8. Ugly

37
3
Deskripsi

Angry Gamael, Curse, parafilia behavior.

Itu adalah kebocoran dalam bercinta, mengatakan seperti perut buncitnya insiden tidak terduga dan tidak memasukkan bagaimana dua anak Adam bercinta dan bergumul di atas ranjang berkeringat sepanjang malam. Tidak ingkar pada nikmat namun tidak mau akui hasil dari perbuatan.

Bukan Gamael pada bagian kalimat tidak mau akui, ia mau bertanggung jawab. Rawat dan memberikan nafkah segala rupa. Lihat bagaimana pipi Keenata menjadi sangat tembam, jemari lentiknya ikut gendut-gendut. Tiga bulan hamil dan omega mungil itu berubah menjadi buntalan daging yang empuk.

Gamael memboncengnya ke mana pun si omega embun mau pergi. Membelikan makan saat lapar ataupun keinginan dari jabang bayi yang aneh-aneh. Setidaknya tidak boleh sampai nangis si kecil karena tidak dituruti. Enigma dalam dirinya sudah kalah, telak terpesona sosok omega Keenata yang mengandung keturunannya. Sudah tidak mau lirik yang lain, bahkan ia beli ponsel baru, nomor baru dan tidak lagi melirik sana-sini saat mau. Gejolak birahinya terkendali asal ada Keenata.

Hari itu ia tolak mentah-mentah satu alpha wanita yang awalnya berpura-pura sakit saat mereka kerja kelompok. Minta diantar pulang, sampai rumah justru melepas pakaian, telanjang bulat mengangkang di depan Gamael seperti pelacur kecil yang siap ditiduri. Gamael menginjak kemaluannya, jijik pada cairan vagina yang menempel pada sepatu. Ia tinggalkan alpha itu dengan harga diri terinjak-injak.

Sialan─sepatu yang baru ia beli Minggu lalu harus berakhir ditempat sampah. Padahal Keenata mengaku sangat menyukai sepatu pasangan mereka kali ini. Ia harus membelinya ulang atau omeganya akan menangis karena tidak memiliki sepatu yang sama.

Beberapa waktu belakangan Gamael sering mendapat permintaan khusus untuk menjemput di akhir waktu, hampir petang meski jadwal kelas yang ia pegang tidak ada kelas sampai sore. Omeganya itu senang bermain, Gamael masih diam karena tidak ingin membuat satu aturan atau bertindak atas dasar enigma yang melekat. Memainkan satu kesalahan dan tidak menyembunyikannya sama sekali. Keenata cukup berani dengan menggandeng seorang alpha di tengah hari bolong hampir setiap hari

Hari itu menjadi satu hari yang bakal jadi trauma berkepanjangan bagi Keenata. Gamael datang dengan tangan kosong, menariknya kasar saat pria alpha menunduk,  jelas-jelas dari feromon yang keluar dipenuhi nafsu, mau mencium omega miliknya tepat di bibir.

Gamael menarik Keenata menjauh, menghempaskan tubuh kecil itu ke rerumputan. Matanya merah, menyalak pada alpha yang berdiri terlampau terkejut melihatnya.

Tidak ada kata yang terucap dari Gamael saat satu saja lirikan pada mata alpha dan pria lebih tinggi darinya itu jatuh berlutut di depan kakinya. Feromon yang menyebar di udara seperti polusi mencekik tenggorokan, baunya menyengat, pedas dan menghalangi udara bersih untuk masuk ke paru-paru. Gamael hampir membuatnya pingsan di lututnya tanpa perlu bersuara.

Ada satu yang benar-benar menjadikan enigma menakutkan selain kekuasaan dan feromonnya yang kuat. Itu adalah saat pria alpha menjadi bocor di bawah sana, depan dan belakang banjir menembus lapisan celana. Menjadikannya turun dari kasta baik menjadi paling rendah.

Merubahnya menjadi omega.


 

Gamael berdiri membentengi omega yang meringkuk kesakitan memeluk perutnya. Ia menarik pergelangan tangan, membuat omeganya duduk. Memeriksa bagian bawah yang basah dari rembesan darah. Enigma itu menghela napas, menggendong tubuh mungil di kedua lengannya. Meninggalkan kegaduhan di tempat parkir, melupakan satu pria yang meringkuk kesakitan karena gejala paling menyakitkan untuk seorang alpha setelah berhadapan langsung dengan enigma.

"Seharusnya kamu nggak mencoba sesuatu yang bakal berakhir buruk." ucapannya menggaung di kepala sang omega. Terisak karena sakit di perut dan ketakutan setengah mati.

Keenata tidak akan mau lagi, ia tidak  mampu untuk menghadapi kemarahan dari enigmanya. Merasa paling kecil ketika tubuhnya begitu sakit dan gemetar, sesak napas mengirup feromon pekat mencekik di tenggorokan.

Bibir pucat berkata ampun, berharap enigma mengampuni kesalahannya.
 

***


Dua, kata seorang dokter yang memeriksa perut buncitnya. Keenata menatap layar monitor di mana ada dua gumpalan darah melayang-layang di dalam perut. Ia hampir berkata jika cacing di perutnya bisa membelah diri dan menjadi panik, tetapi kehadiran Gamael membuatnya bungkam. Empat hari sejak kejadian di kampus yang menghebohkan karena menimbulkan korban. Salah seorang Dosen dilarikan ke rumah sakit, seminggu kemudian mengundurkan diri. Keenata tidak pernah bertemu dengan Kenan lagi, artinya dosen yang mengundurkan diri adalah pria itu.

"Tolong jangan membuatnya stress, dia hampir keguguran dan saat ini menjadi lemah karena itu." Dokter yang mengusap-usap perut Keenata dengan tisu membersihkan gel dingin di perutnya kemudian tersenyum lembut, memberi Keenata donat J.Co dari jatah makan siangnya. Ada papan nama Gilian Ethan di atas meja kerjanya.

"Obat, kuatin kandungannya."

"Gak gampang kayak gitu Gamael, mikirin yang di sini juga." Dokter itu menyentuh pelipisnya sendiri. "Pikiran yang di sini harus tenang juga. Jangan dibikin stress, tapi kalo kamu pasangannya mana bisa nggak stress sih." katanya, Keenata sadar obrolan mereka menjadi lebih santai. Meninggalkan formalitas dan menjadi seperti teman. Keenata memperhatikannya seraya mengunyah donat pemberian dokter.

"Jangan berhubungan badan dulu,"

"Mana bisa,"

Si dokter berdecak, menatap Keenata dengan tatapan iba lalu kembali matanya pada Gamael. "Yaudah pakai mulut."

"Mulut Keenata kecil, nggak muat. Udah pernah nyobain."

"Anjing─ekhm!" Gilian tatap pasangan pasiennya dengan kesal. Hampir mengumpat dengan segala umpatan yang terlintas di kepala tetapi tidak baik diperdengarkan di depan orang hamil. "Minimal jangan masuk semua, sepertiga lah kalau mau berhubungan."

Jawaban Gamael berikutnya membuat dokter itu mematahkan pulpen di tangannya.

"Nggak kerasa, bukan seks kalau nggak sampai perutnya nonjol."
 

***

 

Meskipun kata-kata yang Keenata dengar di klinik dokter kandungan terdengar kasar dan sembrono, Keenata tidak pernah merasakannya. Gamael tidak pernah memperlakukan seperti mesin buangan benih atau menidurinya seenaknya.

Pria itu mengurus kebutuhan Keenata dengan baik, membelikan makanan sehat, menyiapkan obat dan juga tempat tidur nyaman dengan feromon hangat darinya. Keenata terkadang juga dibelikan es krim untuk membuat suasana hatinya tidak melulu bosan karena sedang izin dari kampus. Tepatnya izin untuk tidak hadir selama dua minggu. Ia sendiri heran kampus mengizinkannya tetapi mengingat status Gamael, ia urung untuk mencari tahu.

Beberapa hari berdiam diri di rumah membuatnya mengambil inisiatif untuk mencari tahu tentang Gamel dan statusnya sebagai enigma. Mempelajari pria yang tinggal bersamanya memalui teks dan informasi penelitian. Menjadi sangat tertarik pada sisi lain pria yang selalu usil dan jahil padanya.

Enigma itu mengerikan. Keenata merinding saat kilas balik kejadian beberapa hari lalu kembali memenuhi pikirannya. Sungguh tidak ia kira jika Gamael bisa berbuat sangat kejam, menakutinya sampai ke ubun-ubun.

Keenata akan bersumpah jika perlu, mengatakan pada Gamael ia tidak pernah berniat untuk mencium atau berciuman dengan pria lain. Pria itu juga salah paham karena di hari itu yang dilakukan Kenan hanya mencoba meniupkan debu di mata Keenata. Sampai hari ini ia bungkam karena takut duluan Gamael yang itu dilihatnya lagi.

"Makan siang,"

Ketukan di pintu kamar yang terbuka dan suara lembut dari prianya. Keenata menaruh ponsel di sampingnya lantas duduk tegap, sesekali mengelus perutnya. Iya tahu, ia ini sedang hamil bukan cacingan. Keenata hanya suka melihat wajah Gamael yang kesulitan karena tidak tahu dirinya ini hamil apa bukan.

"Makan apa?"

"Ada sup jamur dan ayam panggang," Gamael menaruh nampannya di atas ranjang, pria itu tidak menyebutkan jagung dan asparagus rebus di piring kanan. Keenata merengut, "Kok cuma segini?" bukan sedang tidak bersyukur, ia bertanya karena piring di atas nampan masing-masing hanya satu porsi.

"Kamu makan dulu,"

"Kamu nggak makan?"

"Nanti,"

Jawaban itu membuat Keenata makin murung, "Kamu nggak bisa beli dua ya? Uangnya habis karna Nata pake jajan terus?" sendok yang tadinya sudah naik kembali ditaruh di piring. Jemari kecilnya mengelus kepala Gamael dengan bersalah. "Nata minta maaf uang kamu habis, janji nggak jajan banyak lagi."

Gamael tidak bisa menghentikan kurva bibir untuk melengkung, membentuk senyum seiring sentuhan di kepala begitu nyaman. Ia mengambil tangan Keenata, mengecup telapak tangan lembut.

"Uangku nggak habis," katanya menenangkan, namun Keenata tidak mengambilnya. Ia menggeleng dan bergerak ke sisi tempat tidur di mana tas kecilnya berada. Mengeluarkan dompet Gamael yang sudah ia pegang sejak tiga Minggu lalu.

"Ini Nata balikin, kamu beli makan yang banyak!"

Gamael menaruh kembali dompet itu di dalam tas omeganya. "Uangku lebih dari cukup buat jajanin kamu sama sama maunya bayi ada dalam perut kamu."

"Beneran?"

"Beneran, jari kelingking."  Gamael mengambil jari kelingking mungil untuk ditautkan dengan miliknya. Terkekeh begitu Keenata mau makan setelah ia bujuk beberapa kali.

***

 

Dua teman setia yang tidak takut mati. Keenata memberi gelar kepada Derija dan Amir yang mengunjunginya di apartemen Gamael. Dua pria yang datang dengan buah tangan es krim juga buah semangka bulat. Melewati tuan rumah yang berwajah tak ramah untuk bertemu Keenata yang tengah makan camilan di ruang televisi.

"Ija!" sorak senang itu membuat Gamael sedikit lega, beberapa hari ini sulit sekali membuat Keenata tersenyum. Tidak menyesali undangannya kepada dua orang teman omeganya. Ia pamit untuk pergi sebentar setelah tamu rumah duduk tenang di samping Keenata.
 

"Jangan keluar rumah,"

Tiga kata yang diangguki heboh Amir sedangkan Derija memberi jempol karena malas bicara dengan enigma itu.

"Kangen kelas," Keenata membuka es krim vanila yang dibawa Derija, memakannya sedikit-sedikit. Ia belum makan es krim sejak istirahat penuh di atas tempat tidur. Sedikit banyak lega karena Gamael tidak mengambil buah tangan temannya.

"Mau makan semangkanya nggak?"

Kepala menggeleng pelan, Keenata tepuk-tepuk bagian kosong di samping kanannya. Meminta Amir untuk duduk lebih dekat. Rasanya nyaman ketika ia bersandar di bahu beta itu.

"Amir, Nata hamil. Di perut sini ada bayinya," telapak tangannya tepuk-tepuk perut buncit. Derija harus menghentikannya kalau tidak mau anak itu mengeluh sakit nantinya. "Kirain Nata tuh buncit karna Nata cacingan."

"Ya siapa juga orang yang ngira itu cacingan kecuali kamu," Derija elus-elus perut sayang, sebentar lagi punya keponakan. Senang tapi tidak menyangka bakal cepat.

"Huh? Tapi Nata nggak punya suami. Gimana ini kalo ibuk nanya?!" tiba-tiba ia panik, menatap dua temannya dengan tatapan sedih juga minta tolong.

Ampun.

"Bawa aja Gamael, dijamin ibuk bakal rayain pesta rakyat tujuh hari tujuh malem di kampung."

"Ih serius!"

 

***
 

Pintu kamar berbunyi diwaktu yang sangat larut, Keenata sudah jatuh tertidur beberapa jam lalu namun kembali membuka mata karena suara kecil yang mengganggunya. Ia mengucak mata, menguap dengan lenguhan kantuk.

"Ael bukan?" tanyanya setengah melindur. Ia merangkak pada sosok yang duduk membelakangi, duduk di sisi kanan ranjang. Tidak cukup jelas karena gelapnya ruangan. Penciumannya menangkap wangi feromon enigmanya, seketika Keenata menjatuhkan wajahnya di punggung lebar pria itu.

"Nata nungguin, pulangnya lama. Kamu dari mana?"

"Habis balapan. Kamu kenapa nggak tidur duluan?"

"Nata udah," hidungnya menggesek punggung, dua tangan Nata melingkar di pinggang ramping Gamael. "Tapi bangun denger bunyi-bunyi,"

Pukul tiga pagi, Gamael melihat ponselnya sebelum berbalik badan dan menarik tubuh mungil kembali ke tengah ranjang. Ia biarkan tubuhnya dipeluk dan dijadikan bantal. Memeluk balik omeganya  sayang. Beberapa waktu ke depan sepertinya ia akan berhenti dulu dengan kegiatan malamnya. Tidak baik untuk Keenata tetap terjaga karena menunggunya.

"Besok boleh kelas,"

"Hng? Boleh sekula lagi?" sudah diambang lelap namun Keenata masih tersenyum, "Horeyy ..." katanya dengan akhiran menguap. Pipinya menempel di dada bidang enigmanya.

"Nata cantik,"

Keenata bersenandung.

"Kalau aku rut waktu kamu masih hamil, kamu jangan cari aku ya. Tunggu sampai aku balik."

Omega kecilnya sudah terlelap, tak dengar ucapannya atau mendengar namun tak cukup mengerti karena termakan kantuknya. Gamael menyisir rambut Keenata ke belakang menggunakan jarinya. Mengecup kening cukup lama sebelum ikut terlelap memeluk si omega embun.



 

Baru dua hari kembali ke kampus, Keenata sudah dihadapkan dengan berita gempar katanya ia pacaran dengan Gamael si enigma tersohor. Ia menekuk bibirnya di sepanjang jalan ke kelas dengan wajah tertunduk tatap ujung sepatu. Suasana hatinya tidak baik, terlebih dipengaruhi oleh bayi di perut. Ia duduk di bangku kelas paling depan menghindari tatapan penasaran dan penghakiman namun semakin merasa tak enak karena sekarang kepalanya seperti dibolongi dari belakang.

"Nata, minum?"

Derija duduk di sampingnya, menawarkan minum dan satu permen mint agar penciumannya yang super sensitif tidak membuat mualnya kambuh. Setelah minum, masker kembali menutupi sebagian wajah untuk membuatnya bertahan hari ini dari bau feromon orang-orang.

Kelas selesai di sore hari, Keenata menunggu Gamael di taman dengan Amir yang menjaganya kali ini. Agak sedikit ceroboh karena Keenata makan enam donat sebelum Gamael datang dan berpura-pura polos kalau ia belum makan padahal bubuk gula di sudut bibirnya adalah bukti.

Gamael menciumnya di parkiran karena sudah berani berbohong, dicium di atas motor besar, lebih-lebih tangannya ikut elus-elus adik bayi di perut.

"Mau liat balapan nggak?"

"Nggak mau. Nanti aku jadi taruhan lagi."

"Ya nggak, kan bukan aku yang main. Kita nonton aja, ada temen kamu yang dateng juga."

"Kamu kenapa seneng banget balapan? Kan bahaya, apalagi balapannya liar."

"Menantang, hidupku bosen banget kalo nggak ketemu balapan. Terlalu gampang,"

Keenata merengut, "Enak banget ya jadi enigma. Apa-apa gampang!"

Suasana hati yang mudah berubah, Gamael mengecup bibir Keenata sebelum naik ke motornya. "Mau liat nggak? Atau mau langsung pulang?"

"Mau liat tapi Gamagama jangan tinggalin Nata satu detik pun!"

"Iya janji."

Malam yang dingin membuat Nata merapatkan pelukannya pada Gamael. Matanya berbinar menatap dua motor yang melaju kencang saling mendahului. Ia duduk di pangkuan Gamael sepanjang malam, abai pada tatapan iri banyak orang. Tidak juga, Keenata tersenyum lebar dan sesekali mengecup pipi Gamael dan dibalas kecupan di leher dan bahunya. Senang pamer dan melihat tatapan iri tanda tak mampu berada di posisi Keenata sekarang. Beberapa kali Keenata menyadari tangan Gamael bermain di kancing baju paling atas sampai membukanya di kancing kedua.

Telunjuknya juga tak henti elus-elus puting Keenata dari luar baju. Tidak terlihat orang lain karena Keenata memakai jaket kulit kepunyaan Gamael namun dari tingkah lakunya, enigma itu sedang tinggi. Bisa ia rasakan tonjolan besar yang diduduki pantatnya.

"Kamu keras," Keenata berbisik, ia melirik sekitar sebelum nakal menekan pantatnya lebih kuat pada kelamin yang terjepit di dalam celana. "Nata pakai celana longgar, mau masukin?"

Kalau dilihat dari pandangan orang lain, Keenata memakai kemeja Gamael yang super besar, celana pendek selututnya sampai terlihat hanya sedikit. Ditambah selimut tebal yang Gamael pinjam dari temannya. Celana Keenata juga memiliki pinggang karet dan sekali tangan Gamael menurunkannya, itu sangat mudah. Tidak akan ada yang menyadari jika Keenata sudah tidak memakai celananya dengan benar, sudah turun ke mata kaki.

"Kalau dimasukin kamu sanggup diem nggak?"

Keenata menggigit bibirnya, memang hampir semua mata saat ini tertuju pada motor yang tengah balapan namun masih ada beberapa yang melirik ke arah Gamael.

"Nggak tau, Nata takut."

Ada dengusan geli dari belakang kepala. Keenata memukul paha Gamael karena merasa malu. Ia juga berpikir sangat memalukan dengan membiarkan celananya turun. Di balik selimut dan kemejanya, Keenata terbuka untuk orang-orang dapat melihat pantat juga selangkangannya.
 

"Nggak aku gerakin, angetin aja. Gimana?"

Nata rasa sudah hilang akalnya saat ia mengangguk menyanggupi keinginan Gamael karena ide awalnya juga ia yang mengusulkan. Bibirnya digigit kencang mengikuti arahan enigmanya  sudah siap membuka celana dengan kelamin panas menyentuh tulang ekor Keenata. Tubuh mungilnya merinding bukan main. Kap mobil Ragaki mungkin akan kotor sekali jika mereka melanjutkan kegilaan ini.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
KookminJikook
Selanjutnya 9.Treat
28
1
Keintiman di publik, posesif Gamael
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan