
Pada suatu ketika, dimana Harapan & Abadi bertemu karena telah ditentukan oleh takdir sehingga menciptakan harapan yang abadi oleh sang jalur takdir.
SMA Harmonia, merupakan sebuah sekolah ternama di Jakarta, hampir kebanyakan remaja sangat menginginkan untuk bersekolah di tempat ini, sekolahannya yang luas dan lingkungannya yang sangat asri menjadi alasan utama mengapa sekolahan ini begitu diincar oleh kebanyakan remaja.
Amerta, atau yang kerap dipanggil Arta merupakan salah satu siswa kelas 12 IPA 2 yang bersekolah di sekolahan ini, memiliki postur tubuh yang tidak terlalu tinggi maupun tidak terlalu pendek, wajah yang biasa aja, kulit langsat terang, mata berwarna coklat, dan rambutnya yang menutupi sebagian dari jidatnya.
Arta memiliki teman yang sangat setia menemaninya bernama Eminser dan kerap kali dipanggil Emi oleh teman temannya yang lain.
“Ta ta, tahu tidak? hari ini katanya kelas kita akan kedatangan murid baru lho”
Ucap Emi sembari menggambar sesuatu di buku tulis milik Arta.
“Owh... begitukah....?”
Ucap Arta.
Emi menghela nafas “kamu ini.... setidaknya tertarik dong walau sedikit saja... mengapa kamu terlihat sangat tidak tertarik ta? bukankah bagus? kita jadi punya teman baru bukan?”
Ucap Emi.
Arta mengerutkan kedua alisnya “Dengar ya mi, bukan urusanku apabila murid baru itu bersekolah disini, lagian juga aku sebenarnya tidak peduli akan ada murid baru atau tidak, selama aku bisa menjalani masa sekolahku dengan damai, itu sudah lebih dari cukup untukku”
Ucap Arta.
Sesaat setelah perbincangan di antara keduanya, wali kelas dari kelas 12 IPA 2 pun masuk ke kelas dan menyuruh seluruh murid di kelas itu untuk duduk ke bangkunya masing masing dan memberi tahu bahwa hari ini mereka akan kedatangan murid baru dan tentunya akan menempati kelas 12 IPA 2 tersebut.
“Murid baru silahkan masuk....”
Ucap wali kelas 12 IPA 2.
Setelah wali kelas 12 IPA 2 mengatakan hal tersebut, murid baru yang dimaksud olehnya pun masuk ke dalam kelas 12 IPA 2.
Nampak perempuan dengan rambut putih, tidak terlalu tinggi maupun pendek, memiliki mata biru, dan berambut pendek pun masuk ke dalam kelas 12 IPA 2.
Karena memiliki paras yang cantik yang cantik nan imut, murid baru itu pun langsung menjadi perbincangan para laki laki di dalam kelas, kecuali Arta yang nampak tidak peduli akan kehadiran murid baru tersebut.
“Hai semua, perkenalkan namaku Sarah Viola dan sering dipanggil Asa, aku berasal dari luar kota, dikarenakan pekerjaan orang tua, aku harus menetap bersama mereka dan bersekolah disini, semoga kita bisa akrab kedepannya ya teman teman.”
Ucap Asa dengan lembut.
Setelah perkenalan yang singkat itupun, Asa segera diperintahkan oleh wali kelas 12 IPA 2 untuk duduk di bangku kosong tepat di samping Arta.
Namun, Arta yang sedari tadi memandang langit dari kaca pun, masi seakan akan cuek dengan semua keadaan yang ada di sekitarnya.
SAAT JAM ISTIRAHAT
“Sudah kuduga dia akan menjadi pusat perhatian dan populer di kelas ini....”
Ucap Emi sembari menarik kursi dan duduk di depan Arta.
“Arta.... bukankah ini waktu yang cocok untukmu? maksudku.... mungkin saja dia tertarik kepadamu loh...”
Ucap Emi sembari menggoda Arta.
Arta menghela nafas “Hentikan itu.... justru karena dia cantik dan terkenal, aku tidak akan mempunyai kesempatan sama sekali untuk dekat dengannya, lagian, aku juga tidak terlalu peduli dengan semua itu, hanya membuang waktu saja......”
Ucap Arta sembari memakan bekalnya.
“Apa sampai sekarang kamu masi teringat tentang kejadian itu? sampai sampai kamu menjadi pecundang seperti ini?”
Ucap Emi sembari mengerutkan kedua alisnya.
Sesaat setelah Emi berkata itu kepada Arta, kemarahan dan rasa tidak suka kini memenuhi pikiran Arta, membuatnya mencengkram kerah baju dari Emi dan berbicara dengan nada tinggi.
“Emi..... apa maksudmu hah?!! sudah kubilang kepadamu untuk melupakan hal itu bukan?!”
Ucap Arta dengan nada tinggi.
“Hah.... sampai kapan? sampai kapan kamu harus menjadi pecundang seperti ini Arta? bukankah kamu mempunyai mimpi?! sampai kapan kamu akan terus bersembunyi seperti anak kucing dan mengubur mimpimi terus terusan?”
Ucap Emi sembari memegang kedua tangan Arta dan berusaha melepaskan cengkramannya.
Karena menimbulkan keributan di dalam kelas, murid murid yang lain pun menganggap Arta dan Emi sedang bertengkar dan segera memisahkan keduanya.
Pertengkaran kecil itu pun membuat Arta dan Emi tidak lagi berbicara satu sama lain hingga waktu sekolah hampir tiba.
SAAT PULANG SEKOLAH
“Asa asa kamu hari ini mau ikut ekskul badminton? kebetulan di sekolah ini ada ekskul badminton loh....”
Ucap salah satu murid perempuan di kelas itu.
“Wahh yang bener? Asa boleh ikut? kebetulan Asa suka sekali sama olahraga badminton... Asa ikut ya, pls”
Ucap Asa dengan mata yang berbinar senang.
“Iyaa boleh kok, ikut saja sekalian meramaikan ekskulnya”
Ucap salah satu murid perempuan disana.
DI TEMPAT ARTA BERADA
Setelah perjalanan selama setengah jam, Arta pun sampai dirumahnya dengan keadaan yang nampak sangat lelah dan ingin segera beristirahat.
Arta mengecek tasnya “Sial.... sepertinya aku lupa membawa headset ku.... sepertinya... tertinggal di dalam kelas, aarrghh berarti aku harus kembali ke sekolah dong...”
Ucap Arta dengan kesal.
Karena menyadari bahwa barang miliknya tertinggal di sekolahan, Arta pun segera kembali ke sekolahnya untuk mengambil barangnya kembali.
DI TEMPAT EKSKUL BADMINTON BERLANGSUNG
Di lapangan sekolah Harmonia, tampak Emi yang baru saja selesai melakukan pemanasan dan akan segera melakukan latihan badminton bersama dengan para murid murid lainnya.
Nampak kemampuan bermain badminton dari Emi sangatlah hebat dan dapat dibilang diatas rata rata murid murid lainnya di ekskul badminton itu.
Karena kehebatan dari Emi, membuat para murid murid disana terus memperhatikan cara Emi bermain tidak terkecuali Asa yang ada disana juga.
Setelah beberapa saat berlalu, pelatih dari badminton itupun menyudahi sementara latihan badminton dan memberikan kesempatan bagi para murid yang mengikuti ekskul badminton untuk mengambil waktu istirahat sejenak.
“Wahh kamu hebat banget ya main badmintonnya.... kalau tidak salah namamu Emi yaa?”
Ucap Asa dengan mata yang berbinar kepada Emi.
“Hahahaha, biasa saja kok, kamu juga kelihatan hebat tadi kok pas latihan, kamu keliatannya suka sekali ya dengan badminton?”
Ucap Emi.
“A-anu, ti-tidak juga kok.... aku hanya menyukai badminton saja.... dari dulu aku suka sekali memainkan permainan ini jadinya kebawa sampai sekarang hihi, kamu pasti yang paling jago bukan di kelas kalau soal badminton, bukankah begitu Emi?”
Ucap Asa sembari tersenyum.
“Hahaha, tidak, kamu salah, ada seseorang yang kemampuannya berkali kali lebih hebat dariku Asa, dia sangat jauh diatasku yang bahkan aku pun tidak pernah bisa menggapai level nya, namun.... karena sebuah insiden, ia tidak lagi bermain badminton dan memilih untuk mengurung dirinya sendiri”
Ucap Emi.
“Benarkah? siapa orang nya Emi? dan.... mengapa hal itu bisa terjadi kepadanya?”
Ucap Asa dengan rasa penasaran.
“Dahulu, orang itu sangat suka bermain badminton, ia sering sekali mengikuti perlombaan di sekolahnya, aku mengetahuinya karena sedari dulu aku sangat dekat dengannya dan ya dapat dibilang aku hampir mengetahui semua hal tentang dirinya, tetapi pada suatu ketika kedua orang tuanya meninggal dalam sebuah tragedi kecelakaan, namun karena sedang mengikuti suatu perlombaan ia jadi telat mengetahui bahwa orang tuanya telah tiada, setelah selesai mengikuti perlombaan, ia pun baru mengetahui bahwa orang tuanya telah tiada.... hal itu tentunya menjadi pukulan yang berat untuknya, namun aku tidak menyangka bahwa hal itu sampai membuatnya trauma dan meninggalkan semua mimpinya tentang badminton.... padahal dia bisa saja menjadi atlet badminton muda yang sangat hebat apabila ia meneruskan impiannya”
Ucap Emi.
“JAHAT!”
Ucap Asa dengan nada tinggi.
“H-hah?? a-apa maksudmu as-?”
Ucap Emi yang ingin berbicara namun segera dipotong oleh Asa.
“Mengapa..... mengapa tidak ada yang menyelamatkannya....? bukankah jika seperti itu harus terus didukung? Asa mungkin tidak mengetahui siapa orangnya tetapi Asa mengerti perasaannya, tidak seharusnya orang itu meninggalkan mimpinya Emi.... melainkan harus ada orang yang mendukungnya bukan....?”
Ucap Asa yang perlahan mengeluarkan air mata.
Keadaan pun tiba tiba menjadi sunyi seketika karena Asa yang perlahan mengeluarkan air mata karena bersimpati dengan cerita yang diceritakan oleh Emi.
“Asa... kumohon bantulah aku.... aku tidak sudi membiarkan sahabatku itu terus terusan mengurung dirinya apalagi sampai melupakan mimpinya tersebut.... Asa, aku mohon bantulah aku untuk menolongnya, aku yakin kamu pasti bisa menolongnya...”
Ucap Emi sembari menundukan kepalanya.
“E-ehh.... bo-boleh saja kok.... tetapi Asa tidak yakin akan bisa atau tidak.... TAPI Asa akan usahakan semaksimal mungkin, percayakan kepada Asa ya Emi....”
Ucap Asa dengan percaya diri.
“Eh iya tapi ngomong ngomong orangnya siapa ya Emi? daritadi kamu menceritakan cerita itu kepada Asa, tapi kamu tidak menyebutkan siapa nama orang itu....”
Ucap Asa dengan nada yang penasaran.
“Ah.... sebentar lagi kamu juga akan mengetahuinya Asa... karena.... orangnya sedang datang kemari....”
Ucap Emi yang menatap ke arah Arta.
Sesaat setelah mengatakan itu Asa pun membalikan dirinya dan melihat bahwa Arta sedang menuju ke lapangan tempat ekskul badminton berlangsung.
Terlihat bahwa Arta terus menatap Emi dengan tatapan yang sangat tajam dan seakan ada sesuatu yang harus ia ambil dari Emi.
“EEEMIIIIII, kembalikan headsetku sialan! aku tahu kamu menyembunyikannya bukan?! CEPAT KEMBALIKAN!”
Ucap Arta dengan nada tinggi kepada Emi.
Emi yang sedari awal telah merencanakan hal tersebut pun sengaja menyembunyikan headset dari Arta dan memancingnya ke sekolah agar bisa bertanding badminton dengannya.
Apabila Arta dapat mengalahkannya, maka Emi akan mengembalikan headset milik Arta tersebut.
Emi menunjukan headset dari Arta “Kamu menginginkan ini bukan? bertandinglah satu set denganku, apabila kamu bisa mengalahkanku akan kukembalikan headset milikmu ini... ARTAA”
Ucap Emi dengan nada tinggi sembari mengerutkan kedua alisnya
Arta yang sudah terlanjur datang ke sekolah untuk mengambil headsetnya pun tidak mempunyai pilihan selain menerima tantangan dari Emi agar dapat mengambil headsetnya kembali.
“Tch, baiklah akan kuterima tantangan mu Emi, tapi akan kukatakan juga ini untuk terakhir kalinya, ini akan menjadi permainan badminton ku untuk terakhir kalinya”
Ucap Arta sembari mengerutkan kedua alisnya.
Arta dan Emi pun berdiri menghadap satu sama lain diantara net sebagai pembatas di antara mereka berdua.
Keduanya juga mengambil ancang ancang untuk saling memberikan serangan maupun bersiap untuk bertahan.
15 MENIT KEMUDIAN
Pertandingan yang sengit itupun berakhir dengan kekalahan Emi dengan skor 21 untuk Arta dan Emi yang hanya mendapatkan 7 skor walaupun sudah berusaha semaksimal mungkin.
“Si-sial, apanya yang terakhir kali huh..... padahal kamu tidak pernah berlatih selama berbulan bulan, tetapi kemampuanmu tetap saja selalu diatasku Arta.....”
Ucap Emi sembari menatap ke bawah karena kekalahannya.
“Menyerahlah, sampai kapanpun kamu tidak akan pernah bisa mengalahkanku, ketahuilah batasanmu Emi....”
Ucap Arta sembari mengambil headsetnya dari Emi.
Tanpa disadari oleh Arta, pertandingan mereka berdua sempat disaksikan oleh murid murid yang mengikuti ekskul.
Karena pertandingan keduanya begitu intens, membuat murid murid tersebut dengan seksama menyaksikan duel antara Arta melawan Emi, termasuk Asa yang begitu fokus dengan pertandingan keduanya.
SUARA TEPUK TANGAN PERLAHAN MULAI TERDENGAR
“Hah?! apa-apaan sih mereka itu....? dasar.....”
Ucap Arta sembari membalikan tubuhnya namun tiba tiba saja Asa muncul persis di hadapannya.
Mata Asa berbinar kagum “Woaaghhh jadi kamu yang dimaksud Emi ya? kamu hebat bangett, benar benar diatas Emi sesuai apa yang dia katakan, gerakan mu yang was wes was wes itu keren banget tahu, apalagi pas kamu lompat dan melakukan smash, KERENNN BANGETTTT, kapan kapan bisa kamu ajarkan kepadaku...? kumohonn.... ajarkan juga kepadaku yaa.....”
Ucap Asa sembari mengenggam tangan Arta dan dengan mata yang berbinar bangga.
Pipi Arta perlahan mulai memerah “A-apa... a-anu..... e-enggak juga..... anu..... makasi......”
Ucap Arta sembari memalingkan wajahnya.
“Kamu punya kemampuan yang hebat begini kenapa ga ikut latihan bersama kami? malahan kamu bisa saja yang mengajari kami loh Arta.... kamu pasti cocok banget...... jadi Atlet....”
Ucap Asa sembari tersenyum lembut.
Arta yang mendengar hal itu dari Asa pun segera melepaskan pegangan tangan dari Asa dan segera berbalik badan lalu pergi meninggalkan Asa.
“Tidak akan pernah.....”
Ucap Arta dengan nada yang pelan namun masih dapat terdengar oleh Asa.
Setelah Arta mengucapkan kata kata singkat tersebut, ia langsung pergi meninggalkan Asa dan Emi tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Emi berdiri dan membersihkan debu di pakaiannya “Maaf ya Asa.... sepertinya memang mustahil melakukan apa yang kuminta kepadamu sebelumnya..... jadi.... kamu lupakan saja permintaanku sebelumny-?!”
Ucap Emi namun tiba tiba saja terdiam melihat ekspresi dari Asa.
“Asa tidak akan menyerah begitu saja... Asa sudah berjanji kepada Emi bahwa Asa akan menyelamatkan Arta dari traumanya itu.... Asa akan terus berusaha untuk membawa Arta kembali Emi.... selain itu.... anu.... Arta kalo dilihat lihat.... emm..... imut juga.....”
Ucap Asa yang perlahan lahan menunjukan ekspresi tersipu dan wajahnya perlahan memerah.
“E-eh? a-apa yang kamu katakan di akhir barusan A-asa....?”
Ucap Emi.
“A-AAAA PO-POKOKNYA A-asa akan berjuang sebisa Asa, E-emi tidak perlu khawatir, serahkan hal ini kepada Asa o-oke?”
Ucap Asa.
Pertandingan antara Emi dan Arta pun berakhir dengan kekalahan Emi, namun semua itu tidak menjadi masalah, baginya membuat Arta kembali bangkit menggapai mimpinya adalah tujuan utamanya sebagai seorang sahabatnya.
KEESOKAN HARINYA
“Artaaa.... ajarin Asa ya plss..... Arta gaboleh pelit, harus saling menolong sesama teman Arta....”
Ucap Asa sembari memohon kepada Arta.
Arta nampak kesal namun tidak bisa merasakan amarah “Kan aku udh bilang kemarin bukan? aku tidak akan memainkan badminton lagi, dan asal kamu tahu saja kemarin itu benar benar terakhir kalinya aku menyentuh raket”
Ucap Arta.
“Emmmm.... Arka pelit..... herrghh.....”
Ucap Asa.
Keesokan harinya
Hari haripun berlalu dan Asa masi saja tidak menyerah untuk meminta mengajarinya bermain Badminton dengan lebih baik.
Berulang ulang Asa meminta untuk diajarkan kepada, Arta tetapi pada akhirnya Arka tetap menolaknya dan berpegang teguh pada pendiriannya.
Namun tetap saja, Asa masih tidak menyerah untuk meminta bantuan kepada Arta, dan setiap harinya ia selalu saja menganggu Arta berulang kali.
Suatu ketika saat ekskul badminton
“Oh jadi kamu yang bernama Asa itu? hmmm.... harus kuakui si kamu memang cantik tetapi sayangnya kamu berlebihan, kamu tau itu? sikapmu yang seperti cari perhatian ke Arta itu membuatku muak....”
Ucap seseorang kepada Asa.
“Kamu siapa ya.... ko bicara kasar begitu kepada Asa...? Asa gatau kamu itu siapa.... jadi jangan bicara seenaknya ya ke Asa.”
Ucap Asa sembari mengerutkan kedua alisnya.
“Tch bisa bisanya kamu tidak mengetahui aku siapa....? Aku Chandra Putri, aku sering dipanggil Andra, anak kelas 12 IPS 1, asal kamu tau ya kamu itu terlalu cari perhatian ke Arta, berharap Arta akan peduli kepadamu begitu? dasar perempuan bodoh.....”
Ucap Andra dengan nada yang kesal.
Andra menampar Asa “Mulai detik ini, jauhi Arta apapun keadaannya.... kamu tidak pantas untuk Arta paham?”
Ucap Andra setelah menampar Asa.
Keadaan tiba tiba saja menjadi hening dan sunyi setelah Andra melakukan hal tersebut, tanpa mereka sadari Arta sedari tadi mendengarkan obrolan mereka berdua.
Andra semakin kesal dan segera melakukan ancang ancang untuk menampar Asa kembali “DASAR LACUR!”
Ucap Andra sembari mengayunkan tangannya.
“Hentikan......”
Ucap Arta yang dengan cepat menahan tangan dari Andra.
“Kamu terlalu berlebihan, cukup sampai disini Andra....”
Ucap Arta.
“A-arka.... i-ini ti-tidak seperti yang kamu kira.... a-anu a-aku hanya bercanda k-kamu tau kan hehe....”
Ucap Andra sembari terseringai pelan.
“Cepat minta maaf kepada Asa, Andra....”
Ucap Arta dengan nada pelan.
Andra nampak kesal “Tch, tidak akan pernah dan tidak sudi....”
Ucap Andra sembari meninggalkan mereka berdua.
"Asa... kamu tidak apa apa...? maafkan Andra barus-?!
Ucap Arta yang tiba tiba saja terkejut setelah melihat darah di tangan Asa.
“A-ah ini.... Asa tidak apa apa kok Arta, ini cuman anu.... Asa ga sengaja terjatuh tadi, BENAR A-asa ga sengaja terjatuh Arta..... hihi....”
Ucap Asa sembari tersenyum lembut.
Arta yang mengetahui hal tersebut pun langsung mengenggam tangan dari Asa dan membawanya ke UKS sekolah untuk mengobati luka yang dialami oleh Asa.
Di ruang UKS
“Perempuan itu.... liat saja besok akan kubalas perbuatan dia....”
Ucap Arta dengan nada pelan namun nampak memendam amarah.
“Arta.... makasi ya udh ngobatin Asa.... luka di tangan Asa bukan karena Andra kok.... tapi memang karena Asa memaksakan diri...”
Ucap Asa.
“Asa udah tahu semua kok dari Emi, semua masa lalu Arta, dan semua yang Arta alamin.... makanya, Asa berusaha sekeras mungkin berlatih badminton agar bisa bermain bersama Arta suatu saat nanti.... setidaknya ga malu maluin di depan Arta kan.... ehe....”
Ucap Asa sembari tersenyum meledek kepada Arka.
“Tapi kamu tidak seharusnya memaksakan diri Asa... tanpa kamu berlatih keras seperti itu, aku tetap mau kok bermain denganmu...”
Ucap Arta sembari memberikan obat pereda nyeri ke pipi Asa.
“Asa hanya tidak ingin menyerah begitu saja Arta... selama Asa mempunyai keinginan dan kemauan maka Asa akan berusaha terus sampai Asa berhasil, selama Asa masi bisa berjalan dan bernafas, Asa akan terus coba dan mencoba sampai kapanpun, Arta..... Asa.... tidak akan pernah menyerah sampai kapanpun....”
Ucap Asa.
Arta yang mendengar hal itu dari Asa pun seketika terdiam karena tiba tiba saja ia teringat dengan perkataan Emi yang pernah menyebutnya seorang pecundang karena terus terusan terjebak dengan traumanya dan tidak pernah berusaha untuk keluar dari keterpurukannya tersebut.
Arta menghela nafas “Nampaknya sudah sore.... bagaimana jika kamu pulang Asa? takutnya orang tuamu khawatir bukan...”
Ucap Arta.
“Iya Arta, sebentar lagi ibu Asa jemput kok, dan... anu... makasi ya udah ngobatin luka Asa.... emm....”
Ucap Asa yang dengan perlahan pipinya memerah.
Pada saat ekskul badminton selanjutnya
Sore itu nampak cuaca yang amat sangat cerah, menandakan bahwa hari itu akan berjalan dengan lancar dan tanpa adanya hambatan sama sekali.
Pelatih dari ekskul badminton SMA Harmonia mengumumkan bahwa pihak sekolah akan mengirimkan 2 perwakilan laki laki untuk mengikuti perlombaan dan tentunya akan mewakilkan nama sekolahan.
Pelatih pun mengumumkan hal tersebut dan tentunya bertanya kepada murid laki laki, siapa saja yang ingin ikut seleksi untuk menentukan siapa yang berhak mengikuti perlombaan mewakilkan nama sekolah tersebut.
Emi yang percaya diri dengan kemampuannya pun langsung mengajukan diri bersamaan dengan para murid laki laki lainnya yang ingin mengikuti seleksi perlombaan tersebut.
“Emi semangat ya seleksinya.... Asa akan selalu mendukung Emi, bawa pulang pialanya ya Emi...”
Ucap Asa yang menyemangati Emi.
“Tapi sayang ya... andai saja ada Arta, 100% kalian berdua pasti bawa pulang piala ke sekolah ini kan hehe....”
Ucap Asa sembari menatap kebawah.
Beberapa saat setelah Asa mengucapkan hal itu, terdengar suara langkah kaki seseorang yang nampaknya sedang menuju ke lapangan dan hendak mengikuti ekskul juga.
Tanpa sadar, senyum dari Emi dan Asa pun mulai terbentuk karena mengetahui siapa sosok yang berlari tersebut.
“Saya..... INGIN IKUT SELEKSI PAK”
Ucap sosok itu yang ternyata adalah Arta sembari memegang sebuah raket.
Para murid di lapangan pun tentunya terkejut akan kedatangan Arta, hal itu karena mereka mengetahui bahwa kemampuan bermain dari Arta sangatlah berbeda jauh dengan mereka, ditambah dengan Emi, maka tidak akan ada yang bisa mengalahkan mereka berdua.
“Wah wah.... lihat siapa yang datang dengan tiba tiba? aku tidak menyangka akan melihat kehadiranmu lagi disini.... Arta....”
Ucap Emi sembari tersenyum.
“Emi.... anu.... maaf untuk yang waktu itu ya....”
Ucap Arta sembari menundukan kepalanya.
“Haha, sudah sudah tidak usah dipikirkan... aku lebih penasaran apa alasanmu untuk kembali ke dunia badminton Arta....? atau jangan jangan karena....?”
Ucap Emi sembari perlahan melihat ke arah Asa.
Wajah Arta perlahan memerah “A-apaan sih Mi, e-enggak kok, a-aku cuman pengen kembali aja, enggak lebih.... ja-jangan berpikir karena dia loh ya....”
Ucap Arta sembari menyembunyikan wajah malunya.
Seleksi pun akhirnya dimulai dan sesuai dugaan dari para murid yang mengikuti ekskul, tidak ada satupun yang dapat mengalahkan combo maut dari Emi dan juga Arta.
Karena kemampuan mereka yang diatas rata rata, akhirnya pelatih badminton pun memilih mereka berdua untuk mewakilkan sekolah dalam perlombaan badminton yang akan mendatang.
“Artaaa selamat ya kamu kepilih seleksi kali ini, semangat yaa, Asa akan selalu ngedukung Arta hehe.....”
Ucap Asa sambil tersenyum.
“Hei nenek, kuperingatkan jangan sok akrab sama Arta.... tch, lihatlah dirimu.... apa apaan rambut putihmu itu?! mau sok jadi berbeda dengan yang lainnya kah? aku muak melihatnya....”
Ucap Andra yang tiba tiba saja datang menyela pembicaraan mereka.
Asa menunduk kebawah “Ma-maaf...”
Ucap Asa.
Arta nampak kesal kepada Andra “ANDRA! apa apaan perkataanmu itu hah?! cepat minta maaf ke Asa!”
Ucap Arta yang membentak Andra.
Andra terkejut karena Arta baru saja membentaknya “Tch, tidak akan pernah dan tidak akan sudi....”
Ucap Andra sembari meninggalkan Asa dan Arta.
Nampak Andra menatap Arta dengan penuh penyesalan namun ketika ia kembali menatap Asa, hati dan pikirannya hanya dipenuhi rasa kesal serta amarah.
“Asa... kamu tidak apa apa....?”
Ucap Arta sembari menatap Asa.
“Ti-tidak apa apa ko Arta.... Asa tidak apa apa...”
Ucap Asa sambil melihat rambutnya yang berwarna putih.
"Asa.... semua yang dikatakan oleh Andra jangan kamu pikirkan oke? anggap saja semua yang dia katakan kepada kamu hanya angin semata paham...?
Ucap Arta menatap kearah Asa.
Asa perlahan tersenyum “Iya Arta... makasi ya udh perhatian ke Asa....”
Ucap Asa.
Saat ekskul badminton sudah selesai
Ekskul badminton pun sudah selesai dan diakhiri dengan Arta dan Emi yang menjadi perwakilan perlombaan yang mewakili sekolah nantinya.
Karena Emi ada urusan mendadak, ia pun terpaksa pulang terlebih lebih dulu daripada Arta.
“Ah Asa... kamu mau minum? kebetulan aku haus, akan kubelikan sekalian untukmu oke?”
Ucap Arta.
“Ehh beneran Arta...? mauu, sekalian beliin buat Asa ya?”
Ucap Asa.
Arta pun dengan segera bergegas menuju kantin untuk membelikan mereka berdua minum dan meninggalkan Asa sendirian di dalam kelas.
Namun, tanpa Asa sadari, ia telah diperhatikan oleh seseorang sedari tadi dan ingin berniat jahat kepada Asa.
TAP
TAP
TAP
TAP
Suara langkah kaki mulai terdengar, namun karena Asa yang tengah sibuk merapihkan barang barangnya, ia sama sekali tidak menyadari keberadaan orang itu.
“Hmmm, kayanya udah semua deh.... yauda deh, sekarang tinggal menunggu A....rta..... ke-kem...bali......”
Ucap Asa yang perlahan pingsan karena hidungnya ditutupi oleh kain yang berisi gas penidur.
Beberapa saat kemudian Arta pun kembali dari Kantin setelah membeli minum untuk dirinya dan Asa, namun Arta pun seketika menjadi panik setelah mengetahui bahwa Asa sudah menghilang dan tidak ada di kelas.
Dengan cepat Asa pun berkeliling sekolah untuk mencari keberadaan Asa.
Di tengah gesitnya Arta berlari mencari keberadaan dari Asa, tiba tiba saja ia bertemu dengan Andra yang baru kembali dari gudang penyimpanan.
“A-ah?! kebetulan sekali Andra, kamu melihat Asa?! tadi dia di kelas sedang merapihkan barang barangnya.... namun tiba tiba saja ia menghilang....”
Ucap Arta dengan panik.
“E-eh.... A-asa...? sepertinya aku tidak melihatnya, anuu mungkin saja dia sudah pulang Arta... AH DARIPADA ITU, bagaimana jika kita bermain badminton bersama... anu... aku baru saja belajar teknik baru loh... bagaimana? ayo kita bermain bersama Arta....”
Ucap Andra sembari tersenyum.
“Andra.... dimana dia....?”
Ucap Arta dengan pelan.
“E-eh... apa maksudmu Arta.... a-aku tidak mengerti sama sekali..... sudah, daripada mencari nenek tua itu mending kita bermain bersama Arta..... Arta kumohon...... ayo kita bermain ya.... lupakan saja orang itu....”
Ucap Andra sembari memegang tangan Arta.
“Andra... dimana Asa.... dimana kamu menyembunyikan Asa...”
Ucap Arta.
Andra nampak kesal “Herrghh Asa Asa Asa Asa, lagi lagi dia dia dia?! SEHARUSNYA MEMANG KUBUNUH SAJA GADIS ITU?! hei Arta.... tidak bisakkah kamu melupakan gadis itu sebentar saja dan fokus melihatku Arta.... hei Arta......”
Ucap Andra.
“Hahh?! apa maksudmu Andra?! kenapa kamu mengatakan hal melantur seperti itu And-?!”
Ucap Arta yang tiba tiba saja omongannya dipotong.
“AKU MENYUKAIMU ARTA, AKU SELALU, SELALU, SELALU, SELALU memperhatikanmu setiap saat, aku selalu ada disaat kapanpun kamu butuhkan, dan aku selalu melihatmu dari semua sisi yang bisa tergapai olehku..... namun kenapa..... Arta..... apakah aku tidak cukup untukmu..... mengapa harus gadis itu Arta..... hei kamu tau...? aku selalu melihatmu dari kejauhan maupun jarak dekat.... namun aku tidak dapat menggapaimu Arta....”
Ucap Andra yang perlahan mengeluarkan air matanya.
Suasana pun tiba tiba menjadi hening setelah Andra mengungkapkan perasaannya kepada Arta di hari itu.
“Andra... dimana Asa..?”
Ucap Arta sambil menundukan kepalanya.
Andra pun akhirnya menunjuk tempat Asa dikurung sembari berusaha mengusap air matanya.
Karena telah mengetahui tempat Asa dikurung, dengan segera Arta pun berlari dan pergi ke ruangan tempat Asa dikurung.
Setelah sampai diruangan itu, benar saja Arta melihat Asa yang sedang diikat dan mulut serta hidungnya ditutup oleh sebuah kain.
“Asa.... ASA.... tenanglah Asa.... aku ada disini....”
Ucap Arta sembari membuka ikatan di tubuh Asa.
Asa perlahan membuka matanya “Ar...ta.... di-dimana ini.... eh..? Arta..? ARTAAAAA...... Arta.... Asa takut..... Arta.....”
Ucap Asa yang dengan cepat memeluk tubuh dari Arta.
“Asa.... syukurlah kamu baik baik saja.... sudah... tenanglah Asa.... ada aku disini.... aku tidak akan pernah meninggalkanmu Asa....”
Ucap Arta sambil memeluk tubuh Asa dan berusaha menenangkannya.
Beberapa saat kemudian setelah Asa dapat menenangkan dirinya, ia pun segera menceritakan semua yang ia ketahui sebelumnya dan mengapa dirinya bisa disekap di ruangan itu.
“Ah Arta... kamu melihat Andra...?”
Ucap Asa yang bertanya kepada Arta.
“Tch, gadis itu... jangan berurusan lagi dengannya Asa.... dia tidak bai-?!”
Ucap Arta namun tiba tiba dipotong oleh Asa.
Asa mengerutkan kedua alisnya “Tidak.... Arta tidak mengetahuinya....”
Ucap Asa yang langsung berlari meninggalkan Arta dan mencari keberadaan dari Andra.
Setelah Asa mengatakan hal tersebut kepada Arta, ia pun segera berlari meninggalkan Arta dan mencari keberadaan dati Andra.
Beberapa saat kemudian Asa pun akhirnya menemukan Andra yang sedang duduk sendirian termenung di taman.
Setelah melihat keberadaan dari Andra, Asa pun segeta berlari menuju Andra yang sedang duduk sendirian dan seketika langsung memeluknya dari belakang.
“Ketemu.... Andra....”
Ucap Asa setelah memeluk Andra.
"H-huh....? A-asa...? a-apa yang kau....?
Ucap Andra yang kebingungan.
Pelukan yang secara tiba tiba itu tentunya membuat Andra terkejut dan kebingungan dengan apa yang dilakukan oleh Asa.
“Asa tau kok.... pasti sakit ya Andra..... memendam perasaan kamu sendiri sejak dahulu, pasti sakit kan mencintai seorang diri... Andra mencintai Arta bukan? Asa dengar kok daritadi, sebenarnya semenjak tadi, Asa tidak pingsan cuman pura pura saja... Andra.... dengarkan Asa... kalau Andra memang mencintai Arta.... bukannya sebaiknya Andra mendukung Arta sepenuh hati? mendukung apapun pilihan yang dipilih oleh Arta... kamu mencintainya bukan? kalau begitu bukankah berarti kamu ingin melihat Arta bahagia bukan? malahan kalau Andra tidak berpacaran dengan Arta, Andra tidak akan kehilangan Arta kan? Andra bisa terus melihat Arta tumbuh & berkembang menggapai tujuannya... kalau begitu.... kamu tidak harus kehilangan dia bukan...? hei.... Andra.... benar kan....”
Ucap Asa yang perlahan mengeluarkan air matanya.
Suasana pun tiba tiba berubah menjadi isak tangis air mata dari kedua gadis tersebut.
Andra yang tertampar oleh realita pun akhirnya mengakui bahwa dirinya selama ini salah karena terlalu berlebihan terhadap pengakuan dari Arta.
“Maaf.... aku berlebihan.... maafkan aku.... benar... aku mencintainya dari dulu, aku mengangguminya, aku terus melihatnya, namun seberapa pun sering aku melihatnya ia tetap terasa jauh, aku ingin menggapainya, aku ingin terus berdiri di sampingnya, namun... namun.... aku bukan yang dipilihnya....”
Ucap Andra sembari menunduk.
ANDRA MEMEGANG KEDUA LENGAN DARI ASA “Asa... aku titipkan perasaanku kepadamu ya... nampaknya Arta.... tertarik kepadamu... hihi....”
Ucap Andra yang perlahan pergi karena melihat kedatangan dari Arta.
Andra yang melihat kedatangan dari Arta ke taman pun berusaha berlari menghindari Arta karena malu bertemu dengannya.
“Benar... takdirku memang bukan dia... Arta... aku mencintaimu... tapi... kamu bukanlah milikku Arta... maafkan aku.... maaf...”
Ucap Andra sembari berlari.
“Andra....”
Ucap seseorang..
Andra yang tengah berlari pun tiba tiba berhenti karena mendengar namanya dipanggil oleh seseorang dari kejauhan.
Namun Andra nampak mengenal suara dari seseorang itu, menurutnya suaranya tidaklah asing di telinganya.
ANDRA MEMBALIKAN BADAN
Setelah Andra membalikan tubuhnya, nampak Emi yang tengah berdiri sambil bersandar di sebuah tembok.
“Bagimana rasanya ditolak oleh orang yang kau kejar selama ini Andra...?”
Ucap Emi sembari tersenyum.
ANDRA TERKEJUT “Huh? bagaimana kamu tahu itu? jangan sok tahu tentang kehidupan orang lain Emi, lebih baik kamu urus kehidupanmu sendir-”
Ucap Andra yang ucapannya tiba tiba saja dipotong.
“Aku tahu, sungguh tahu malahan, karna... Andra... aku memperhatikanmu dari dulu...”
Ucap Emi dengan raut wajah yang serius.
DI TEMPAT ASA & ARTA BERADA
“Asa... kamu tidak apa apa...?”
Ucap Arta dengan raut wajah yang khawatir.
“Asa tidak apa apa kok Arta, makasi ya udah nolong Asa...”
Ucap Asa sembari tersenyum.
ASA MENGUSAP KEPALA ARTA KARENA ADA SEDIKIT DEBU “Kepala kamu kotor banget Arta... biar Asa bersihin sedikit ya....”
Ucap Asa yang dengan lembut mengusap kepala Arta.
“A-apaan si.... jangan perlakukan aku seperti adikmu.... memangnya kamu kakaku apa...?”
Ucap Arta yang pipinya memerah.
“Tapi kamu suka kan disentuh kepalanya seperti ini... kepala Arta... lembut ya rambutnya juga halus... Asa jadi ingin membelainya setiap saat....”
Ucap Asa yang masih dengan lembut membelai kepala Arta.
"e-em iya... kalau Asa yang melakukannya... aku... meyukainya... mungkin…
Ucap Arta sembari menunduk.
“Arta... sebenarnya ada yang ingin Asa sampaikan kepada Arta...”
Ucap Asa.
"Asa... sebentar lagi akan melakukan operasi....'
Ucap Asa dengan wajah yang nampak murung.
“O-operasi....? a-apa maksudnya...”
Ucap Arta dengan raut wajah yang seketika berubah.
“Dari dulu... Asa mempunyai penyakit jantung... sudah dari kecil si sebenernya hehe... Asa takut... karna ini pertaruhan nyawa kan? bagaimana jika gagal...? nyawa Asa akan hilang bukan? dan... dan Asa tidak akan pernah bertemu Arta lagi...”
Ucap Asa yang perlahan menangis.
ARTA MEMELUK ASA DENGAN ERAT “Akan kumenangkan perlombaan itu... pasti... jadi, Asa berjanjilah kamu akan kembali... kita akan selalu bersama bukan...? aku akan selalu menemanimu Asa....”
Ucap Arta.
“Pada bulan Desember nanti akan ada pertunjukan kembang api di tengah kota... kita nonton sama sama ya? kamu akan kembali kan? berjanjilah denganku....”
Ucap Arta yang dengan lembut membelai kepala Asa.
“E-em.... Asa akan kembali Arta... pasti...”
Ucap Asa yang memeluk Arta.
SAAT HARI PERLOMBAAN
Nampak banyak sekali perwakilan dari setiap sekolah bahkan kota untuk mengikuti perlombaan yang sangat besar tersebut.
Namun hal itu tidak membuat Emi & Arta gentar dengan lawan yang akan dihadapinya.
Dengan kerja sama yang kuat & saling mempercayai satu sama lain, mereka dapat dengan mudah mengalahkan perwakilan dari sekolah maupun kota lainnya.
“Wahh.... aku tidak menyangka akan bermain di tempat ini lagi bersamamu Arta... kamu masih hebat, tidak... kamu lebih hebat malahan dari sebelum sebelumnya...”
Ucap Emi yang menatap kearah Arta.
“Jangan berlebihan... lawan kita yang terakhir ini akan menjadi lawan yang paling sulit Emi... persiapkan dirimu...”
Ucap Arta.
Beberapa saat kemudian, Arta & Emi pun akhirnya memasuki pertandingan terakhir sekaligus penentuan apakah mereka layak mendapatkan posisi 1 ataukah tidak.
Nampak lawan terakhir dari mereka memiliki tubuh yang lumayan tinggi dengan tatapan yang sangat mengintimidasi Emi & Arta.
“Menyerahlah kecil... kalian berdua tidak akan pernah bisa mengalahkan kami... posisi 1 akan kami raih...”
Ucap lawan dari Emi & Arta yang nampak mengintimidasi mereka berdua.
Karena tidak mau terpancing dengan omongan lawannya tersebut, Emi & Arta pun tetap fokus pada pertandingannya tersebut.
Namun seiring berjalannya pertandingan, nampak bahwa poin dari Emi & Arta yang tertinggal jauh dibandingan lawannya.
“Aku dengar kamu tidak ingin kembali lagi ke dunia badminton... tapi dengan melihatmu di hadapanku sekarang tentunya ada hal yang membuatmu kembali bukan? yah... lupakanlah, itu tidak penting... yang jelas aku akan mengakhiri era kalian berdua & menjadi yang teratas.”
Ucap lawan dari Emi & Arta yang berusaha menjatuhkan mental mereka berdua.
Arta yang merasa bahwa ucapan dari lawannya itu benar adanya pun merasa tertekan & lelah akan apa yang terjadi selama ini kepadanya.
Semua trauma & hal yang menyakitkan terus menimpa dirinya, tidak memberikan dirinya waktu untuk beristirahat dan memulihkan dirinya sendiri.
“Sebenarnya penyakit Asa sudah dari lama, Asa sempat mendengar bahwa penyakit ini sudah sampai tahap kronis, kata dokter umur Asa juga sudah tidak lama lagi, jadi... selama sisa hidup Asa, Asa ingin menikmatinya, memiliki banyak teman, & membuat mereka semua tersenyum....”
Ucap Asa di dalam ingatan Arta.
“Bukankah itu tidak adil? kamu memintaku untuk kembali melawan traumaku... namun di sisi lain kamu menyerah dengan penyakitmu...? Asa... aku akan memenangkan perlombaan ini tapi berjanjilah bahwa kamu harus tetap hidup, kamu harus sembuh apapun yang terjadi... dengan begitu... setelah itu kita akan menonton pertunjukan kembang bersama sama ya...”
Ucap Arta.
“TIDAK!”
Ucap Arta yang perlahan bangkit.
Beberapa saat setelah mengingat memori itu, Arta pun kembali bangkit dengan wajah yang serius & seakan tidak takut dengan apapun di hadapannya.
“Benar... aku masih memiliki janji dengannya... aku tidak boleh menyerah di tempat ini... di tempat lain... ia juga sedang berusaha melawan takdirnya... AKU AKAN PULANG & MENEMUINYA!”
Ucap Arta yang bangkit & berhasil melawan rasa takutnya saat itu.
“Sepertinya aku tidak akan mengucapkan apa apa... ARTA, KITA KALAHKAN DIA BERSAMA!”
Ucap Emi yang memberi semangat kepada Arta.
Setelah berhasil melawan rasa takutnya, Arta pun kembali bangkit dari keterpurukannya.
Mendapatkan rasa kepercayaan dirinya kembali, ia pun bekerja sama dengan Emi & berhasil membalikan poin dengan drastis.
Karena semangat & janjinya itu, Arta & Emi akhirnya berhasil memenangkan perlombaan tersebut dan melangkah lebih maju ke jalan yang lebih luas kedepannya.
BEBERAPA BULAN KEMUDIAN, DI BULAN DESEMBER PADA MALAM ACARA KEMBANG API.
Berbagai lomba & pertandingan telah dilalui Arta & kini ia dikenal sebagai calon Atlet di masa yang akan mendatang nantinya.
Arta menganggap bahwa alasan utama nya bisa sampai di titik ini ialah karena keberadaan dari Asa.
Setelah menyelesaikan pertandingan beberapa bulan lalu bersama Emi & berhasil meraih posisi 1, Arta mendengar bahwa Asa melakukan operasi di luar negeri, semenjak itu juga, Arta kehilangan koneksi dengan Asa.
Walaupun begitu, ia terus mengingat janjinya dengan Asa & percaya bahwa suatu saat ia akan kembali menepati janjinya untuk menonton pertunjukan kembang api bersama dirinya.
Malam itu, pertunjukan kembang api akan segera dimulai, Arta yang sudah sedari tadi sampai di tempat acara pun mulai duduk di bangku tengah taman seorang diri tanpa ada seseorang yang menemaninya.
“Sepertinya aku pernah membuat janji dengan seseorang untuk menonton pertunjukan kembang api bersama... sudah berbulan bulan berlalu ya...? Asa...? bagaimana kabarmu, apakah kamu berhasil melawan takdirmu itu...?”
Ucap Arta yang perlahan mengeluarkan air mata.
“Asa... asal kamu tahu aku selama ini terus berjuang, kamu yang menyuruhku untuk mengejar mimpiku bukan...? aku berhasil, aku berhasil Asa... aku berhasil melawan traumaku sendiri, aku ingin menceritakan semua itu kepadamu... aku ingin melihat reaksimu setelah mendengar semua perjalananku, aku ingin kamu berada disini untuk mendengarkan semuanya... aku mohon... kembalilah Asa....”
Ucap Arta sembari menangis.
Kembang api pun telah diluncurkan pertanda bahwa acara telah dimulai.
TAP
TAP
TAP
TAP
TAP
“Wahh... benar ya kata kamu, acara kembang apinya bagus... melihat langit yang penuh dengan kembang api membuat hatiku tenang namun di sisi lain mendebarkan juga...”
Ucap seseorang sembari perlahan berjalan ke arah Arta.
Arta yang mendengar suara itupun terkejut karena ia mengetahui siapa orang di balik suara tersebut.
Arta yang matanya berbinar air mata pun langsung mengusap kedua matanya agar dapat dengan jelas melihat orang tersebut.
“Kenapa? lama ya menunggu Asa? hehe... Arta... aku pulang...”
Ucap Asa.
“Hem.... selamat datang kerumah... Asa....”
Ucap Arta sembari tersenyum.
TAMAT
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
