
Kehidupan Sofia beberapa tahun ini sangat baik, dia menjadi mahasiswi yang dikenali banyak orang semenjak menjadi duta kampus dengan prestasi berlimpah dan di dukung dengan rupa yang rupawan.
Kehidupan sempurna Sofia mulai hancur semenjak Reksa muncul. Pria yang merupakan dosen baru di kampus yang merupakan mantannya dahulu.
Saat semua orang mengeluhkan betapa cerdas dan tampannya pria itu. Sofia benar-benar membenci Reksa. Karena dia tau siapa pria itu sebenarnya dan tujuan Reksa mulai bekerja di sana.
***
Prolog
"Proposal proker kalian udah masuk 'kan?" tanya Sofia sembari sibuk mengetik tugasnya di laptop. Gadis itu beberapa kali memperbaiki posisi kacamatanya yang melorot.
"Udah kemarin udah di masukkin ke fakultas." jawab Oji, asik mengunyah roti miliknya sambil menatap ke segala arah, melihat beberapa gadis menarik yang berada di taman kampus itu.
Sofia mengangguk mengerti. "Eh, gue bisa nitip lapop dulu nggak? Bawain aja ke sekre, gue ada wawancara sama Pak Darius. Lo bawain laptop gue dulu, ya, berat soalnya." gadis itu membereskan barang-barangnya.
Oji menatap sahabatnya itu bingung. "Eh, lo gila, ya? Lo belum makan dari pagi, sekarang udah jam satu, lo nggak makan bentar?"
Sofia menggeleng. "Gue udah minum susu kok tadi. Gue pagi tadi ada ujian, terus lanjut mastiin panitia devisi humas nyebarin surat untuk acara minggu depan, abis itu udah lanjut bikin tugas, gue lupa, mungkin nanti sore aja makannya sekalian buat makan malam." ucap gadis itu.
"Anjing dah, lo udah gue bilang kalau butuh makan atau duit langsung ngomong, lo mau kena tipes apa?" kesal Oji menatap cewek itu.
Sofia menggeleng. "Gue punya duit kok, cuman emang maunya hemat, mau nabung."
"Nabung mulu perasaan, sesekali lo pikirin diri lo sendiri lah."
"Gue nabung juga buat mikirin hidup gue kedepannya, Ji."
"Itu mah nyiksa diri, Sofia goblok. Heran gue ama lo." Oji benar-benar muak dengan sikap gadis itu kadang kala. Di balik kesempurnaan yang Sofia miliki, dia memiliki satu kekurangan yaitu tidak mampu mengatur atau mengatasi kapasitas dirinya sendiri.
"Udah, ah, gue pergi dulu, ya." gadis itu buru-buru pergi. Sepanjang jalan, ada saja orang yang menyapanya dengan ramah.
Menuju lokasi wawancara bersama Pak Darius yang berada di gedung lain dan harus menaiki lift menuju lantai atas. Untung saja Sofia sering berkeliaran di fakultas lain, membuatnya tidak terlalu bingung mencari lokasi.
Di tengah-tengah lorong, Sofia tak sengaja menyenggol seseorang. Dirinya yakin itu hanya sebuah senggolan ringan yang tidak berarti apa-apa, namun matanya langsung terpaku pada banyaknya map dan kertas-kertas yang jatuh di atas kakinya yang berbalut converse.
"Maaf, Pak, maaf." bisiknya sopan sembari mencoba memungut dan menyusun kertas-kertas itu dengan rapi.
Beberapa menit dia mencoba melakukannya sendiri. Sedangkan sosok di depannya hanya diam, berdiri tegak tanpa mengucapkan apapun. Sofia sebenarnya cukup heran dan merasa pria bersepatu kulit yang tampak sangat mahal itu begitu angkuh, namun Sofia tidak mau berdebat.
Setelah berhasil menyusun semuanya, gadis itu mencoba bangkit dan mendongak.
Senyum Sofia luntur. Wajahnya menjadi pucat pasi.
Pria di depannya tersenyum lebar melihat reaksi Sofia. Pria itu memiliki rambut super gelap yang pendek, memakai kemeja putih yang membalut tubuh berototnya.
Matanya begitu tajam dengan senyum jenaka menatap Sofia yang membeku.
Sofia membatu saat jari besar pria itu menyentuh daun telinganya. Turun menuju leher, mulut pria itu mendekat ke arah telinga Sofia.
"Kamu mau kabur kemana lagi? Mulai hari ini kamu nggak akan pernah bisa pergi dari aku, Sofia. Kemana pun kamu pergi, sejauh apapun kamu berada, aku akan tetap menemukan kamu." pria itu menjauhkan wajahnya, tersenyum misterius, sambil mengambil map dan kertas-kertas di tangan gadis itu.
"See you." bisiknya sambil berlalu, meninggalkan senyum elegan yang membuat Sofia merinding.
Sofia masih membeku di tempat, melihat tubuh kekar pria itu menjauh. Sofia tau pria itu gila. Namun dia tidak mengerti kenapa Reksa, pria itu sampai harus berada di tempat ini. Dan jika dia tidak salah lihat, pria itu memiliki id card resmi yang berarti dia bekerja di kampusnya.
***
Sofia : 1
"Lo kenapa, sih? Ini hampir hangus!"
Sofia tersentak ketika Mela mendorongnya menjauh, gadis itu terkejut saat melihat ikan yang dia goreng sudah benar-benar coklat bahkan hampir gosong.
Mela mengangkat ikan itu dan segera mematikan kompor.
"Tumben banget sih, Fia, lo kenapa?" Mela adalah teman satu kamar di kos Sofia. Mereka sudah mengenal sejak sekolah menengah atas, satu kampus, satu kampung halaman namun beda jurusan kuliah.
Sofia memijat pelipisnya. "Nggak, hari ini rada nggak fokus aja."
Mela hanya menghela nafas. "Yaiyalah, tubuh lo juga perlu istirahat. Ini semua lo kerjain. Udah di dalam kampus padet, di luar kampus lo juga ngambil sampingan. Gue aja yang liat lo capek, Fia, apalagi lo."
Sofia hanya mengangkat dua bahunya. Seribu kali pun Mela mengatakan hal itu padanya, dia tidak akan mampu menjelaskan secara mendetail bahwa kehidupannya yang menuntut demikian.
"Udah sana, lo makan dulu, di lemari gue ada kerupuk, sana lo makan." ucap gadis itu mengusir Sofia dari dapur itu.
Sofia menurut, segera ke kamar untuk makan. Dapur memang terpisah dari kamar. Sofia merantau ke kota karena mendapatkan beasiswa dari kampus. Memiliki keuangan yang tidak terlalu bagus, Sofia menyewa kos-kosan yang sesuai kantongnya, itu pun bagi dua dengan Mela.
Sofia sebenarnya ingin berterimakasih pada Mela, sebenarnya gadis itu bisa tinggal di rumah keluarganya yang ada di kota itu atau menyewa kos yang lebih bagus, tapi demi Sofia, gadis itu menemaninya.
Sofia makan dalam keadaan tak berminat. Jujur saja kedatangan Reksa sangat mengganggunya.
Reksa adalah mantan pacarnya semasa SMA. Mereka beda dua tahun. Dulu, Sofia tidak berminat sekalipun untuk memiliki seorang kekasih, hanya saja, lagi dan lagi kehidupannya membuatnya mengambil keputusan lain.
Reksa adalah gambaran kebalikan dari kehidupannya. Pria itu punya segalanya. Entah bagaimana bisa dia jatuh cinta pada Sofia, gadis itu memang cantik, namun banyak gadis cantik yang lebih darinya menyukai laki-laki itu.
Reksa meminta Sofia menjadi pacarnya saat gadis itu bekerja menjadi sebagai guru les dari adiknya.
Ya, pertemuan mereka menjadi lebih intens sejak Sofia menjadi guru les adik laki-laki dari Reksa.
Saat itu, Sofia merasa serba salah jika menolak pria itu. Dia takut kehilangan pekerjaannya dan Reksa melakukan sesuatu pada dirinya, mengingat Reksa memang di kenal sebagai sosok keras kepala dan pendendam.
Akhirnya mereka berpacaran. Sofia tak menyangka hubungan mereka terjalin bertahun-tahun bahkan sampai Reksa berkuliah.
Selama itu juga, Sofia tau bahwa Reksa sosok yang benar-benar dominan dan posesif. Pria itu melakukan apapun untuk memenuhi keinginannya dan dia juga akan melakukan segalanya cara untuk membalaskan dendam jika merasa tersakiti. Dia egois serta pendendam.
Sofia selalu mencoba memahami pria itu, hanya saja. Satu kejadian membuat Sofia kecewa dengan laki-laki itu, membuatnya benar-benar ingin lepas dari Reksa karena dia lelah. Dan tepat saat itu juga Reksa di paksa kedua orang tuanya untuk melanjutkan kuliahnya ke luar negeri, membuat Sofia bisa pergi.
Namun pada nyatanya pria itu kembali lagi, pria itu bahkan bekerja di kampusnya. Entah apa yang ada dalam pikiran Reksa. Sofia mulai kebingungan sekaligus dilema.
Dan juga dia takut. Sekali lagi, Reksa mampu melakukan apapun.
***
Sofia membeku di tempat saat membaca surat di tangannya. "Nggak ada pemateri yang lain?" tanyanya.
Rekan-rekan Sofia menatap gadis itu dengan kening berkerut. "Lho? Ini udah yang paling bener, Fia. Pak Reksa udah melebihi ekspektasi kita untuk jadi pemateri seminar. Dia juga punya daya tarik yang kuat, apalagi dia dosen baru yang dibanggakan karena bisa-bisanya dia mau jadi dosen kampus kita dengan apa yang dia punya."
Sofia tak mampu mengatakan apapun lagi. Teman-temannya benar.
Walaupun tak mau tau, namun kabar mengenai Reksa yang luar biasa serta di banggakan pihak kampus memang benar. Pria itu lulus dengan pencapaian luar biasa. Belum lagi beberapa penelitiannya yang menakjubkan.
"Kita ngandelin lo, ya, Fia, kayak biasa, kalau masalah ini kami serahin ke lo. Bujuk Pak Reksa buat jadi pemateri acara kita."
Sofia memang memikat lawan bicaranya, dia yang selalu menjadi senjata teman-teman organisasinya untuk mengundang pemateri atau orang-orang penting lainnya.
Sofia dulu selalu mengiyakan, hanya saja, melihat nama Reksa Reinon disana membuatnya berat hati. Namun disisi lain Sofia tidak bisa menolak karena tak memiliki alasan tepat.
"Yaudah, nanti gue ke ruangan Pak Reksa." ucapnya berat hati.
Dari menit itu hingga hampir petang hari, Sofia terus berpikir keras apa yang harus dia lakukan, otaknya terus berputar, ketakutannya tentang apa yang akan terjadi terus terbayang.
Namun pada akhirnya Sofia tetap harus melakukannya. Entah sejak kapan Sofia berada di dalam ruangan pria itu.
Reksa tersenyum tipis di balik bingkai kacamatanya. "Ada urusan apa?" tanya pria itu pada Sofia.
"Maaf mengganggu waktunya, Pak, ada yang mau saya bicarakan mengenai salah satu seminar yang akan kami angkat, Pak."
"Duduk." perintah Reksa sambil menyorot kursi di depannya.
Sofia bergerak mendekat, jantungnya bergemuruh namun dia mempertahankan ketenangannya.
Untuk beberapa menit pertama, semua berjalan dengan lancar dan profesional. Membuat Sofia sedikit lebih lega, ternyata bayangannya terlalu buruk.
Namun hal itu nyatanya tak bertahan lama.
"Sampai kapan kamu mau seperti ini? Aku kesini mau meminta penjelasan kamu, alasan kamu pergi dari aku." Reksa menatap tajam gadis itu.
Sofia menelan salivanya. "Sepertinya tidak ada lagi yang mau di bicarakan, kalau begitu saya permisi dulu, Pak." Sofia ingin segera kabur, namun Reksa tau isi kepala gadis itu.
Reksa sudah menahan gadis itu untuk tetap duduk, meremas dua bahu mungil gadis itu, dengan posisi Reksa yang berdiri dan mengintimidasi.
"Jawab!" perintahnya tegas.
"Kamu tau apa yang kamu bicarakan." jawab Sofia membuang muka.
Rahang Reksa tampak mengeras. "Oke. Tapi kamu lupa? Apapun alasannya, kamu nggak akan pernah lepas dari aku, Sofi. Dari dulu sampai sekarang pun kamu milikku. Gadisku." bisik pria itu egois.
Sofia berusaha menjauh. "Reksa, kita sudah sama-sama dewasa. Ucapkan kamu terdengar egois dan nggak masuk akal."
"Persetan dengan akal. Sejak jatuh cinta dengan kamu, nggak ada satupun hal yang yang masuk akal bagiku, Sofi." Reksa menundukkan wajahnya. "I miss you so badly." erang pria itu.
Sofia tersentak saat Reksa mendorongnya makin dalam ke kursi, pria itu menahan tubuhnya untuk bergerak dan menciumnya dengan kasar.
Seperti seseorang yang kehausan, Reksa menjelajahi gadis itu dengan penuh kerinduan, mencium aroma khas Sofia dalam-dalam.
"R-Reksa!" Sofia mendorong pria itu menjauh, namun tenaganya tak sebanding dengan Reksa.
Reksa memundurkan wajahnya, menatap wajah merah milik Sofia. Pria itu menatap bibir Sofia yang basah oleh ulahnya. Jarinya mengusap bibir lembut itu.
"Kembali Sofia." pinta pria itu dengan memohon. "Aku cuma mau kamu. Aku butuh kamu, Sofia. I really love you."
Sofia menggeleng keras. "Nggak, aku nggak mau. Kita udah sama-sama dewasa 'kan? Aku nggak bisa kembali sama kamu Reksa. Kesalahan kamu benar-benar fatal dan aku nggak bisa toleransi itu."
Wajah Reksa berubah kaku. "Di bayanganku, kita akan kembali, lalu memulai lagi dari awal tanpa membahas masa lalu, Sofi." ucapnya dingin. "Tapi nggak apa-apa. Apapun itu, aku pastikan kamu akan kembali Sofi. Kalau perlu kamu yang datang sendiri dan memohon-mohon. Kamu jelas tau aku bagaimana dulu. Dan aku masih orang yang sama." pria itu memberikan kecupan ringan pada bibir Sofia sebelum menjauh dengan senyum tipis di bibirnya.
Untuk beberapa saat Sofia masih linglung, namun tanpa berfikir panjang dia segera kabur dari sana.
Meninggalkan Reksa yang menatap gadis itu dari tempatnya.
***
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
