5. Sassy

36
3
Deskripsi

BJ, Posesif Keenata.

Kata-kata manis, semanis orang yang dirayu, secantik bunga yang diberikan, rasanya tak kurang jika pria pintar bersilat lidah adalah satu keunggulan untuk mendapatkan pujaan. Tak luput juga pada baiknya perhatian.

Begitu mungkin sedikitnya bagaimana Keenata kini duduk di pangkuan Gamael kembali setelah sedikit argumen yang terjadi. Keenata pada akhirnya buka pintu kamar, pipinya merah, matanya pun begitu. Malu-malu takut soalnya tadi Gamael mengatakan jika tubuhnya bisa meledak kalau sedang birahi tidak disentuh bagian yang itu.

Keenata duduk, membebankan daging tebal pantatnya di kedua paha Gamael. Agak ujung sampai ke lutut dan si enigma memegang pinggangnya berjaga supaya Keenata tidak sampai terguling jatuh.

Mata si omega embun kerjap-kerjap lucu, gemas bukan main ketika di hadapkan dengan milik Gamael langsung. Tidak cukup tegang namun tidak tidur juga, kelamin bersih dengan kepala yang berwarna lebih  gelap sudah dikeluarkan dari celana dalam lima menit lalu. Sejak menit itu pula Keenata seperti patung, terdiam memandangi kelamin Gamael.

"Nggak mau coba pegang?" di pinggang, ibu jari Gamael mengelus lembut. Tidak cukup terburu-buru sampai memberi perintah gunakan kuasanya sebagai enigma. Ditatap sepasang mata kecil Keenata juga salah satu yang ia nikmati. Kegugupan dan malu-malunya adalah hiburan menarik.

"Kalau punya alpha apa begini juga?" pertanyaan sekedar terlintas begitu saja karena Keenata hanya ingin menghapus gugup. Matanya melirik pemilik kelamin, menjadi lebih daripada gugup melihat Gamael mendorong pipi dalamnya dengan lidah. Sepertinya enigma itu tidak menyukai pertanyaan Keenata.

"Kenapa bertanya hal lain?"

Kepala kembali menunduk, suara berat dari enigma bikin tubuh mungil jadi gemetar takut. Jemarinya remas ujung kaus putih yang menutupi hingga setengah paha, sekarang jadi makin terlihat paha putihnya karena ia tarik-tarik.

Tubuh mungil ditarik dari pinggang hingga dudukan pantatnya kini semakin dekat. Keenata memekik saat bagian selangkangannya menubruk penis Gamael. Belum sepenuhnya terbangun namun keras mengganjal di paha dalamnya.

"Aku bilang lihat penisku, kenapa bahas yang lain?" mata menelusuri garis wajah Keenata, memandangi bibir merah yang digigit pemiliknya. "Aku juga bisa marah loh," ucapan itu disertai remas di pipi pantat. Lima jari tangan memijat, Keenata sampai mengeratkan tarikannya pada ujung kaus. Apalagi dua jari kiri terasa sengaja menyelinap ke celana dalam.

"Baby,"

Merinding, Keenata bersembunyi diceruk leher enigmanya. Panggilan manis itu tidak dikira, ia menggerung seperti kucing. Merapatkan kaki menjepit pinggang Gamael.

Pelan-pelan tangan kecil berpindah ke bahu lebar, menyentuh otot yang bergerak setiap kali lengan Gamael memeluk makin erat.

"Nggak mau pegang?" bibir Gamael menyentuh cuping telinga, mengecup dibeberapa titik seraya kembali berbisik. "Aku horny banget liat kamu pakai bajuku, di rumahku, wangi kamu bikin pusing kepalaku tapi enak, aku kayak gini karna kamu. Nggak mau tanggung jawab?"

Keenata mengintip pelan-pelan, menjauhkan diri dari ceruk leher Gamael untuk melihat wajah enigmanya. Masih tampan dan menakutkan seperti biasanya. Keenata selalu takut pada mata itu, yang menatapnya seperti mangsa mudah dan memakannya tanpa perlu bersusah payah. Lari akan percuma jika sudah tertangkap dalam mata si enigma. Sia-sia jika menolak dan pada akhirnya akan pasrah.

Keenata remas pundak lebar, telinganya dapat kecupan, dijilat basah sampai tulang telinga dalam. Napas hangat Gamael menggelitik area cuping dan tengkuknya. Seluruh tubuhnya meremang hebat. Kalah oleh dominasi karena ia kasta terendah. Mana mampu melawan kuasa dari pria yang menginginkannya.

"Besok ada kelas?"

Keenata menggeleng kecil, ketika Gamael dorong bahunya untuk menjauh pun setelahnya Keenata memejam mata. Bibirnya dilumat sedemikian rupa, kiranya akan lembut diawal namun langsung melibatkan lidah. Daging lentur itu masuk ke mulut, menjilat barisan gigi belakang, bagian mulut atas yang sensitif hingga mengajak lidah pasif Keenata untuk saling membelit.

Tak habis napas enigma itu meski ciuman yang ia awali sudah lumayan lama. Keenata sudah lemas, terkulai di atas sofa dengan bibir bengkak masih dicumbui. Kaus sudah naik ke atas dada mempertontonkan perut ramping juga dadanya yang berisi.

Dua tangan Gamael meremas, menggilas dada Keenata hingga kulit sensitifnya memerah. Memilin puting kanan dan kiri bersamaan. Memainkannya selayaknya tombol mainan. Ditarik, dipelintir─Keenata sudah menjerit meski teredam ciuman, dibuat bengkak dua jari nakal enigma.

"Nggak kuat,"  ucapan pertama setelah melepas bibir bengkak. Keenata menatap ke bawah, celana dalamnya sedang dilucuti dan ketika sudah lolos dari dua kakinya, celana itu dilempar begitu saja. Enigma menatapnya dengan lapar, ada perintah untuknya tetap diam di dalam mata kelam yang mengunci. Keenata tidak bisa bergerak, pasrah lagi-lagi satu yang dapat ia lakukan. Menatap pada bibir tipis yang mengecupi betis, menghisap belakang lututnya.

Keenata mendesah, meremas bantal sofa di atas kepala. Enigmanya memasukkan milik Keenata ke mulut, mengulumnya dengan hisapan kuat.

"Ahhh ...nghh..."

Penis Keenata bukan permen emut, bukan pula sedotan. Namun mulut hangat Gamael tak mau melepas dan terus menghisap kuat. Lidah di dalamnya memberikan jilatan pada titik sensitif. Keenata keras, ia bahkan menyembur banyak di dalam mulut yang menghisap.

"Nggak a-ada lagi ..." Ia merengek karena Gamael tidak mau melepaskan penis Keenata dari mulutnya. Rasa geli dan ngilu sehabis ejakulasi memberi rangsangan baru hingga penisnya berdiri kembali.

Keenata mendongak dengan urat-urat wajah yang timbul. Gamael menghisapnya lagi. Rakus, memutar-mutar milik Keenata seperti mainan baru yang seru. Isak kecil Keenata seperti lagu, pengiring tambahan bunyi-bunyi becek liur di selangkangan.

"Fuck... Keenata, kamu seksi, cantik, bikin aku pengen tidurin sekarang." celana yang sudah turun ke paha akhirnya di lepas semua. Gamael teburu-buru melepas kausnya dan menindih Keenata dengan tubuhnya yang besar. Omega mungil itu menjerit kesakitan liang duburnya dimasuki tiga jari tanpa pelumas. Air matanya mengalir dengan isakan kecil. Panas liang ototnya dibuat merenggang tiba-tiba. Keenata mencoba menjauhkan tubuh enigma di atasnya meski akhirnya sudah diketahui. Pria itu enggan dan malah membawanya ke dalam cumbuan penuh nafsu.

"Aku bisa pancing kamu heat." bisikan dari suara serak. Lidah menjilat sepanjang leher kanan hingga bahu yang tidak tertutupi kerah kaus. Gamael menggigit di sana. "Atau kamu mau lakukan ini sama aku dalam keadaan sadar?" bibir tipisnya menghisap bekas dari gigitannya lalu kembali menggigit di tempat sama.

"Nata, kalau sama kamu aku nggak bisa sabar. Jawab yang mana."

Keenata, bisa merasakan gesekan benda panas dan lembut di paha dalamnya. Kelamin enigma yang begitu besar dan kokoh, melecehkan pahanya dengan precum dan sodokan ringan. Keenata menggigit bibirnya yang bengkak.

"Na-Nata mau Ael." takut-takut ia menjawab. Air matanya sudah tumpah karena tatapan Gamael yang begitu tajam. Enigma, seperti inikah mereka? Keenata tidak bisa menebaknya karena ia tidak pernah disentuh selain oleh enigma, dan pria itu adalah Gamael, satu-satunya.

"Sakit nggak papa?" tanya Gamael sekali lagi. Jarinya bergerak seperti gunting, melebarkan otot anal yang kencang dan sangat sempit. Tidak akan ada yang menyangka jika Gamael sudah pernah memasukinya selama dua hari. Tidak berhenti menggenjot meski si omega embun tengah terlelap karena lelah dalam masa kawinnya. Gamael tidak pernah berlebihan dalam seks dengan satu orang namun ketika kelaminnya memasuki Keenata, rasanya ia tidak ingin menarik miliknya keluar lagi.

"Nggak suka sakit ..." Air mata Keenata mengalir lagi. Pipinya merah dengan hidung yang mengeluarkan ingus. Ia takut sekali, meskipun Gamael adalah satu-satunya enigma yang Keenata kenal namun instingnya berkata untuk tidak pernah membuatnya marah. Penolakan bisa saja membuat Gamael  marah.

"Kalau heat kamu dipancing, boleh aku minta kamu buka kaki sampai aku puas?" Bibir bawah dijilat, Gamael menatap tubuh mungil yang ia telanjangi. Sungguh cantik dan sensual, kelaminnya mengeras mendapati kerut otot anal semakin menyempit setelah pertanyaannya diutarakan.

"Natanya sakit nggak?"

"Enak, nanti enak. Heat yang dipancing sama enigma itu jauh beda sama heat yang kamu alami biasanya. Kamu sama sekali nggak akan sadar dengan apa yang kamu lakuin sampai heat selesai. Ingetnya nanti kalau badan kamu udah bener-bener nggak ngerasain gejalanya lagi."

Gamael meremas paha Keenata, tidak sabaran.

"Kamu bakal jadi milik aku sepenuhnya. Tapi aku butuh izin kamu."

Curang, Gamael curang. Berdiskusi dengan Keenata disaat omega itu harus membagi dua pikirannya. Sodokan di analnya memecah akal, Keenata terus mendesah dengan napas tersengal. Dadanya naik turun cepat, Gamael sejenak melirik puting susu yang bengkak karena liur di dalam mulut sudah terkumpul dan ingin meludahi dada mulus Keenata, menandai lebih banyak teritorinya.

Bibir Nata hendak berucap─bel apartemen Gamael berbunyi.

Enigma itu menggeram, menghisap leher Keenata cukup kencang hingga timbul ruam kemudian melepas ketiga jari dari liang bawah. Kening dikecup sebelum tubuh besar itu turun dari sofa. Gamael sambar celananya di lantai untuk dikenakan kembali.

Keenata bangun perlahan, meringis karena perih di anal. Gamael menjarinya tanpa pelumas dan jari-jari pria itu tidaklah kecil. Ia memunguti pakaiannya namun tidak menemukan celananya di mana. Keenata putuskan untuk pakai kausnya saja.

Kaki jenjangnya mengikuti Gamael yang lebih dulu melangkah ke pintu depan. Lalu berhenti, tidak berniat melanjutkan lagi saat di depan sana seseorang tengah mencumbu enigmanya dengan tubuh menempel erat.

Keenata mengambil satu vas bening kosong di nakas. Kembali berjalan dengan langkah pasti, ia menyentuh bisep Gamael yang membuat dominannya melepas cumbu bibir dan menoleh, tatapan matanya tidak menunjukkan keterkejutan atau perasaan lain yang membuat Keenata mengeratkan genggaman pada vas bunga di tangannya.

"Loh? Ada orang─"

Vas bunga melayang membentur dinding tepat di sebelah tamu tak diundang. Suara benturan itu keras hingga vas yang Keenata pegang pecah berserakan di lantai.

Gamael menarik tangan Keenata yang terluka kena pecahan kaca. Giginya menggerit mendapati darah mengalir di punggung tangannya. Ia mendorong orang yang tadi mencumbu bibirnya dan segera menggendong Keenata. Matanya tajam dan penuh amarah, tertuju pada pria yang membuat situasi menjadi seperti saat ini.

"Pergi. Aku buat perhitungan denganmu nanti." pintu apartemen tertutup rapat. Gamael melangkah kembali masuk, melewati sofa tempat mereka bergerumul hangat beberapa menit lalu, terus melangkah ke arah kamar. Ia mendudukkan Keenata di atas ranjangnya, menatap omega yang sejak tadi diam menatapnya tanpa ada suara.

"Ngomong,"

Keenata tahu itu perintah tapi mengabaikannya.

Luka di punggung tangannya dibersihkan, telaten diberi obat dan dibungkus plester. Gamael mengecup tepat di atas luka yang tertutup, lututnya masih menyentuh lantai sedari sepuluh menit lalu. Ia mendongak menatap paras manis Keenata, omeganya hanya terus menatap tanpa mau menggerakkan bibirnya.

"Sayang,"

"Alpha tadi siapa?"

Gamael membuang napasnya perlahan, diam-diam merasakan ketenangan saat ia mendengar suara Keenata. Ibu jarinya mengelus punggung tangan, mengecupnya sekali sebelum menjawab rasa penasaran. "Nggak kenal."

"Kamu bohong?"

"Nggak bohong, nggak kenal. Mungkin anak kampus yang kenal aku."

Bibir Keenata merengut, matanya mulai berair. Tahu betul sebentar lagi si omega embun akan menangis tangan Gamael lebih dulu menghalau air mata yang hendak jatuh, diusap pergi.

"Kok nangis?"

"Kamu ciuman sama dia."

"Dia yang cium aku, akunya diem."

Keenata mengerjap, kali ini air matanya lolos menuruni pipi. "Kamu diem kenapa? Kamu mau dicium? Kamu suka dicium sama dia ya?"

"Banyak ya nanyanya," sudut bibir Gamael terangkat, ia mengamati wajah manis omega yang tengah menangis sendu. Alisnya bergerak-gerak seiring ketertarikan semakin tinggi untuk menyaksikan lebih banyak ekspresi di wajah omeganya. "Kalau suka kenapa? Kalau nggak juga kenapa?"

"Aku nanya duluan," Keenata menampik elusan di tangannya, menarik tangan menjauh dari jangkauan sentuhan Gamael.

"Aku mau dijawab duluan, bisa?" sikap tenang Gamael semakin membuat Keenata kesal, hatinya panas juga terasa sesak dada. Tadi saat melihat ia tidak merasakan apa pun selain tubuhnya bertindak sendiri mengambil vas bunga dan membenturkan benda itu keras ke dinding. Ia ingat jelas wajah alpha yang terkejut karena tindakannya tersebut.

Bibir Keenata semakin melengkung turun, bergetar lantas mulai terdengar isakan. Segera Keenata menutupi wajahnya dengan telapak tangan. Malu lagi-lagi menangis karena alasan tidak jelas. Sedetik lalu Gamael menyentuhnya lalu sedetik kemudian enigma itu bercumbu dengan orang lain tepat di depan matanya. Keenata merasa marah, ia mengusap wajahnya kasar sampai Gamael menghentikan. Tubuh mungilnya ditarik ke dalam pelukan.

"Nata mau pulang!"

"Sssh ...dengerin dulu. Tadi aku cuma pengen liat reaksi kamu kalau aku biarin orang itu cium aku." Gamael menerima pukulan di punggungnya, keras tapi tidak sakit sama sekali.

Gamael mengeluarkan feromonnya, membius Keenata yang tengah dipenuhi amarah menjadi lemas. Tubuhnya terkulai dalam dekapan Gamael. Pria yang membuatnya menangis dan berlaku buruk dengan menakuti seseorang seperti itu.

Keenata tampak masih tersengguk, hidungnya merah sekali berikut pipi yang basah. Tubuh mungilnya dibaringkan di ranjang, di dekap dari samping dengan lembut. Selimut menutupi kaki telanjang agar tidak kedinginan.

"Katanya punya Nata, kalo punya Nata nggak boleh dicium orang," ucap  lirih yang sedang menangis.

"Enigma nggak gampang dipunya," Gamael mengusap pergi rambut yang melekat di kening Keenata karena keringat.

"Tapi kamu sendiri yang bilangin punya Nata,"
Lengkungan di bibir merah kembali turun, bergetar juga sampai pipinya ikut memerah. Tidak menyukai ucapan yang keluar dari mulut Gamael.

"Yang tadi bukan siapa-siapa, aku nggak bohong. Kalau kamu nggak suka, nggak bakal kayak gitu lagi."

Tubuh Keenata mendekat, berbaring miring memeluk punggung Gamael yang berbaring tanpa baju. Merasakan tubuh hangat enigma secara langsung. Detak jantung di dada pria itu tenang dan Keenata menempelkan keningnya di dada kiri yang tebal dan keras akan otot.

"Gamael,"

Enigma itu terkekeh, "Kayaknya baru pertama kali kamu panggil namaku." hidungnya menghirup wangi rambut yang bercampur dengan feromon manis omeganya. Ia bisa mendengar cicitan kecil permintaan maaf dan kecupan di kulit dadanya menandakan kesungguhan.

"Jangan cium orang lain lagi," bukan hak Keenata untuk melarang namun sisi omega dalam dirinya tidak mau berbagi. Enigma adalah makhluk yang agung dan istimewa, menyentuhnya untuk pertama kali dan memberikan banyak perhatian kepadanya yang belum pernah ia rasakan. Keenata tanpa sadar sudah memberi tanda, buktinya sendiri adalah scenting yang ia lakukan pada Gamael tanpa persetujuan. Jika mau, Gamael bisa saja menghapusnya bahkan memberi Keenata hukuman karena telah mengotori feromon asli yang dimiliki enigma.

Namun Gamael memilih diam dan menikmati perlakuan Keenata yang seenaknya. Orang lain mungkin sudah dibuat Gamael babak belur atau lebih parah dari itu. Meskipun selama ini tidak ada yang pernah selancang itu tentu Keenata menjadi hal baru baginya.

"Coba sebut lagi, yang manja, yang centil kayak di parkiran waktu itu." bibirnya merayu di telinga. Mengecup  pipi serta menarik dagu si omega embun untuk membuat wajah bersembunyi menghadapnya. Gamael melumat bibir gemuk lembut, bibir bawah lebih banyak ia hisap kemudian menjauh untuk melihat untaian liur yang tertinggal.

"Nggak mau hapus ciuman tadi di bibirku?"

Gamael menyeringai saat bibirnya ditubruk kasar, bahkan tubuh mungil Keenata menindihnya karena perkataan yang memancing rasa cemburu itu datang lagi. Si manis menciumnya dengan kasar, menggigit bibir bawah Gamael lalu menghisapnya. Ia ikut berperan dalam cumbu panas itu setelah meloloskan celana, menendang kain itu jatuh ke lantai.

Tubuh mungil Keenata dituntun untuk duduk di atas perut lantas di dorong turun hingga belah bokongnya menyentuh kepala kelamin tegang belum mendapatkan belaian.

"Nata, sayang, bilang iya," ucapnya disela napas yang memburu dalam ciuman panas.

"Nghh ...cium Nata, bibirnya sini," tangan Mungil menangkup wajah Gamael, menahannya agar pria itu tidak kabur-kaburan dari ciuman lagi.

Gamael memegang tangan kanan Keenata, menuntunnya untuk menyentuh kemaluan tegang. "Sentuh─God, tangan kamu lembut banget."

Keenata menutup matanya, ia terlena oleh ciuman Gamael. Tidak sepenuhnya menangkap maksud ucapan Gamael dan tidak sepenuhnya sadar jika ia tengah menggenggam kelamin milik pria itu. Tangannya meremas dan naik turun pada kulit panas yang melapisi kelamin, tangan mungil yang memanjakan Gamael dalam gerakan yang lembut dan tidak terlatih. Gamael nangkup tangannya, memberitahunya bagaimana cara yang benar hingga Keenata lepas ciuman bibir untuk menatap ke arah belakang.

"A-Ael ..." Tubuhnya merinding menyaksikan kelamin besar tengah mencari nikmat dari genggaman tangan mungilnya.

"Sssshh─Nata ..."

Lubang anal Keenata menyempit, bokongnya bergerak gusar melihat penis itu dimanja tangannya. Ia menggigit bibir ketika merasakan cairan licin mengalir dari belakang.

Ia memasuki heat.
 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
JikookKookmin
Selanjutnya 6. Baby
31
1
Mating
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan