1. The Game

50
3
Deskripsi

Tunduk, patuh, bertumpu pada lutut di hadapannya. Gamael selalu mendapatkan kemauan hati dan ego. Semua berdasarkan status Enigma.
Tak luput Omega kecil yang terus kabur setiap temu tak sengaja.

ABO, mature content🔞

Rumah sewa mahasiswa dengan bayaran di atas rata-rata uang jajan di kantung dari orang tua. Banyak yang memilih asram universitas untuk menghemat uang, ongkos perjalanan, atau tinta print karena di lantai satu di mana bagian keamanan dan administrasi terdapat printer bebas digunakan. Hanya satu peraturan, antri.

Magdalena adalah pengawas asrama bulan ini, semester tiga. Seorang gadis cantik dengan rambut keriting kecil-kecil yang mengembang. Polesan dandanan tipis di wajahnya sangat cantik untuk diabadikan ke dalam foto. Magdalena tersenyum sangat lebar menatap layar ponselnya  namun tidak sampai lima detik ketika  seorang mahasiswa laki-laki mengetuk kaca tempatnya berjaga.

"Len, kamu lihat Gama?"

Magdalena mendengus, tahu betul lelaki ganteng berstatus alpha di depannya rutin datang seminggu sekali ke asrama. Padahal alpha itu tidak tinggal di sini. Untuk apa lagi selain mencari temannya.

"Gamael tadi sore masuk sama mahasiswi yang tinggal di lantai lima. Nggak tahu aku kamarnya nomor berapa." ketus si gadis beta. Pasalnya sudah sangat sering dan jengah untuk melihat teman dari si alpha keluar masuk asrama hanya untuk berkunjung ke salah satu penghuni asrama. Kalau dihitung, saat Magdalena berjaga saja sudah ketiga kalinya bulan ini melihat Gamael masuk sama cewek cakep. Ia tidak tahu tuh berapa kali kalau yang mengawas bukan dirinya.

"Ya udah makasih. Aku titip tas Gama ya, nggak sempat kasih langsung. Pacarku nungguin, lagi rewel."

Si beta cantik memutar bola mata, "Derija mau-mau aja sama kamu Ki, padahal teman kamu tuh nggak ada yang benar," kata Magdalena, nyatanya memang teman lelaki alpha-Ragaki memang sukanya mainin cewek semua.

"Kan akunya nggak, setia kalau sama pacar." Ragaki membela diri, mana bisa dikatai tidak setia dan tukang main cewek. Ia saja sudah pacaran hampir dua tahun dengan Derija, lelaki omega yang cantik jelita. Mana sempat memikirkan orang lain kalau yang dipunya sudah sempurna.

"Ah, udahlah. Nanti tolong kasih tasnya Gamael ya Len. Aku mau pacaran dulu."

Si alpha lambai-lambai belagak pamitan padahal menghindari tolakan Magdalena. Memang dasar tukang bikin repot. Ia jadinya harus sapa Gamael kalau cowok itu turun nanti sedangkan sudah tahu pasti bakal ketar-ketir. Mana tahan kalau sudah di depan Gamael, cowok pinter, ganteng, kaya raya apa lagi, yang paling penting Gamael itu sayu dari sepuluh juga manusia berkata paling tinggi di dunia.

"Permisi? Halo?"

Eh?

Melamunnya terlalu lama sepertinya sampai Magdalena tidak menyadari seseorang di depannya. Orang itu sampai mengetuk kaca yang menjadi pembatas ruangan.

'Ya ampun, gantengnya. Mana harum banget!'

Si gadis beta berdeham, tersenyum manis pada lelaki berambut hitam dengan pipi gembul mengapit hidung kecil yang imut. Tangan Magdalena gatal ingin mencubit pipi kanan dan kiri, apalagi turun sedikit ada lekuk cantik dari bibir merah segar yang lembab dari produk perawatan entah apa mereknya Magdalena jadi ingin bertanya. Siapa tahu kan bibirnya bisa secantik itu.

"Iya, ada yang bisa aku bantu kak Keenata?"

Bukan sok kenal tapi Magdalena memang kenal omega pria yang memegang tali tas selempangnya terlalu kencang. Apalagi kebiasaan mengusap belakang leher ketika sedang berbicara. Aduh, manis banget!

"Itu, liftnya mati." suara lembut dari orang yang juga lembut dipandang. Keenata ini semester empat jurusan ilmu komunikasi, sangat tidak ada kesinambungan apa yang Magdalena lihat jika sedang berbicara  dengan Keenata. Tebak-tebak sepertinya tipe orang yang introvert, jarang ngomong, keluar suaranya kalau sedang butuh atau yang penting-penting saja.

"Aduh kak, maaf ya! Tadi aku barusan banget info di grup soal lift rusak. Wajar kalau kak Keenata nggak baca."

Keenata masih diam, jemari tangannya meremat tali tas lebih kencang. "Sampai kapan ya?"

"Tukangnya baru bisa datang besok kak, jadi sementara naik tangga darurat. Ya tapi lantai kak Keenata di lantai delapan ya, lumayan banget kalau naik tangga."

Mau bagaimana lagi, tidak ada solusi selain memang melewati tangga darurat. Keenata tampak lesu, rasa lelah sudah menumpuk di pundak. Tadinya ingin cepat sampai tempat tidur dan merebahkan dirinya tanpa mandi. Apalah daya hari ini Keenata sepertinya sedang terkena sial, lift asrama rusak dan hanya bisa pakai tangga darurat. Pantas saja tadi Keenata melihat beberapa mahasiswa lalu lalang di depan pintu tangga.

"Ya udah, makasih." Keenata pamit pakai senyum kecil. Magdalena menerbitkan senyum paling lebarnya. Pengawas asrama melambai-lambai tangan kemudian menghela, berandai-andai jika saja Keenata Renoir bisa sedikit saja ekspresif dan terbuka pasti banyak alpha yang mengantri mau jadi pacarnya.

"Ganteng, cantik, wangi kayak gitu aja nggak dapet-dapet pacar. Jadi minder ih."

Sementara Magdalena kembali berjaga, Keenata menghela napas di depan pintu tangga darurat. Menatap sepatu kets berwarna merah mudanya kemudian merengut. Ia harus rela menapaki anak-anak tangga ke atas sampai ke lantai delapan tempat kamarnya berada. Keenata tidak mau menyemangati diri, ia ingin segera merebahkan diri.

Lantai satu, lantai dua, langkah kaki Keenata sesekali berhenti. Mengambil  napas karena lelah naik. Ia  bukan dan tidak pernah suka dengan aktifitas fisik berlebihan meski sesekali ikut lari pagi dengan Derija, teman sesama omega yang sudah menjadi teman sejak masuk kuliah. Keenata memberengut seraya menepuk kedua paha, yuk naik ke lantai tiga masih ada enam lantai lagi.

Keenata kembali berjalan, ia sesekali melihat ponsel. Ada pesan dari Derija dan Amir-si teman kedua. Tak lantas Keenata membalas, ia ingin segera sampai kamar.

Balasnya nanti saja.

Beberapa langkah naik, telinga dengar suara langkah. Tidak, Keenata bukan penakut atau mengira itu suara hantu. Mungkin dari atas ada orang lain yang juga mengalami kesulitan sepertinya gara-gara lift asrama mati. Keenata mendongak, saat itu juga rasanya Keenata ingin turun lagi.

Masalahnya yang mau turun ke bawah itu Gamael, cowok Enigma yang selalu saja bertemu pandang tidak sengaja saat mereka di kampus. Keenata tidak ingin berurusan dengan pria berstatus kasta tertinggi dari puluhan juta orang itu. Ia mengeratkan pegangan pada tali tas kemudian melangkah lagi. Kepalanya tunduk menatap anak tangga di depan agar tidak terjerembab jatuh karena kecerobohan dan gugup.

"Stop."

Kaki Keenata berhenti begitu saja, tidak mau menuruti perintah otak. Ketika suara yang menyuruhnya berhenti itu terdengar tubuhnya otomatis berhenti bergerak.

'Nata nggak mau stop! Kaki buruan jalan lagi!'

Seribu sayang dunianya ini memang sialannya menganut hukum alam bahwa status tertinggi di kasta adalah Enigma, lalu alpha kemudian beta, sedangkan omega sendiri menjadi terbawah. Mana bisa membantah orang dengan super-duper paling tinggi itu. Kan. Keenata jadi hiperbola.

Tubuh Keenata tegang, maksudnya ya tegang karena kaget bukan main tengkuknya rasa Sapuan lembut entah berasal dari apa. Ingin menoleh tapi tidak bisa, satu perintah dari enigma itu bagai kutukan. Keenata tidak bisa melepasnya sendiri, tidak bisa gerak sampai ada mantra lain untuk buat lepas.

Rasa canggung, gugup, apalagi ia ini hanya omega di mata seorang enigma tersohor. Keenata tahu berurusan dengan siapa dan apa jika ia berhadapan dengan Gamael. Cowok paling dipuja di kampus, cowok kayak tukang gonta-ganti pasangan.

Wajar, Keenata sedikit tahu kalau enigma itu punya kuasa paling fatal. Selain yang terkuat, apa pun yang keluar dari mulut enigma itu mutlak. Kalau dicontohkan; seperti yang ditanda tangani oleh presiden ketika membuat undang-undang. Bedanya ini tidak tertulis melainkan verbal. Memberikan, jika seorang dengan status enigma itu orang jahat. Memerintah seseorang untuk melakukan keburukan dan ia akan tetap bertangan bersih.

"Kamu ini terlihat sangat lemah, tapi bisa tahan juga sama feromonku."

Gamael mengendus, iya, dari tadi hidung mancung nya nempel di tengkuk si omega. Tidak tahu nama, tapi Gamael sering lihat. Sukanya kabur-kaburan kalau sudah melihat Gamael di mana pun mereka bertemu. Kali ini mereka hanya berdua dan Gamael putuskan untuk menyapa. Agaknya jauh dari kata sapa karena begitu diabaikan tadi, Gamael jadi agak kesal.

Gila. Mana boleh orang lain mengabaikannya. Gamael Ethan si enigma. Pantasnya orang-orang tunduk, menyembah di kakinya bila perlu. Gamael itu calon penghuni gedung pemerintah.

Sedikit informasi, negara ini diatur dan diperintah oleh kasta terkuat yaitu enigma. Semua beranggapan jika enigmalah yang paling cocok untuk menjadi pemimpin. Maka dari itu selain dalam hal kasta gender, enigma sudah pasti menjadi orang di masa depan.

"Heh, bisu apa kamu?"

Keenata sedikit merengut, darinya gugup tapi sekarang jadi ada kesal, sedikit kesalnya masih banyakan gugup.

"Akunya boleh ngomong?"

"Emang aku larang?"

Kepala Keenata geleng, tengkuknya yang lagi diendus jadi makin menempel ke hidung Keenata. Wangi, kayak wangi daun-daun kena embun di pagi hari, ada wangi bunga mawar sama manis-manis madu di akhir.

"Boleh nggak aku gerak?" tanya Keenata pelan-pelan.

"Nggak boleh."

Si omega makin manyun. Kepalanya lebih menoleh, kaget sekali lihat wajah Gamael dekat sampai bisa lihat mata bulat jernih tapi menakutkan.

"Kamu cantik juga, temenin aku rut dua hari lagi. Kasih aku kunci kamarmu-"-plak!

Nyaring sekali sampai ruang tangga darurat memantulkan bunyinya berkali-kali, gema berkelanjutan yang membuat Keenata seketika sadar akan perbuatannya. Iya, ia baru saja menampar enigma pakai tangan kanan. Buktinya telapak tangannya panas, merah juga, apa lagi pipi kiri si enigma ikut merah mencetak telapak tangannya.

Keenata memilih kabur, lari kencang mumpung si enigma masih terlihat kaget karena ditampar pipinya. Dalam hati Keenata berharap wajahnya mudah dilupakan supaya ia bisa ke kampus dengan tenang besok. Satu lagi doanya jangan sampai berpapasan dengan Gamael lagi.

"Anjing."

Gamael menatap ke atas, sudah tidak terlihat lagi sosok omega cowok yang menamparnya. Hanya ada sisa sayup-sayup langkah kaki tergesa sampai akhirnya hilang. Ia pegang pipi kirinya, tidak sakit namun tetap kaget.

Mana pernah Gamael dapat tamparan. Sebajingan apapun ia memperlakukan orang, tidak ada yang berani menamparnya apalagi menolak dengan cara sekasar itu saat diajak tidur. Mereka maunya malah ditiduri dan dibuat tidak berdaya di bawah Gamael. Merelakan apa saja demi mendapatkan perhatiannya.

Gamael mengusap pipi lagi sebelum kembali ke tujuan awal, turun ke lantai satu karena urusannya di asrama sudah selesai. Apalagi kalau bukan tiduri satu omega agar enigmanya bisa tenang. Omega itu sekarang sedang kesakitan di kamarnya karena sikap kasar Gamael. Biar saja, besok ia yakin omega itu bakal tetap menghubunginya.

Tidak sudi pula ia tidur lagi sama bekasan.

"Si wangi embun cantik juga, lain kali bukan pipiku yang ditampar tapi pantatnya."

Di kamar, Keenata sudah menahan air mata. Lelah dan takut karena sudah berbuat bodoh menampar seorang enigma. Nasibnya pasti akan sial setelah ini.

***
 


"Melamun terus, kamu kesurupan?"

Kepala letih lesu menempel di meja sejak duduk di bangku kelas. Dosen sedang tidak ada jadi Keenata merasa tidak masalah ia sedikit bersantai. Semalam tidak tidur, terlalu takut apa yang akan terjadi hari ini dan hari-hati berikutnya. Bertemu tidak sengaja saja sudah membuatnya lari terbirit-birit, kemarin ia malah menampar yang selalu dihindari.

"Matamu bengkak, ya ampun!" temannya ribut di sisi kanan, angkat kepala Keenata dan mengusap-usap kelopak mata bengkak. Keenata sempat berjengit kala dingin menghampiri kulit. Derija menempelkan kaleng cola dingin ke kelopak mata dan bawah pipi. Kompres darurat untuk bengkaknya.

"Kamu ngapain sampai begini? Nangisin drama Korea lagi?"

Keenata anggukan kepala, lebih cepat iyakan dari pada menjelaskan alasan sebenarnya. Kaleng cola akhirnya dipegang sendiri. Bibir tebal merengut, apa lagi setelah Derija menyuapinya permen yupi bentuk burger, tepuk-tepuk kepalanya seolah menenangkan bayi. Keenata kan bukan bayi.

Jam kelas berlalu begitu saja tanpa dosen mengajar, hanya ada titipan tugas di papan tulis dari asisten dosen yang malas-malasan duduk menaikkan kaki ke meja. Keenata ditarik Derija keluar kelas, katanya lapar. Di pertengahan jalan bertemu Amir yang sudah menunggu dengan satu camilan cokelat di tangan kanan. Lagi-lagi Keenata yang ditawari lebih dulu.

"Nanti Nata gemuk, nggak mau!" pipi gembulnya bergerak mengikuti lengkung bibir ke bawah. Gemas, sampai tangan Derija dan Amir cupit pipinya.

"Ya udah ayo, aku udah lapar. Nanti aku kasih kamu sebiji nasi biar nggak gemuk!"

"Nata maunya makan mie ayam, nggak mau nasi."

Amir menarik Keenata, "Iya, makan mie ayam dua mangkok nggak bikin gemuk. Cokelat aku aja yang bikin gemuk." katanya menyindir. Pada dasarnya Keenata ini tidak peka jadi jawaban dari mulutnya malah membuat Amir kesal ingin mencubit bagian tebal di tubuh Keenata.

"Ke toilet, Nata pipis dulu nanti menyusul."

"Mau di temenin?" Derija memang paling khawatir kalau melihat Keenata jalan-jalan sendiri di kampus. Takutnya nyasar, apalagi kalau ketemu sama orang asing jahat. Setahu Derija dan Amir, Keenata tidak pernah suka bergaul dengan orang lain selain mereka berdua jadi untuk bertanya jalan saja butuh berpikir ratusan kali sampai akhirnya Keenata mau bertanya.

"Nggak usah, Nata sendiri aja!" langkah Keenata cepat-cepat berbalik arah. Kalau tidak salah ingat ada toilet kalau belok kanan. Ia tersenyum menemukan papan tanda toilet dan masuk ke pintu dengan petunjuk gambar laki-laki.

Eh?

"Angh..."

Keenata berhenti dua langkah setelah masuk. Ia melihat dua orang saling menempel di depan salah satu bilik toilet. Tubuh mereka besar-besar dan Keenata sepertinya kenal dengan yang rambut ikal. Lebih daripada itu, lututnya tidak kuat untuk berdiri. Ia jatuh, suara debamnya sampai buat dua orang sedang bercumbu berhenti. Keenata mengerjap, menjadi omega kadang menyulitkan. Contoh sekarang harus tumbang karena mencium feromon dua orang birahi di depan matanya, lebih sial lagi karena feromon menyengat seperti ini hanya dimiliki oleh alpha dan enigma.

Tubuh Keenata menggigil, hampir tak bisa bernapas karena baunya pekat dan menusuk hidung.

"Kamu ganggu." Keenata tetap menunduk, tidak mau menatap pemilik suara yang kini berada di depan lutut. "Omega kayak gini lagi banyak, gangguin orang ngewe supaya diajakin. Mau ikutan?" rambutnya ditarik, Keenata terpekik karena sakit. Air mata sudah terbendung ingin mengalir, pipinya merah saat tahu lelaki yang tadi dicumbu sampai setengah wajahnya basah sekarang menatapnya garang.

"Eh? Kamu kencing?!"

Iya, Keenata kencing di celana. Takut dan tidak tahan lagi ingin buang air. Alpha itu tertawa, membuat Keenata bertambah malu selain karena celananya basah dan bau pesing menyeruak di hidung.

"Gamael, mau diajakin nggak?" si alpha menoleh, tiba-tiba intonasi suaranya jadi lembut. Tatapannya mengarah pada Gamael yang dari tadi memerhatikan. Enigma itu bersandar di bilik toilet, santai melihat omega embun yang tidak berdaya.

"Kamu pergi."

Siapa pergi?

Alpha itu menoleh, lirikan dari Gamael tanpa perlu kata tambahan sudah mengartikan dengan jelas. 
Si alpha menggigit bibir, lepas jenggutan di rambut Keenata yang mulai terisak. Mau bagaimanapun omega tidak akan tahan dengan feromon menyengat dari alpha apalagi ada enigma di satu ruangan yang sama.

"Kamu bangun."

Keenata tetap menunduk, kepalanya geleng lemah. Bukan hanya kepalang malu namun takut juga dengan lelaki di hadapannya. Bibir cemberut, kurva turun gemetar ditambah isakan. Dagunya ditarik, dua jari tekan bagian bawah sehingga wajahnya terpaksa menghadap atas. Keenata tatap wajah enigma yang nampaknya biasa-biasa saja setelah diganggu.

"Bau pesing,"

Keenata tambah nangis. Salah siapa coba ini kalau saja tidak melihat adegan mesum di toilet dan tahunya dua orang itu mengeluarkan feromon yang bikin Keenata takut. Ia tidak akan mengompol dan menanggung malu seumur hidup.

"Nangis mulu, kamu belum aku apa-apain padahal."

Memang mau diapakan?

"Bangun, buka celana."

"Hik-Nata nggak mau diperkosa."

Gamael tutup mulut, bibirnya sampai membentuk garis lurus. Sebelah alisnya terangkat tinggi. Agaknya omega satu ini sedikit unik.

Dengan satu tarikan tangan, Gamael buat tubuh kecil berdiri. Masih limbung sampai harus dikasih topangan tangan sama lengannya melingkar di pinggang si omega embun. Gamael menyeretnya masuk bilik, tidak peduli pada tangis yang makin kencang.

"Berisik!" suara penuh penekanan. Keenata total diam meski masih sesekali terdengar isak namun tidak sampai memecah gendang telinga. "Buka celana, emang kamu mau keluar jalan-jalan pakai celana habis ngompol?"

Mata kecil mengerjap, air mata sekali lagi jatuh. Tubuh berjengit saat jemari besar mengusap aliran air di pipi pergi. "Aku nggak punya celana lain." burung kecil saja lebih besar suaranya dibandingkan Keenata sekarang. Jemarinya meremat ujung jaket, menarik-narik menutupi bagian basah di celana jeansnya. Gamael putar otak, "Tunggu sini, celananya harus udah dibuka pas aku balik."

"Nggak diapa-apain kan?" mata kecil menatap dengan penuh harap, Gamael sampai ingin menjahili dari pada menolong.

Tubuh besarnya menunduk, mensejajarkan wajah dengan omega yang duduk di atas kloset.

"Nggak enak ngewe di toilet. Nanti aja aku ke kamar kamu, lebih leluasa. Di sini mainnya cuma bisa doggy style sama bottom on top -kuda-kudaan."

Keenata dibuat melongo, mulutnya terbuka sedikit lantas terpekik saat bibirnya dikecup singkat.

"Tunggu di sini."

Aduh, Keenata jadi bimbang. Ingin keluar mustahil pergi pakai celana bau pesing, tidak pakai celana lebih mustahil lagi. Ia tidak sedikit pun berani membuka pintu bilik sampai akhirnya memilih membuka celana karena pahanya sudah mulai gatal karena lembab.

Celana jeans di lipat rapi, Keenata turunkan ujung jaketnya untuk menutupi bagian depan, angin dari ventilasi toilet menerpa paha sampai ia bergidik menahan dingin. Jantung hampir copot saat pintu bilik dibuka dari luar.

"Oh, udah di lepas celananya?"

Gamael datang dengan paper bag hitam. Tangannya yang besar itu bergerak meraih celana bersih miliknya. "Nih pake, nanti balikinnya nggak usah dicuci. Gesek-gesek dulu kalau perlu humping pakai celananya baru balikin."

Ih mesum.

Wajah Keenata merah padam sampai ke telinga. Ia ambil celana Gamael, sedikit malu untuk berdiri dan memilih untuk membelakangi enigma yang menatapnya tanpa berkedip. Tatapannya sih ke bawah, melihat paha mulus Keenata.

Kaki kanan masuk, selanjutnya kaki kiri yang masuk ke lubang celana. Keenata tarik celana training biru tua itu ke atas. Tubuhnya jadi agak menungging dan ia kembali terpekik saat merasakan Gamael gesek-gesek di pantatnya.

Ia menatap ke belakang, mendongak karena Gamael jauh lebih tinggi. Keenata hanya sebatas bawah dada jadi untuk saling bertukar tatap Keenan yang harus mendongak.

"Aku masih inget kamu tampar." Dua tangan Gamael menyentuh pinggang kecil, ujung jemarinya saling bertemu saking kecilnya lingkar pinggang si omega embun.
"Bisa aja aku masukin sekarang," bisikan di telinga kanan, bibir tipis menyentuh cuping telinga hembuskan napas hangat. Rasa geli dan takut buat si omega gemetar. Kepala yang mendongak membuat lehernya menjadi tempat luas untuk bibir Gamael menjelajah.

"Ngh-"

Wangi, feromon omega itu wangi dan menyejukkan. Jemari di pinggang memeras, memijat hingga ujung jaket terangkat. Gamael membuka mulutnya, sapukan lidah pada kulit yang lembut. Menghisap di satu titik lama bersamaan usapan kecil pada perut yang rata.

"Besok-besok pakai baju yang seksi dikit. Jangan serba tertutup gini. Sayang banget nggak dipamerin," Gamael keluar, sisakan Keenata yang ambruk dengan pantat menyentuh bekas sepatu si enigma.

Jantung degdegan luar biasa. Sudah lebih kencang dari palu tukang bangunan. Pantatnya juga ikutan sakit, bukan cuma karena mencium lantai. Pantat Keenata rasakan remas kencang sebelum Gamael pergi.

"Hih! Habis ngapain kamu balik toilet ada cupang!"

Derija membekap mulut Amir yang teriak-teriak di tempat umum. Yang benar saja, mereka sedang di kantin dan sekarang orang-orang di sana menoleh karena keributan Amir.

"Nata nggak ngapa-ngapain."

"Bohong!" tubuh Amir setelah singkirkan tangan Derija dari mulutnya. "Celana juga ganti. Kamu habis gituan ya di kamar mandi!" tuduhnya. Kali ini lebih kecil suaranya karena tidak ingin mengganggu orang lain.

"Tapi Nata ada merah bulat di leher kamu, merah banget mau sampe ungu. Yang ngasih kamu ini orang sangean ya?" celetuk Amir lagi. Derija menyumpal mulut besar pakai donat lalu mengelus punggung Keenata yang bibirnya sudah merengut.

"Nata punya pacar?" tanya Derija lembut. Anak itu tidak bisa dikasari jadi mengajaknya bicara lebih baik menggunakan kesabaran yang lapang.

"Nata nggak punya."

"Terus yang ngasih kamu ini," telunjuk Derija menoel cupang di leher. Sampai ada teksturnya, Derija buru-buru lepas.

"Gamael."

"HAH?!"

"Kalian berisik deh! Nata mau makan nggak jadi terus!"

Bagaimana tidak mau berisik? Teman-temannya ini sedang terkejut bukan main. Gamael katanya yang ngasih cupang sedangkan Keenata saling sapa dengan enigma itu saja tidak pernah.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
KookminJikook
Selanjutnya 2. Hide
40
2
He's hiding, he's scared, he's trapped
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan