Tentang Kamu (Prolog, chap 1, 2, dan 3)

6
0
Deskripsi

Tentang Reno yang dilema karena jatuh hati pada tunangan kakak sepupunya. Meski di awal pertemuan terjadi kesalahpahaman di antara mereka. Ia mengira Dy sengaja menggodanya seperti kebanyakan gadis yang ditemuinya. Gadis yang selalu mengusik pikirannya. Reno berusaha tidak terlibat dengan dy tapi mereka selalu bertemu tanpa sengaja. Hingga reno merasa ada sesuatu yang janggal dengan kakak sepupunya. Membuat reno berpikir ulang penilaiannya tentang Dy. Benarkah ia telah salah menilai Dy? Benarkah Reno telah melibatkan perasaan dalam hubungan pertemanannya?


 

PROLOG

Jika tidak bertemu kamu maka mungkin aku tidak akan pernah sebingung iniKamu membuatku sedih dan bahagia di saat yang sama.

Jika kamu tercipta untukku mengapa harus datang terlambat saat kuyakini cinta lain    hadir di hidupku.

Sampai ketika kamu datang dalam harapku menghapus kesedihan...
Dan hanya sekejap kamu menjadi malaikat...

Jika kamu bukan untukku... pintaku hanya satu jangan membenci pertemuan kita.

Karena aku tak rela menganggapmu sebagai dosa yang kusesali. Cukup menjadi malaikatku saja...

Maudya

1.Maudya Alifia

Gedung tinggi perkantoran berdiri nan megah di pusat kota. Perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi dan telah berskala multinasional. Banyak yang memimpikan bekerja di B&C Construction, perusahaan tempat Reno Chandri Bachsan bekerja. Pria yang kini tengah menggeluti pekerjaanya dengan serius yang enggan untuk diganggu meski keluarganya sekalipun. Sebenarnya owner perusahaan adalah ayahnya sendiri. Tapi Reno tidak ingin dianggap tidak berkompeten dalam bekerja. Reno menjabat sebagai direktur utama dengan prestasi dan usahanya sendiri.

Kertas-kertas bertebaran dan tumpukan dokumen laporan akhir tahun lalu yang tengah di geluti oleh pria dibalik meja kerja itu. Ia tak menampik bahwa pekerjaan ini menguras tenaga serta pikirannnya karena baginya ini adalah tuntutan gaya hidup dari keturunan Bachsan sepertinya. Meskipun sebenarnya ia tak dituntut untuk mengabdikan seluruh hidupnya untuk perusahaan. Seperti kakak perempuannya yang memilih menjadi dokter spesialis penyakit dalam, dan harus ia akui kakaknyalah orang yang pertama menjadi dokter dari keturunan Bachsan karena ayahnya pengusaha yang merupakan anak tunggal begitupula kakeknya yang seorang pengusaha. Sementara ibunya, merupakan keturunan keluarga Lesmana yang terpandang, ibunya memiliki 2 saudara perempuan dan satu saudara laki-laki.

Berbicara tentang keluarga Lesmana, ia jadi teringat kakak sepupunya, Arya. Ia hanya berbeda 4 tahun dengannya dan sangat mengagumi kakak sepupunya di usianya yang begitu muda sudah menduduki jabatan wakil presiden direktur.  Sebenarnya ia tak cemburu dengan pencapaian prestasi kerja kakak sepupunya namun ia sering dicekcoki mamanya karena masalah pendamping dan suka membandingkannya karena masalah itu. Jika berbicara tentang jodoh ibunya yang ceriwis dan nyentrik sangat suka menyindirnya karena tak kunjung membawa gadis manapun. Itu merisaukan ibunya. Tentu saja, ibu mana yang tidak khawatir di usia menjelang kepala tiga, putranya belum pernah sekalipun membawa gadis pujaan hati ke rumah. Ibunya membandingkan dirinya dengan kakak sepupunya karena ia tak pernah menjalin hubungan dengan wanita manapun.

Suara dering ponsel menyadarkannya. Reno melihat siapa yang menelepon dan ternyata itu atasannya, sang Ayah.

"Ada apa, pa?"

"Reno ke ruangan papa sekarang".
Reno memeriksa jam tangannya ternyata waktu berputar begitu cepat, sekarang setengah tiga sore. Seingatnya baru saja ia datang ke kantor tapi sekarang jam makan siangnya sudah lewat. Pantas saja sekarang perutnya menjerit lapar. Reno teringat ibunya. Pasti ini karena ibunya ia di panggil ke ruangan papanya.

"Reno sebentar lagi ke sana, pa".

"Harus sekarang Reno. Ayah perlu bicara denganmu". Di seberang sana Reno tau ayahnya sedang tak ingin dibantah.

"Oke. Reno ke sana". Reno hendak mengakhiri telponnya namun urung saat mendengar suara mamanya.

"Reno sekarang juga kamu ke sini. Mama tau kamu pasti nunda ke sini dan pasti nanti cari alasan. Mama juga tau kamu juga belum makan siang. Makanya cari calon istri bukannya pacaran sama kerjaan kamu itu. Kapan mama dapet cucunya. Kalo kamu sakit nanti gimana? sibuk terus sama kerjaan. Kamu mau papamu mama laporin ke serikat kerja karena semena-mena sama bawahannya! Atau kamu mama jodohin aja sama anak temen mama. Orangnya cantik, baik, santun lagi".

Reno mendengar mamanya begitu menggebu menyudutkannya kemudian berubah seperti SPG mempromosikan barang dagangannya. Mamanya ini tak bisa sehari saja tak berdrama. Segera ia tutup berkas pekerjaannya dengaan asal. Jika sang nyonya sudah bertitah dia bisa apa. Setelah ini pasti ayahnya ikutan menyudutkannya. Ah mamanya memang membuat suasana menjadi ramai.

⚘⚘⚘

Jam makan siang telah lewat, para karyawan sudah kembali ke kubikel masing-masing. Jarang sebenarnya Reno keluar dari saat jam kantor masih menunjukkan angka tiga sore. Tapi kini setelah beranjak dari kantor papanya ia merubah haluan ke sebuah restoran elit yang tak jauh dari kantornya berada. Hanya berjarak 15 menit.

Di sinilah Reno sekarang. Hanya beberapa kali ia pergi ke restoran, dan memilih mendekam di ruang kerjanya. Urusan makan dia memilih delivery order atau meminta sekretaris bahkan OB untuk membeli makanannya. Biasanya ia juga tak pilih-pilih makanan. Makanan di kantin perusahaan yang di beli OB tak masalah ia konsumsi. Namun sekarang ia lebih memilih tempat privasi apalagi setelah kupingnya menjadi panas saat mendengar omelan sang mama dan gosip yang telah beredar mengenai dirinya.

Terkenal sebagai sosok yang ramah, baik dan sangat menyayangi keluarganya namun kadang cenderung susah ditebak jalan pikirannya. Kebaikannya itu membuat karyawan wanita menjadi baper bermimpi dapat menggaet hati sang atasan. Banyak yang mengidolakannya namun tak sedikit juga yang tidak menyukainya. Ada juga yang tak suka karena membuat para kaum adam di kantornya tidak memiliki kesempatan bersaing sebagai pria idaman di kantor. Wajar saja, Reno adalah anak pemilik perusahaan terkenal juga dengan ketampanan, kaya dan cerdas. Kekurangannnya adalah tidak peka dengan lingkungan sekelilingnya, dan berdampak dengan gosip yang tengah beredar di kantor. Ia dituduh dengan gosip "Perebut istri orang" gara-gara terlihat makan bersama seorang wanita yang juga istri temannya. Padahal saat itu temannya juga ikut bersama mereka. Nasibnya saja yang apes ketika temannya pergi ke toilet, istri temannya tiba-tiba merangkulnya dan menggodanya. Langsung saja Reno menepis dan menegurnya. Sialnyya orang kantornya melihat kejadian itu dan tersebarlah gosip mengenai dirinya. Kemudian gosip lainnya adalah ia digosipkan "Penyuka sesama jenis" padahal itu tidak benar. Reno awalnya menulikan telinganya namun ketika gosip itu sampai di telinga mamanya. Reno jadi menyesal karena membuat mamanya cemas. Selain itu ia sekarang di tekan oleh papa dan mamanya agar lebih berhati-hati.

Ini memalukan, dari raut wajah tenangnya sekarang siapapun pasti tak menyangka sebenarnya ia sedang kesal. Kesal pada ibunya yang mendesaknya untuk segera mencari calon pendamping. Teringat lagi pada kejadian di ruangan papanya.

"Secepatnya kamu harus cari calon pendamping kamu Renomama udah khawatir dengan gosip yang beredar di kantormama gak terima kalo kamu digosipin kayak gini".

Ketika ia datang Mamanya langsung menyambutnya dengan rentetan kalimat yang sungguh ingin sekali ia hindari.

"Duduk dulu Ren. Kamu dengerin apa kata mamamu sekarang. Gara-gara kamu papamu kena omelan sama mamamu".

Reno duduk dan menghela nafas pelan. Bagaimanapun ia tidak bisa mengelak lagi. Apalagi jika mamanya sudah menuntut penjelasan darinya.

"Makanya kamu terima dong usulan mama. Gak langsung nikah juga. Minimal gandeng cewek biar kamu gak digosipin pebinor atau homo. Kamu sih jalan kok sama istri temen kamu".

"Ma, mama seharusnya gak percaya dengan gosip begitu. Dan untuk sekarang, tahun depan, 5 tahun selanjutnya bahkan 10 tahun pun Reno gak keberatan kalo masih sendiri. Lagipula Reno jalan sama mereka karena temen Reno yang ngajak bukan cuma kami berdua tapi kami bertiga, ma. Orang-orang aja yang salah paham. Reno kebetulan ketemu mereka dan ditinggal sebentar sama si didit. Jadi yah gitu orang yang lihat jadi salah paham".

"Itu karena kamu ga pernah jalan sama cewek selain client kamu itu. Jadi orang yang kenal kamu mikir gitu. Mama kan jadi sebel. Kamu harus nikah tahun ini lihat si Arya udah mau nikah tuh".

"Mam, Reno enggak akan nik...

Belum sempat reno menyelesaikan kalimatnya. Mamanya sudah berteriak histeris.

"Astagfirullah Reno, mama harus bilang apa lagi. Jangan-jangan kamu betulan homo. Atau kamu mau selamanya di gosipin pebinor di sangkagak bisa move on sama istri orang!" Melirik kearah suaminya yang melotot sempurna. Sepertinya mamanya sadar ucapannya itu membuat suaminya ikutan jengkel.

"Reno. Kamu memang harus cari calon istri. Masalah pekerjaan aturlah waktumu sebaik mungkin. Kami tidak menuntut calon menantu yang sempurna untuk kami, gak masalah dengan status socialnya, yang jelas masih satu akidah dan yang paling penting kamu harus menghentikan opini yang beredar di kantor".

"Aku mengerti penjelasan papa. Tapi, keputusan ada ditangan aku kan, pa? ini kehidupan aku. Kalo ini mengusik papa. Reno minta maaf bukan berarti Reno gak sayang keluarga. Reno masih belum nemu yang tepat aja".

"Oke, mama nyerah sama kamu. Tapi kamu besok harus datang ke pesta pertunangan Arya. Hiks... mama cemburu tante kamu sekarang bakalan punya mantu perempuan yang bisa di ajak arisan, terus punya cucu. Terus mama bisa apa sama kamu Reno??!!"

Reno masih duduk tenang meskipun sebenarnya pikirannya telah terganggu.

"Ok. Aku bakalan luangin waktu untuk acara besok malam. Lagipula mama kan tinggal nunggu waktu aja nunggu kak jun ngasih cucu. Kak jun kan udah nikah".

Reno menduga pasti ada rencana yang sudah dipersiapkan oleh mamanya, tak mungkin terus memaksanya berulang kali tanpa tujuan. Papa menyetujui usulan mama dan memeluk papanya dengan senyuman yang Reno tau adalah seringaian mengejeknya yang kali ini wajib ia patuhi. Mamanya memang terkadang kekanak-kanakan. Diusia yang ke 51 tahun masih tampak cantik tapi di keluarga mamanyalah yang sikapnya kekanak-kanakan. Reno suka dengan sifat ceria mamanya. Andai mamanya tau, Reno ingin mencari calon yang seperti mama. Mampu mewarnai hidupnya yang kaku dengan sisi hidupnya yang cerah membuat orang di sekelilingnya ikut tersenyum bahagia...

Sayangnya Reno belum bertemu gadis yang seperti itu.

Terlalu larut dalam lamunannya Reno tanpa sadar menubruk bahu seorang gadis. Gadis itu mengaduh dan membuat isi tasnya berceceran.

"Sorry. Kamu gak apa-apa kan?" Reno melontarkan pertanyaan yang salah. Jelas sekali jika gadis di depannya tidak baik-baik saja. Gadis yang ia tabrak terjatuh dan sepertinya bokongnya mendarat lebih dahuluu. Walhasil gadis itu mengaduh kesakitan.

"Sepertinya kamu gak baik. Ini salahku". Reno membungkuk hendak menolong namun matanya malah menangkap belahan dada gadis itu. Pipinya tiba-tiba terasa panas meski begitu ia sadar akan kesalahannya tadi jadi dia tetap meraih tangan gadis itu dan menuntunnya berdiri. Sialnya lagi sepertinya gadis itu juga masih syok dan ketika hendak ditolong ia malah mengerjapkan matanya dengan polos dan kakinya malah menyilang saat hendak berdiri membuat kakinya tak bisa berdiri seimbang. Ia hampir jatuh namun lelaki di depannya sigap menariknya.

Mereka berada dalam posisi bérpelukan dan Reno yang merasa darahnya terkumpul pada satu objek di inti tubuhnya. Tubuhnya menegang apalagi ketika menyadari salah satu tangannya meremas pantat gadis yang ia peluk karena tadi takut gadis itu akan jatuh.

"Ya ampun tangannya kenapa nakal sekali". Reno membatin.

Bisakah ia menyebutnya itu adalah gerak refleksnya. Kenapa juga harus bokong padahal orang kebanyakan pasti memeluk pinggang si gadis untuk menolongnya. Sebenarnya satu tanganya lagi memeluk erat pinggang si gadis dan satunya lagi malah meremas bokong gadis itu.
Reno mengerjap bingung pada pengalaman pertamanya meremas bokong seorang gadis apalagi ia tak kenal.

Gadis di depannya juga menunduk malu pipinya sudah memerah. Buru buru ia membenarkan posisi berdirinya namun sialnya gerakan itu mengenai inti pusat dari kelelakiannya. Reno melepas pelukan tangannya tadi. Ia sudah siap untuk di marahi, ditampar atau diteriaki. Namun gadis itu...

"Umhmm.... anu... itu... mas...Makasih ya. Aku tadi hampir jatuh dan udah ditolongin". Gadis itu malah tersenyum manis dengan bibir pinknya yang merekah cantik. Juga pipinya yang memerah. Reno ingin mengalihkan pandangannya dari senyum cantik itu namun netranya malah tertuju pada tempat yang salah. Belahan dada gadis itu justru semakin jelas terlihat. Padat dan berisi. Ya ampun dia bisa gila sekarang. Bagaimana mungkin gadis ini malah menatapnya dengan polos apalagi ketika Reno tertangkap mata gadis itu. Gadis itu malah biasa saja tidak menamparnya atau sebagainya. Sebuah pikiran kemudian terlintas begitu saja.

Jangan-jangan gadis ini sedang menggodanya. Seperti gadis yang lain kemudian di gosipkan lagi. Reno tak mau itu terjadi.

Reno menggertakan gerahamnya dan memicingkan matanya tajam. Reno tidak akan bersikap seperti biasanya yang ramah juga baik pada orang sekitarnya. Kali ini dia akan bersikap berbeda.

"Kalo jalan mata kamu itu dipakai. Kamu gak punya otak ya. Sampai gak mikir tindakanmu itu membuat orang terganggu".

Reno tak mau berlama-lama di situ apalagi memancing keributan. Ucapannya tadi tidak disertai suara tinggi. Namun jelas kesan sarkasmenya mampu ditangkap gadis berpipi merah itu yang menunduk ketakutan. Ketika reno sudah 5 langkah melangkah kakinya berbalik dan lagi melihat pemandangan menggoda iman itu. Bokongnya itu terlihat seksi sekali saat posisinya agak menungging. Reno menganga tak percaya celananya semakin sempit saja dan ingin sekali menutupi pakaian kurang bahan itu dengan jasnya.
Lagi-lagi ia tertangkap basah. Gadis itu melihatnya kemudian bergegas membereskan barangnya yang jatuh tadi. Sepertinya gadis itu takut. Reno jadi terusik sebab kesan yang dibuat gadis itu seolah-olah ia adalah preman yang harus dijauhi padahal reno beranggapan gadis itu yang menggodanya.

⚘⚘⚘

Aula pesta nan megah di hiasi dengan ornamen yang cantik. Pesta pertunangan Arya digelar dengan mewah sesuai dengan selera tantenya. Reno datang terlambat, mamanya pasti marah besar dan memang rencananya seperti itu Reno sengaja datang terlambat menghindari pertemuan dengan gadis yang ingin mamanya kenalkan. Acara inti atau tukar cincin pasti sudah lewat. Jam sudah menunjukan setengah sebelas malam.

Reno juga tak menampik orang-orang kini menatapnya terutama pada gadis-gadis yang tak sungkan membicarakan dirinya. Reno yang tampan, baik, tinggi dan kata ter- yang mereka sematkan untuknya. Reno kemudian tersenyum karena di saat yang tepat netranya melihat si empunya acara.

"Selamat ya tante. Gimana kabar tante?"

"Kamu baru dateng. Tante lagi pusing sebenernya kamu gak apa-apa kan kalo tante tinggal dulu . Mama kamu dari tadi nyariin kamu juga. Di sangka kamu gak dateng".

Reno meringis tapi menanggapi dengan santai ucapan tantenya. Sepertinya bibinya memang perlu waktu istirahat mungkin kelelahan mengurus acara pertungan anak sulungnya.

Reno memeluk tantenya sebentar sebelum tantenya berlalu. Kemudian Reno menangkap ekspresi mamanya yang kesal. Reno menggaruk pelipisnya yang tak gatal. Mamanya mengenakan gaun coklat keemasan yang membuatnya tampil elegan. Menghampirinya kemudian menatapnya garang. Sebenarnya tatapannya hanya berpura-pura garang. Mana mungkin mamanya membuat keributan hanya karena ia datang terlambat.

"Kita bicarain nanti ya Ren. Mama gak suka kamu datang terlambat buat rencana mama batal. Tapi bukan karena itu mama batalin. Ini soal tante kamu. Jangan ngebahas soal tunangan kakak kamu dulu ya Ren. Tante kamu lagi pusing".

"Kenapa ma?". Davy mengkerutkan keningnya. Mamanya bahkan berbisik-bisik padanya. Orang yang tak mengenal mereka mungkin akan salah paham.

"Ya ampun. Jauh-jauh kamu Ren. Gosip tentang kamu aja belum reda. Mereka nanti salah paham lagi." Mamanya menyeringai menatap putra kebanggaannya.

"Kesalah pahaman apa lagi sih ma?". Reno dibuat bingung dengan isi pikiran mamanya.

Mamanya malah tersenyum jahil.

"Mereka yang gak kenal kita bisa mikir kalo kamu itu..." mamanya menggantungkan kalimatnya.

"Mama jangan mikir yang aneh-aneh". Reno memutar matanya malas.

"Mereka nanti ngira kamu itu gebetan mama".

"Apa?". Reno tak percaya dengan pendengarannya sendiri. Mamanya memang ajaib.

"Mam. Berhenti kepikiran yang aneh-aneh." Reno menatap ngeri pada ibunya sendiri.

"Makanya kamu jangan nolak usul mama lagi". Kali ini mamanya berkata serius.

"Mam."

"Sekarang kamu ikut mama dulu. Kita susulin tante kamu. Kasihan dia".

Mendengar titah itu Reno semakin yakin mamanya memang sangat pandai mengubah sikap. Tapi memang ada yang aneh dengan tantenya itu.

Mamanya menggiring Reno dan kini merangkul lengan putranya dengan erat. Mau tak mau Reno mengikuti. Di sudut lain Reno melihat papa dengsn relasinya serta ada adik-adiknya yang tengah bercengkerama dengan sepupunya yang lain. Keluarga besar yang rumit. Inilah mengapa Reno sangat malas di tengah keramaian selain mereka juga terlalu suka ikut campur dengan urusan pribadinya. Apalagi tentang topik gosip yang beredar tentang dirinya.

Mereka kini berada di dalam ruangan dengan dekorasi serba coklat pudar keemasan. Kemudian pintu terbuka. Matanya menangkap sosok gadis berpipi merah yang membuka pintu adalah gadis yang sama ia temui tadi siang. Untuk sesaat Reno terdiam. Gadis itu mengenakan gaun terusan dengan belahan dada yang  rendah serta belahan yang tinggi di sisi pahanya.
Ya ampun kenapa gadis ini mengikutinya kemari. Apa kini ia dihadapkan dengan fans fanatik. Pakaiannya tadi siang yang kekurangan bahan kini kembali terbayang. Polesan make-up yang membuat wajahnya semakin cantik. Reno meyakini gadis ini bukan tipenya berbeda sekali dengan sang mama. Dia tidak akan mau digoda seperti kemarin siang atau kejadian yang sudah-sudah.

"Ren. Kamu di sini dulu ya. Mama mau nyusul tante kamu di kamarnya.. Oh iya kenalin ini calon kakak ipar kamu".

"Apa? Benarkah gadis ini calon kakak iparnya?"

"Maudya. Tante tinggal dulu. Kamu gak usah ke atas biar tante aja yang susulin ke atas".

Gadis itu mengangguk pelan menatap mamanya kecewa. Senyumnya memudar.

"Sepertinya kamu lolos dari mama, Ren. Ya udah seneng-seneng di pesta. Cari manten buat mama".

"Ya ampun. Mamanya ini buat malu saja."
Reno menipiskan bibirnya. Untuk pertama kalinya dia merasa malu. Biasanya dia akan biasa saja diperlakukan aneh-aneh oleh ibunya. Kali ini saja yang berbeda.

Sekejap mata mamanya sudah pergi kelantai atas.

"Umhmm...it...itu.... aku..

Gadis di depannya gelagapan memulai pembicaraan. Reno mendesah pasrah kenapa gadis ini bertingkah polos berbanding terbalik dengan pakaiannya yang seksi.

"Mungkin ini caranya menggoda pria. Kak Arya kenapa bisa tertarik padanya?". Reno berpikir buruk lagi tentang gadis di depannya.

"Saya Maudya Alifia dan kamu siapanya kak Arya?". Gadis itu mengulum bibirnya mengundang Reno untuk terfokus pada bibir itu.

"Apa katanya tadi?"

"Kamu pasti kenal dekat sama kak Arya?".

"Reno berdecak". Hal yang jarang dilakukannya. Lama-lama sikap jeleknya yang tak ia ketahui akan keluar. Gadis ini seperti api baginya, menyulut Reno secara perlahan.

"Kamu bodoh atau bagaimana. Jelas-jelas tadi kamu sudah kenal mamaku. Yang berbicara denganmu tadi adalah mamaku. Sudah tau apa hubunganku dengan kak Arya?". Lagi Reno bersikap dingin yang bukan merupakan kebiasaanya.

Gadis itu terkesiap.

"Sudah ingat padaku, Nona?".

Pipinya memucat dan tubuh rampingnya menegang. Reno jadi ingat tipenya kak Arya memang seperti ini yaitu gadis yang cantik, tapi kali ini parah sekali minusnya. Tingkah malu-malunya itu. Apalagi gadis ini terlalu mengandalkan make-up dan tubuhnya itu yang suka sekali di umbar. Reno menilainya dengan tatapan tajam. Bolak-balik dari atas ke bawah. Dari ujung rambut ke ujung kaki. Ia semakin tak suka. Terlebih asumsinya bahwa tante Maya tidak menyukai calon menantunya. Jika tebakannya benar Tante Maya pasti dibuat pusing karena gadis ini.

Pintu kembali di buka dan kini ada kakaknya Reno yang datang.

"Kamu di sini juga Ren?." Reno mengangguk pelan. Kakaknya kemudian mendekat ke arah gadis itu.

"Maudya, kamu jangan canggung. Kamu bisa bergabung sama Desi atau Naya. Ikut aku aja sekarang. Jangan gugup tadi itu gak apa-apa kok. Kamu juga gak sengaja." Hibur kakaknya Jun. Reno menatap kakaknya dengan penuh tanya.

"Iya, kak. Makasih ya... ".
Suara pelannya kembali menelusup di telingannya. Lagi Reno mendapatinya tersenyum.

"Apa gadis itu tak bisa berkata selain 'terima kasih'. Bibirnya itu..."

Reno kembali mendesah. Hampir saja ia gagal fokus lagi.

"Kamu kenapa, Ren?". Kakaknya menatapnya heran.

"Gak ada apa-apa. Aku pergi cari kak Arya dulu".

"Arya gak ada. Dia udah pergi setengah jam yang lalu."

"Apa? Kemana perginya?".

"Pergi bentar ya kan Dy?"
Gadis itu mengangguk pelan.

Reno memicing curiga dan kini sasarannya kembali menatap tajam gadis itu. Alisnya yang tajam naik sebelah.

"Siapa namanya tadi...

Maudya Alifia".

⚘⚘⚘

Dy terkejut mendapati pria ini muncul lagi di hadapannya. Pikirannya masih terpenuhi akan penolakan mama tunangannya. Sejak pertemuan pertamanya hingga acara pertunangannya dengan Arya. Tante Maya tak menyukainya begitupun kesan dingin dari papa tunangannya itu.

Dy merasa lelah secara fisik juga batin.

Memangnya salahnya jika gaun yang ia pakai hari ini berbeda dengan pilihan tante Maya. Dy juga awalnya merasa risih dengan pakaian kekurangan bahan ini. Tapi Arya sendiri yang memilihkan ini untuknya. Juga sebenarnya semenjak mengenal Arya, Dy merasa dituntut agar tampil modern seperti wanita kebanyakan. Apalagi selama berpacaran dengan Arya dia tau lelaki itu tertarik padanya karena dy cantik dan tidak memalukan saat bersama pria itu. Selama ini dia mendengar gosip yang beredar jika Arya hanya tertarik pada gadis yang cantik, pintar, trendi juga mengagumkan. Maka itu yang ia lakukan. Secara perlahan ia mengubah dirinya supaya layak bersanding dengan Arya. Mengikuti tren terkini hingga kadang mengikis rasa malunya.
Tapi semenjak pertemuan pertama dan keduanya dengan pria beralis tajam itu sepertinya pria itu menilainya rendah. Tentu saja Dy menyadarinya. Tapi yang ia lakukan hanya tersenyum kemudian menganggap biasa saja untuk menutupi kegugupannya. Karena dia tidak ingin membuat Arya malu dengan sikapnya yang  sensitif, susah bergaul dan menganggapnya konservatif. Bahkan Arya pernah mengatakan ini padanya.

"Kamu itu pacar aku. Adalah hal yang biasa jika mereka tertarik padamu. Cobalah berteman jangan menilai sisi negatifnya. Di zamann seperti ini adalah hal biasa jika kamu menjadi pusat perhatian karena kecantikanmu. Aku suka dengan cewek yang mampu bergaul, pintar dan cantik. Cobalah mengerti."

Dy sekarang berdiri di tengah keramaian. Bersama Naya adiknya Arya yang menatapnya enggan juga ada kak jun serta adik-adiknya. Sempat ia dengar jika adiknya kak jun, 'pria beralis tajam itu' adalah sosok yang baik, ramah dan kebanggaan keluarga. Tapi kenapa sikap lelaki itu berbanding terbalik padanya.

Bertambah satu orang lagi yang tak menyukainya. Papa, mama, adiknya kak Arya kemudian Reno. Pria itu juga tak menyukainya. Dy berharap Arya cepat kembali.

Dy tersenyum sedih, yang dapat ia lakukan hanya tersenyum. Hal yang selama ini ia lakukan untuk menutupi rasa tak nyamannya. Karena sungguh dia tak pintar bersosialisasi apalagi mengambil hati calon mertuanya. Mereka sudah menganggapnya buruk.

2.Gadis Mirip Mama

Seminggu setelah keterlambatannya datang ke pesta, mamanya benar-benar merealisasikan ucapannya. Mamanya bersikeras mengenalkannya dengan putri teman mamanya.

Wanita itu adalah teman sekelasnya di SMA-nya dulu. Reno mengenal wanita itu. Namanya Diana dan Reno hanya menganggapnya teman lama seperti kebanyakan. Tidak ada getaran apapun apalagi menyukainya. Reno murni memperlakukannya sebagai teman. Tak mungkin menjalin hubungan yang lebih jauh apalagi Reno tau sebenarnya Diana ini adalah mantan pacar temannya, Rico. Diana baru putus dengan Enrico seminggu lalu. Tentu saja Reno mengenali pacar temannya ini. Apa kata Rico nanti jika Reno menjalin hubungan dengan Diana? Meski Diana terlihat menaruh minat padanya. Sayangnya Reno tidak. Reno masih memikirkan solidaritas dalam pertemanan. Apalagi Rico sepenuhnya belum move on dengan pacarnya ini. Reno tak mau mengambil resiko memecah belah pertemanannya.

Mamanya ini ada-ada saja kenapa membuatnya malah terjebak. Sepanjang makan malam Reno setengah hati mendengarkan Diana berkeluh kesah.

Reno juga tak mau mengambil bekas dari orang terdekatnya. Dia bukan tipenya. Sekali lagi Reno ingin mengingatkan jika wanita yang bisa bersanding denganya adalah wanita yang mirip mamanya. Itu sudah keharusan.

"Reno. Mama kamu pasti terkejut kalo kita udah saling kenal. Lucu ya. Kita malah dijodohin. Aku gak nyesel terima usulan mamaku. Lagipula aku memang harus cepat cari pengganti Riko. Kamu jangan salah paham kenapa aku mutusin dia. Dia itu kekanakan dan aku punya pekerjaan yang menyita peerhatianku lebih banyak. Kamu juga tau kan bagaimana sibuknya kerja di perusahaan besar daripada dia yang cuma kerja jadi fotographer. Beda sama kamu yang baik terus kamu sosok yang bertanggung jawab".

Diana menunggu respon Reno. Memang tidak terkesan agresif namun Reno tau Diana berharap lebih padanya. Sayangnya itu tidak mungkin.

Reno mengelap bibirnya dengan tisu hendak mengakhiri makan malamnya. Menyusun kalimat yang tidak menyinggung Diana.

"Diana. Riko masih mengharapkanmu dan masih mencintaimu. Aku harap kita tidak bertemu lagi berdua saja. Orang-orang akan salah paham".

Diana speechless. Reno menolaknya. Diana salah tingkah takut terkesan agresif karena dia tau dari cerita ibunya, Reno tak suka gadis agresif. Akhirnya dia memanggil pelayan dan memintanya menuangkan wine.

"Kalau begitu bisa antar aku pulang. Aku tak membawa mobilku. Tadi ibuku yang mengantar". Diana menatapnya berharap. Sungguh Reno tak ingin berlama-lama lagi berdua dengan Diana. Setelah digosipkan sebagai pebinor apa sekarang dia akan digosipkan lagi. Nyatanya dia memang dipusingkan dengan hal itu.

"Aku akan pesan taxi online untukmu". Reno menyahut singkat.

"Gak bisa Ren. Aku takut naik taxi online. Bahaya kalo naik itu". Reno menaikan alisnya tak percaya begitu saja. Diana sedang mencari alasan supaya bisa diantar olehnya. Reno menarik statement nya tadi tentang tidak agresif. Nyatanya Diana sedang bertindak agresif.
Mengantarkannya? Sama saja Reno membuka kesempatan bagi orang lain untuk menjelekannya.

"Gak bisa aku ada urusan pekerjaan setelah ini". Reno menolak lagi.

"Tapi Ren apa kamu tega ngebiarin aku pulang sendiri?".

"Tid...
Reno berhenti bicara saat menyadari ada yang aneh dengan kemeja kemudian celananya yang mulai basah.

Itu tumpahan wine. Untung saja kemeja dan celana yang dia pake adalah hitam. Namun cetakan wine itu akan terlihat basah. Orang-orang yang tidak tau pasti mengiranya mengompol. Memalukan.

Reno meringis. Pelayan wanita itu membuka mulutnya lebar dan mukanya memucat karena tela melakukan kesalahan.

"Ya ampun. Apa kamu tidak bisa bekerja dengan benar?" Diana memarahi pelayan itu.

"Maaf. Enggak sengaja".

"Gak perlu." Diana malah membentak semakin membuat Reno jengah juga karena jadi pusat perhatian. Seorang manager menghampiri mereka.

"Pelayan ini gak bisa kerja dengan benar. Penilaian saya terhadap restoran kalian ini jadi buruk. Gadis ini harusnya dipecat. Gak pantas kerja dimanapun.".

Reno yang mendengarnya semakin yakin jika mamanya harus tau kelakuan Diana yang menurutnya berlebihan. Meskipun pelayan itu memang salah.

"Kalo ngomong jangan ngegas dong mbak. Saya kan udah minta maaf. Salahin aja tuh masnya ganteng banget ngebuat saya jadi gagal fokus. Ups". Gadis itu berubah memucat meyadari kesalahannya yang latah berterus terang. Dia memang tak bisa dipancing jika masalah pekerjaan yang menjadi penopang hidupnya.

Reno mulai tertarik dengan pelayan muda yang keceplosan itu. Ya ampun dia berterus terang sekali. Sedikit mengurangi kejengkelannya. Dia tidak jadi kesal karena gadis ini memberinya solusi menghindari diana.

"Tidak masalah. Jangan pecat dia". Reno berkata pada manager.

"Diana jangan menilai orang dari pekerjaannya. Kita memang gak cocok. Lagipula pakaianku basah aku tidak bisa berlama-lama di sini apalagi mengantarmu."

Reno meninggalkan tips kepada pelayan muda itu kemudian melangkah pergi setelah membayar pesananannya di kasir.

Gadis idealnya itu seperti mamanya tapi mamanya salah memilihkan calon...

⚘⚘⚘

Sepanjang perjalanan Reno melajukan Range Rover -nya dengan kecepatan sedang. Jalanan macet dan ia harus bersabar hingga sampai tujuan di sebuah butik langganan mamanya. Jika tidak karena titah mama, Reno tidak mungkin berakhir di sini. Mamanya sudah mendengar cerita Reno soal pertemuannya. Mamanya kecewa dan Reno yang tak tahan dengan ekapresi sedih mamanya membuatnya merasa bersalah. Reno merutuki dirinya yang mudah luluh karena mamanya. Padahal dia tau kesedihan mamanya itu tak kan bertahan lama. Mamanya juga pintar memanfaatkan sisi simpatik putranya. Reno tau mamanya sedang mengerjai dirinya dengan memintanya datang ke butik. Padahal Reno sedang banyak pekerjaan di kantor. Tapi mamanya malah berdalih supaya Reno tidak fokus bekerja. Kalau tidak, mamanya benar-benar setiap hari akan mengatur kencan untuknya.

Mamanya tak belajar dari kesalahan. Jelas-jelas Reno sudah menjelaskan perihal keejadian dengan Diana.

Malah mamanya tertawa mengejeknya.

"Kamu beneren ngompol kali Ren. Jangan bohong ke mama deh". Itu adalah respon pertama mamanya. Baru setelah keseluruhan ceritanya mamanya mulai memahaminya.

"Ya udah mama gak akan berusaha ngejodohin lagi. Tapi kamu harus setuju dengan semua permintaan mama. Gak boleh ngebantah. Mama jadi sedih kalo kamu nolak. Kalau nolak apa kamu mau tiap hari mama atur kencannya? Mama ngelakuin ini juga biar kamu ngelihat keindahan makhluk tuhan di luar sana. Gak terkurung mulu di kantor. Kalo mama minta kamu ke butik, ke arisan mama atau ke pesta-pesta kamu jangan nolak lagi".
Reno memutar bola matanya jengah kemudian mengangguk.

Reno sampai juga di depan Gedung dengan empat lantai yang dimiliki oleh tante Andin, sahabat mama. Bukannya bermaksud sombong, tapi semenjak Reno menginjakan kaki di pintu masuk mereka menjadikannya pusat perhatian. Tak jarang didapatinya lawan jenisnya terpesona dengan kehadiran Reno. Bukannya merasa senang Reno malah merasa tidak nyaman.

Reno memasuki ruang kerja tante Andin yang tengah sibuk dengan seorang pegawai. Pelayan itu tampak memohon untuk diberi kesempatan oleh tante Andin sahabat mamanya. Samar Reno bisa mendengar jika pelayan itu berjanji tidak akan melakukan kesalahan lagi.

"Reno? Ini kamu kan? Tante gak tau kamu udah dateng".

Tante andin menyambutnya sumringah. Tante Andin menampilkan wajah tanpa ada masalah.

"Raina. Kita bicarakan nanti dan jangan kabur dari tanggung jawab."

"Tapi Rain memang gak salah dan Rain akan minta maaf jika memang terbukti bersalah. Bunda bisa cek nanti di CCTV bukan Rain yang merobek labelnya. Rain masih tau diri apalagi itu barang mahal. Tolong dipertimbangkan lagi ya Bun".

"Aduh kamu Raina. Jangan buat bunda pusing. Nanti kita bicarakan lagi". Tante Andin memijat keningnya.

"Jadi Rain gak akan dipecat kan, Bun. Gitu dong Bun, pasti bunda gak bisa hidup tanpa Rain kan?" Raina tersenyum cerah.

"Kamu jangan cerewet dulu Raina. Sana keluar saya masih ada urusan dengan tamu saya."

"Baik, Bunda. Makasih ya babang Ganteng. Saya jadi gak dipecat."

"Ya ampun, Raina. Kebiasaan kamu ya. Ceroboh dan mulut kamu itu gak bisa ditutup ya? Sana keluar dulu".

"Siap Bunda". Tante Andin memang dipanggil bunda oleh pegawainya.

Reno kemudian mengenali gadis ini adalah pelayan di Restoran kemarin. Apalagi ia familier dengan sifatnya yang ceplas-ceplos. Penampilannya yang terkesan sederhana dengan rambut lurus terikat rapi ke belakang.

"Tante gak nyangka kamu sempat kemari. Kamu kelihatannya sibuk. Ini pasti karena mama kamu yang desak. Tante sih maklum aja sama sifat mama kamu. Tapi apa yang mama kamu bilang itu gak sepenuhnya salah Ren. Jadi ini semacam hukuman dari mamamu karena kamuu belum gandeng pacar kan? Hukuman mamamu lucu ya masa nyuruh kamu seragaman sama mamamu di wedding party-nya Arya. Request -an mamamu aneh masa minta warna peach blossom juga buat kamu. Gimana dapet jodoh kalau kamu aja nempel mulu ke mamamu. Indira memang aneh-aneh". Reno mengernyit heran bukankah tantenya ini sebelas dua belas dengan mamanya. Tapi memang lebih nyentrik mamanya sih.

"Jadi mama bilang gitu. Warnanya diganti aja tante jadi hitam. Tapi jangan bilang mama dulu".

"Hahaha. Mamamu juga bilang ke tante pengen lihat muka kamu yang serius pas lagi pakai pink. Bakalan cute apa enggak."
Reno mendelik spontan berdehem    menetralkan keterkejutannya.

"Ups. Sepertinya kamu gak setuju. Tante janji bukan warna pink. Tante akan bilang ke dika karena dia yang bakalan desain. Besok dia baru balik dari paris." Dika juga seorang designer seperti tantenya dan usianya baru kepala tiga. Mereka bekerja sama dan dika yang dikenalnya flamboyan memang biasanya mendesain setelan laki-laki.

"Gak terasa kamu udah besar ya. Dari kecil kamu yang paling nempel ke mamamu dibanding si jun kakak perempuanmu. Apalagi sama saudara kamu yang lain. Kamu yang paling dibanggain mamamu. Tapi kamu gak takut dikirain anak mama sama pasanganmu nanti? Kalo tante sih lebih nganggap kamu anak berbakti. Tapi omongan orang kadang gak bisa di rem."

Tante Andin dalam mode bijak yang perlu Reno syukuri.

"Maaf ya Ren. Kalo kamu jadi tersinggung".

"Enggak kok tante. Reno gak masalah".

"Ren. Tante mau tanya nih. Tante mayamu beneren gak suka sama calon mantunya? Sebenarnya tante jadi gak enak hati masalah gaun pertunangannya calonnya Arya sebenarnya udah jadi tanggung jawab tante. Tapi yang gak tante ngerti arya ngeganti pilihan gaun pilihan mamanya.  Tante dengar tante Maya ribut karena itu.".

Reno kebingungan dengan topik yang dialihkan tantenya. Sepertinya tantenya serius mengajaknya bergosip dan sialnya Reno mana tertarik yang namanya bergosip. Tantenya ini salah tempat. Masalah gaun? Sepertinya gadis itu biasa-biasa saja dengan gaunnya?.

Temen mamanya ini memang sering kali menggali informasi. Tapi untungnya tantenya ini masih aman alias tidak bocor. Tantenya menggali informasi hanya untuk dirinya sendiriItu sih yang dikatakan kakaknya jun.

"Kamu jangan diem aja dong Ren. Bener kata Raina kamu diem aja ganteng. Andai tante punya anak cewek udah tante jodohin sama kamu. Gak mungkin kan si efraim tante suruh ganti kelamin. Dia mah ogah apalagi tante. Lucu ngebayangin dia jadi transgender".

"Saya gak gitu orangnya tan".

"Astagfirullah. Maaf ya Ren. Kamu sih gantengnya kelewatan. Gimana dong kalau bawahan tante lihat mereka pasti nanti mikir yang enggak-enggak. Ini gara-gara kamu Ren. Hilang wibawa tante deh".

"Enggak ada siapa-siapa tante". Reno mengingatkan.

"Kembali ke topik. Menurut kamu gimana calonnya Arya? Dia cantik kan? Cantik, seksi lagi".

Ya ampun. Reno jadi teringat gadis pipi merah. Bokong dan dua gunung kembar miliknya itu. Reno merasakan pipinya memanas dan kesal kenapa harus terbayang lagi.

"Iya tan. Tapi Reno gak suka dia".

"OMG jarang lo kamu muji cewek cantik. Tapi kenapa gak suka?"

"Reno gak muji dia. Reno malah gak suka karena dia itu...

Reno kesulitan menjelaskan alasannya. Tidak mungkin dia jujur pada tante Andin.

"Karena apa Ren?".

Pintu terbuka, ada seorang pegawai bawahan tantenya yanng membuka pintu. Reno lega tak jadi jujur menjawab pertanyaan tantenya.

Tante Andin mengarahkan pandangannya ke arah pegawainya.

"Buk. Ada masalah di bawah."

"Reno maaf ya ninggalin kamu di di sini. Tante ke bawah."

Reno bosan sendirian di ruangan tantenya dan malah ikut turun ke bawah. Jajaran patung manequin dan gantungan pakaian dari segala jenis dipajang apik. Biasanya dia tidak tertarik sama sekali. Hingga netranya melihat raina. Dia yang tadi memohon diberikan kesempatan bekerja. Kini kembali ditegur tantenya. Ada sepasang kekasih yang marah-marah pada bibinya. Apalagi kekasih wanita dari pria itu merasa tak terima pacarnya di tampar.

Reno memperhatikan dalam diam.

"Rain hanya membela Nia, Bu. Pria ini melecehkan pegawai di sini. Rain melihatnya tapi mereka malah menyalahkan. Rain tidak menyesal menamparnya." Raina masih ngotot dengan tindakannya yang dinilai benar.

"Apa itu benar? Kita akan lihat CCTV dan jika anda terbukti bersalah. Biar polisi yang akan menyelesaikan semuanya". Tante Andin menengahi.

"Jangan lakukan itu. Aku tidak akan mempersalahkan tamparannya tadi. Ayo sayang kita pergi".

"Dasar. Pasti dia takut kita lapor polisi. Nia apa kamu tidak apa-apa?".

"Rain kali ini saya akan maafkan. Tapi jika kamu bertindak ceroboh lagi maka gajimu dipotong."

"Iya Bun. Lain kali Rain lebih hati-hati. Tapi Rain jangan dipotong gaji apalagi dipecat. Entar bunda kesepian terus bunda nyesel seumur hidup. Terus gak bisa makan gak bisa tidur gak bis...sss...".

Tante Andin menutup bibirnya dengan jari telunjuknya.

"Kepedean kamu. Semuanya ayo bubar".

Reno tersenyum tipiss. Gadis ini apa dia tidak takut dipecat? Apa dia punya banyak pekerjaan? mengingat sebelumnya gadis ini pernah bekerja di restoran lalu sekarang dia bekerja di sini? Apa dia mungkin berganti pekerjaan secepat itu? Pembawaannya yang seolah tanpa beban tidak takut ditekan orang lain malah berusaha dengan caranyya sendiri. Dia juga berterus terang, ceroboh juga periang. Karakternya itu kenapa mirip mamanya? Apa benar gadis ini mirip mamanya?

⚘⚘⚘

Pintu apartemen di depannya tidak ada tanda-tanda akan terbuka. Padahal sedari tadi Reno sudah beberapa kali memencet bel. Mungkin tidak ada orang. Baru saja ia ingin berbalik. Tiba-tiba pintu terbuka menampilkan pemandangan yang seharusnya tak pantas dilihat. Reno mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Dy yang melihat Reno terkejut. Matanya mengerjap. Ada rasa takut melihat sosok penampakan Reno di depannya. Sama seperti saat ia bertemu mama dan papa kak Arya karena jelas mereka tak menyukainya. Dia tidak bisa tenang. Bahkan tanpa sadar memilin jari-jarinya.

"Kamu di sini? Apa yang kamu lakukan sepagi ini di apartemen kak Arya?" Reno dengan suaranya yang berat membuat dy semakin gelisah dan menunduk.

"Aku memang tinggal di sini. Kamu mau masuk?". Reno masih memalingkan tatapannya. Tapi mendengar itu semakin buruklah penilaiannya terhadap tunangan kakaknya.

Sebenarnya hampir seminggu lebih Reno tak bertemu Arya tapi karena kemarin sebenarnya ada rapat penting yang harus dibahas terkait pekerjaan dan Arya tidak hadir tanpa kabar yang jelas. Reno sebelum berangkat kerja berinisiatif datang ke apartemen kakaknya. Sekretaris Arya malah tidak tau apa-apa padahal sebelumnya Arya dikenal sebagai sosok yang tak lari dari tanggung jawab. Jika masalah pernikahan semakin mendekati hari H. Reno memang akan maklum tapi Arya bahkan tak ada kabar apapun dan proyek yang ia pegang terpaksa harus ditunda. Apalagi pernikahan mereka akan digelar 2 bulan lagi. Arya tak seperti biasanya. Reno tak mau ambil Resiko dengan mengadu ke Om Fery. Jadi di sinilah ia berada. Sebelum om Fery tau ada masalah dengan proyek kerja sama mereka.

"Kak Arya ada dimana?" Reno masih bertahan di pintu.

Percakapan mereka terhenti saat dy mencium aroma gosong dari dalam. Ya ampun dia tadi sedang memasak.

"Tunggu sebentar kamu masuk aja". Dy membuka pintu lebih lebar dan mengajak Reno masuk. Reno masih ragu masuk ke dalam. Mengingat jubah tidur tipis yang dikenakan Dy. Tapi akan aneh juga jika dia terus berdiri di pintu. Penghuni apartemen yang lain melewatinya dan beberapa kali memperhatikanya heran. Dengan sedikit terpaksa dia masuk. Berpikir jika tidak ada salahnya ia masuk karena kini Reno juga mulai mencium aroma gosong. Entah tadi karena tadi dia terlalu sibuk menilai keburukan dy jadi dia tidak menyadari. Kakinya setengah berlari mendekati dy yang telah mematikan kompor. Bodohnya gadis itu ternyata telah menyiram isi wajan dengan  sebotol air mineral. Walhasil masakan gosong di wajan penggorengan telah terisi penuh air juga cipratan air mengenai lantai juga. Tidak patal juga sih tapi Reno semakin menilai buruk kekacauan yang dibuat Dy.

"Kekacauan apa yang telah kamu lakukan?"

Suara bernada dingin tertangkap telinga Dy hingga membuatnya menciut. Belum hilang rasa syok nya karena jantungnya hampir saja lepas mencium kegosongan. Dia tidak bisa berpikir waras hingga menyiram wajan dengan sebotol air mineral besar. Dia pikir akan terjadi kebakaran. Seingatnya ia sudah mematikannya tapi ternyata tidak.

"Sekarang sepertinya sudah tidak apa-apa. Kamu lebih baik ganti baju dulu". Reno memecah keterdiamannya dan membuat dy sadar dengan gaun tipis yang ia kenakan. Tangannya kini menarik-narik ujung gaunnya yang hanya menutupi sepertiga paha atasnya. Pantas saja Reno sedari tadi enggan menatapnya. Sekarang dy tidak tau apa yang dipikirkan Reno mengenai dirinya. Pasti buruk.

Jemari lentiknya membuka pintu kamar dengan ragu. Dy tidak mendapati Reno di ruang tamu melainkan berkutat di dapur membersihkan kekacauan yang ia buat tadi.

"Sudah selesai?"

Dy mengangguk memperhatikan Reno.

"Sisanya kamu yang bersihkan".

"Semuanya masih aman digunakan. Masakanmu tidak bisa dimakan."

"Kenapa harus menuang air? Cukup matikan apinya".

Lagi dy hanya mengangguk membuat Reno mulai kesal karena dia seperti bicara dengan patung. Reno juga pendiam tapi keterdiaman gadis ini melebihi dirinya.

"Apa tidak ada kata yang bisa kamu ucapkan. Aku ingat betul kamu masih bisa bicara tadi". Reno menatapnya intens.

Kryuk...

Bukan suara gadis itu yang ia dapati malahan suara perutnya.

"Belum makan ngebuat kamu gak bisa ngomong?"

Dy kali ini menggeleng.

"Ya ampun. Apa aku bicara dengan tembok? Kamu tidak bisa bicara? Katakan padaku dimana kak Arya ada meeting penting yang harus kami hadiri. Aku tau dua bulan lagi hari pernikahan kalian. Tapi bisakah kamu mengerti agar tak mengganggu kak Arya dulu. Sebelumnya kak Arya bukan orang yang tak bertanggung jawab dia juga sangat menantikan proyek yang kami buat dan kak Arya bersikeras agar proyek ini selesai pada waktunya. Aku gak bisa handle semuanya. Ada banyak kendala yang kami hadapi juga. Sebenarnya apa telah kamu lakukan pada kak Arya?".

"Tidak. Kamu sepertinya sudah salah paham."

"Bagaimana aku tidak salah paham sepagi ini kamu berada di apartemen kak Arya. Sebelumnya kamu itu juga..."
...telah mengusikku. Reno bingung menjelaskannya.

"Jangan menuduhku seperti itu lebih baik kamu pergi". Entah mendapat keberanian dari mana dy akhirnya mengusir Reno yang sebenarnya ia sesali karena memang tak ucapan itu keluar dengan spontan.

"Kamu mengusirku di apartemen kakakku sendiri?". Reno tak terima.

"Kamu seharusnya tak menuduhku seperti itu. Minta maaflah".

"Minta maaf?". Reno tak percaya dengan pendengarannya. Selama ini jika dia melakukan kesalahan Reno pasti sudah minta maaf. Tapi kali dia tidak merasa ada kesalahan yang ia lakukan.

"Sepertinya kak Arya tidak ada di sini. Kamu juga harus intropeksi diri jika ingin orang lain minta maaf padamu. Tante Maya bukan orang yang sembarangan menilai orang. Tante selektif dalam menilai orang. Penilaiannya itu selalu benar dan kamu termasuk kategori buruk menurutku apalagi jika tante yang menilaimu".

Dspeechless tak bisa membela diri karena takut pria di depannya akan menilai lebih buruk lagi tentangnya. Ingin sekali dy mengetahui cara mencapai derajat kesempurnaan di mata keluarga besar tunangannya. Matanya mengerjap     tetesan air bening mengalir di pipinya. Dy tidak bisa mengontrol dirinya tak peduli jika nanti Reno mengatainya cengeng. Hari ini dia ingin menangis. Setelah kepergian Arya tanpa kabar kini Reno datang menyalahkannya.

"Kamu menangis?". Reno mengepalkan tangannya. Sungguhkan ia memang salah?

3.Konservatif??

Reno mengencangkan pegangannya di kemudi setirnya. Sampai ia tiba di gedung perkantoran. Pikirannya masih tersita pada Dy yang mengusirnya. Sepanjang perjalanan dari loby hingga tiba di ruangannya tidak ada satupun pegawai yang ia sapa dengan senyum ramah yang ada hanya kerutan dan mata tajamnya ketika ada yang menyapanya. Berbeda sekali dengan yang biasa ia lakukan. Biasanya akan menyapa balik dengan ramah para bawahannya.

"Bro elu kenape tumben kusut. Masuk telat lagi." Ada Gery yang menyambutnya.

"Ngapaiin di sini? Balik sana!"

"Elu kok ngegas! Elu bukan enrico yang lagi tuker tubuhkan? Aje gile muke lu jutek kayak dia sekarang. Canggih banget men kalo kejadian".

Reno mendelik sempurna pada temannya.

"Ya elah. Selow aja dong. Masih kebawa masalah gosip itu ya?  Gue sebenernya gak tega elu digosipin gay karena gak pernah gandeng cewek manapun. Parahnya elu digosipin pebinor, katanya gak bisa move on dari bini orang. Gile gue ngakak elu dikatai gitu. Dari cerita elu sih gue dah tau bininya si didit tuh kegatelan. Masa temen SMA suaminya aja digodain. Kalo gue yang ketemu gue bakalan maki tu si cewek main di belakang suaminya. Lah elu cuma nepis tangannya doang keburu kata elu si didit datang elu gak marahin bininya di depan dia aja sekalian. Gara gara itu orang lain yang lihat kan salah paham. Gue bisa percaya sama elu yang gak kenal elu mana peduli betul salahnya".

"Bukan itu. Balik ke tempat kamu sana".

"Kalo bukan itu apaan sampe buat elu kusut? Atau elu udah punya gebetan ya? Tapi gak mungkin kalo betulan udah ada pasti tante gak uring-uringan denger berita hoaks tentang elu. Kenapa sih?

"Gak ada apapun Ger. Kamu balik aja sana". Sekali lagi Reno memperhatikan jam dinding sudah jam setengah sepuluh dan dia baru datang sekarang? Reno mendengus kesal untuk pertama kalinya dia datang terlambat ke kantor. Teringat lagi dengan kejadian di apartemen kakak sepupunya.

"Kalo betulan masalah cewek Ren. Elu jangan ragu konsul sama gue. Gue kan ahlinya".
Reno kembali ingin mengusir tapi niatnya terhenti sadar ia sedang butuh teman bicara.

"Ger... tunggu dulu. Jangan pergi."

Reno akhirnya melarang Gery pergi dan menceritakan kejadian saat dia di apartemen juga pesta pertunangan kakak sepupunya. Tentang ketidaksukaanya dari pertama kali bertemu hingga perubahan sikap kak Arya dimatanya. Tapi Reno tak menceritakan kejadian memalukannya meremas bokong seorang gadis. Sangat memalukan.

"Jadi elu mikir dia yang ngebuat kak Arya berubah?"

Reno mengangguk yakin.

"Kalau gak bener gimana? Entar elu nyesel sendiri ngejudge orang sembarangan. Lagian gue bingung elu kok bilang dari awal gak suka dia tanpa alasan yang jelas. Ini pertama kalinya elu blak-blakan bilang gak suka. Bininya si didit buat ulah aja elo santai sampe nyokap elu yang ribut elu baru ngeh. Nah sekarang elu uring-uringan".

"Menurut kamu gitu?".

"Ya iyalah. Elu itu kalem, di kantor aja orang nganggap elu manusia perfect hampir gak ada cacatnya. Apa kata orang di luar kantor juga pasti gak beda jauh. Jarang ada species macam elu yang kelewat baik sama ortu sendiri sama oranng lain lagi. Sama apa yang elu punya juga elu enggak sombong. Elu hampir gak terjamah perempuan karna elu selalu menilai mereka dari sisi perspektif yang beda banget bagi orang lain. Kalo bagi elu sex itu hal yang harus dilakuin setelah nikah ya gue kagum sama elu yang mampu bertahan ngejaga perjaka elu..."

Reno memberikan tatapan tajam lagi pada Gery.

...jangan dipotong dulu Ren. Masalah tinggal serumah sebelum married itu udah keputusan mereka sebagai cewek yang udah mantep ngejalin hubungan. Di luar negri udah banyak yang gituan".

Reno memukulkan gulungan kertas ke kepala Gery. Herannya kenapa dia bisa curhat sih. Dan yang luar biasa Gery masih dipertahankannya sebagai teman semenjak bangku kuliah. Bedanya Gery menjabat sebagai staf HRD perusahaannya.

"Susah ngomong sama kamu".

"Elu tu konservatif berbanding terbalik sama cewek itu".

"Pergi sana.".

"Eh elu sendiri yang nyuruh gue di sini. Usir terus nyuruh tinggal. Labil banget sih. Gue jadi penasaran sama cewek itu. Pastinya cantik banget ya".

⚘⚘⚘

Dy tak mengerti apa salahnya hingga membuat pria itu kerap melontarkan kata-kata menghakimi. Sedari tadi dia mencoba menghubungi Arya namun tak diangkat. Hanya suara operator yang menjawab.
Dy menghela nafas. Bagaimana caranya mengambil hati calon mertuanya jika mereka sejak awal sudah tidak memberinya kesempatan lebih dekat dengan mereka. Dy merasa sedih karena Arya tak kunjung menemuinya terhitung setelah hari pertunangannya. Seminggu lebih Dy memang tidak bertemu Arya hanya melalui pesan WA agar Dy tidak perlu cemas. Baru setelah tiga hari suara Arya akhirnya bisa ia dengar. Arya memintanya untuk tidak darang nenemuinya di kantor sebab dy memang sempat ngotot untuk menemuinya. Arya beralasan pria itu perlu waktu membujuk orang tuanya. Dy hanya bisa gigit jari karena semenjak insiden di pesta pertunangannya sendiri. Tante Maya bahkan menghakiminya karena merasa Dy mempermalukannya di depan umum. Dy tidak sengaja menjatuhkan cincin pertunangannnya dan jatuh menggelinding terjun bebas ke kolam renang yang memang tak jauh dari tempatnya berdiri.
Walhasil tatapan mengintimidasi ia terima dari tante Maya. Cincin yang jatuh tak bisa di ambil secepat itu. Akhirnya acara tukar cincin diakhiri tanpa dy sempat menyematkan cincin untuk Arya. Dy sedih saat itu dan merasa bersalah. Tante maya mengabaikannya sepanjang acara.

Dy datang ke Jakarta meninggalkan kampung halamannya di Bali setelah di lamar Arya. Pria yang ia cintai. Dy bekerja sebagai seorang penulis novel dan tak jarang juga menulis biografi tokoh kenamaan.  Pertemuan pertamanya dengan Arya adalah saat ia melakukan sesi wawancara dengan tokoh lokal kenamaan orang Bali Made Truyan seorang pecinta lingkungan dan telah berhasil menjadi sorotan Nasional sebagai seorang seniman. Dy mendapat tawaran menulis biografi tokoh idolanya itu. Lama kelamaan mereka menjadi lumayan dekat sebab pak sugwira mengetahui Dy ternyata adalah penggemarnya meskipun begitu Dy pernah dikritik tegas agar bersikap objektif menulis autobiografinya. Pria tua itu selain sebagai seniman juga merupakan tokoh budayawan lokal dan pengamat lingkungan.
Ternyata Arya beberapa kali mengajukan pertemuan dengan Pak Made namun tidak digubris sebab pak Made tidak setuju dengan pembangunan resort yang dinilai merusak ekosistem yang dekat dengan hutan. Saat itu Arya tiba-tiba menyela pertemuannya dengan pak Made dan pak Made malah mengusirnya dari rumahnya.
Saat pulang pria itu mencegatnya dan dari situlah mereka mulai dekat. Di mulai dari Arya yang meminta bantuannya untuk mempertemukannya dengan pak Made. Rutin bertemu akhirnya membuat Dy sadar telah jatuh hati pada pria arogan itu. Butuh waktu dua bulan untuk meluluhkan hati pak made dengan rencana proyek resort masa depan yang di ajukan Arya. Dengan syarat Arya akan memberikan kontrak kerja pada orang-orang lokal di Bali. Sebenarnya permasalahan ini sering terjadi. Terdengar klise memang sebab sebenarnya di bali sudah ada banyak resort yang telah dibangun. Namun pak Made memang keras kepala sebab daerah yang ingin di ambil alih Arya merupakan kawasan yang berdekatan dengan hutan. Arya berjanji tidak akan merugikan orang orang sekitar dan lingkungan setempat.
 
Kini Arya tidak menemuinya. Dy sudah ketergantungan pada Arya. Membuatnya merasa punya sandaran hidup. Ketika pria itu tidak ada Dy merasa takut.

Suara pesan notifikasi whatsapp dari gawainya berbunyi. Ada pesan baru di sana. Dy membaca pesan singkat itu dan perlahan tersenyum. Dy yang memang berada di depan kaca rias memperhatikan tampilan wajahnya. Matanya agak sembab dia perlu make up untuk menutupinya. Tapi dia tak punya waktu banyak. Arya sudah menunggunya.

⚘⚘⚘

Dy senang sekali akhirnya dapat bertemu dengan Arya.

"Aku gak punya banyak waktu lagi dy. Ada yang sebenarnya ingin kubicarakan".

"Apa yang ingin kakak bilang?".

"Dy. Aku sangat sibuk dan butuh pengertianmu. Jangan meghubungiku karena alasan sepele".

"Sepele? Maaf kalo dy menggangu kakak". Dy mengerjap kecewa kemudian menutupi kekecewaannya dengan tersenyum.

"Kak. Apa kita bisa habiskan waktu berdua hari ini?" Dy bertanya penuh harap.

"Aku sibuk Dy."

"Kakak memang pasti sibuk. Sepupu kakak nyariin kakak ke apartemen. Bukannya kakak selama aku tinggal di apartemen kakak tinggal dengan orang tua kakak kan? Kenapa dia nyari kakak ke apartemen?".

"Dy saat ini tolong jangan banyak tanya dulu".

"Aku sendirian gak punya teman di sini. Cuma kakak yang aku kenal". Dy jujur dengan apa yang dia rasakan merasa asing di tempat barunya. Baru dua minggu dia di jakarta.

"Cobalah bersosialisasi. Jangan selalu memasukan ke dalam hati apa yang dikatakan orang. Kamu harus terbiasa."

"Kak masalah orang tua kakak. Apa mereka masih tak menyukaiku. Bagaimana jika mereka msih tak menyukaiku?".

"Janggan pikirkan biar aku yang urus. Lagipula 2 bulan lagi kita menikah. Apa yang kamu khawatirkan?" Arya bertannya dengan nada tak suka.

Dy menganggguk.

"Kamu takut kita batal menikah karna terhalang restu? Kamu meragukan keputusanku?"

"Kak bukan begitu. Aku enggak mau merusak hubungan kakak dengan keluarga kakak."

"Kita ke butik fitting baju pengantin. Aku ingin membuktikan keraguanmu salah. Aku serius dengan hubungan kita. Semua persiapan harus dibereskan jadi menurutlah apapun yang kuminta".

"Maaf kak. Aku percaya kakak." Dy tersenyum merasa Arya adalah sosok tanpa cela baginya.

Selama perjalanan dy diam. Beberapa kali dering telpon berbunyi. Baru setelah dering keempat Arya baru mengangkatnya.

"Oke. Aku ke sana bentar lagi".
Dy melayangkan tatapan bertanya. Bertepatan mobil SUV yang dikendarai Arya berhenti di depan butik.

"Kita harus cepat dy. Aku ada urusan mendesak".

Belum sepuluh menit Arya di butik. Arya sudah pergi meninggalkan dy tanpa sempat melihat dy mengenakan gaun pilihan Arya sendiri. Saat itu lagi-lagi dering ponselnya berbunyi saat Arya menunjuk  gaun yang kebetulan baru di pajang. Dy merasa kecewa namun teringat lagi dengan keseriusan Arya dengan rencana pernikahan mereka. Dy menepis perasaan kecewanya. Dia tidak boleh bertindak egois. Arya sudah bersusah payah mengurus semuanya.

Gaun putih dengan punggung terbuka juga bagian bawah gaunnya menjuntai ke lantai. Sayang sekali Arya tak sempat melihatnya.

⚘⚘⚘

Reno melupakan jam tangannya yang tertinggal di butik kemarin. Sepertinya tanpa sadar menjatuhkannya. Karena jam tangan itu merupakan hadiah dari mamanya. Dalam hidupnya memang mamanya adalah nomor satu. Sebelumnya dia pikir tertinggal di kantor rupanya setelah menelpon tante Andin. Ternyata memang benar terjatuh di butiknya.
Baru saja ia sampai dan menemukan tante Andin tengah berdiri bersama seseorang.

"Tante".

Orang itu berbalik bersamaan dengan tante Andin. Dia adalah dy.  Matanya tak berkedip menatap intens dy dengan gaun pengantinnya. Meneliti penampilannya dari atas ke bawah. Dy yang ditatap seperti itu merasa risih. Baru tadi pagi mereka bertengkar dan sekarang bertemu lagi. Dy sebenarnya cemas bercampur takut karena tatapan Reno ta kunjung lepas darinya. Matanya itu sangat tajam  membuat nyalinya ciut. Jadi pria itu masih memendam mara padanya? Atau...
A

pa dy sejelek itu sampai di pandang sebegitunya?

"Reno?"
Melihat keterdiaman di antara keduanya tante Andin menyadarkan Reno.

"Mau ngambil jam tangan kamu ya? Rain tolong ke sini sebentar ambil jam tangan yang ada di laci bunda. Jangan pake lama".

"Eh... si ganteng lagi? Ngapain? Upps udah punya pasangan rupanya. Mbaknya cantik banget kalah deh sama rain. Padahal Rain kan udah mulai suka."

"Rain. Kerjaan kamu yang bener dong. Lakukan apa yang bunda minta".

Sementara dy tanpa sempat menjelaskan hanya bisa terdiam sebab Reno semakin memelototinya dengan tajam. Dy menunduk dan Reno kemudian memalingkan tatapannya ke Raina.

"Bukan. Dia bukan siapa-siapanya aku". Reno mengubah raut wajahnya menjadi lembut dengan senyum tipis ketika berbicara dengan rain. Dy yang kemudian menatap mereka di buat heran dengan sikap ramah reno pada gadis itu berbanding terbalik dengannya yang bersikap dingin.

"Tante. Aku ke atas bisa kan tan?"

"Ups. Tunggu dulu sama calon ipar jangan cuek aja. Gaunnya pilihan Arya. Cuma Aryanya aja sibuk banget main ninggalin tunangannya sendiri. Gimana Ren? Cantik kan?".

"Cantik". Meski pelan ternyata tante Andin mendengarnya. Padahal tante Andin hanya berniat main-main. Pasalnya Reno tak pernah memuji seseorang dan ini untuk kedua kalinya Reno tanpa sadar memuji.

Reno yang melihat raut keterkejutan Dapalagi rona merah yang tiba-tiba muncul di pipinya yang seputih porselen menyadari ucapannya yang spontan. Apalagi raut penuh minat tantenya.

"Maksudku gaunnya yang cantik tante memang ahli ngerancangnya".

"Menurutt kamu gitu? Tante jadi seneng dengernya soalnya jarang di puji sama kamu."

"Reno nyusul Rain ke atas dulu tan". Reno mengalihkan perhatian sebelum pergi ekor matanya kembali melirik ke satu objek. Maudya.

"Gimana menurut kamu gaunnya? Di beberapa bagian sepertinya memang ada yang harus disesuaikan dengan ukuran tubuhmu. Kamu setuju?"

Dy mengiyakan kemudian pikirannya disibukan dengan tingkah Reno yang aneh.

Akhirnya dy selesai dan hendak berpamitan dengan tante Andin yang ramah padanya. Tangannya menggapai tasnya kemudian mulai mencari ponselnya. Namun dy tak mendapati dompetnya. Apa dia salah meletakkan. Mungkinkah tertinggal di mobilnya Arya? Tapi seingatnya dia tidak mengeluarkan dompetnya. Lebih baik dy memastikan dulu. Jemarinya dengan lihai menggulir kontak nama Arya dan menelponny. Panggilan pertama dan keduanya tak di angkat. Barulah di panggilan ketiga.

"Kak ak...

"Sudah kubilang dy aku sedang sibuk. Jangan menelpon lagi". Suara kesal di seberang sana membuat dy terkesiap. Bagaimana dy harus mengatakannya. Dompetnya hilang dan dy tidak bisa pulang ke apartemen karena tidak ada uang. Semua uang cash juga 3 kartu atm miliknya ada di dompet dan hal yang jauh berharga dari itu semua. Kembali dy menelpon. Aryan adalah harapannya.

"Kak. Aku kehilangan dompet dan...
Meskipun diangkat namun Arya kembali memotong dan membuat dy semakin kalut.

"Kamu bukan anak kecil lagi. Sudah berapa kali ku bilang. Jika kamu kehilangan dompet coba cari lagi. Lagipula kamu tidak akan kekurangan uang selama denganku. Coba ingat lagi dan lakukan sesuatu, mungkin saja ada seseorang yang mencurinya. Jangan telpon aku lagi." Dy mendengarkan dalam diam.

Tidak akan kekurangan uang?
Dy merasa kecewa dengan tanggapan Arya. Kemudian dy terngiang lagi dengan ucapan Arya tadi.

Ada seseorang yang mencurinya?

Perkataan Arya ada benarnya. Dy menepis rasa kecewanya tadi.

Dy melaporkan itu pada tante Andin. Kemudian semua pegawai dikumpulkan dan menanyai mereka satu persatu. Salah satu seorang pegawai mengaku melihat ada dompet yang persis sama dengan ciri-ciri yang disebut dy.

"Tidak mungkin, sinta. Bukan Rain yang mengambilnya pasti kamu keliru. Dompet hitam dan panjangnya kira-kira segini". Tante Andin mengulangi sama persis seperti dompet yang diciri-cirikan dy.

"Iya. Bunda. Sinta yakin".

Dy melihat tante Andin yang dilema. Kemudian dari arah tangga dy melihat seorang gadis berpakaian seragam butik yang sama dengan yang lainnya. Matanya melirik nametag dan namanya raina.

"Raina. Dompetku. Emh...maksudku di dalamnya ada hal berharga buat aku. Apa ada sama kamu?". Dy bingung merangkai kata yang pas tanpa menghakimi. Namun orang-orang di ruangan itu mulai menatapnya dan Raina dengan tatapan mencemooh pada Raina.

"Maksud kamu apa?" Dy mengarahkan tatapannya pada sosok Reno yang tak ia sadari kehadirannya.

"Dy. Serahkan urusan ini ke tante. Apalagi kamu juga sudah mulai mengenal tante yang saudara jauh keluarga calonmu. Kamu bisa mengerti maksud tante?". Tante Andin membisikinya dan sekarang menurut dy tante Andin terkesan tak mau nama butiknya menjadi jelek. Salahnya lagikah? Atau dy yang salah mengartikan.

"Bagaimana Dy?"

"Dompetku hilang dan gadis ini yang dimaksud pelayan itu. Dompet itu berharga banget buat aku. Di dalemnya ada...

Berbeda dengan tante Andin yang berbisik dy tanpa sadar malah menyuarakan isi pikirannya dengan volume suara yang bisa terdengar suara oleh semua orang. Meskipun volume suaranya tergolong kecil namun ketika ruangan hening. Suaranya menjadi fokus orang-orang di ruangan. Melihat hal itu Reno mendekat dan seperti tante Andin. Reno membisikinya, posisi mereka berdekatan.

"Aku tau di dalemnya ada uang yang berharga buat kamu. Aku bisa ganti. Aku percaya bukan Raina orangnya jangan menuduh orang sembarangan".

"Bun. Kita periksa aja barang-barangnya Rain. Selama ini dia selalu buat kekacauan di butik. Mungkin apa yang dikatakan sinta benar." Salah seorang pegawai mengusulkan.

Reno, dy dan tante Andin mengembalikan fokus mereka kepada paea pegawai butik.

"Raina gak mencuri bun. Seperti yang mereka tuduhkan". Raina menatap dy, reno kemudian sinta yang kemarin ia tolong. Merasa tak adil dengan tuduhan itu.

"Baiklah. Periksa tas Raina. Kalian gak akan menemukan apapun".

Para pegawai butik menatap sang pemilik.

"Kita periksa ke lokernya".

Mereka mengeluarkan satu persatu barang rain dari tasnya dan menemukan dompet yang dimaksud dy. Rain terkesiap tatapannya membola tak percaya.

"Apa ini dompet kamu?".

"Ya. Ini dompetku". Dy memastikan dompetnya dan memeriksanya. Semua itu lagi-lagi tak luput dari perhatian Reno yang merasa janggal. Reno masih yakin raina tidak bersalah

"Bun. Rain terbukti bersalah. Selama ini dia selalu ceroboh. Pernah bolos kerja, salah ngantar paket, ngerobek label, gak sopan sama pelanggan kita kemarin. Hari ini malah mencuri." Pegawai yang terus memojokan raina ternyata bernama Desi dari nametagnya Reno mengetahuinya. 

"Tapi bun bukan aku. Bukan aku yang ngelakuin semua itu".

"Sinta ngelihat kamu megang dompet itu sebelumnya. Apalagi tindakan kamu yang kasar, ceroboh, dan sok cari perhatian itu ngebuktiin semuanya." Desy kembali ngotot.

"Sinta katakan yang sebenernya bukan aku yang mencuri".

Sinta mengangguk kaku dan mengalihkan tatapannya dari Rain.

"Iya aku lihat kamu yang pegang".

Rain menatap Sinta tak percaya dengan balasan sinta setelah ditolongnya kemarin.

"Apa aja yang hilang?"

"Dompetku aja yang hilang tapi ponselku gak hilang kok."

"Dompet mbak ini dan isinya udah gak ada". Desi menimpali dan membuat dy terkejut kenapa gadis ini tau isi dompetnya kosong. Kecuali foto usang berharga yang ia khawatirkan sejak tadi.

"Bunda yang akan buat keputusan. Kita akan selesaikan permasalahan ini walaupun kita gak punya bukti CCTV yang kebetulan rusak. Bunda dengan terpaksa memecat kamu. Bunda kecewa dengan bukti yang kita dapatkan hari ini. Semuanya tolong bubar. Raina ikut bunda ke ruangan sebentar".

"Rain bukan pelakunya bun. Walaupun Rain miskin gak akan pernah mencuri atau merebut hak orang lain. Jika ada yang memang tak suka sama Rain tolong hentikan karena mengganggu pekerjaan orang lain dan nama butik ini juga akan tercemar. Rain yang akan keluar secara sukarela. Rain pamit bunda. Terimakassih udah ngasih pekerjaan ke rain dan rain gak akan minta maaf karena rain gak salah."

Para pegawai berbisik.

"Semuanya bubar". Tante Andin menghela nafasnya kemudian kembali ke ruangannya.

Satu persatu mereka mulai bubar. Raina mengambil tasnya dan pergi berlalu. Dy masih terdiam bimbang harus mengatakan apa. Namun jika ia kembali mengutarakan pemikirannya dy takut menuduh sembarangan lagi. Tadi itu dy refleks saja bertanya pada raina karena sudah kepalang gelisah apalagi dia tidak tau harus mempercayai siapa.

"Kamu yakin pelakunya dia? Apa kamu puas menghilangkan pekerjaan seseorang. Apa uangmu sepenting itu bagimu?".

"Buk...bukan. Maksudku bukan begitu. Aku merasa bersalah pada rain. Tapi kamu juga sering menilaiku sembarangan. Jadi apa bedanya kamu denganku?".

"Aku gak sama denganmu".

Dy yang kesal pergi meninggalkan Reno.

Sepuluh menit berlalu menunggu di jalan raya dan baru tersadar dengan isi dompetnya yang raib tadi. Membuatnya ragu menyetop taksi atau apapun. Dy memang tak mempermasalahkan dengan isi dompetnya yang hilang. Ternyata kartu ATM nya masih berada di dompetnya. Hanya uang cash sekitar 5 jutaan yang hilang. Dy tidak bisa menggunakan layanan taxi online karena ponselnya low batt.

Sebuah mobil menghentikan dy karena menghalangi jalannya. Pria di dalam mobil adalah Reno.

"Masuklah".

BERSAMBUNG…

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Tentang Kamu (Chap 4,5,dan 6)
6
0
Kelanjutan cerita sebelumnya.‘Tentang Kamu’, bersama Reno dan Maudya
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan