Love Is Bullshit (Bab 2)

0
0
Deskripsi

"It's okay. I don't mind. Justru enaknya kita bisa berbagi tugas. Dia tugasnya mengurus segala kebutuhanmu sehari-hari, sementara aku... my job is pleasing you in bed."


 

Love is so weird!

Jennie pikir perasaannya sudah mati rasa setelah perselingkuhan yang disaksikannya seminggu yang lalu. Hatinya memang hancur berkeping-keping, sakit lambungnya kambuh sampai berkali-kali, dan bahkan pekerjaannya juga jadi berantakan, tapi sialnya di tengah-tengah chaos itu, dia masih merindukan Kevin.

Kondisinya bahkan tambah parah saat kegiatannya sepanjang waktu hanyalah menatap ponsel di tangannya, berharap kalau-kalau Kevin tiba-tiba saja menghubunginya.

Sampai seminggu berlalu dan Jennie sudah tak tahan lagi. Dengan hati yang berdebar-debar, dia mengendarai motornya dan mengunjungi apartemen Kevin sepulang kerja.

Suara musik yang keras terdengar saat Jennie sampai di depan pintu Kevin. Dia menekan bel beberapa kali hingga akhirnya pintu terbuka dan menampilkan wajah Kevin yang menatapnya dengan pandangan malas. "Bukannya kita uda putus ya?! Terakhir kita bertemu, kamu pergi begitu saja dari sini dan tak memberi kabar sedikitpun setelahnya!"

Jennie gelisah mendengar itu. Kata putus benar-benar membuatnya tak percaya diri lagi. "Trus kamu mau aku bersikap bagaimana lagi? Perselingkuhan bukanlah hal yang dengan mudah bisa dilupakan begitu saja!"

Kevin masih tak membiarkan Jennie untuk masuk. Tangannya masih memegang pintu terbuka secukupnya dan badannya yang tinggi menghalangi pandangan ke dalam ruangan apartemen seluruhnya. "Ya udah! Kalau kamu masih nggak terima, kita putus aja."

Kata itu lagi!

Jennie menghela nafas frustasi dan berkata lagi, "Aku nggak pernah bilang kita p–putus."

Kevin sudah tak sabar menghadapi Jennie yang tak langsung berterus terang tentang apa sebenarnya yang dia mau. "Terus maumu apa? Memukul aku? Berteriak dan menyuruhku minta maaf?!"

"Memukul seseorang bukanlah kebiasaanku. Apapun kesalahan mereka, aku tak mau menghadapinya dengan kekerasan. Kalau kamu mau meminta maaf, itu lebih baik. Lagipula, perbuatanmu itu memang sudah menyakitiku dan hampir menghancurkan hubungan kita."

Kevin mendengus kesal. Kali ini badannya maju dengan gerakan yang mengintimidasi. "Jen, yang bersalah dalam hal ini bukan aku saja. Kalau bukan gara-gara sifatmu yang kolot itu, yang terus saja menolak berhubungan intim, aku mana mungkin selingkuh dengan wanita lain! Nggak hanya itu saja. Lihat perutmu yang buncit ini!" Kevin menunjuk-nunjuk ke arah perut Jennie dan kembali menghinanya "Pria mana yang doyan sama wanita yang penuh lemak seperti kamu. Dibawa kemanapun, kamu cuma jadi bahan lelucon saja. Bahkan saat memelukmu pun, aku terkadang merasa jengah. Coba kamu pikir dengan logikamu sedikit. Kalau sudah begitu, bukannya lumrah kalau aku melirik pada wanita lain. Wanita yang tidak hanya cantik dan bertubuh seksi, tapi juga yang bisa memenuhi kebutuhanku kapanpun aku mau. Lalu katakan sekarang, kalau ini bukanlah kesalahanku, terus buat apa lagi aku minta maaf!"

Jennie merasakan tamparan kata-kata menyakitkan itu di seluruh ruang hatinya. Inikah sifat asli pria yang dicintainya selama ini? Kemana perginya Kevin yang dulu selalu mengejarnya dan memperlakukannya dengan manis?

"Setahuku, sejak kita pacaran dulu, penampilanku sudah seperti ini. Masalah aku ingin tetap perawan sampai kita menikah nanti, kamu pun sudah tahu itu dari awal. Lantas mengapa kedua hal tersebut tiba-tiba saja jadi masalah buatmu? Masak kamu lupa segala hal yang pernah kamu janjikan padaku?!"

Kevin memutar bola matanya dan menyisir rambutnya dengan jari beberapa kali ke belakang. Dengan tak sabaran dia menjawab, "Entahlah! Mungkin aku sudah berubah pikiran. Mungkin... bersama dengan orang yang sama terus-menerus membuatku bosan."

"Bosan? Gampang sekali kamu ngomong seperti itu, babe. Lalu bagaimana dengan aku? Bagaimana dengan kelanjutan hubungan kita?"

"Nggak tahu, Jen. Aku juga bukannya sengaja melakukan ini semua. Putus denganmu pun buat perasaanku nggak nyaman. Tapi mau bagaimana lagi, toh kamu masih belum bisa memaafkanku."

Jennie memainkan jemarinya dan pikirannya terlihat tak menentu. Dia jelas masih mencintai Kevin dan ingin bersama pria itu selamanya. Tapi ketidaksetiaan Kevin, membuat hatinya takut untuk menerima pria itu kembali begitu saja.

Melihat Jennie diam saja, Kevin pun mundur ke belakang dan hendak menutup pintu apartemen setelah berkata, "Oke. Kalau itu keputusanmu. Berarti mulai hari ini kita benar-benar putus. Selamat tinggal, Jen."

Tangan Jennie terulur dan menghentikan pintu itu. Wajahnya penuh dengan air mata dan bibir bawahnya bergetar sedih. "Tunggu dulu. Babe, kenapa kamu begitu gampang sekali mengatakan selamat tinggal?! Either you still love me or not, we still have a history together!"

"Terus apa maumu? Kamu mau kita balikan lagi? To the point aja, aku capek menebak-nebak isi kepalamu!"

Sekali lagi, Jennie memutuskan untuk mengalah. Mungkin cerita cintanya memang harus dipertahankan dengan cara seperti ini.

Matanya memandang ke atas, ke arah wajah Kevin yang tak sabaran. Dia mengangguk dan memeluk pinggang Kevin sambil tersedu-sedu. "Berjanjilah, babe. Berjanjilah untuk meninggalkan Karen dan jangan pernah bertemu dengan dia lagi. Aku juga berjanji akan berubah dan mencoba untuk tampil lebih cantik untukmu."

Jawaban singkat dan datar meluncur dari mulut Kevin. "Oke!"

.

"Jennie itu tadi?"

Kevin mengangguk. Dia menegak segelas air putih dengan cepat. Tenggorokannya kering dan perasaannya berat.

"Dia minta kita balikan."

Karen tertawa dan memperbaiki gaun tidurnya. Dia baru saja selesai bercinta dengan Kevin waktu Jennie datang mengetuk pintu.

"Naif sekali pacarmu itu! Memangnya kalau kalian balikan, kamu dan aku bakal berhenti ketemuan." Karen tersenyum geli seraya memantik api ke rokoknya.

"Kamu tahu sendiri sifat Jennie. Dia terlalu lugu dan gampang percaya pada orang lain. Itulah yang membuat aku nggak enak untuk memutuskan dia. Apalagi aku sudah cukup banyak berhutang pada dia dan keluarganya."

Karen tetap memamerkan senyumnya dan menyodorkan rokok di tangannya pada Kevin. Pria itu menghisap benda itu dalam-dalam sambil menerawang ke masa lalu.

"It's okay. I don't mind. Justru enaknya kita bisa berbagi tugas. Dia tugasnya mengurus segala kebutuhanmu sehari-hari, sementara aku... my job is pleasing you in bed."

Tatapan intim keduanya berlanjut pada ciuman yang membara dan saling menuntut. Dengan sekali tarikan, Kevin menggendong tubuh langsing Karen dan membawa wanita itu ke ranjang dengan bibir mereka yang masih saling memagut satu sama lain.

"Don't forget, only me can make you trembling like this, Kev. Only me! Cewek kuper dan gendut itu takkan pernah bisa memuaskanmu seperti aku memuaskanmu," gumam Karen di sela-sela permainan bibir yang mulai semakin intens itu.


 


***

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya 1| DEAR ENEMY
2
0
Joy Purnama merasa dunianya runtuh seketika saat menerima permintaan keluarganya untuk menikahi musuh bebuyutannya.Jangankan menikah, berada satu ruangan dengan si kutu buku kolot itu sudah membuat badannya gatal-gatal semua, lantas mana mungkin dia bisa tahan harus seumur hidup tinggal bersama laki-laki itu?!
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan