
Kasus baru, misteri baru dan sesuatu hal tak terduga, perlahan semua mulai terungkap
Book 2
I Am Felicia
Note : sebelum baca ini ada baiknya baca The little detective terlebih dahulu di sambung dengan Action of Panthera biar lebih nyambung jalan ceritanya. Thank you…
The little detektif di noveltoon
Action of panthera di wattpad
Tapi bisa baca terpisah kok
Lanjutan Chapter 4-50 tersedia di wattpad
Yang disini di dedikasikan bagi pembaca yang ingin membaca lanjutan chapter lebih ceoat dari pada...
Sudah berapa lama kiranya Felicia tak melakukan ini? Sudah beberapa bulan, Felicia bisa saja melakukan setiap hari jika saja Grandpanya tak melarang.
Kalau ucapan Grandpanya ia bisa sedikit membantah dan tak peduli, masalahnya, Alan juga ikut-ikutan cuma dia doang yang tak bisa Felicia bantah, entah kenapa tapi makin hari ia merasa Alan makin protektif padanya, kalau kata Neron sih posesif tapi Felicia gak bisa nyangkal karena itu benar.
Lagi pula Celena dan Celin lalu kata Neron, Eza dan Cae melarangnya untuk mendekati Alan hal itu membuatnya dia ingin tergelak sekaligus heran sebegitu bencinya mereka dengan hubungannya dan Alan? Tapi sayangnya tetua dikeluarga mereka malah setuju.
"Kamu benar-benar mau pergi?" tanya suara yang sangat Felicia kenali membuatnya menoleh, itu Neron.
Felicia mengumpat dalam hati ia sudah yakin kalau dia mengunci kamarnya dan memastika orang-orang telah tetidur tapi kenapa Neron bisa di sini?!
"Kak Ero! Jangan bilang siapa-siapa ya brother," ucap Felicia dengan nada manja sambil memeluk Neron .
"Kembali dengan cepat, kalau aku di sini biasanya tak akan ada yang curiga," ucap Neron pasrah.
Felicia tersenyum senang Neron benar-benar Kakak yang pengertian lagi pula takkan ada yang curiga padanya jika Neron kini ada di sini, mereka menganggap Felicia lebih aman bersamanya dan Felicia juga senang jika berada bersama dengan Neron.
"Baiklah aku pergi dulu!" seru Felicia sambil berbalik menuju rak buku.
"Kau menggunakan identitas apa?" tanya Neron sambil melihat Felicia dari atas hingga bawah, mengamati.
"Identitas baru, apa lagi," ucap Felicia sambil mengunakan topeng (seperti yang ada di mulmed), "Silvermoon."
"Kenapa gak sekali aja Sailor Moon sama Moon Goddes aja sekalian," ucap Neron datar membuat Felicia mendengus.
"Kau kira pakaian Sailor moon itu cocok untukku? Mungkin ia juga namun aku tak menyukai itu pendek," ucap Felicia.
"Dan Moon Goddes bisa dikreasikan, bagaimana menurutmu?" tanya Neron sambil tersenyum jahil.
"Aku yang gak mau, gak kreatif!" seru Felicia kesal berbalik bersamaan dengan lemari buku yang terbuka dan menampilkan sebuah jalan.
Felicia masuk kedalam dan berjalan pergi dengan lemari buku yang kembali tertutup meninggalkan Neron yang terkekeh geli.
"Ya, ya selama dia pergi lebih enak tidur," ucap Neron sambil berguling di kasur empuk milik Felicia.
Di tempat lainnya....
Bau anyir darah tercium menyegat. Pria itu duduk di sofa singel sambil meminum segelas wine yang baru saja dituangkan oleh asistennya.
"Benar-benar keras kepala," ucapnya dingin.
Wajah tampan dengan rahang tegas dan rambut bewarna hitam serta mata bewarna biru malam yang tajam dan bisa membuat siapa saja di dekatnya mati membeku.
"Nyonya berbuat sesuka hati lagi?" ucap Addi seperti bertanya padahal ia telah tau jelas tentang itu.
"Addi apa yang kini tengah ia jalankan?" tanya Alan.
"Sebuah kasus dengan pembunuh berantai, sasaran pertama waktu itu di sekolahnya korbannya adalah satu kelas termasuk seorang guru, hanya satu siswi yang selamat dan juga...itu terjadi sehari sebelum dia menemui Anda," ucap Addi.
Mata pria itu mengkilat saat mendengarkan penjelasan Addi, tampak sekali jika pria itu, Alan, kini tengah menahan emosinya.
"Apa lagi?" tanya Alan.
"Dia bertemu dengan Samuel dan membuat kesepakatan dengan seorang polisi," ucap Addi.
Prash, bunyi pecahan kaca terdengar. Alan mecahkan gelas yang ada ditangannya itu dengan cara mengenggamnya membuat pecahan-pecahan kaca berserakan. Alan tak peduli darah yang mengalir ditangannya, emosinya kini tak dapat dihilangkan, apa yang baru saja ia dengan salah satu anak buahnya tau akan ini namun ia tak diberi tau? Dan apa itu gadisnya membuat kesepakatan dengan seorang pria? Kejutan besar bagi Alan malam ini.
"Panggil Samuel!" pinta Alan dingin.
"Pimpinan!" seru Samuel datang menghadap Alan yang langsung di lempari tatapan maut oleh pria itu.
"Kau tau sesuatu?" tanya Alan.
"Y-ya, maksud Anda kejadian itukan? Saya tau," ucap Samuel.
Alan berdiri tangannya mencekik leher Samuel membuat pria itu melebarkan matanya dengan Addi yang tertegun namun tetap diam, Samuel benar-benar melakukan kesalahan.
"Lalu kenapa kau tak memberi tahuku!" bentak Alan.
"N-Nyonya F-Felicia me-larang," ucap Samuel susah payah karena kini lehernya sedang dicekik.
Samuel menghirup napas sebanyak mungkin ketika Alan melepaskan cekikannya. Ini termasuk keajaiban bagi siapa melihatnya karena jika Alan melakukan sesuatu pada seseorang biasanya itu akan buruk.
"Kalau kau tidak dekat dengan gadisku, kau sudah mati dari lama," ucap Alan dingin membuat Samuel hanya bisa menunduk dengan tangan memegangi lehernya yang masih terasa sakit.
"Laporkan setiap pergerakannya padaku dan jahui dia dari polisi itu!" pinta Alan.
"Siap laksanakan Sir!" seru Samuel patuh, lalu segera pergi.
"Jika saja Cakra benar-benar punya perasaan lebih pada Felicia dia akan mati kecuali dia dekat dengan gadis itu," ucap Samuel ketika berada diluar.
Samuel segera pergi dengan menghela napas kasar, bukankah ini semua akan menjadi rumit? Dia benar-benar salah mengikuti ucapan Felicia kemarin. Dia kira pimpinannya itu dari awal tau mengingat jika Felicia berkata dia di ceramahin selama sejam.
"Siapa nama pria itu?" tanya Alan ketika Samuel telah pergi.
"Cakra Diandra G," jawab Addi.
"Namanya tak asing," ucap Alan.
"Dia adalah Ajun Inspektur yang pernah berpapasan dengan Anda beberapa kali," balas Addi membuat Alan mengingatnya.
"Pria itu...awasi dia!" pinta Alan membuat Addi mengangguk.
"Juga perketat pengawasan di DE laporkan setiap pergerakan mereka, semua yang akan dijalankan oleh gadisku hanya jebakan, jadi tingkatkan penjagaan didekatnya!" pinta Alan.
"Apa saya harus menganti yang lama? Mereka telah bekerja menjaga Nyonya saat ia berumur 6 tahun," ucap Addi.
"Lalu? Apa kau ingin membawa mereka pada kematian?" tanya Alan dingin membuat Addi terdiam.
"bereskan mayat itu lalu kau boleh pergi!" pinta Alan membuat Addi mengangguk lalu segera membereskan kekacauan yang dibuat oleh tuannya itu diruangannya.
Addi segera pergi saat semua pekerjaannya telah beres, kali ini ada beberapa orang anggota mereka yang mati karena dibunuh Alan, Addi khawatir pada anggota kelompok mereka yang berkurang karena dibunuh Alan namun tetap jumlahnya akan sama setelah kejadian itu terjadi seakan-akan ini telah direncanakan oleh Tuan mereka itu.
Addi menghela napasnya lalu berjalan memikirkan bagaimana nasib Felicia selanjutnya, nyonya itu benar-benar dalam masalah karena tak memberi tahukan apa-apa pada Alan.
****
Senyum terlihat dari bibir gadis itu, jubah yang dikenakannya terlihat berkibar diterpa angin, ia dengan lincahnya melompat dari satu gedung kegedung lainnya mengunakan alat yang dikenakannya, tak jarang ia berlari dengan cepat, gerakannya tak bisa dirasakan.
"Aku rasa ini udah waktunya," gumamnya melihat kearah bulan yang kini tengah bersinar terang.
Gadis itu, Felicia, sungguh sangat menunggu waktu seperti ini, ia yakin para polisi itu juga sudah berjaga termasuk si ajun inspektur itu.
Felicia menyusup ke bangunan yang merupakan universitas itu, hanya ada satu kelas yang sampai kini beroperasi, di malam yang larut ini, mungkin kalian tak percaya tapi itu kenyataannya.
Semula Felicia mendengar suara hiuk piuk para murid namun itu menghilang bersamaan dengan suara jarum detik jam dan detuman jam yang kini menunjukan keangka tertentu.
"Tol! AAAAAAA!!!"
Suara teriakan nyaring itu membuat Felicia kaget namun ia dengan cepat menenangkan diri lalu mengintip kedekat pintu yang sedikit terbuka.
Mata Felicia melotot saat melihat sebuah kepala mengelinding dengan mata terbuka memandang kearahnya, darah terlihat becucur dilehernya, kepala itu lepas dari badannya, kini Felicia tau pembunuh itu menggunakan kapak itu sudah pasti.
"Jangan ada yang bergerak atau kalian tau akibatnya," suara berat yang menyeramkan itu terdengar dari dalam.
Sekilas Felicia tapat mendengar isakan kecil ketakutan dari dalam. Felicia mengepalkan tangannya, lalu membuka lebar pintu ruangan kelas itu seakan-akan angin kencang baru saja berhembus.
Felicia bersembunyi, ia mengambil sesuatu dari kantungnya, ia berharap para mahasiswa itu cerdas ketika nyawa mereka terancam seperti ini.
Dengan gerakan kilat Felicia melempar benda yang ada di tangannya tepat mengenai jendela di sebrangnya untuk mengelihkan perhatian.
"Siapa di sana!" teriak pria yang Felicia yakini adalah orang yang sama yang berbicara tadi.
Tampaknya para mahasiswa itu sadar akan kesempatan dan berlari keluar, Felicia mensyukuri itu. Tawa mengema nyaring dari dalam ruangan.
"Kalian kira kalian bisa kabur? Itu tak mungkin!" teriak pria yang ada didalam.
Felicia dengan gerakan kilat pergi lari dan bersembunyi ketika pria itu keluar sambil menyeret sebuah kapak.
"Ck, ck, apa aku akan berhadapat dengan psikopat lagi?" monolog Felicia yang entah sejak kapan duduk di sebuah gedung tinggi sambil melihat kebawah tepat pada segerombolan orang yang dikepung pria tadi.
"Hahaha, kalian tak dapat kabur lagi!" seru pria itu.
Tampak seorang gadis di sana ingin melarikan diri namun tampaknya ia salah langkah dan malah ditangkap oleh pria itu.
"Hai Nona manis mau kemana kau?" tanyanya sambil tersenyum menyeramkan.
"L-lepaskan...Ak-aku," ucap gadis itu dengan takut.
"Ahah, mana mungkin, kau merupakan santapan lezat," ucapnya sambil tersenyum lebar.
Airmata mengalir diwajah gadis itu tampak sekali jika ia kini tengah ketakutan, tak beberapa lama gadis itu pingsan, tawa membahana, nyaring dan ganas terkesan menyeramkan keluar dari pria itu membuat siapa saja yang mendengarnya akan merinding ketakutan.
"Hei! Apa kau joker dalam versi nyata?"
Suara tawa pria itu terhenti ketika mendengar suara halus yang menenangkan itu, ia menoleh keatas kearah Felicia yang duduk diatas atap dengan menggunakan pakaian dan sebuah topeng membuatnya tak dikenali.
"Siapa kau?!" tanya pria itu dengan marah.
"Ah ya, izinkan saya memperkenalkan diri terlebih dahulu," ucap Felicia melompat turun, mendarat dengan sempurna sambil berdiri.
Felicia mengepal tangannya lalu meletakkannya didada dengan satu tangan lalu menunduk sambil melirik pada pria itu terkesan mengintimidasi.
"Perkenalkan saya Silver Moon," ucap Felicia.
"Prf, hah, hahhahaha apa-apaan ini? Kau ingin jadi pahlawan, hahahaha mimpi!" seru pria itu.
"Siapa yang jadi pahlawan?" tanya suara bisikan halus itu membuat pria itu membelalakan matanya.
Welverine claw Felicia hampir mencakar pria itu jika saja ia tak menghindar.
"Insting yang bagus, kau bukan salah satu dari mereka? Ini mengejutkan. Bagaimana jika kau melepaskan gadis itu dan lawan aku," ucap Felicia.
"Melepaskan? Itu bukan gayaku," ucap pria itu dan dengan cepat ia langsung ingin membunuh gadis yang ditahannya dengan cara mencekiknya gadis itu benar-benar akan mati jika saja Felicia tak mencabuk lengan pria itu.
Gadis itu jatuh dan dengan cepat Felicia membawanya mendekati para mahasiswa.
"Pergi ketempat yang aman!" pinta Felicia sambio memberikan gadis itu pada salah satu dari mereka.
"Hah, hahahaha tak semudah itu Nona!" seru pria itu.
Felicia memandangnya tajam lalu menghentakan cambuknya, ia berbalik memandang pria itu dengan pandangan permusuhan.
"Ini menarik, aku melihat ini, dengan cambuk itu kau mirip dengan La Tempesta," ucap pria itu.
Mata Felicia melebar sekelebat ingatan berputar di kepalanya. Ia ingat kini, pria ini adalah pembunuh berantai yang sebelumnya pernah beraksi empat tahun yang lalu.
"Aryan," ucap Felicia ya itu namanya, ia pernah menangani kasus tentang pria itu, pria itu membunuh dengan keji meninggalkan petunjuk yang sedikit dan menganggap remeh para keamanan.
"Mengejutkan, aku kira hanya tiga bocah detektif itu yang dapat mengetahui identitasku hanya dengan mengamati tanpa mengetahui detailnya ternyata kau juga bisa," ucap Aryan remeh.
"Siapa kau? Kau tak sama dengan tiga bocah itu bukan? Kau bukanlah agent seperti mereka ataupun detektif bukan? Jadi siapa kau," ucap Aryan.
Ingin rasanya kini Felicia berucap kalau ia adalah salah satu dari bocah yang ia remehkan padahal ia pernah kalah dari mereka, tapi Felicia menahan diri, identitasnya yang ini tak boleh diketahui.
"Kau kembali memakai pesan berantai bukan?" tanya Felicia kembali tenang, pokoknya dia harus santai dan stay cool, jangan membuat curiga.
"Kenapa kau tau? Tak ada satupun bukti yang aku tinggalkan dan siswi waktu itu pasti tak akan buka mulut," ucap Aryan dengan wajah masam kesal.
"Analisa yang tepat bisa menjadi petunjuk, lagi pula tak ada kejahatan yang sempurna tanpa kau sadari kau meninggalkan jejak yang merupakan petunjuk penting," ucap Felicia ya walau dia tau ciri khas Aryan karena mereka pernah berhadapan.
"Dikurung di jeruji besi selama empat tahun dan kabur, sungguh ternyata keamanan para polisi longar saat menjaga Anda," ucap Felicia.
"Bagaimana tak longgar jika mereka lebih perhatian pada tahanan yang lain," ucap Aryan.
"Ya ampun benarkah? Itu memprihatinkan bagaimana mungkin mereka tak perhatian padamu," ucap Felicia seakan prihatin.
"Benarkan, bukankah mereka kejam? Padahal aku nyaman di sana jika mereka perhatian lagi pula beberapa polwan di sana cantik," ucap Aryan mendengus kesal, ia seakan tengah curhat kini.
"Kau benar mereka kejam, padahal kau baik dan juga tampan, jika para polwan itu memperhatikanmu mereka pasti akan menyukaimu," ucap Felicia mendukung walau ia menggunakan kata yang tak ia inginkan sama sekali.
"Kau benar aku tampan tapi mereka tak memperhatikanku malah terpikat pada Ajun Inspektur muda itu," ucap Aryan kesal.
"....," Felicia terdiam bingung mau membalas apa, apa dia marah pada Ajun Inspektur yang ia tebak itu pasti Cakra. Tapi kalau ia populer dikalangan wanita Felicia tak heran, mengingat sifatnya yang cool dan wajahnya yang lumayan tampan walau menurutnya masih tampanan Alan dan Zain.
"Hei, Nona duduk dulu aku akan bercerita padamu tentang kisahku," ucap Aryan sambil duduk di rumput begitu pula dengan Felicia yang duduk dengan patuh.
"Ini empat tahun yang lalu padahal aku sukses dalam menjalankan aksiku namun karena ketiga bocah agen itu aku menjadi tertangkap," ucap Aryan dengan kesal.
"Kau tau bagaimana mereka menangkapku?" tanya membuat Felicia mengeleng, ia berusaha tidak tau tepatnya, ini demi kelancaran misi baginya.
"Oleh itu kau harus tau, aku akui mereka memang hebat dalam menemukan jejakku namun asal kau tau saat berhadapat dengan mereka, mereka menipuku pura-pura simpati dan mendukungku namun setelahnya mereka malah menangkapku, mereka benar-benar licik!" seru Aryan bercerita dengan mengebu-gebu sambil menyumpahi tiga orang bocah yang tak ia ketahui bagaimana kabarnya kini.
Wajah Felicia menjadi datar ingin rasanya ia berteriak menyela sekarang juga, bagaimana denga saat ini?! Hal itu juga terjadi kini. Hah, inilah yang membuat Aryan jadi mudah ditangkap pria ini mudah ditipu padahal ia adalah pembunuh handal, tapi Felicia akan mendengarkan cerita pria itu agar tau seluk beluk mengapa ia kabur dari penjara.
"Lalu bagaimana kau bisa kabur?" tanya Felicia berpura-pura antusias.
"Nah ini bagian pentingnya, selama empat tahun aku dipenjara tanpa adanya perhatian padahal dulu aku sering bermain dengan wanita di klub malam tapi lupakan itu, aku dibantu seseorang," ucap Aryan.
Sedikit mengejutkan bagi Felicia pembunuh sepertinya bermain dengan wanita di klub malam, apa sebelumnya ia adalah orang terkenal di dunia gelap? Kalau begitu ia harus bertanya pada Alan, eh tapi dia tak memberi tahukan tentang ini pada Alan, lebih tepatnya ia lupa karena dimarahi plus rindu dan terpesona oleh wajah pria itu.
Hei! Felicia perempuan normal yang kalau diperlihatkan wajah setampan Alan ia pasti terpesona walau ia sering melihatnya maka salah besar bagi mereka jika Felicia tak terpesona pada Alan, nyatanya jika di dekat pria jantungnya akan berdebar dengan cepat apa lagi jika melihat tatapan dari mata bewarna gelap malam miliknya, tapi lupakan itu, ia kini dalam keadaan penting.
"Seperti yang aku katakan tadi pria yang membebasku aneh, dia lumayan tampan dan dia membebaskanku asal aku membantunya dia memperkenalkan diri sebagai A-01," ucap Aryan sepertinya ia bercerita banyak ketika Felicia memikirkan Alan.
Tapi tunggu fokus Felicia terpaku pada satu kata A-01,bukankah itu tangan kanan Master DE? Mengapa ia yang menjalankan ini? Padahal Felicia merasa ini semua hanya jebakan tapi sepertinya ini lebih serius jika sang Master mengeluarkan A-01.
Dor
Suara letukan pistol terdengar membuat Felicia tersentak kaget begitu pula Aryan.
"Sial para polisi! Kalau begitu sampai jumpa lagi Silver Moon lain kali kita berbagi cerita lagi, bye!" seru Aryan berdiri dan segera pergi.
Felicia berdiri dan melambaikan tangannya membalas hingga Aryan tak tampak lagi.
"Kau membiarkannya kabur bocah!" seru suara yang terdengar dingin itu membuat Felicia menoleh mendapati Cakra ada di sana.
"Kalian baru sampai? Benar-benar lamban," hina Felicia.
"Bagaimana denganmu Nona kau membiarkan seorang penjahat kabur dan tadi kau malah asik bercerita dengannya," sinis Cakra membuat Felicia terkekeh geli.
"Sangat mengejutkan kau mengetahui identitas asliku disaat aku menyamar dan ternyata aku harus menarik kata lamban darimu, tindakanmu tadi tepat Cakra," ucap Felicia sambil tersenyum.
"Apa yang Anda rencanakan Nona, hm...Silvermoon?" tanya seorang pria berpakaian santai dan pastinya dia seorang polisi.
"Kau! Adzra!" seru Felicia tak percaya menujuk pria itu.
"Y-ya, kau mengenalku? Kau siapa?" tanya pria bernama Adzra tadi.
"Ah, tidak lupakan dan aku tau apa yang aku lakukan," ucap Felicia.
"Dan ya, Cakra ucapanku benar bukan? Jangan lupakan kesepakatan kita," ucap Felicia.
"Ya, aku mengerti, aku akan ikut dalam kasus ini," ucap Cakra.
"Ya bagus kalau begitu, eh apa? Apa maksudmu? Itu tak ada dalam kesepakatan kita!" seru Felicia kesal.
"Kita tak menandatangani kesepakatan apapun, jadi apa salahnya? Kau ingin bersenang-senang dan aku ingin pembunuh itu kita impaskan?" tanya Cakra membuat Felicia tak bisa berkata dan mengumpatinya dalam hati.
"Terserah kau saja, aku harap kau tak mengangguku setelah ini semua berakhir!" seru Felicia kesal dan berbalik.
"Oh ya, ada satu korban dalam gedung kelas dan juga gadis tadi tolong tangani dia cepat dia masih hidup dan kau Adzra Tuanmu pasti sedang membutuhkanmu kini," ucap Felicia lalu segera pergi dengan cepat.
"Kau mengenal gadis itu?" tanya Adzra pada Cakra.
"Sepertinya," jawab Cakra.
"Sepertinya Kau menyukainya," ucap Adzra.
"Tidak, namun aku tertarik padanya, gadis yang cermat," ucap Cakra sambil tersenyum kecil lalu segera pergi.
"Ini cukup aneh dan dari mana gadis itu tau namaku? Juga Tuanku?" ucap Adzra heran.
Handphone pria itu berbunyi membuatnya segera mengambil handphonenya dan melihat siapa yang menelponnya.
"Gadis itu benar! Aku harus melaporkan kejadian ini," ucap Adzra lalu mengangkat telponnya.
Bersambung....
15 Juli 2020
Kamis, 23 Maret 2023
Jangan lupa beri komentar kalian supaya aku tau pemdapat kalian tentang cerita ini.
Kalian juga boleh ngasih tips agar aku makin semnagat nulis, itu pun kalau kalian mau heheh
Untuk chapter 4-50 tersedia di wattpad ya semuaa…
Yang disini disediain bagi pembaca yang ingin membaca lanjutan chapter lebih cepat…
Insyaallah karyakarsa up cerita ini tiap hari rabu
Wattpad hari Ahad.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
