing. 

“Itu siapa, Mommy?” tanya Lukas. 

“Itu Opa Varel, opa Lukas.” 

“Seperti Opa Noah?” tanya Lukas. Opa Noah adalah suami dari pemilik toko kue. Mereka sudah menganggap Lukas seperti cucu sendiri. Jadi Lukas memanggil dengan sebutan ‘opa’ juga. 

“Iya.” Lavelle mengangguk. 

Varel tersenyum melihat cucunya. Cucunya begitu tampan sekali. Rasanya menyesal sekali pernah meminta anaknya menggugurkan cucunya itu. Varel segera berjongkok dan merentangkan tangan untuk menyambut cucunya. 

Lavelle meyakinkan Lukas untuk menerima pelukan hangat itu. Dengan segera Lukas mengayunkan langkahnya. Mendekat ke Varel dan masuk ke dalam pelukan Varel. 

Varel menangis ketika dapati cucunya di dalam pelukannya. Tidak menyangka anaknya yang nakal dapat membesarkan cucunya sampai sebesar ini. Cucunya pun tumbuh dengan baik. 

Lavelle menangis. Ternyata papanya menerima anaknya dengan baik. Tidak membencinya seperti yang dibayangkannya. 

Setelah pertemuan itu, Lukas begitu menempel pada opanya. Lukas yang tidak pernah bertemu keluarganya merasa bahagia sekali. Lavelle pun merasa senang, karena akhirnya ada anggota keluarga lain yang menyayangi Lukas. 

“Pulanglah bersama papa.” Varel menatap anaknya. “Papa mau di masa tua ditemani anak dan cucu. Jangan tinggalkan papa sendiri.” Varel menangis. Dia sudah lama tinggal sendiri. Rasanya rindu tinggal bersama anaknya. 

“Pa ....” 

“Apa Lukas mau ikut Opa ke Indonesia?” Varel menatap cucunya. 

“Mau-mau.” Varel begitu bersemangat sekali. Dia mau ikut dengan opanya. 

“Kamu mau pulang ‘kan?” Varel menatap putrinya lagi. 

“Iya, Pa.” Akhirnya Lavelle pun setuju untuk pulang bersama papanya. Jika papanya sudah menerima Lukas, tidak ada alasan Lavelle tidak pulang. 

Sejak memutuskan pulang, Lavelle merapikan barang-barangnya. Tak lupa dia juga berpamitan dengan pemilik toko. Karena mereka sudah banyak membantu.

“Terima kasih Bibi Cia.” Selama ini Bibi Cia yang membantu Lavelle. 

“Syukurlah papamu sudah menerimamu. Semoga kehidupanmu jauh lebih baik dari sekarang.” Bibi Cia ikut senang. Dia tahu perjalanan Lavelle. 

“Terima kasih, Bi.” Lavelle mengangguk. Dia berharap kehidupannya akan jauh lebih baik karena tinggal di tanah kelahirannya. 

“Lukas mau pulang ke Indonesia?” Noah-suami dari pemilik toko mengusap kepala Lukas dengan lembut. 

“Iya, Ukas mau ke Indonesia, Opa. Mau bertemu dengan daddy.” Dengan polosnya Lukas menjelaskan niatnya. Memang dari pertama kali mendapati tawaran opanya, dia berniat untuk bertemu dengan sang daddy. 

Lavelle seketika terdiam. Kesalahan terbesar yang dilakukannya ketika Lukas bertanya tentang daddy-nya adalah mengatakan jika sang daddy di Indonesia. Jadi ketika kini mereka akan Indonesia, pasti Lukas berpikir sang daddy ada di sana. 

Setelah ini sudah bisa dipastikan, Lavelle akan kesulitan untuk menjelaskan di mana keberadaan sang daddy, karena dia tidak pernah tahu di mana keberadaan Leonardo Hardin. 

Apakah Lavalle harus mencari Leo jika sudah seperti ini? 

*

*

*

BAB 3 Mencari Daddy

Lima bulan akhirnya Lavelle tinggal di Indonesia. Dia mulai bekerja di perusahaan papanya. Fresh-Fresh Market, perusahaan importir bahan makanan dari luar negeri. Bekerja kembali ke kantor membuat Lavelle begitu bersemangat sekali. Yang lebih membuat Lavelle bahagia adalah ketika anaknya juga betah tinggal di sini. Apalagi papanya begitu menyayanginya. 

“Ikutlah Papa ke pesta nanti. Papa mau kenalkan kamu ke temen-teman. Agar mereka tahu Papa punya anak yang cantik dan cucu yang tampan.” 

“Baiklah, aku akan ikut.” Lavelle ingin selalu ingin menuruti keinginan papanya. Apalagi di masa lalu, dia adalah pembangkang. 

Malam hari sesuai dengan keinginan Papa Varel, Lavelle dan Lukas ikut ke pesta. Lavelle cantik dengan gaun merah dengan belahan tinggi, sedangkan Lukas begitu tampan dengan setelah jas dan dasi kupu-kupu. Pria kecil itu tampak memesona.

Saat sampai pesta, Lavelle menggandeng papanya. Lukas yang berjalan di samping sang mommy pun menggandeng tangan sang mommy dengan erat. 

“Pak Varel.” Pria paruh baya, teman Varel menyambut kedatangan keluarga Varel dan Lavelle. 

“Selamat atas ulang tahun perusahaan Anda, Pak Jimmi.” Varel mengulurkan tangan. 

“Terima kasih atas kedatangannya.” Pak Jimmi mengalihkan pandangan pada Lavelle. “Ini anak Pak Varel?” tanyanya memastikan. 

“Iya, ini Lavelle, anakku, dan ini Lukas, cucuku.” Varel dengan bangga memperkenalkan pada temannya. 

“Lavelle.” Lavelle mengulurkan tangan pada pemilik pesta. 

“Jimmi.” Jimmi melayangkan tos pada Lukas. Kemudian beralih kembali pada Varel. “Pak Verel tidak bilang jika punya anak perempuan yang cantik sekali.” 

Varel tertawa. “Anakku tinggal di luar negeri, dan baru kembali.” 

Jimmi mengangguk mengerti. Pantas saja dia tidak pernah melihat Lavelle. 

“Mommy, aku mau pipis.” Lukas menarik gaun sang mommy. 

“Baiklah.” Lavelle mengangguk. “Pa, aku pergi dulu ke toilet.” Dia berbisik pada papanya. 

Varel mengangguk. Mengizinkan anak dan cucunya pergi. 

Dengan segera Lavelle menarik lembut tangan anaknya. Mengajaknya ke toilet. 

“Suaminya tidak ikut?” Jimmi menatap Varel ketika baru saja Lavelle pergi. Ingin tahu ke mana perginya suami Lavelle karena Varel hanya pergi dengan anak dan cucunya saja. 

“Dia single mommy.” Varel mengatakan apa adanya. Karena berharap anaknya akan segera mendapatkan suami. 

Jimmi mengangguk. Sepertinya jika anak dari Varel single, tentu saja cocok dengan anaknya. 

“Jika dia single, kenapa tidak dijodohkan dengan anakku.” Jimmi memberikan ide. 

“Ide bagus.” Varel senang mendengar ide itu. 

Di tempat lain, Lavelle menemani anaknya ke toilet. Sayangnya, karena anaknya laki-laki, dia tidak bisa masuk dan menamani. 

“Ukas bisa sendiri?” tanya Lavelle. 

“Bisa, Mom. Ukas sudah besar. Jadi bisa.” Lukas meyakinkan sang mommy. 

Lavelle tersenyum. “Kalau begitu Mommy akan tunggu di sini.” Dia membelai lembut kepala sang anak. 

Lukas mengangguk. Kemudian segera masuk ke toilet. Saat di dalam toilet, dia mencari toilet khusus anak-anak. 

“Hai, Boy, sedang cari apa?” 

Mendapati pertanyaan itu, Lukas mengalihkan pandangan. Seorang pria berdiri di depannya. Pria itu baru saja menyelesaikan buang air kecil. 

“Mencari toilet anak-anak, Uncle.” Lukas dengan berani bertanya. 

“Itu.” Pria itu menunjuk ke ujung di mana toilet anak-anak. 

“Terima kasih, Uncle.” Lukas dengan segera mengayunkan langkahnya untuk ke toilet anak-anak. 

Leo tersenyum ketika melihat pria kecil yang begitu berani ke toilet sendiri. Leo segera ke wastafel untuk mencuci tangannya. Sambil mencuci tangan, dia masih memerhatikan pria kecil tadi. Dia mengerjakan sendiri semuanya. Membuatnya kagum. 

Lukas yang sudah selesai segera ke wastafel. Berniat mencuci tangannya. 

“Kamu pintar sekali.” Leo tak sabar untuk memuji anak kecil di depannya itu. 

“Pintar apanya, Uncle?” Lukas bingung dengan ucapan pria di depannya. 

“Kamu bisa ke toilet sendiri.” Leo memperjelas pujiannya untuk apa. 

“Mommy bilang aku harus bisa sendiri karena Mommy tidak bisa masuk ke toilet laki-laki.” Lukas mencoba menjelaskan. 

Dahi Leo berkerut dalam. Dia mencoba mencerna ucapan anak kecil di depannya itu. “Memang daddy-mu ke mana, kenapa tidak menemani jika mommy tidak bisa?” Leo semakin tertarik dengan obrolan ringan ini. Apalagi anak di depannya sangat interaktif. 

“Kata mommy, dia sedang mencari daddy.” 

“Memang daddy-mu ke mana?” tanya Leo. Dia menyelipkan tawa di pertanyaannya. 

“Daddy dipindah kerja dari kantor, dan tidak tahu dipindah ke mana.” 

Leo merasa sedikit aneh kenapa daddy-nya dipindah tugaskan mommy-nya tidak tahu. Setahunya, pasti perusahaan akan memberitahu ke mana karyawan dipindahkan. Namun, Leo tidak mau ikut campur terlalu banyak. Bisa jadi itu hanya alasan mommy Lukas saja.

“Semoga daddy-mu dapat segera ditemukan.” Leo mengusap kepala Lukas. Kemudian mengayunkan langkahnya. 

“Uncle.” Lukas memanggil Leo yang hendak keluar. 

“Iya.” Leo berhenti dan berbalik kembali. 

“Tidak ada tangga, bisakah bantu aku cuci tangan?” Lukas menatap Leo penuh harap. 

Leo tersenyum ketika melihat hal itu. Permintaan kecil itu membuat hatinya senang. 

“Tentu saja aku akan membantumu.” 

Leo segera berbalik lagi. Berjalan ke arah Lukas lagi. Kemudian mengangkat tubuh mungil Lukas. 

Lukas mencuci tangannya setelah diangkat oleh Leo. 

“Jika nanti aku sudah menemukan daddy, aku akan meminta mengangkat aku seperti Uncle mengangkat aku.” Lukas berceloteh ketika mencuci tangan. 

“Kalau begitu temukan daddy-mu segera.” Leo menurunkan tubuh mungil Lukas. 

“Tentu saja aku akan menemukannya.” 

Leo segera mematikan keran air dan mengambil tisu untuk mengusap tangan Lukas yang basah. 

“Jika sudah temukan daddy-mu. Katakan padaku.” Leo begitu penasaran dengan daddy anak kecil di depannya. Pria seperti apa yang memiliki anak sepintar ini. 

“Tentu saja aku akan mengatakan pada Uncle.” Lukas mengangguk. 

“Baiklah, sudah selesai.” Leo sudah selesai mengeringkan tangan Lukas. 

“Terima kasih, Uncle.” Lukas segera berlalu pergi. 

“Boy,” panggil Leo lagi. 

Lukas berhenti dan memutar tubuhnya lagi. “Iya.” Dia menatap Leo. 

“Siapa namamu?” Leo penasaran sekali. 

“Ukas.” Lavelle yang mendengar suara anaknya segera memanggil. 

“Iya, Mommy.” Lukas menjawab mommy-nya dulu. Baru menjawab pertanyaan Leo. “Namaku Lukas Hardin.” Dia segera melanjutkan langkahnya. Kali ini dia berlari agar mommy-nya tidak lama menunggu. 

“Lukas Hardin?” Leo tersenyum. Ternyata nama belakangan sama dengannya. Rasanya dejavu ketika mengetahui namanya mirip dengannya. 

Lavelle melihat ke arah anaknya yang baru saja keluar dari toilet. Menyambut sang anak yang menghampirinya. 

“Ukas bicara dengan siapa?” Lavelle penasaran sekali. 

“Dengan uncle yang membantu Ukas cuci tangan, Mommy.” Lukas menjelaskan pada sang mommy. 

Lavelle melihat ke arah pintu toilet . Melihat siapa tahu pria yang menolong Lukas keluar. Jadi dia bisa berterima kasih.

Bersamaan dengan Lavelle yang menunggu, Leo yang penasaran dengan mommy Lukas, segera mengayunkan langkahnya ke pintu toilet. Ingin melihat mommy Lukas. Mengingat Lukas begitu tampan, dia yakin mommy-nya pasti cantik. 

“Leo.” 

*

*

*

BAB 4 Melihat Leo

Saat mendengar namanya dipanggil, Leo segera memutar tubuhnya. Suara itu berasal dari dalam toilet dan Leo tahu suara siapa itu. Benar saja. Beberapa saat kemudian seseorang keluar dari dalam toilet.

“Apa Pak Jack sudah selesai?” Leo segera menghampiri Jack, atasannya.

Sejak tadi, dia memang menemani atasannya itu untuk mengganti baju. Atasannya merupakan anak dari pemilik acara pesta malam ini. CEO PT Ice Fresh, perusahaan food industry.

“Ini.” Jack memberikan baju yang tadi dipakai. Dia baru saja pulang berlibur, karena itu dia meminta Leo menyiapkan baju dan membawanya ke pesta.

Dengan segera Leo menerima baju yang diberikan Jack. Sebagai asisten pribadi, Leo harus selalu sigap. Memastikan jika atasannya selalu bekerja tepat waktu.

“Apa sudah rapi?” Jack melihat dirinya dari pantulan kaca.

Leo ikut mengalihkan pandangan saat mendapatkan pertanyaan itu. “Sudah rapi, Pak.” Memberikan pendapatnya.

Jack kembali merapikan rambutnya. Memastikan penampilannya rapi sebelum masuk ke pesta. Tak mau membuat malu sang papa di acara besar. Jika bukan pesta ulang tahun perusahaan, mungkin dia tidak akan datang. Mengingat baru saja dia pulang berlibur.

“Baiklah, aku akan temui papa kalau begitu.” Jack segera mengayunkan langkahnya keluar dari toilet. Namun, tiba-tiba langkah Jack terhenti. Dia memutar kembali tubuhnya untuk menatap Leo. “Masukan bajuku ke dalam mobil saja!” Dia memberikan perintah pada Leo.

“Baik, Pak.” Leo mengangguk. Baru saja mengayunkan langkah, tiba-tiba dasi milik Jack yang dibawa, terjatuh. Terpaksa dia berhenti lebih dulu. Merapikan pakaian yang dibawanya agar tidak tercecar.

Jack terus mengayunkan langkahnya. Tepat saat keluar dari toilet, dia melihat wanita cantik dengan seorang anak berada di depan toilet.

‘Cantik,’ puji Jack dalam hati. Langkahnya terus diayunkan melewati wanita tersebut.

Lavelle melihat reaksi sang anak yang tampak diam saat melihat pria yang keluar dari toilet. Artinya bukan pria itu yang membantu anaknya untuk cuci tangan. Jadi dia tidak perlu berterima kasih pada pria itu.

“Ayo.” Akhirnya Lavelle pun mengajak anaknya untuk kembali ke pesta. Sepertinya dia mengurungkan niatnya untuk berterima kasih pada pria yang membantu anaknya. Karena pria itu tak kunjung keluar.

Lukas mengangguk. Mengikuti permintaan mommy-nya. Dia menggandeng sang mommy dan berjalan beriringan dengan sang mommy.

Tepat saat langkah Lavelle diayunkan, Leo keluar dari toilet. Dari kejauhan Leo melihat Lukas yang sedang digandeng oleh seorang wanita. Leo yakin jika dia adalah mommy Lukas. “Dari belakang saja tampak cantik.” Leo memuji mommy Lukas.

Saat Lukas dan mommy-nya berbelok ke pesta, Leo berbelok ke area tempat parkir. Jadi mereka tidak sempat berpapasan.

Lavelle bergabung dengan sang papa. Jika tadi sang papa bersama dengan Pak Jimmi saja, kali ini dia bersama dengan pria lain. Pria itu adalah pria yang sempat dilihatnya di toilet tadi.

“Kalian sudah kembali.” Varel menyambut anak dan cucunya.

“Iya, Pa.” Lavelle mengangguk.

Jack yang melihat Lavelle begitu terkejut. Ternyata wanita cantik yang ditemui di toilet tadi adalah anak teman papanya.

“Jack, kenalkan, ini anak dan cucuku.” Varel memperkenalkan Lavelle dan Lukas.

“Tadi kita sudah bertemu di toilet.” Jack tersenyum. Kemudian mengulurkan tangannya. “Jack.” Dia mengenalkan dirinya.

Lavelle ingat jika pria di depannya adalah pria yang ditemuinya di depan toilet. Pria yang dikiranya orang yang membantu anaknya. “Lavelle.” Lavelle menerima uluran tangan.

“Hai, jagoan, siapa namamu?” Jack menatap ke bawah. Menatap Lukas yang berada di sebelah Lavelle.

“Lukas.” Lukas menjawab namanya.

“Jack ini adalah putra dari Pak Jimmi. Dia CEO di Ice Fresh.” Varel memberitahu Lavelle seraya menyebutkan perusahaan dari orang tua Jack. “Dia masih belum menikah.” Varel menggoda putrinya. Berharap putrinya bisa membuka hati.

Mendengar penjelasan dari papanya hanya bisa membuat Lavelle tersenyum. Papanya begitu bersemangat sekali memperkenalkan Jack. Entah apa tujuan papanya memperjelas status Jack. Padahal dia tidak bertanya.

“Lukas, mau es krim?” Jimmi menatap Lukas. Dia berniat mengajak Lukas agar anaknya bisa mendapatkan kesempatan mengobrol dengan Lavelle.

“Opa Jimmi punya banyak es krim, ayo kita ambil.” Varel mengulurkan tangannya. Bak gayung bersambut ajakan Jimmi itu ditangkap Varela dengan baik. Dia tahu jika Jimmi sengaja mengajak cucunya.

“Aku mau es krim.” Lukas setuju. “Mommy, aku ikut opa ambil es krim dulu.” Lukas menatap sang mommy.

“Pergilah, Sayang.” Lavelle mengangguk. Memberikan izin sang anak. Dia melihat jelas anaknya begitu bersemangat.

Lukas akhirnya pergi bersama dengan opanya. Kini tinggal Lavelle dan Jack saja yang berada di tempat itu. Lavelle sedikit canggung karena ini adalah kali pertama bertemu dengan Jack. Jadi tidak tahu harus membicarakan apa.  

“Aku dengar kamu sekarang jadi CEO di perusahaan papamu.” Jack membangkitkan obrolan ketika bersama dengan Lavelle. Berharap obrolan itu dapat membuatnya dekat dengan wanita cantik di depannya itu.

“Iya, hanya saja aku harus belajar banyak. Masih belum punya banyak pengalaman.”

“Semua memang perlu proses. Nanti berjalannya waktu, pasti kamu akan bisa mendapatkan pengalaman.” Jack mencoba memberikan semangat.

Mereka berdua asyik mengobrol bersama. Jack menceritakan sedikit pengalamannya menjadi CEO. Karena Lavelle masih baru dalam dunia bisnis, dia pun mendengarkan dengan baik. Siapa tahu ada hal yang bisa dia pelajari.  

Di tempat lain, Lukas asyik menikmati es krimnya duduk bersama sang opa. Pria kecil itu makan es krim rasa coklat kesukaannya. Tampak begitu lahap menikmati es krimnya.

“Pak, ada pemilik Adion, ayo kita temui mereka.” Jimmi yang melihat seseorang yang datang pun memberitahu Varel. “Aku akan panggil asisten Jack untuk menemani Lukas.” Jimmi segera mengedarkan pandangan mencari Leo. Saat melihat Leo, dia memberikan isyarat untuk mendekat.

Dengan sigap, Leo menghampiri atasannya. “Ada yang bisa saya bantu, Pak.”

“Tolong temani cucu temanku, aku mau menemui pemilik Adion.”

Leo segera mengalihkan pandangan. Ternyata anak yang harus ditunggunya adalah anak laki-laki yang tadi ditemui di toilet. Tentu saja dengan senang hati dia akan menemani. “Baik, Pak.” Leo mengangguk.

Akhirnya Varel dan Jimmi pergi. Meninggalkan Lukas bersama dengan Leo.

“Hai, Boy, kita bertemu lagi.” Leo menyapa Lukas.

“Uncle, mau es krim?” Lukas menyodorkan es krim pada Leo.

“Tidak, terima kasih.” Leo menggeleng.

Leo menemani Lukas yang asyik menikmati es krimnya. Sambil menikmati es krim, Lukas terus bercerita banyak hal termasuk dengan makanan apa saja yang disukainya. Leo pun dengan semangat mendengarkan cerita pria kecil itu.

“Dia bersamamu?” Jack yang menghampiri Lukas, justru mendapati Lukas bersama dengan Leo.

“Pak Jimmi sedang menemui pemilik Adion, Pak. Jadi meminta saya menemani Lukas.”

“Berikan kunci mobil, aku akan mengantarkan Lukas. Kamu bisa pergi.”

Mendapati perintah itu, segera Leo memberikan kunci mobil. Kemudian berlalu pergi, meninggalkan Lukas dengan Jack. Sambil mengayunkan langkahnya menjauh, dia melihat ke arah Lukas. Entah kenapa anak itu begitu menarik untuknya.

Lavelle berjalan ke arah anaknya dan Jack. Menghampiri dua laki-laki yang menunggunya. Senyum manis menghiasi wajahnya ketika melihat dua laki-laki itu. Namun, seketika senyum itu surut saat melihat seseorang yang dikenalkan berada tepat di belakang Jack dan Lukas.

“Leo.” Lavelle tidak menyangka jika dia melihat Leo di pesta ini.

Saat Leo tampak berjalan menjauh, dengan langkah cepat Lavelle mengejar. Menerobos kerumunan orang di pesta. Mencari keberadaan Leo yang sekilas dilihatnya tadi.

*

*

*

BAB 5 Pria Yang Dicari

Lavelle terus mengayunkan langkahnya mencari Leo, pria yang tidur dengannya enam tahun lalu, pria yang merupakan daddy Lukas.

Lavelle merasa jika yang dilihatnya tidaklah salah. Walaupun sudah enam tahun berlalu, tetapi dia masih mengingat wajah Leo.

Lavelle mencari di dalam pesta. Mencari di antara orang-orang yang sedang menikmati pesta. Sayangnya, pria yang dicarinya itu tidak ada di dalam pesta. Lavelle segera beralih mencari ke pintu keluar. Berpikir, siapa tahu Leo sudah keluar dari pesta. Lagi-lagi Lavelle harus kecewa, karena di pintu depan pun, dia tidak menemukan keberadaan Leo.

“Ke mana dia?” Lavelle mengembuskan napasnya kasar. Dia kesal kenapa tidak bisa mengejar dengan cepat. Hingga harus kehilangan jejak Leo.

“Lavelle.” Jack yang mengejar Lavelle memanggilnya.

Lavelle segera menoleh ke arah sumber suara yang memanggilnya. Dilihatnya Jack bersama dengan Lukas sedang menghampirinya. Hal itu membuat Lavelle tersadar jika baru saja meninggalkan Lukas karena mengejar Leo.

“Sayang.” Lavelle segera berjongkok untuk menghampiri Lukas. Memeluk anaknya karena merasa bersalah sudah meninggalkan anaknya di dalam pesta begitu saja. “Maafkan Mommy meninggalkan kamu.” Lavelle melepaskan pelukannya.

“Mommy ke mana? Ukas panggil, Mommy jalan terus.” Tadi, saat mengejar sang mommy dengan Jack, Lukas terus memanggil sang mommy. Sayangnya, Lavelle mengabaikannya.  

Tatapan Lukas yang begitu polos membuat Lavelle merasa bersalah. Harusnya dia tidak bersikap seperti itu pada anaknya. “Maaf, tadi Mommy hanya mengejar teman.”

“Lalu mana teman Mommy?” Lukas melihat ke sekitar. Mencari di mana keberadaan teman sang mommy.

“Dia sudah pergi. Nanti Mommy akan temui lain kali saja.” Lavelle membelai lembut wajah sang anak. Senyum manis menghiasi wajah Lavelle agar tidak membuat anaknya sedih. “Kita pulang,” ajaknya. Setelah mendapatkan anggukan dari anaknya, Lavelle yang berjongkok segera berdiri.

“Ayo aku akan antar.” Jack yang mendengar Lavelle ingin pulang, segera menawarkan diri.

“Tidak perlu. Aku bisa pulang dengan sopir.” Lavelle meraih tangan Lukas.

“Apa sopir tidak menunggu papamu?” Jack masih mencari celah agar Lavelle mau pulang dengannya.

“Papa sepertinya masih asyik juga di pesta. Jadi nanti sopir bisa segera kembali setelah mengantarkan aku. Lagi pula, kamu pemilik pesta. Tidak baik jika kamu pergi.” Lavelle sedang ingin sendiri saja dengan anaknya. Jadi dia menolak halus tawaran Jack.

Ini adalah pertemuan pertama. Jack tidak mau sampai Lavelle memiliki kesan buruk tentang dirinya jika memaksa. “Baiklah jika begitu.” Akhirnya Jack membiarkan Lavelle pulang dengan sopir.

Lavelle menghubungi sopirnya. Kemudian beberapa saat kemudian sopir datang. Lavelle segera berpamitan pada Jack dan segera masuk ke mobil. Jack harus merelakan Lavelle yang pulang dengan sopir. Mungkin lain kali dia akan mencoba mendekati Lavalle lagi.

Sesampainya di rumah, Lavelle mengganti baju anaknya. Menemani sang anak tidur sambil menceritakan dongeng sebelum tidur. Pelukan hangat pun diberikan pada tubuh mungil Lukas.

“Tadi, Ukas bertemu Uncle yang bantu di toilet saat makan es krim, Mommy. Dia lap mulut Ukas yang belepotan. Uncle baik sekali.” Di saat sang mommy berhenti membacakan cerita, Lukas menceritakan Leo yang tadi menemani makan es krim.

Lavelle tidak mendengarkan Lukas. Pikirannya melayang memikirkan tentang Leo. ‘Apakah benar tadi yang itu benar-benar Leo?’ tanyanya dalam hati.

Uncle tadi juga bercerita jika dia juga suka coklat seperti Ukas.” Walaupun sang mommy tidak mendengarkannya, Lukas terus bercerita. Namun, beberapa saat kemudian, Lukas menyadari jika mommy-nya tidak mendengarkannya. “Mommy.” Dia menggoyang-goyangkan tubuh sang mommy.

“Iya, Sayang?” Lavelle tersadar jika sudah mengabaikan anaknya. “Kamu tadi cerita apa?” Dia ingin tahu apa yang diceritakan anaknya.

“Ukas bilang, jika tadi bertemu dengan Uncle yang bantu di toilet. Dia menemani Ukas makan es krim.” Lukas menjelaskan pada sang mommy.

“Oh … ya? Dia baik sekali.” Lavelle tersenyum.

“Iya, dia baik sekali. Ukas berharap daddy akan sebaik uncle.” Lukas menyelipkan sedikit harapannya.

Mendengar harapan Lukas, membuat hati Lavelle terasa sakit. Dia sudah berjanji pada anaknya untuk mencari daddy-nya. Entah apa yang harus dilakukannya sekarang. Sampai detik ini saja dia tidak tahu keberadaan Leo.

“Iya, daddy pasti akan sebaik uncle.” Lavelle mendaratkan kecupan di puncak kepala Lukas. “Sekarang Lukas tidur dulu. Sudah malam.”

“Baik, Mommy.” Lukas segera memejamkan matanya.

Lavelle memeluk erat tubuh mungil anaknya. Rasanya, sedih ketika anaknya tumbuh tanpa seorang ayah. Kerinduan Lukas pada sosok ayah pun membuat hati Lavelle sakit. Ada rasa bersalah menyelinap di hati Lavelle.

***

“Halo.” Suara bass terdengar dari sambungan telepon.

“Siapa ini?” Lavelle tidak tahu nomor siapa yang menghubunginya itu.

“Aku Jack.”

Mendengar suara Jack membuat Lavelle memikirkan dari mana pria itu mendapatkan nomor teleponnya. “Ada apa, Jack?”

“Aku ingin mengajakmu makan siang. Apa kamu bisa?”

Mendapati tawaran itu, sejenak Lavelle teringat jika dia harus menjemput anaknya di jam makan siang. “Aku tidak bisa pergi denganmu untuk makan siang. Karena aku harus menjemput Lukas.”

“Bagaimana jika kita makan dengan Lukas juga?” Jack tetap berusaha untuk mengajak Lavelle bertemu. Sejak bertemu dengan Lavelle, pikirannya dihiasi wajah Lavelle.

Lavelle mendengar jika Jack begitu ingin sekali bertemu dengannya. Mengingat Jack adalah anak teman papanya, dia merasa tidak enak. “Baiklah, kita bisa makan siang dengan Lukas. Aku akan kirimkan alamat restoran.”

“Baiklah, aku tunggu.”

Setelah setuju dengan ajakan Jack, akhirnya Lavelle menjemput anaknya sebelum jam makan siang. Lavelle segera membawa anaknya ke restoran. Tempatnya bertemu Jack.

Di sana, dia menunggu Jack yang sedang dalam perjalanan ke restoran. Sayangnya, sampai di restoran, Lavelle terpaksa memesankan makanan lebih dulu untuk anaknya karena sang anak sudah lapar.

“Mommy, kita mau bertemu siapa?” tanya Lukas.

“Bertemu Uncle Jack.” Lavelle membelai lembut rambut anaknya.

Lukas menganggukkan kepalanya. Kemudian melanjutkan makan. Di saat anaknya sedang makan, Lavelle mencoba menghubungi Jack. Dari tadi pria itu tidak kunjung datang, padahal dia yang mengajak bertemu.

Uncle.” Tiba-tiba Lukas yang sedang makan memanggil seseorang.

Lavelle segera mengalihkan pandangan pada anaknya. Namun, sesaat kemudian dia mengalihkan pandangan ke arah anaknya memandang. Dari kejauhan, dia melihat Jack yang berjalan ke arahnya. Pikir, Lavelle anaknya memanggil ‘uncle’ pada Jack.

Uncle Leo.” Lukas melambaikan tangan lagi seraya memanggil orang yang dilihatnya.

Seketika panggilan itu membuat Lavelle mengalihkan pandangan ke arah anaknya. Nama itu sudah mengusiknya hatinya dari semalam. Jadi saat mendengar nama itu, pikian Lavelle tertuju pada pria yang dicarinya. Lavelle yang penasaran dengan pemilik nama itu segera mengalihkan pandangan ke arah di mana Lukas memandang.  Tampak seseorang di belakang Jack sedang melambaikan tangan pada Lukas. Karena tubuhnya tertutup tubuh Jack, dia tidak bisa melihat wajah pria itu. Lavelle sampai harus memiringkan kepalanya untuk melihat siapa orang pemilik nama ‘Leo’ itu. Berpikir, apakah ‘Leo’ yang dimaksud adalah orang yang sama.

“Leo.” Alangkah terkejutnya ketika ternyata orang yang melambaikan tangan pada Lukas adalah Leonardo Hardin. Pria yang dicarinya selama ini.

*

*

*

BAB 6 Apaka Kamu Mengenali Aku? 

“Hai, Ukas.” Leo menyapa Lukas. Senyum manis pria itu terlihat tampan sekali. 

Lavelle hanya terpaku melihat pria yang selama ini dicarinya sedang berjalan ke arahnya. Susah payah mencari pria itu, tetapi pria itu sekarang berada di depan matanya. Yang membuatnya lebih tercengang adalah pria itu menyapa anaknya. 

“Hai, Velle.” Jack yang berada tepat di depan Lavelle menyapa wanita itu. 

Sayangnya, Lavelle hanya diam saja ketika mendapatkan sapaan dari Jack. Pandangannya masih tertuju pada Leo yang berada di belakang Jack. 

Jack melihat ke arah belakang. Dilihatnya Leo sedang melambaikan tangan pada Lukas. Lukas sudah pernah bermain dengan Leo. Jadi wajar saja jika mereka begitu semangat saat bertemu kembali. 

“Shut ….” Jack memberikan peringatan pada Leo untuk diam. Tak mau mengganggu Lukas. Jack berpikir jika Lavelle tidak suka dengan apa yang dilakukan Leo. 

Seketika Leo pun menghentikan aksinya itu. Tak mau mencari masalah dengan atasannya itu.

“Velle.” Jack kembali memanggil. 

Panggilan itu kali ini menyadarkan Lavelle yang terpaku melihat Leo. Apalagi Leo sudah berhenti melambaikan tangan pada anaknya. 

“Hai, Jack.” Lavelle langsung menyapa Jack yang berada di depannya. 

“Maafkan asistenku membuat kamu tidak nyaman.” Jack menebak Lavelle yang tadi diam ketika melihat Leo. 

Jadi dia asisten Jack. 

Akhirnya Lavelle menemukan jawaban kenapa Leo bersama dengan Jack. Tidak pernah disangka Lavelle, Leo yang awalnya pemilik restoran kini menjadi asisten seorang CEO.

“Minta maaflah, kamu sudah membuat Lavelle tidak nyaman.” Jack memberikan peringatan pada Leo. 

“Maafkan saya sudah membuat Anda tidak nyaman.” Leo segera membungkukkan tubuhnya sedikit. Melakukan apa yang diperintahkan oleh Jack. 

Lavelle hanya termangu melihat Leo. Pria itu seolah tidak mengenali dirinya sama sekali. Tatapannya juga tampak seperti melihat orang asing. Tentu saja itu membuatnya merasa bingung. 

Apa dia lupa aku? Apa dia sengaja pura-pura? 

Pertanyaan itu menghiasi kepala Lavelle. Dia bingung kenapa pria yang menghamilinya dan yang telah memberikannya anak itu tidak mengenalinya sama sekali. 

Apa karena waktu itu kami dalam keadaan mabuk, jadi dia tidak mengenali aku?

Lavelle mengingat kala itu mereka mabuk dan tidak sadar. Belum lagi saat pagi hari, Leo langsung pergi saat kepergok kekasihnya. Jadi wajar pria itu tidak mengenalinya. Namun, sebelum bergabung minum. Mereka masih sadar dan masih berkenalan. Jadi pikir Lavelle, harusnya Leo mengenalinya. 

“Velle.” Jack memanggil Lavelle kembali. 

“Mommy.” Lukas yang melihat sang mommy hanya diam saja menarik baju sang mommy. 

Apa yang dilakukan Lukas itu membuat Lavelle kembali tersadar. Dia segera kembali pada Leo dan juga Jack. 

“Tidak apa-apa. Aku hanya terkejut saja ketika anakku mengenal pria asing.” Lavelle pun memberikan alasan agar Jack tidak curiga. “Mari duduk.” Lavelle pun mempersilakan Jack dan Leo untuk duduk. 

Jack segera menarik kursi di yang berada di seberang kursi Lavelle. Membuatnya duduk berhadapan dengan Lavelle. 

Leo memilih menarik kursi yang berada di sebelah meja yang dipesan Lavelle. Mendudukkan tubuhnya di sana. 

“Uncle Leo kenapa duduk di situ?” Lukas pun melemparkan pertanyaan itu. 

“Unlce—”

“Duduklah di sini. Masih ada satu kursi yang kosong.” Lavelle meminta Leo berpindah sambil memandang kursi yang berada di sebelah Jack. 

Leo ragu. Sejak menjadi asisten Jack dia tidak pernah duduk di samping atasannya itu. Hingga membuat Leo menatap atasannya lebih dulu. 

“Duduklah di sini.” Jack tidak punya pilihan selain meminta Leo duduk bersamanya. Padahal dia tidak suka jika bawahannya itu duduk bersama. Baginya, ada kasta yang harus dibedakan. Agar mereka para orang rendahan tidak besar kepala. 

Mendapati perintah atasannya, Leo pun berpindah ke kursi yang berada di samping Jack. Berhadapan dengan Lukas. 

“Uncle.” Lukas dengan senangnya menyapa Leo. 

Leo pun membalas sapaan itu dengan senyum manis di wajahnya. 

Lavelle melihat jelas bagaimana interaksi dua orang tersebut. Mereka berdua tidak tahu jika mereka sebenarnya adalah ayah dan anak. 

Jack langsung memanggil pramusaji. Mereka memang berniat makan bersama. Jadi mereka mau memesan makanan bersama. Pramusaji yang datang segera memberikan menu pada Jack dan Lavelle. 

“Kamu mau pesan apa Velle?” Jack menatap Lavelle. 

“Aku mau steak daging medium rare saja. Lukas pesan nasi goreng, tapi tolong jangan berikan kacang polong. Berikan dua orange jus saja.” Lavelle menyebutkan menu yang diinginkannya. 

“Baiklah.” Jack mengangguk. Dia segera beralih pada pramusaji. “Satu steak medium rare, satu steak rare, satu nasi goreng tanpa kacang polong dan ….” Dia menggantung ucapannya karena harus beralih pada Leo yang duduk di sebelahnya. “Kamu mau apa, Leo?” tanyanya. 

“Saya nasi goreng tanpa kacang polong juga.” Leo menyampaikan apa yang ingin dipesannya. 

“Jadi nasi goreng tanpa kacang polongnya dua dan empat orange jus.” Jack memberitahu pramusaji. 

Pramusaji langsung mencatat pesanan yang diminta oleh Jack. 

Lavelle menatap Leo. Dia memikirkan kenapa Leo juga tidak mau makan kacang polong. Apakah dia juga memiliki alergi seperti yang terjadi pada anaknya? Pertanyaan itu menghiasi kepala Lavelle. 

“Velle, bagaimana pekerjaanmu? Aku dengar kamu belum lama bekerja? Apa ada kendala?” Jack memecah keheningan dengan mengajak Lavelle untuk mengobrol. 

Lavelle yang sedang memandangi Leo pun segera beralih pada Jack. Tak mau membuat Jack curiga. “Semua aman. Aku masih harus belajar banyak tentang bisnis.” Dia menjawab pertanyaan Lavelle. 

Di saat Lavelle sedang mengobrol dengan Jack, Leo sedang menggoda Lukas. Hingga membuat anaknya itu tertawa. 

“Jika ada apa-apa, kamu bisa bertanya kepadaku.” Jack mengambil kesempatan untuk mendekati Lavelle. Alasan mengajari jelas hanya alibi. 

“Tentu saja aku akan bertanya padamu.” Lavelle menjawab, tetapi dia terus melirik Leo dan anaknya. Ayah dan anak itu tampak begitu akur sekali. 

Jack merasa terganggu sekali dengan Leo yang terus menggoda Lukas. Hingga, dia pun menyenggol kaki Leo untuk menghentikan aksinya itu. Seketika Leo pun menghentikan aksinya itu. Dia langsung mengerti apa yang diinginkan atasannya itu. 

Nasi goreng datang lebih dulu. Pramusaji langsung menyajikan di atas meja. Dua nasi goreng sama persis. Hal itu membuat Lukas senang. 

“Uncle Leo tidak pakai kacang seperti aku?” Lukas tersenyum melihat makanan milik Leo.

“Iya, Uncle alergi kacang.” Leo menjelaskan kenapa dirinya tidak memakai kacang juga.

“Ukas juga alergi kacang.” 

Lavelle yang bergetar mendengar ayah dan anak memiliki alergi yang sama. Ternyata Leo menurunkan alergi itu pada anaknya. Seolah tak mau melepaskan jika Lukas memang anaknya. 

Beberapa saat makanan Lavelle dan Jack datang. Mereka menikmati makan bersama. Saat makan, tidak ada suara sama sekali. Awalnya Jack mengajak bicara, tetapi Lavelle memberikan isyarat untuk diam. Lavelle mengajarkan anaknya untuk makan tanpa bicara.  Jadi dia tidak mau memberikan contoh pada anaknya. 

“Saya permisi dulu.” Leo yang selesai makan meminta izin untuk ke toilet. 

Jack mengangguk. 

Leo segera berdiri dan berlalu pergi ke toilet. Meninggalkan Jack bersama Lavelle dan Lukas. 

Melihat Leo yang pergi, Lavelle segera berinisiatif untuk menemuinya. “Mommy, ke toilet dulu.” Dia berpamitan pada anaknya. Kemudian beralih pada Jack. “Aku permisi dulu.” Tanpa menunggu jawaban dari Jack, dia segera pergi. 

Jack tidak menaruh curiga sama sekali dengan Lavelle yang ingin ke toilet bertemu Leo. Jadi dia mengangguk saja ketika Lavelle pergi. 

Lavelle tidak ke toilet. Dia hanya berdiri di depan toilet menunggu Leo. Ada banyak hal yang ingin ditanyakan pada Leo. Karena sedari tadi pria itu seperti tidak mengenalinya. 

“Nona Lavelle.” Leo yang keluar dari toilet tampak terkejut ketika melihat Lavelle di depan toilet. 

“Apa kamu tidak mengenal aku?” Lavelle tanpa basa-basi langsung melemparkan pertanyaan itu. 

“Apa kita pernah bertemu sebelumnya?” 

*

*

*

BAB 7 Apa Benar-Benar Tidak Mengenali? 

Mendapati jawaban itu membuat hati Lavelle merasa sakit. Dia tidak menyangka jika ternyata Leo tidak mengenalinya sama sekali. Padahal harusnya dia mengenali walaupun malam itu mereka mabuk. Buktinya, dirinya saja masih mengenali Leo.

“Kita pernah bertemu di restoran Italia.” Lavelle mencoba memberikan clue. Siapa tahu Leo ingat.

“Restoran Italia?” Leo tampak bingung.

“Restoran milik keluargamu.” Kembali Lavella mencoba menjelaskan lebih rinci.

“Anda sepertinya sedang salah orang. Saya tidak punya restoran. Keluarga saya hanya keluarga dari desa. Mana bisa punya restoran.” Leo tersenyum mencela ucapan Lavelle.

Lavelle berusaha mencerna ucapan itu. Kenapa bisa keluarga dari desa.  Bukankah keluarga Smith berasal dari kota. Tentu saja itu membuatnya bingung.

“Velle.” Jack yang menunggu Lavella merasa wanita itu terlalu lama. Karena itu dia memilih untuk menyusulnya. Alangkah terkejutnya ketika melihat Lavelle sedang mengobrol dengan Leo.

Lavelle segera mengalihkan pandangannya ketika mendengar suara Jack. Dia tampak terkejut melihat Jack menghampirinya.

“Kamu di sini?”

“Iya, kamu lama sekali. Jadi aku ke sini.” Jack menyampaikan apa yang membuat dirinya di sini.

Melihat Jack yang berada di tempat yang sama, membuat Lavelle berpikir jika anaknya kini tengah sendiri. Tanpa menjawab apa-apa, Lavelle pun segera berlalu untuk menghampiri anaknya.

Jack segera menyusul Lavelle. Mengikuti Lavelle dari belakang.

Lavelle tampak panik ketika anaknya sendiri. Beruntung anaknya baik-baik saja.

“Tadi aku mencarimu karena Lukas menunggumu lama.” Jack menjelaskan kembali kenapa dia tadi mencari Lavelle.

“Lukas tadi cari Mommy?” Lavelle tidak menjawab ucapan Jack, justru beralih pada anaknya.

“Iya, Mommy lama sekali tadi.” Lukas menjelaskan pada sang mama.

Lavelle merasa jika sejak bertemu Leo, dia terus mengabaikan anaknya. Pertama waktu di pesta, sekarang di restoran. Rasanya, Lavelle benar-benar sedikit menyesal. Karena mengabaikan anak semata wayangnya itu.

“Maaf tadi Mommy lama.” Lavelle mendaratkan kecupan di puncak rambut Lukas.

“Iya, Mommy.” Lukas mengangguk.

Leo kembali dari toilet. Bergabung dengan Lavelle dan juga Jack. Lavelle yang melihat Leo benar-benar masih bingung. Memikirkan kenapa Leo seolah menyembunyikan fakta jika dia adalah anak seorang pengusaha restoran. Walaupun Lavelle tahu, jika kini restoran itu bukan miliknya lagi. Banyak sekali pertanyaan di kepala Lavelle dengan sikap Leo itu. Namun, dia tidak bisa langsung mendapatkan jawaban sekarang.

“Jack, sepertinya aku harus segera pulang. Aku harus mengantarkan Lukas pulang dulu. Kita atur makan siang lagi lain waktu.” Lavelle jelas harus mengetahui semuanya nanti. Bukan sekarang. Jadi dia harus memanfaatkan pertemuan dengan Jack lagi.

“Baiklah kalau begitu.” Jack mengangguk.

“Ayo, Sayang.” Lavelle segera mengajak anaknya.

“Da ... Uncle Jack.” Lukas menyempatkan berpamitan.

“Da ... Lukas.” Jack membelai lembut kepala Lukas.

Lukas segera beralih pada Leo yang berada di belakang Jack. “Sampai jumpa lagi Uncle Leo.” Kali ini kalimat yang keluar dari mulut Lukas lebih panjang.

“Sampai jumpa, Jagoan.” Leo melayangkan tangan meminta tos pada Lukas.

Lukas dengan semangat langsung melayangkan tos. Senang sekali diajak tos oleh Leo.

Leo mengulas senyumnya. Kemudian beralih pada Lavelle. Dia menganggukkan kepalanya untuk memberikan salam pada Lavelle yang hendak pulang.

Lavelle sedikit kesal dengan wajah Leo yang seolah tidak mengenalinya itu. Lavelle masih belum bisa menebak apa yang membuat Leo tidak mengenalinya itu.

“Ayo, Ukas.” Lavelle langsung mengajak Lukas untuk pulang.

Lukas langsung menautkan jari jemari mungilnya di tangan sang mommy. Kemudian mengayunkan langkahnya mengimbangi sang mommy.

Kini di restoran tinggal tersisa Jack dan Leo saja. Dia pria itu pun masih melihat Lavelle dan Lukas yang berjalan keluar.

“Leo, bayar makan siang ini. Lalu, ayo kita kembali ke kantor.” Jack memberikan perintah pada asistennya itu.

“Baik, Pak.” Leo mengangguk. Kemudian berlalu ke kasir untuk membayar makan siang yang mereka nikmati tadi.

Jack mendudukkan tubuhnya untuk menunggu Leo. 

Leo kembali beberapa saat kemudian. Jack meminta Leo untuk duduk lebih dulu. Karena ada beberapa yang ingin ditanyanya. 

“Aku melihatmu bicara dengan Lavelle. Apa yang kamu bicarakan?” Jack begitu penasaran sekali. 

Leo memikirkan. Jika dia mengatakan kejujuran, pasti Jack akan merasa aneh jika Lavelle merasa kenal dirinya.

“Nona Lavelle hanya bertanya apakah air keran di toilet tadi mati, Pak.” Leo pun memberikan alasan palsu.

Jack pun memikirkan hal itu. Tidak mungkin Lavelle menanyakan hal lain. Karena Lavelle dan Leo tidak saling kenal.

“Aku harus mendekatinya, tapi dia tampak dingin sekali.” Jack sedikit frustrasi. Dia merasa usaha untuk mendekati Lavelle sepertinya akan sangat sulit sekali. 

“Jika boleh saya saran, Anda bisa menggunakan anaknya, Pak.” Leo memberikan komentar atas curhat hati atasannya itu. 

“Lukas maksud kamu?” Jack memastikan. 

“Iya, biasanya jika anak bisa dekat dengan calon ayahnya, ibunya pun akan luluh.” Leo memberikan pendapatnya. Memberikan solusi untuk atasannya itu.

Mendengar ucapan Leo itu, Jack berbinar. Sepertinya memang cara itu cocok untuknya. 

“Baiklah, aku akan dekati anaknya dulu. Pasti Lavelle akan mau menerima aku.” Jack begitu bersemangat sekali. 

Leo ikut senang. Dengan sang atasan memiliki pasangan, paling tidak pekerjaannya akan sedikit berkurang. Karena kebutuhan pribadi pasti akan disiapkan oleh istrinya. 

****

Lavelle mengantarkan anaknya untuk pulang. Lukas langsung mandi sebelum tidur siang. Lukas begitu pintar. Banyak hal yang dikerjakannya sendiri. Hal itu membuat Lavelle begitu bangga. 

Namun, sebagai orang tua, dia tetap berada di sisi anaknya. 

“Mommy tidak kembali ke kantor?” Lukas yang hendak tidur menatap sang mommy. 

“Tidak, Sayang, sudah jam segini juga.” Waktu sudah menunjukan jam setengah tiga siang. jadi Lavelle merasa jika akan capek jika berangkat ke kantor jam segini. Karena nanti jam lima dia akan pulang. 

Lukas mengangguk. Kemudian naik ke atas tempat tidur. Walaupun sudah sedikit terlambat untuk tidur siang, Lukas, tetap melakukannya. Nanti akan bangun sekitar jam empat. 

“Ayo, Mommy temani.” Lavelle duduk di karpet sambil membelai lembut rambut sang anak.

Lukas dengan senangnya bersiap tidur. Belaian sang mommy membuatnya akan jauh lebih cepat tidur. 

Perlahan Lukas tertidur. Rasa kantuk yang menghampiri membuatnya dalam hitungan detik tertidur. Apalagi belaian lembut sang mommy. Mengantarkan tidur lebih cepat. 

Lavelle melihat wajah Lukas. Jika diperhatikan, wajah Lukas benar-benar mirip dengan Leo. Alergi yang dirasakan oleh Lukas itu juga diturunkan oleh Leo. Menjelaskan jika darah yang sama tidak akan bisa dielakkan. 

“Kamu benar-benar persis daddy-mu.” Lavelle merasa jika anaknya memang memilih darah keluarga Smith. Namun, tiba-tiba hati Lavelle merasa sakit ketika mengingat bagaimana Leo bertanya balik padanya. Seolah pria itu tidak mengenal dirinya sama sekali. 

“Apa dia benar-benar tidak mengenal aku? Atau memang sengaja pura-pura tidak mengenal aku?” 

*

*

*

BAB 8 Ada Urusan Apa?

Leo membuka ponselnya. Dilihatnya pesan dari Jack yang memintanya untuk datang ke apartemennya lebih awal.

Dengan segera Leo bersiap. Kemudian menjemput Jack di apartemen Jack. Beruntung tempat kos milik Leo tak jauh dari apartemen Jack. Berada di belakang pemukiman di belakang apartemen Jack. Jadi dia bisa sampai dengan cepat ke apartemen. Leo juga hanya tinggal berjalan kaki ke apartemen Jack. 

Saat sampai, Leo harus melihat ruang tamu begitu berantakan sekali. Sambil menunggu Jack keluar, dia membersihkan ruang tamu. Membuang kaleng-kaleng soda ke tempat sampah dan merapikan beberapa sisa makanan ringan.

“Ayo, berangkat.” Jack keluar dari kamarnya. 

“Pak Jack tidak sarapan dulu?” Leo belum sempat membuatkan sarapan, tetapi Jack sudah mengajaknya pergi.

“Tidak, aku akan sarapan di tempat Lavelle.” Jack memberitahu seraya berjalan mengambil kunci mobil. 

“Jadi kita akan ke tempat Bu Lavelle, Pak?”

“Iya, sudah jangan banyak bertanya.” Jack melemparkan kunci mobil pada Leo. “Ayo, cepat berangkat.” Dia segera mengayunkan langkahnya keluar dari apartemennya. 

Leo tidak punya pilihan selain mengikuti langkah Jack yang cepat. Tampak atasannya itu buru-buru sekali. 

Sampai di tempat parkir, Leo dan Jack segera masuk ke mobil. Tanpa menunggu lama, Leo menyalakan mobil dan segera melajukannya. 

Sekitar tiga puluh menit perjalanan mereka. Beruntung jalanan belum macet. Jadi mereka bisa sampai dengan cepat. 

“Kamu tunggu di sini saja.” Jack memberikan perintah pada Leo. 

“Baik, Pak.” Leo mengangguk. 

Jack segera mengetuk pintu. Tampak Varel menyambut Jack yang datang ke rumahnya pagi-pagi. 

“Pagi, Om.” Jack menyapa Varel. 

“Pagi, Jack. Akhirnya kamu datang juga.” Varel begitu senang ketika melihat Jack datang. 

“Terima kasih undangannya, Om.” Jack mengulas senyumnya. 

“Aku juga berterima kasih kamu mau datang pagi-pagi ke sini. Ayo masuk.” Varel mempersilakan Jack untuk segera masuk

Jack masuk ke rumah. Tidak tampak Lavelle di dalam rumah. Hanya ada Lukas saja di sana di ruang keluarga sedang bermain dengan mobilannya.

“Pagi, Ukas.” Jack menyapa Lukas. 

“Hai, Uncle.” Lukas menyapa dengan senyum manisnya.

“Mommy mana Ukas?” Varel menatap cucunya. Anaknya belum terlihat. Jadi dia ingin tahu.

“Mommy sedang mandi.” Tadi Lavelle berpamitan dengan Lukas untuk ke mandi. Jadi Lukas mengatakan apa adanya.

“Baiklah, kita tunggu saja.”

Varel langsung mempersilakan Jack untuk duduk di ruang keluarga. Dia mengajak mengobrol Jack. Membahas tentang bisnis. 

****

Seperti biasa pagi ini Lavelle mengantarkan anaknya ke sekolah. Namun, pagi ini ada yang berbeda. Saat keluar dari kamarnya, sudah ada Jack yang berada di meja makan bersama anak dan papanya. Lavelle merasa heran, untuk apa pria itu datang pagi-pagi sekali. 

Di saat ada Jack, pikiran Lavelle teralih pada Leo. Dia mencari keberadaan Leo yang tidak ada di meja makan. Lavelle tahu betul jika Leo adalah asisten Jack. Jadi pria itu pasti bersama Jack. 

“Mommy, sini.” Lukas memanggil sang mommy sambil melambaikan tangannya. 

Lavelle menuruni anak tangga sambil melambaikan tangan pada sang anak. Senyum manisnya menghiasi wajahnya ketika melihat anak semata wayangnya. 

“Selamat pagi, Velle.” Jack menyapa Lavelle. 

“Pagi.” Lavelle menjawab seraya menarik kursi dan mendudukkan tubuhnya di kursi yang berada tepat di samping anaknya. “Pagi-pagi ada urusan apa kamu ke sini?” Dia menatap Jack yang duduk tepat di depannya.

“Papa yang mengundang Jack untuk sarapan ke sini.” Varel langsung menjawab pertanyaan anaknya yang ditujukan pada Jack.

Lavelle mengalihkan pandangan ketika sang papa yang menjawab pertanyaannya. Sejujurnya dia sedikit malas sekali dengan Jack, tetapi dia harus memanfaatkan Jack untuk mengetahui bagaimana bisa Leo tidak mengenalinya. 

“Kamu datang sendiri?” Saat teringat Leo, Lavelle teringat dengan Leo. “Biasanya kamu datang bersama asistenmu.”

“Oh ... asistenku. Ada di luar.” Jack memberitahu ke mana Leo berada. 

Entah kenapa Lavelle tidak suka ketika Leo berada di luar. Pasti pria itu belum sarapan karena harus menjemput atasannya pagi-pagi sekali.

“Sebenarnya kamu ajak saja dia masuk. Kasihan dia juga pasti belum sarapan.” Lavelle menyindir Jack. Merasa perlakukan Jack tidak manusiawi. 

“Dia sudah biasa, nanti juga sampai kantor, dia akan sarapan.” Jack dengan entengnya menjawab. 

Entah kenapa Lavelle kesel sekali dengan jawaban Jack. Namun, mau dibilang apa. Itu hak Jack sebagai atasannya. 

“Sudah-sudah, ayo kita makan.” Varel pun menghentikan obrolan tidak penting antara Lavelle dan Jack. 

Lavelle segera mengambil satu potong roti dan mengolesi dengan selai coklat. Kemudian memberikan pada anaknya. Kemudian mengambil satu lagi untuk dirinya. 

Di saat Lavelle makan roti, Varel dan Jack memilih sarapan nasi goreng. 

Saat makan suasana hening. Jack yang mengikuti aturan rumah Lavelle ikut diam juga. Padahal tadi sebelumnya, mereka mengobrol.

Usai makan, Lavelle meminta anaknya untuk mengambil tasnya. Karena mereka akan segera berangkat. 

“Berangkatlah dengan Jack, Velle.” Varel tiba-tiba saja menyuruh Lavelle.

Lavelle mengerutkan dahinya. Ada apa papanya justru memintanya untuk berangkat bersama Jack. Padahal biasanya dia berangkat sendiri bersama anaknya. 

“Aku berangkat sendiri saja, Pa. Repot nanti jika aku berangkat dengan Jack.” Lavelle merasa pasti nanti kesulitan untuk menjemput Lukas. 

“Jack akan menjemput Lukas dan kamu nanti. Jadi kamu tenang saja.” Varel mencoba membujuk Lavelle. “Iya ‘kan, Jack?” tanyanya menatap Jack. 

“Iya, Pak. Nanti saya akan jemput Lukas dan Lavelle.” Jack mengangguk. 

Sejujurnya Lavelle malas sekali dengan aksi sang papa. Namun, dia terlalu malas untuk berdebat. Apalagi pagi-pagi. Pasti akan merusak mood-nya. 

Tepat saat itu juga, Lukas datang dengan membawa tas sekolahnya di punggung. Lavelle langsung mengulurkan tangannya pada anaknya. 

“Kalau begitu aku pergi dulu.” Lavelle berpamitan dengan sang papa. Kemudian keluar dari rumah. 

“Hati-hati.” Varel mengangguk. Bersama dengan Jack dan Lukas, Lavelle berjalan keluar. Namun, langkah Lavelle terhenti. 

“Kalian duluan saja.” Lavelle menatap Jack. Kemudian beralih pada Lukas. “Ukas, keluar bersama Uncle Jack dulu.” Dia memberikan perintah pada anaknya. 

“Iya, Mommy.” Lukas mengangguk.

Lavelle segera masuk kembali ke rumah, sedangkan Jack mengajak Lukas untuk segera ke depan. Di depan rumah, Lukas melihat Leo. 

“Uncle Leo.” Lukas langsung menghampiri Leo. Tangannya yang digandeng oleh Jack langsung dilepaskan. 

“Hai, Jagoan.” Leo melayangkan tos pada Lukas. 

Lukas dengan senang hati menerima tos tersebut. Senyum manis Lukas menghiasi wajah anak lima tahun itu tampak semringah.

Beberapa saat kemudian Lavelle keluar dari dalam rumah. Dia melihat anaknya yang sedang asyik bersama dengan Leo. Kedekatan mereka itu membuat Lavelle benar-benar terluka. Apalagi bagaimana Leo tidak mengenali dirinya. 

“Ayo, kita berangkat.” Saat melihat Lavelle, Jack langsung mengajak untuk segera berangkat. 

Mereka semua segera masuk ke mobil. Lavelle dan Lukas duduk di kursi belakang, sedangkan Jack di samping Leo yang mengemudikan mobil. 

Lukas tampak senang ketika diantar oleh Jack dan Leo. Sepanjang jalan, dia berceloteh terus. Lavelle hanya memerhatikan anaknya saja. Memastikan obrolan anaknya. 

Sekolah Lukas memang tak jauh dari rumah, jadi mereka sampai lebih cepat. 

Lavelle turun dari mobil dan mengantarkan Lukas untuk masuk ke dalam kelas. Jack dan Leo memilih menunggu di depan sekolah karena jalanan cukup padat.

Setelah mengantarkan Lukas, Lavelle kembali ke mobil, tetapi dia dikejutkan dengan keberadaan Jack. 

“Kenapa kamu di sini?”

“Aku hanya ingin duduk di sebelahmu.”

Sebenarnya Lavelle malas duduk di sebelah Jack. Namun, tak ada waktu untuk berdebat. Terpaksa dia segera masuk ke mobil

Leo yang melihat Lavelle masuk, segera melajukan mobilnya. 

“Apa kamu selalu mengantarkan Lukas sendiri?” Jack mengajak Lavelle untuk mengobrol.

“Iya.” Lavelle menjawab singkat. 

“Pasti lelah di sela-sela kerja harus mengantar dan jemput Lukas.” Jack merasa iba. Sebagai single parent pasti berat menjalani itu semua. 

“Biasa saja. Aku menikmati.” Lavelle tak terlalu tertarik dengan obrolan Jack. 

“Lukas memang anak yang pintar. Jadi pasti juga kamu tidak terlalu kerepotan.”

“Iya.”

Jack terus mengajak Lavelle mengobrol, tetapi Lavelle hanya menjawab singkat saja. Sampai akhirnya mobil sampai di kantor Lavelle. 

“Terima kasih sudah mengantarkan aku.” Sebelum keluar dari mobil, Lavelle menyempatkan untuk berterima kasih.

“Sama-sama.” Jack mengulas senyum manisnya. 

Lavelle segera membuka pintu, tetapi menghentikannya ketika mengingat sesuatu. Kemudian mengambil sesuatu itu di dalam tasnya. 

“Ini sarapan untukmu. Karena mengantarkan Jack pagi-pagi, pasti kamu tidak sempat sarapan.” Lavelle memberikan sebuah kotak makan pada Leo.

*

*

*

BAB 9 Ditukar

 

Mendapati Lavelle yang memberikan kotak makan, membuat Leo terperangah. Dia tentu terkejut dengan aksi Lavelle itu. 

“Kamu datang pagi-pagi, atasanmu makan, tapi kamu tidak. Jadi makanlah ini.” Lavelle menyodorkan kembali kotak makan tersebut. 

Leo masih ragu dengan apa yang diberikan Lavelle. Dia menatap Jack yang berada di sebelah Lavelle. Tatapannya seolah meminta untuk izin pada atasannya itu.

Jack memberikan anggukan. Memberikan kode pada Leo untuk menerima bekal yang diberikan oleh Lavelle. Walaupun sebenarnya Jack sedikit kesal karena Lavelle memerhatikan Leo. 

Leo yang mendapatkan kode itu membuatnya segera menerima kotak makan tersebut. “Terima kasih, Bu.”

“Aku permisi dulu.” Setelah memberikan makanan itu pada Leo, Lavelle segera keluar dari mobil. 

Leo meletakkan kotak makan di kursi penumpang yang berada di sebelahnya. Kemudian melajukan mobilnya ke kantor Jack. Di dalam mobil hening. Tidak ada yang bicara sama sekali. Jack milih diam selama perjalan ke kantor. 

Sesampainya di kantor, Jack keluar dari mobil. Leo harus memarkirkan mobilnya lebih dulu, baru masuk ke kantor. Leo membawa serta bekal yang diberikan oleh Lavelle tadi. Kota bekal bergambar Spiderman itu jelas pasti milik Lukas. 

Saat sampai di meja kerjanya, Leo melihat jika Jack ada di meja kerjanya. Pria itu seolah menunggunya datang.

“Ada yang bisa saya bantu, Pak?” Leo segera menghampiri Jack. Takut Jack butuh sesuatu. 

“Ini uang untukmu. Belilah sarapan untukmu dan berikan bekal itu padaku.” Jack menyerahkan selembar uang berwarna merah. 

Siapa yang tidak mau bekal ditukar dengan uang. Apalagi uang tersebut tidak hanya bisa untuk sarapan, tetapi juga makan siang. 

“Ini, Pak.” Leo langsung memberikan bekal tersebut pada Jack. Kemudian menerima uang yang diberikan Jack. 

Jack segera menerima bekal itu. Kemudian membawanya masuk ke ruangannya. Dia tidak rela jika ada yang makan bekal dari Lavelle, sekali pun itu adalah asistennya sendiri. Karena itu, dia lebih merelakan untuk ditukar. 

Leo yang mendapatkan uang segera bergegas ke kantin kantor. Menikmati sarapannya lebih dulu. Jack tentu tidak akan marah jika pekerjaannya sedikit terlambat. Karena dia tahu jika dirinya sedang sarapan. 

****

Di kantor, Lavelle memikirkan kenapa dirinya mau memberikan makanan pada Leo. Padahal harusnya dia membenci Leo karena tidak mengingatnya sama sekali. 

“Kenapa juga aku baik padanya?” Lavelle mendengus kesal. Sedikit menyesali apa yang dilakukannya. “Tapi, tidak apa-apa aku memancingnya dengan makanan. Aku harus tahu apakah dia benar-benar tidak kenal aku atau tidak” Lavelle yang awalnya menyesali apa yang dilakukannya pun, akhirnya memilih untuk segera membuang rasa menyesalnya itu. Mengambil keuntungan dari apa yang dilakukannya tadi.

Lavelle melanjutkan pekerjaannya. Ada banyak hal yang harus dikerjakan olehnya. 

Suara ponselnya yang berdering membuat Lavelle mengalihkan pandangan ke arah ponselnya. Dilihatnya nama Jack di layar ponselnya. 

“Halo, Jack.” Lavelle yang mengangkat sambungan telepon pun menyapa. 

“Vel, aku hanya ingin memberitahu jika aku akan menjemputmu nanti jam sebelas, setelah itu aku akan mengantarkan menjemput Lukas.”

Sebenarnya Lavelle malas jika harus serepot ini. Namun, mungkin saja dia punya kesempatan untuk bicara lagi dengan Leo nanti. Siapa tahu dia bisa menemukan titik terang kenapa Leo lupa pada dirinya. 

“Baiklah, aku akan menunggumu.” Akhirnya Lavelle pun setuju.

Saat sambungan telepon selesai, Lavelle langsung meletakkan ponselnya di meja. Kembali fokus pada pekerjaannya. 

Tepat jam sebelas, Jack datang menjemputnya. Pria itu tampak menghampirinya ke ruangan kerjanya. Saat Lavelle sudah siap, mereka segera berangkat. Saat masuk ke mobil, Lavelle melihat Leo yang sudah menunggu mereka.

“Kamu sudah memakan bekal yang aku makan?” Baru juga masuk, Lavelle sudah melemparkan pertanyaan itu. 

“Su-sudah, Bu.” Leo menjawab dengan sedikit tergugup. Karena kenyataannya dia tidak memakan makanan dari Lavelle. 

Lavelle pun menganggukkan kepalanya. Merasa lega makanan yang dibawakannya dimakan.

Jack yang memakan makanan dari Lavelle tampak tenang. Pura-pura tidak tahu tentang makanan yang dimakan Leo. 

Setelah Lavelle masuk ke mobil, Leo segera melajukan mobilnya. Mengantarkan Lavelle untuk menjemput Lukas. 

“Aku akan mengajukan proposal untuk bekerja sama dengan perusahaannya minggu depan. Aku harap kamu bisa mempertimbangkannya nanti.” Lavelle menatap Jack yang duduk di sebelahnya. 

“Tentu saja silakan kirimkan. Aku akan dengan senang hati mempertimbangkan kerja sama yang akan kamu ajukan.”

Lavelle mengulas senyumnya. Kemarin papanya sudah menyuruh untuk bekerja sama dengan Jack. Karena Jack memilki perusahaan es krim, Lavelle ingin mengajak kerja sama untuk membuat es krim buah-buahan dari buah yang diimpornya. Tentu saja itu akan jadi inovasi terbaru. Es krim dengan rasa buah asli. Bukan sekadar perasa buah. 

Akhirnya mereka sampai di sekolah Lukas. Lavelle turun dari mobil, tetapi dia meminta Leo dan Jack untuk mencari tempat parkir l. Karena di sekolah termasuk susah untuk mencari tempat parkir, jadi takut mobil yang dibawa Leo tidak dapat tempat parkir. 

“Pak Jack tidak ikut turun?”

“Aku di sini saja. Ramai sekali anak-anak. Pusing aku melihatnya.”

Leo hanya tersenyum. 

Lavelle menjemput anaknya kemudian membawa ke mobil Jack. Lukas tampak begitu bahagia sekali. Melihat mobil Jack. 

“Mommy, aku mau di depan bersama Uncle Leo. Apa boleh?” Lukas yang berjalan ke arah mobil. Menyampaikan keinginannya.

Lavelle merasa Lukas begitu menyukai Leo. Entah itu karena ikatan darah atau memang hanya kebetulan saja Luka menyukai Leo

“Kita lihat dulu, Uncle Jack duduk di mana.” Seingat Lavelle tadi Jack di belakang bersamanya. Dia takut Jack pindah ke depan saja. 

Leo yang melihat Lavelle segera turun. Dia membukakan pintu mobil untuk Lavelle. Tampak Jack masih di depan. 

“Uncle, aku mau di depan.” Lukas langsung memberitahu keinginannya pada Leo. 

“Tentu saja boleh.” Leo segera membukakan pintu untuk Lukas. "Silakan masuk." Dia mempersilakan Lukas untuk masuk. 

Dengan senang hati Lukas masuk. Duduk di kursi depan. Lavelle segera ikut masuk. Duduk di belakang bersama Jack. 

Leo segera menutup dia pintu tersebut dan segera masuk. Saat masuk, dia memasang sabuk pengaman lebih dulu pada Lukas.

“Biar aman, harus selalu pasang sabuk pengaman.” Leo tersenyum. 

“Siap.” Lukas memberikan hormat. 

“Wah ... Lukas pintar sekali.” Jack pun memuji.

“Terima kasih, Uncle.” Lukas menoleh ke belakang, ke tempat di mana Jack berada.

Lavelle sudah biasa melihat Lukas yang mudah berinteraksi. Jadi tidak ada yang aneh dan berlebih baginya. 

Setelah semua siap, Leo segera melajukan mobilnya ke rumah Lavelle. 

“Bagaimana jika kita makan dulu?” Jack mengajak Lavelle untuk makan bersama. 

“Kita makan di rumah saja. Tidak perlu ke restoran.” Lavelle justru memberikan ide lain. 

“Baiklah.” Mendapati ide itu, Jack merasa begitu senang. Dengan makan bersama, dia bisa dekat dengan Lavelle. 

Sesampainya di rumah, Lukas, Lavelle, dan Jack masuk ke dalam rumah, sedangkan Leo masih menunggu di dalam mobil. Lavelle yang melihat itu pun segera mengetuk kaca mobil. 

“Ada apa, Bu?” Leo yang menurunkan kaca mobil, menatap Lavelle. 

“Turun dan ikutlah makan!” Satu kalimat perintah diberikan oleh Lavelle.

*

*

*

BAB 10 Aku Yang Mengingatkan

Leo mengalihkan pandangan pada Jack. Yang berhak memberikan perintah hanya Jack. Jadi tentu saja dia tidak berani bertindak.

“Uncle Leo, ayo turun.” Lukas ikut-ikut sang mommy mengajak Leo untuk masuk.

Leo masih tidak keluar dari mobil. Dia masih diam dan tidak mengikuti perintah. Tatapannya masih terarah pada Jack yang berdiri di samping Lukas.

“Turunlah, dan ikut masuk!” Akhirnya perintah Jeck terdengar juga.

Jika Jack sudah memerintahkan, artinya, Leo tidak bisa menolak. Dengan segera dia keluar dari mobil.

Melihat Leo yang sudah keluar, Lavelle segera menuju ke rumah. Asisten rumah tangga tampak sedang merapikan meja makan. Menyiapkan makan siang.

“Kalian tunggu dulu di sini. Aku akan menemani mengganti baju Lukas dulu.” Lavelle meminta Leo dan Jack di ruang keluarga.

“Baiklah.” Jack mengangguk.

Jack duduk di sofa ruang keluarga bersama Leo. Menunggu Lavelle dan Lukas.

“Maaf, Pak. Saya ikut masuk.” Leo merasa tidak enak ketika diajak masuk oleh Lavelle.

“Karena Lavelle yang minta, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Yang penting kamu jangan besar kepala karena diizinkan Lavelle ikut makan.” Jack pun memberikan peringatan pada Leo.

“Baik, Pak.” Leo mengangguk.

Lavelle di kamar membantu Lukas mengganti baju. Dia tampak senang sekali. Karena itu, dia buru-buru mengganti baju untuk mengambil mainan.

“Ukas mau bermain Spiderman dengan Uncle Leo.” Lukas menunjukan mainan tersebut pada sang mommy.

“Iya, mainlah.” Lavelle mengangguk. Melihat anaknya senang, tentu saja membuatnya ikut senang.

Setelah selesai mengganti baju, Lavelle segera mengajak Lukas untuk pergi. Menghampiri Leo dan Jack yang berada di uang keluarga.

“Maaf membuat kalian menunggu.”

“Tidak apa-apa.” Jack tersenyum menjawab. Dia tentu tidak keberatan jika harus menunggu.

“Uncle Leo, aku punya Spiderman.” Lukas langsung memamerkan mainannya itu pada Leo.

“Wah ... bagus sekali.” Leo tampak semangat menanggapi Lukas.

“Ini bisa ada jaringnya.”

“Oh ya?” Leo tampak terkejut sekali.

“Iya.” Lukas begitu bersemangat ingin menunjukan.

“Nanti saja tunjukan pada Uncle Leo-nya. Lukas makan dulu.” Jack membelai lembut rambut Lukas.

“Benar kata Uncle Jack. Nanti saja tunjukan pada Uncle Leo. Sekarang makan dulu.” Lavelle pun ikut membenarkan ucapan Jack.

Lukas mengalihkan pandangan pada Jack dan sang mommy “Baik, Uncle, Mommy.” Dia pun mengangguk.

Mereka segera beralih ke meja makan. Menikmati makan siang. Lukas tampak buru-buru saat maka. Karena ingat segera bermain dengan Leo.

“Sayang, jangan buru-buru makannya.” Lavelle mengingatkan Lukas.

“Aku mau main, Mommy.” Lukas tak sabar mau bermain.

“Uncle Leo masih di sini. Jadi kamu tidak perlu buru-buru.” Jack ikut memberitahu Lavelle.

“Benarkah?” Lukas berbinar ketika menatap Jack.

“Iya.” Jack mengangguk.

Lukas pun akhirnya makan dengan perlahan-lahan. Tak buru-buru lagi karena Leo masih di rumahnya.

Leo yang melihat Lukas begitu bersemangat, segera menjelaskan makannya. Tak mau membuat Lukas menunggu.

Leo dan Lukas selesai makan lebih dulu. Leo segera mengajak Lukas untuk bermain. Mereka bermain di ruang keluarga. Lukas memperlihatkan mainan Spiderman. Tak hanya itu, dia juga mengambil mainan yang lain.

Lavelle dan Jack masih menyelesaikan makannya. Saat Lukas berpindah, mereka mengalihkan pandangan sejenak pada Lukas.

“Lukas begitu antusias memamerkan mainannya.” Jack menatap Lavelle. Dia yang sudah selesai makan, membalikkan sendok dan garpu yang dipakai makan.

“Iya, mungkin karena hanya ada aku dan papa, jadi dia begitu senang ketika ada orang lain.” Lavelle merasa saat ada Leo, Lukas lebih aktif. Apalagi interaksi Lukas dan Leo tampak bersinergi. Leo selalu menanggapi apa yang dilakukan Lukas.

“Kalau boleh aku tahu, ke mana daddy Lukas?” Jack sengaja ingin tahu apa yang terjadi pada kehidupan masa lalu Lavelle.

Lavelle membeku ketika mendengar pertanyaan itu. Dia tidak menyangka jika ternyata Jack akan bertanya hal itu. Lavelle bingung harus menjawab apa? Pria yang menjadi daddy Lukas yang sekarang ada di sini. Sedang bermain dengan Lukas. Namun, Lavelle tidak bisa mengatakannya Karena Leo tidak mengenali dirinya. Yang ada hanya akan membuat Lavelle malu sendiri. 

“Dia sudah pergi meninggalkan aku saat aku hamil.” Akhirnya Lavelle memilih menjawab seperti itu. Memang keadaanya Leo pergi, walaupun tidak pernah meninggalkannya. Karena memang dirinya tidak ada di kehidupan Leo. 

Jack cukup tahu saja jika ternyata pria yang merupakan daddy Lukas sudah pergi. Bagi Jack informasi itu sudah lebih dari cukup. 

“Serang.” Lukas menembakan jaring laba-laba pada Leo.

“Ach ... aku mengaku kalah.” Leo pura-pura kalah. 

Lukas begitu senang ketika Leo kalah. Tentu saja itu membuat tawanya terdengar mengisi ruangan. 

Lavelle melihat jelas jika anaknya bermain dengan riang dengan Leo. Memang benar adanya jika Lukas butuh sosok ayah. Namun, bagaimana bisa jika Leo saja tidak mengenali dirinya. Apakah dia harus mengatakan jika malam itu mereka berdua tidur bersama. Pikiran Lavelle terus berputar memikirkan hal itu. Bingung harus berbuat apa. 

“Lukas, sudah selesai mainnya. Uncle Leo harus kembali bekerja dulu.” Jack mengakhiri permainan antara Leo dan Lukas. Mereka harus kembali ke kantor. 

Suara Jack menyadarkan Lavelle. Tentu saja membuat Lavelle segera menghampiri anaknya. “Sayang, mainnya sudah dulu.” Dia ikut membujuk anaknya. 

“Mommy apa boleh besok aku bermain dengan Uncle Leo lagi?” Lukas menatap sang mommy penuh harap. 

“Tentu saja boleh. Besok kamu bisa main lagi dengan Uncle Leo. Besok Uncle Jack akan jemput lagi.” Jack langsung mengusap kepala Lukas. Senyum manisnya menghiasi wajahnya. 

“Ye ....” Leo begitu senang ketika besok akan bertemu Leo lagi. 

Leo langsung melayangkan tangannya. Memberikan tos pada Lukas. Hal itu disambut bahagia oleh Lukas. Ikut senang ketika anak tersebut ikut senang. 

Lavelle melihat interaksi mereka berdua. Sebenarnya akan sangat merepotkan jika Jack menjemputnya dan Lukas. Namun, ini jalan satu-satunya untuk bisa mengetahui apakah Leo benar-benar ingat dengannya atau tidak. 

“Kamu tidak keberatan jika besok aku menjemputmu lagi, bukan?” tanya Jack menatap Lavelle.

“Tentu saja tidak.” Lavelle menggeleng. 

Jack merasa senang karena keinginannya disambut baik Lavelle. Jika begini dia bisa mendekati Lavelle. 

“Kalau begitu aku permisi dulu.” Jack pun segera berpamitan." 

Lavelle mengangguk. 

Leo dan Jack segera meninggalkan rumah Lavelle. Mereka kembali ke kantor. Lavelle hari ini tidak ada banyak pekerjaan. Jadi dia memutuskan untuk pulang saja. Menemani anaknya. 

“Bagus kamu bisa mengajak main Lukas. Jadi aku bisa mengobrol dengan Lavelle lebih leluasa. Besok kita harus melakukannya lagi.” Jack menatap Leo yang sedang menyetir di kursi kemudi. 

Leo melihat Jack dari pantulan kaca ang berada di atas dashboard. "Baik, Pak." Dia mengangguk. Mengerti perintah Jack. 

“Kasihan sekali dia, ditinggal saat keadaan hamil.” Sambil melihat ke arah jalanan, Jack bergumam. 

Leo yang mendengar hal itu hanya melihat Jack dari pantulan kaca. Memerhatikan yang diucapkan oleh pria itu. 

****

Hari ini Jack kembali menjemput Lavelle dan Lukas lagi. Lavelle dengan senang hati menerima tawaran dari Jack untuk dijemput. Tentu saja itu membuatnya dapat kesempatan untuk mengetahui sejauh apa Leo tidak mengenalinya. 

“Hari ini aku mau makan pasta, jadi kita makan di luar saja.” Lavelle menatap Jack yang berada di sebelahnya. Kemudian beralih pada anaknya. “Ukas mau pizza?” tanyanya.

“Ukas mau pizza.” Lukas dengan semangat menjawab. 

“Kalau begitu kita ke restoran pizza saja.” Jack memberikan ide. 

“Sebaiknya kita ke restoran Italia saja. Di sana lebih lengkap. Rasanya juga lebih otentik.” Lavelle memberikan ide pada Jack. 

“Boleh. Apa kamu punya rekomendasi tempat?”

“Kita ke Marlene Italian Restaurant.” Lavelle menyebut nama restoran yang ingin didatanginya. Sengaja dia mengajak Leo ke restoran milik keluarganya itu. Untuk tahu sejauh apa Leo lupa dengannya. 

Jika kamu tidak mengingatnya, maka aku yang akan mengingatkan.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Pesona Single Mommy Bab 11-15
1
0
Bagaimana Lavelle mengungkap semua? Apa Leo benar-benar tidak ingat dengannya. 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan