Diary Renata : BAB 4 I'm into you

0
0
Deskripsi

Hari ketiga pasca operasi, Renata masih belum sadarkan diri. Selama itu juga Arkana setia berada di sisinya. Seluruh pekerjaan dikerjakan di dalam ruang rawat Renata. Meskipun Rendy dan Halia memaksanya untuk pulang, Arkana tegas menolak. Bahkan dia telah membawa beberapa pakaian ganti, seolah-olah kamar rawat Renata menjadi kamar keduanya.

"Ar, bukan maksud gue ngusir. Tapi bentar lagi lo nikah. Soal Renata juga udah bukan tanggung jawab lo. Gue takut Astri salah paham gara-gara ini," ucap Rendy di sela makan siang bersama Halia dan Arkan di meja makan yang berada di sudut ruang rawat Renata.

"Iya, Ar. Gue dengar dari Sena katanya Astri ngambek ya kemarin? Gara-gara lo gak angkat telepon dia seharian?" timpal Halia khawatir hubungan Astri dan Arkana akan terganggu karena Renata.

"Gue udah telepon Astri tadi pagi. Udah gue jelasin semuanya, jadi kalian gak perlu khawatir. Gue pengen ngerawat Nana setidaknya sampai dia siuman."

"Masalahnya sampai sekarang kita gak ada yang tahu kapan Rena bangun, Ar. Sedang beberapa hari lagi lo harus nikah. Kasihan Astri kalau harus ngurusin semuanya sendiri. Perasaan perempuan sama laki-laki beda, Ar. Walaupun mulut bilang ngerti, tapi hati belum tentu. Walau bagaimanapun Renata mantan istri lo, Astri pasti ngerasa cemburu." Halia berusaha memposisikan diri sebagai Astri. Kalau dia berada di posisi Astri, pasti tidak akan mengijinkan calon suaminya mengurus mantan istrinya.

Arkana terdiam mendengar penuturan Halia. Apa yang dikatakan mantan kakak iparnya itu benar adanya. Dia sama saja menyakiti calon istrinya. Apalagi pernikahan akan berlangsung sebentar lagi. Seharusnya dia bisa meluangkan waktu untuk Astri.

"Beri gue waktu sampai besok. Gue masih pengen lihat perkembangan Nana."

Mulut Halia hendak terbuka, namun Rendy menggeleng pelan. Membuat Halia kembali menutup mulutnya tak menanggapi kekeras kepalaan Arkana lagi.

"Kalau di ingat-ingat, kita baru lagi ya makan bareng semeja gini. Udah lama banget lho," ujar Rendy mengalihkan pembicaraan.

"Bener, terakhir kita makan hampir tiga tahun yang lalu." Halia ikut mengenang kenangan mereka masih terikat hubungan kakak ipar dan adik ipar.

"Udah lama banget ya. Gak kerasa juga. Coba kalau Nana udah bangun, dia pasti ngercokin ayam punya lo. Dia kan terlalu menggemari si ayam ini," timpal Arkana, menunjuk ayam di piring Rendy.

"Dia bisa ngabisin seekor ayam sekali makan." Ketiganya tertawa mengingat Renata yang pernah menghabiskan satu ekor ayam goreng tepung seorang diri.

"Gue masih gak habis pikir, lo bakal suka sama bocah tengil kaya Rena," ucap Rendy, terkekeh.

"Yang lebih bikin aku kaget. Arkan nerima lamaran Rena. Kan harusnya cowok yang ngelamar cewek. Ini malah cewek nyiapin lamaran buat cowoknya," ucap Halia pada Rendy.

Arkana tertawa pelan seraya melirik Renata yang masih tertidur di ranjang pasien dengan berbagai alat yang menempel di tubuhnya.

'Bangun, Na. Kamu pasti seneng kita kumpul kaya gini. Ngobrol bareng-bareng lagi. Dan satu yang harus kamu tau, Mas rindu kamu. Ayo bangun,' Batin Arkana.

Obrolan ketiganya berlanjut mengingat kembali lamaran Renata terhadapnya, enam tahun lalu.

*****

"Rena, beresin lagi barangnya kalau kamu udah masak! Kasian mbo Minah, capek beresin bekas kamu masak," teriak Rendy dari arah dapur.

"Iya. Nanti aku beresin. Ganti baju dulu."

Tak lama gadis yang baru saja menginjak usia delapan belas tahun pada hari ini, turun dengan dress berwarna biru laut selutut. Riasan wajah tipis, menambah kecantikan gadis yang baru saja menyelesaikan pendidikan di sekolah menengah atas. Halia menoleh ke arah Renata yang tengah menuruni tangga menuju ruang makan.

"Cantik banget nih, calon adik iparku."

Mata Renata berbinar mendengar pujian kekasih Rendy yang tengah menyiapkan makanan di meja makan untuk merayakan ulang tahun Renata.

"Iya dong. Soalnya aku mau punya kejutan hari ini. Pokoknya surprise buat semuanya."

Renata mendekati Halia, ikut mempersiapkan segala sesuatu untuk ulang tahunnya. Sebelum teman-teman Rendy tiba, termasuk kekasihnya Arkana. Hari ini bukan hanya hari ulang tahunnya. Hari ini pun tepat hari anniversary Renata dan Arkana menjalin hubungan sebagai kekasih selama tiga tahun.

Saat itu Renata baru masuk kelas sepuluh. Tiba-tiba Arkan yang sudah bekerja dan baru menyelesaikan S2nya, menyatakan cinta padanya. Tanpa pikir panjang Renata langsung menerimanya karena memang selama ini Renata sudah menyukai Arkana. Selama satu tahun hubungan mereka di sembunyikan dari Rendy. Karena Rendy tak mengijinkan Renata berpacaraan sebelum lulus sekolah.

Tapi bau busuk pasti tercium juga, pada akhirnya Rendy mengetahui hubungan mereka, dan mirip dengan drama dalam film, hubungan mereka memang langsung di tentang. Dengan alasan umur mereka yang terlampau jauh, Rendy juga ingin Renata fokus pada sekolahnya. Untung saja Halia kekasih Rendy, ikut membujuk hingga Rendy mengijinkan Arkana dan Renata berpacaran dengan berbagai syarat.

"Happy birthday sayang." Arkana tiba-tiba datang mengusap kepala Renata dari belakang, menyadarkan Renata dari lamunan awal berpacaran dengan Arkana.

"Mas Arkan!" Renata berbalik, langsung memeluk erat kekasihnya.

Mas. Panggilan Renata pada Arkana memang berubah semenjak mereka berpacaran. Panggilan itu memang sengaja diminta Arkana secara khusus. Dia tak ingin dipanggil kakak seperti teman-teman Rendy yang yang lainnya.

"Selamat ulang tahun adik sejuta umat," ucap Sena yang juga datang berbarengan dengan Ben juga Damian.

Renata akrab dengan sahabat Rendy. Mereka sering kali menginap di rumah. Saat main pun Rendy tak absen mengajak Renata ikut serta. Jadi keakraban Renata dengan sahabat Rendy terjalin sangat dekat.

"Selamat ulang tahun ya, bocah," ucap Ben usil sambil mencubit pipi Renata.

"Sakit, mas," rengek Renata mengadu pada Arkana yang masih memeluknya. Arkana mengusap lembut pipi Renata. Membuat Ben mencibir dan yang lainnya tertawa.

"Ini kadonya. Udah gede aja nih bocah," ujar Damian menyerahkan kado berukuran sedang dengan bungkus kado berwarna pink.

"Kok satu kadonya. Yang lainnya mana?" Renata mengambil kadonya.

"Itu kado udunan dari kita bertiga. Lagi no money kita. Udah terima aja, daripada gak dapat kado" usil Ben. Padahal dia dan Damian telah menyiapkan kado masing-masing.

Renata mencebikan bibirnya tak terima.

"Udah ayo duduk. Kita mulai makannya, keburu dingin nih masakan calon bini." Rendy meraih piring dan meminta Halia mengisinya dengan nasi dan lauk pauk. Selanjutnya semuanya bergiliran mengambil makanan. Semua menyantap makanan dengan suka cita. Semua hal di ceritakan di iringi tawa riang.

Setelah semua selesai. Renata meniup lilin dan potong kue diiringi lagu selamat ulang tahun dari Arkana dan lainnya dengan nada yang kacau balau.

Setelah semuanya kembali fokus pada makanan, tiba-tiba Renata mengeluarkan kotak kecil di meja hadapan Arkana. Semuanya menatap bingung ke arahnya.

"Apa ini?" Arkana menaikan kedua alisnya tak mengerti.

Tiba-tiba Renata bersimpuh menekuk satu kaki. Kepalanya mendongak melihat arah Arkana yang menatapnya heran.

"Mas, mau gak nikah sama aku? Aku sekarang udah lulus sekolah, aku juga udah siap menikah," ucap Renata lantang melamar Arkana.

Dahi Arkana berkerut sempurna, diikuti wajah terkejut Rendy dan yang lainnya. Tingkah Renata memang sering kali diluar kata normal, tapi tindakannya kali ini benar-benar di luar nalar.

"Bangun. Ngapain kamu?" tanya Arkana menarik lengan Renata agar bangun.

"Aku lagi ngelamar kamu, Mas. Kok gak peka sih?"

"Ngelamar? Kamu ngelamar aku?" tanya Arkana masih belum yakin.

"Iya. Aku pengen kamu jadi suami aku. Mau apa gak?" Renata mengerutkan bibirnya, kesal dengan respon Arkana yang menganggap tindakannya seperti lelucon.

"Maksud kamu apa, Rena?!" Rendy berdiri, menunjuk adiknya.

"Aku mau nikah sama Mas Arkan. Jadi aku ngelamar Mas Arkan. Dari dulu cita-citaku nikah sama Mas Arkan."

"Cita-cita itu jadi dokter, pilot, atau apa gitu. Ini malah nikah. Kamu harus kuliah dulu, berkarir, kalau bisa S2 dulu. Jangan mikir dulu jauh kemana-mana," omel Rendy tak menyukai tindakan Renata.

Renata kembali duduk di kursinya. Bibirnya cemberut. Rencananya selama ini gagal. Sebenarnya Renata memang tak memiliki rencana untuk menikah secepat ini, tapi keadaan yang memaksanya agar segera melepas masa lajang.

Beberapa hari yang lalu Renata mencuri dengar pembicaraan Rendy dan Halia. Mereka membicarakan orang tua Halia yang sudah mendesak keduanya agar segera menikah. Tapi Rendy menolak halus, dia tidak akan menikah dahulu sebelum Renata menikah dan bahagia. Mendengar itu sontak Renata kaget. Usia mereka terpaut jauh. Jika Rendy menunggunya menikah terlebih dahulu, lalu kakak satu-satunya itu akan menikah di usia yang sudah tua. Bahkan dia mendengar Rendy dan Halia akan memutuskan hubungan kalau sampai tahun depan mereka tidak menikah. Sebagai perempuan, Halia sudah tidak bisa menunggu lagi. Pemikiran orang tuanya yang memaksanya menikah di usia ini sudah menjadi pertimbangan matang.

Itulah yang menjadi alasan utama Renata melamar Arkana. Usia Arkana sama dengan Rendy dan Halia, jadi sudah tentu cukup umur untuk menikah. Begitu juga dengan dirinya yang sudah masuk usia legal untuk menikah. Menikah di usia muda, bukan masalah untuknya. Yang terpenting kakaknya bisa menikah setelahnya. Tanggung jawab Rendy mengurusnya akan beralih pada Arkana, dan Rendy tak perlu lagi merasa cemas.

"Aku terima lamarannya, Nana sayang." Arkana membuka kotak kecil berwarna biru, berisi cincin pemberian Arkana semalam— semalam keduanya sudah merayakan ulang tahun Renata bersama-sama dan Arkana memberikan cincin itu untuk hadiahnya. Semalam pun Renata sudah menceritakan kegundahannya tentang hubungan Rendy dan Halia. Tapi dia sama sekali tidak menyinggung soal lamaran yang akan dilakukannya siang ini.

Semua mata tertuju pada Arkana yang tengah menyematkan cincin itu di jari manis Renata. Gadis itu pun membulatkan matanya, terkejut dengan jawaban Arkana.

"Mas, serius?" Renata menarik tangan Arkana yang kini membelai kepalanya.

"Serius. Kalau kamu mau, kita bisa nikah besok. Maunya kapan kita nikah?" tanya Arkana serius.

"Ar, lo jangan main-main. Adik gue masih bocah ingusan, gue gak setuju kalau kalian nikah secepat ini," tolak Rendy.

"Aku udah gede, Ka. Temenku banyak yang mau nikah abis lulus SMA ini," timpal Renata tak terima.

"Kakak pengen kamu pikirin dulu lebih dalam. Nikah itu bukan perkara mudah, Ren."

"Mudah kalau suamiku Mas Arkan. Kak, tolong restui aku nikah sama Mas Arkan. Emang Kakak gak cemas kalau aku pacaran terus sama Mas Arkan. Aku perempuan lho, gimana kalau hamil duluan?" tanya Renata tak menyaring ucapannya.

"Hush, kalau ngomong ya. Jaga ucapanmu, gak baik," tegur Arkana tak suka, menjepit bibir Renata dengan ibu jari dan telunjuk.

"Aku—aku, maksud aku—" jawab Renata tergagap setelah Arkana melepaskan jepitan jari di bibirnya.

"Pokoknya kakak ga setuju kamu nikah. Kuliah dulu, kejar dulu cita-citamu baru mikirin nikah." Rendy menggeser kursinya lalu pergi meninggalkan meja makan.

Semua orang terdiam. Halia menunduk, memikirkan nasibnya beberapa tahun kedepan. Sebenarnya dia bahagia mendengar Renata yang ingin menikah, tapi rasa bahagia itu pupus karena Rendy tak menyetujuinya.

"Kak, bantu aku bujuk Kak Rendy ya?" pinta Renata menghampiri Halia, memeluk lengan kekasih kakaknya selama 6 tahun ini.

"Aku gak janji ya, kamu kan tahu kakakmu itu keras kepala."

"Aku yakin pasti kak Lia bisa bujuk Kak Rendy."

Dua minggu setelah acara ulang tahun yang berantakan karena Rendy marah besar oleh tindakan Renata, akhirnya Rendy luluh merestui pernikahan Renata dan Arkana menikah, dengan syarat Renata tetap kuliah, dan sebisa mungkin menunda memiliki anak. Rendy khawatir dengan usia Renata yang masih muda, sifatnya yang masih kekanak kanakan dan manja. Rendy khawatir Renata belum siap menjadi ibu.

Persiapan pernikahan berlangsung cepat, satu bulan setelah lamaran yang terjadi di meja makan, keluarga Arkana melamar Renata secara resmi. Lalu dua bulan kemudian mereka menikah dengan prosesi yang sederhana tapi tetap khidmat. Tak lama dari acara pernikahannya juga Renata resmi menyandang gelar mahasiswi fakultas ekonomi di universitas swasta di jakarta.

Perasaan bahagia meliputi Renata. Menikah dengan orang yang dicintainya, masuk universitas yang diinginkan. Dan bahagia karena Rendy tak perlu lagi terbebani olehnya. Menurutnya sekarang Rendy bisa fokus memikirkan kehidupannya sendiri, juga hubungannya bersama Halia.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Diary Renata : BAB 5 Terluka tanpa luka
0
0
Misteri hilangnya Renata mulai teruangkap
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan