My Sugar Girlfriend; Page 01 - 10

2
0
Deskripsi

“Yoona.”

“Hm?”

“Gue mau tanya.”

“Silahkan.”

“Udah pernah selingkuh belum?”

“Maksudnya?” tanya Yoona yang seketika menatap ke arah Zee.

“Gak. Lupain.”

“Apaan si, gak jelas banget.”

ZT. APARTEMENT

SABTU, 21.30

• Yoonara Pov •

Hai…

Kenalkan, namaku Yoonara Tyu atau yang sering disapa dengan panggilan Yoona. Aku seorang gadis berusia 20 Tahun saat ini. Enggak seperti gadis pada umumnya yang cukup bisa aku banggakan pada diriku saat ini.

Salah satunya aku adalah seorang gadis yang tengah menekuni kelas memasak dan memiliki sebuah café disalah satu inti kota di kota Seoul ini. Yah, ini sesuatu hal yang bisa aku banggakan pada diriku sendiri.

Oke, segini dulu. Eummm, saat ini aku berada di apartement milikku dan saudari kembarku yang bernama Eonalin Tyu. Iya, aku memiliki saudari kembar tapi gak begitu identik terlihat kembar. Kami lahir dibulan yang sama yang bisa dibilang Eonalin lahir terlebih dahulu dari aku.

Seperti malam-malam sebelumnya, aku dan beberapa temanku dan teman Eonalin menghabiskan waktu bersama diakhir pekan ini. Yang terlihat saat ini, Eonalin, Charin, kak Vante dan kak Gerald yang sedang menikmati blackjack seadanya yang mereka berempat ciptakan.

Aku melihat mereka sesekali dengan pandangan yang sesekali pun bertumpuh pada mereka. Bahkan, seperti saat ini aku mulai mendegar ketika Charin, yang mulai kesal terhadap kak Gerald.

“Buruan Ge!”

“Wait.”

Bahkan, aku juga menahan tawa, ketika Nana yang mulai menghela napasnya dengan segitu berat saat kak Gerald masih begitu focus seperti permainan itu hidup dan matinya.

“Hhhh… keburu ngantuk gue nunggu lo Gerald!” pppffftt, tuhkan Nana juga udah mengeluh seperti Charin yang ku pikir juga udah kesal dengan kak Gerald.

“Udah deh, gue males main sama lo Gerald.” Ucap Charin kembali mengeluh.

“Apaan? Lo aja yang bego!”

“Sialan lo anjir!” jangan kaget kalau mereka sering menggunakan kata-kata seperti ini.

Tapi… pandanganku mulai teralihkan ketika seorang lelaki dengan perawakan tinggi dalam balutan penampilan serba hitamnya. Tingginya berkisaran 185 cm.

Wajahnya? Tebak, bagaimana raut wajah yang tidak terlihat karena topi hitam yang dia kenakan saat ini.

Fokus ku masih terus pada dirinya, ketika dia menaikkan pandangannya. Sorotan mata yang terlihat begitu tajam tertampil dalam wajah ovalnya dengan senyum yang sinis. Dia adalah Zee Huang atau yang sering disapa akrab dengan panggilan Zee.

Senyum tipis, saat aku mengalihkan pandangan dari dirinya. Cukup tahukan, saat ini aku dalam keadaan apa?

Aku, dalam keadaan menyukai dirinya. Seorang lelaki dengan sikap misterius dan begitu kaya raya yang gak tahu apa kerjaannya. Tapi, yang aku tahu, dia selalu nyantai disetiap waktu dan malahan aku selalu melihatnya menghabiskan waktu dengan cara berparty. Iya party. Party bareng denganku dan teman-teman yang lainnya.

Tunggu dulu. Aku menyukai bukan karena dirinya yang begitu kaya. Tapi karena memang saat aku dekat dengannya jantung ini terasa tidak sehat.

Tapi…

“Kok kamu lama?” tanya Eonalin yang begitu jelas aku dengan dari jarakku.

“Sorry, tadi ada kerjaan sedikit.” Sahut Zee yang aku dengar dan ketika dengan jelasnya aku melihat Zee yang mengecup pipi Nana.

Bisa disimpulkan saat ini?

Iya. Zee adalah pacar dari kembaranku Eonalin.

Dan aku berpikir, kalau Eonalin memang lebih cocok dengannya, ketika aku yang bisa membangga diri sendiri terlihat insecure saat Eonnie ku lebih sempurna dalam percintaannya. Dan, sangat sulit ketika perasaanku jatuh pada seorang lelaki yang merupakan kekasih dari Eonnieku sendiri.

Aku harus apa?

Melupakannya? Yah, hanya itu yang bisa aku lakukan.

**
**
**

“Pasti lo main curang lagi, kan, ge?” ucap Zee sembari menatap Gerald sahabatnya.

“Betul banget yang lo bilang. Kesel gue sama ini bocah.” Sahut Charin yang menyela Gerald yang hendak membalas ucapan Zee yang ada dihadapannya.

Sedangkan Zee tertawa dengan begitu lepas, yang sembari diperhatikan oleh Yoona dari jarak dirinya yang berada terduduk disofa yang menghadap televisi. Namun, saat itu pula Zee menangkap sekilas Yoona yang melihat dirinya tertawa dengan begitu lepas adanya.

Lelaki itu memutuskan untuk mendekati Yoona yang duduk sendirian disofa vanilla panjang. “Lagi nonton apa Yoo?” tanya Zee yang seketika duduk di samping gadis berambut panjang ikal berwarna coklat madu itu.

“Ha? i..ini…” Yoona begitu kebingungan ketika Zee yang tiba-tiba berada di sampingnya dengan melemparkan senyum ketika gadis ini belum menyahuti ucapan Zee.

“Kenapa Yoo?” tanya Zee kembali

“Eunggg… e..enggak kok. Gue gak tahu lihat apa, Cuma random aja. Yang penting seru, itu aja si.” Balas Yoona dengan nada yang terdengar kesulitan untuk menjelaskan kepada Zee.

Hanya saja, Zee terlihat begitu santai menyahuti Yoona dalam pembicaraan ringan yang terjadi diantara mereka berdua. “Kok gitu?’ tanya Zee kembali yang menatap Yoona dengan penuh.

“Y…yaa emang kayak gitu.” Sahutnya kembali dan kali ini Yoona terlihat mengalihkan pandangannya, ketika dirinya yang ditatap oleh Zee begitu dekat dalam jarak diantara mereka berdua. Rasanya, Yoona begitu canggung yang berbanding terbalik dengan Zee yang begitu nyaman terhadap dirinya.

“Lo ngerti film ginian?”

“G.. gak… eh iyaaa.”

“Maksudnya?” Zee mengernyit kebingungan mencoba memahami maksud dari ucapan Yoona.

“Maksud gue tuh, yahh.. gue gak ngerti tapi ya gue nonton aja.”

“Oh, gitu.”

“Zee, udah makan belum?” tanya Nana yang sedikit berjarak dari Zee yang masih duduk disofa bersama dengan Yoona.

“Kenapa?”

“Aku belum makan, nunggui kamu dari tadi.”

“Udah jam segini, kenapa nunggui gue si.”

“Yah, siapa tahu kamu juga belum makan.”

“Yauda, ini mau makan apa? delivery atau makan diluar?”

“Diluar aja, gue bosen banget disini guys.” Sahut Charin yang menyela dalam pembicaraan Zee dan Nana.

“Yauda, ayo aja gue. Pilih tempat gak pakai kata terserah.” Ucap singkat Zee yang terdengar tegas meminta temannya menetapkan pilihan.

“Yah, gue baru aja mau bilang terserah.” Ujar Charin kembali.

“Ribet eh kalian para perempuan.” Jawab Gerald saat ini.

“Berisik lo bocah.”

“Udah-udah kenapa jadi berdebat lu berdua.”

“Pacar lo ni, Van.”

“Ya, lu ngapai ngelawan perempuan begoo.”

“Dih bagong lu berdua.”

“Berisik lo Ge. Sayang, kamu makan yang berat ya Rin, jangan mie mulu.”

“Duh, Vamte so sweet banget. Yoonaaaaa?”

“Ha? Ada apa Ge?”

“Sini sayang.”

“Sayang kepala lo peang, ha?!”

“Sensian bener lo Na. Canda doang gue.”

Kali ini Yoona tertawa dengan pembicaraan diantara teman-temannya. Yoona yang tertawa dan saat itu juga pandangannya melihat ke arah Zee yang menatap dirinya yang tertawa. Namun seketika itu pula, Yoona yang kembali mengalihkan pandangannya, dengan rasa malu saat Zee begitu leluasa menatap dan mendengar tawa gadis yang terlihat begitu cantik.

Singkatnya, Zee dan yang lain beranjak keluar dari apartement yang mereka tempati. Dari beberapanya selalu menjawab dengan kata ‘terserah’ yang membuat Zee menghentikan mobilnya tepat disalah satu tempat makan yang keseluruhnya terlihat berwarna hijau dalam temanya.

“Anjir! Ujung-ujungnya subways. Tahu gini, gue tinggal aja di apartement.” Ucapnya dengan sedikit kesal.

Charin yang terlihat tertawa ketika melihat Gerald yang kesal dengan pilihan Zee saat ini. “Rasain lo bucin.”

“Dih! Lo yang bucin.”

“Ge, ngomel mulu lo. Makan tetap aja lanjut” Sahut Nana yang sembari menatap Gerald yang menikmati hamburger yang dirinya pesan tadi.

Berbanding terbalik dengan Yoona yang terlihat hanya diam, saat yang lainnya begitu berisik. “Kenapa Yoo?’ tanya Zee yang memang memperhatikan gadis yang terduduk disudut samping Nana, kembarannya.

“A…aku ngantuk, Zee.” Sahutnya singkat.

“Beda banget sayang gue sama si Nana.”

“Apa lo bilang Ge?”

“Beda anjir! Tuli, ha?!”

“Bucin sialan lo.”

“Lo itu bentrok sama Yoona.”

“Gak jelas lu, bucin.”

“Ck!”

“Lo ngomong apa si, Ge?”

“Gue tuh mau bilang, kalau Yoona dengan Nana beda. Yoona tuh kayak kucing suka tidur. Kalau Nana mah kalong, aktifnya dimalam hari.”

“Perumpamaan lu gak ada yang lain apa?”

“Gak! Itu cocok buat lo Na.”

“Asu lo memang.”

“Hhhh… gue pikir, ada aja bahan kalian buat berantem.”

“Rugi gue Van, ngelawani Gerald.”

“Kenapa, Na?”

“Lo mikir aja deh, Rin. Gerald tuh gila, kalau gue lawan gue ikutan gila kayak dia.”

“Gak punya otak, lu ye!”

“Ada, gak kayak lu. Yang gak punya otak Ge.”

“He! Gue tuh punya otak…,”

“Punya tapi gak lu gunai.”

“Enak aja, gue pakailah. Aman malah ni otak, kayak kondom.”

“Dih! Otak lu mesum anjir!”

“Lo Rin sama Nana berdua, gue lawan lu. Ayo.”

“Dih! Lemes lu kayak banci lawan perempuan.”

“Salah mulu gue anjir.”

“Makanya lu diem aja.”

“Gak bisa Van.”

Yah, perbincangan diantara mereka terus berlanjut sembari menikmati makan malam dalam keadaan yang semakin larut dalam waktunya. Namun saat itu pula, Zee yang terlihat beranjak keluar mengangkat panggilan dari seseorang yang terlihat begitu serius dalam pembincangannya, ketika Yoona menangkap raut wajah yang terlihat dari jendela yang begitu terekspos dari luar.

Yang sinngkatnya lelaki itu berbicara.

“Ada apa?”

“Bos, barang udah masuk.”

“Gue lagi diluar. Lo aja yang handle. Percuma kalau gue jalan sekarang.”

“Oke bos.”

“Kabarin gue terus.”

“Oke bos.”

Dan ketika panggilan itu berakhir, saat Zee beranjak kembali masuk Yoona membuang pandangannya, agar Zee tidak sadar dirinya terus diperhatikan sejak tadi.

“Siapa sayang?” tanya Nana yang sedikit penasaran dengan siapa yang menghubungi Zee dijam seperti saat-saat ini.

“Ada kerjaan tadi sedikit.”

“Oh gitu.”

“Hm.”

“Oh iya sayang. Kamu lagi gak napsu makan ya?”

“Gak kok.”

“Terus?”

“Gak terlalu suka aja sama hamburger.”

Yoona mendengar pembicaraan diantara Nana dan Zee.

“Zee bukan gak suka dengan hamburger, Na. Tapi, dia gak suka dengan mayonesnya.” Ucapan yang hanya bisa tertahan di dalam hati Yoona yang hanya menghela napasnya perlahan.

“Zee, kamu beneran gak suka hamburger?” tanya Nana sekali lagi untuk memastikan segalanya.

“Enggak. Lebih tepatnya, gue gak suka dengan mayonesnya.”

“Yah, seperti dugaanku.” Ucap Yoona kembali di dalam hatinya.

“Aku peseni yang lain ya?”

“Enggak usah. Gue udah kenyang. Gak terlalu lapar kok.”

“Beneran sayang?”

“Hm, iya beneran.”

Namun, saat Nana dan Charin yang beranjak menuju toilet, Yoona sedikit menggeser kentang goreng miliknya. Yang membuat mereka saling bertatapan satu sama lain. “Mau?”

“Gak usah. Lo habiskan aja.”

“Ini terlalu banyak untuk gue.”

“Kalau lo gak mau biar untuk gue.”

Akan tetapi, Zee menahan pergelangan tangan Gerald dengan melemparkan tatapan sinisnya. “Lo udah terlalu banyak makan. Bisa mati lo kekenyangan.”

“Sialan lo.”

Tanpa ada sahutan lebih, Zee menikmati kentang goring yang diberikan Yoona untuk dirinya. Dan sekali lagi, Yoona mengalihkan pandangannya, yang tanpa siapapun ketahui kalau gadis ini tengah tersenyum dengan apa yang ia lakukan untuk seorang Zee.

**

**

**

ZT. APARTEMENT, 02.09

Yoonara Pov…

 

Kami kembali dijam pagi buta. Saat pintu apartement terbuka Gerald yang langsung bergegas masuk sembari menguap. Bahkan ketika dia kembali mengatakan, “gue ngantuk parah!”

“Tidur lo digudang.” Sahut Charin yang berada di sampingnya.

“Lo aja yang tidur digudang sana, dengan para nyamuk berterbangan.”

Yah, bisa dikatakan kalau mereka kembali berdebat dengan pembahasa santai yang bisa dijadikan bahan untuk saling mengejek satu sama lainnya.

Untungnya, mereka buka tipe orang yang begitu baperan saat satu sama lainnya mencaci maki seperti berbicara dengan begitu santai.

“Gak mau ngalah lo sama perempuan.” Begitu juga yang aku dengar dari Nana.

“Lo berdua perempuan?”

Yah, lagi kalau kak Gerald gak akan semudah itu untuk membiarkan Charin dan Nana menang dalam perdebatan diantara mereka bertiga. Akan tetapi disaat kak Vante yang mulai masuk dipertengahan dalam perdebatan diantara mereka bertiga. “Udah-udah. Nana, Charin dan Yoona udah pasti tidur dikamar Yoona kan. Dan… gue, Gerald dan Zee bakalan tidur dikamar Nana. Boleh, kan Na?” tanya kak Vante si penengah dalam hal ini.

“Boleh aja, kan emang biasa juga gitu. Tapi tuh Gerald tolong tidur di bawah aja.”

“Lo aja tidur di bawah. Jangan biarin Yoona kesempitan karena lo tidur muter kayak jarum jam.”

Aku menahan tawa, ketika kak Gerald yang memang sering kali membuat suasana terlihat begitu ramai dengan ucapannya yang sesekali buat lucu.

“Memang lo yah! Curiga gue lo gak suka sama cewek. Gak mau ngalah kalau ngomong.”

“Yah enggaklah kalau sama lo.”

“Dasar homo lu.”

“Eiiiisss, bentar lagi gue pacaran kok sama Yoona.”

“Gue?”

“Iyalah.”

Dan aku kembali tertawa dengan ucapan kak Gerald saat ini. Namun kali ini, kak Gerald kelihatan bingung dengan responku. “Lah, kok ketawa?”

“Itu tandanya lo ditolak, Ge.”

“Yoona gak sejahat lo, Na.”

“Dasar lo bucin.” Ucap Nana yang sepertinya gak mau memancing kak Gerald lagi. Nana dan Charin yang beranjak masuk ke dalam kamarku. Sedangkan pandanganku mendarat ketika Zee merebahkan tubuhnya disofa panjang ruangan ini.

Aku yang memutuskan untuk masuk terakhir, saat mengecek beberapa hal di apartement ini. Dan, aku mendengar saat Charin yang mengajak kami untuk liburan. Dia terdenger berbicara dengan Nana yang berada ditempat tidur. Sedangkan aku, mendengar sembari menghapus sisa make up diwajahku.

Sekali lagi, aku mendengar Charin yang mengajak liburan keliling eropa. Yah, Nana cukup setuju dengan ide Charin yang memang kebetulan kampus kami saat ini tengah libur semester. Aku, Nana dan Charin yang berada di kampus yang sama. Itu mengapa kami bisa menjadi sahabat, saat Charin yang berpacaran dengan kak Vante yang gak lain teman dari seorang lelaki bernama Zee yang saat ini pula berpacaran dengan Nana.

Dan, aku mendengar saat Nana mengeluh pada Charin dan diriku. “Gue udah 2 bulan pacaran dengan Zee. Tapi, dia sama sekali gak mau nyentuh gue.”

“Seriusan lo?”

“Iya, dia gak mau sentuh gue.”

Yang tanpa sengaja aku mendengar secara jelas, kalau Zee dan Nana tidak selancar yang ada di dalam pikiranku saat ini. Lagi, Nana yang kembali mengeluh ketika Zee sendiri memiliki mantan yang cukup banyak. Nana, terlihat begitu ketakutan untuk kehilangan Zee.

“Lo termasuk orang beruntung kok. Zee itu gak mau pacaran. Dia itu pernah ditinggal nikah dengan mantan yang dia seriusi.”

“Eh, beneran?”

“Iya, lo boleh tanya dengan Vante. Intinya, lo baik aja deh sama Zee. Gak usah bertingkah ataupun macam-macam. Jangan sampai dia lihat lo jalan sama cowok lain. Nah, kalau lo nurut gue jamin, dia bakalan tunduk kok sama lo.”

“Kalau Vante dan Gerald gimana?”

“Yah, itu beda ceritalah. Intinya, lo ingat apa yang gue bilang.”

Aku hanya diam mendengarkan pembicaraan diantara Nana dan Charin. Yang bahkan, Nana mengatakan Zee begitu posesif dengan tindakannya.

“Udahlah, yang penting besok kasih tahu ke mereka, kalau kita akan liburan ke eropa.”

“Masa aku jaga nyamuk dengan kak Gerald.”

“Ih, kan bukan ngapa-ngapai Yoo. Yang penting, kita bantui Nana dulu biar dekat dengan Zee.”

“Tapi, gak mungkin aku tidur sama kak Gerald, kalau kalian pasang=pasangan.”

“Dia gak akan  ngapa=ngapai lo, Yoona. Udah ahk, gue ngantuk. Malam Rin, malam Yoo.”

Yang akhirnya, Nana dan Charin memutuskan tidur lebih awal. Sedangkan aku masih menatap diri ini dicermin rias, sembari menghela napas dengan begitu berat. Kalau aku pikir, Nana begitu egois dalam keinginannya. Dia sama sekali tidak memikirkan diriku. Tapi, mau bagaimana pun aku gak bisa bertindak apapun.

Setelah aku selesai menghapus make up yang tersisa diwajahku, aku beranjak keluar dari dalam kamar. Dan memutuskan untuk membersihkan wajahku. Namun, saat ini pula langkah ku terhenti ketika melihat Zee yang tertidur disofa ruangan tengah.

Entahlah, aku sedikit penasaran dan memutuskan mendekati dirinya. “Kamu kenapa tidur disini?” tanya ku dengan nada yang hampir tidak keluar. Akan tetapi sepertinya aku mengejutkan Zee dan membuatnya tersentak dan terbangun. Hal ini, membuat ku terduduk dilantai dihadapan dirinya.

“Yoona?”

“E..eh, m..maaf Zee.”

“Hm.”

“Kenapa lo tidur disini?”

“Gpp, malas aja masuk ke dalam.”

“Aku ambilin selimut ya.” Ucapku sembari beranjak berdiri. Tapi, Zee menahan pergelangan tanganku. “Gak usah, Yoo.”

“K.. kenapa?”

“Gpp, gak usah.”

“Oh, iya udah.”

Aku masih begitu terasa, saat Zee tidak melepaskan genggamannya pada pergelangan tanganku. Membuatku, memanggil dirinya. “Zee i..ini?”

Tanpa ada sahutan darinya, Zee melepaskan genggaman tangannya. Dia kembali memejamkan matanya dengan lengan kanan yang menutupi kedua matanya. “Udah sana tidur. Jangan lo lihati terus. Ntar lo suka lagi sama gue.”

Ucapannya membuat jantungku berdegup dengan cepat, seperti tidak biasanya.

“Ck! Udah sana.”

“I..iya, malam ya.”

“Hm, you too. Sleep tight.”

“Iya.”

Aku tersenyum dan beranjak pergi meninggalkan dirinya. Yah, hal sederhana yang bisa aku lakukan ketika berbicara dengannya. Gak ingin terlalu berharap dengan segalanya. Karena aku sendiri pun, gak paham bagaimana bersikap egois.

Yang jelas, setidaknya Zee meresponku cukup banyak untuk malam ini. Yang cukup membuat hatiku senang dan bahagia.

**

**

**


 

Hari ini, Yoona yang baru saja bangun langsung beranjak ke dapur. Gadis ini terlihat hendak menyiapkan sarapan pagi untuknya dan teman-teman yang lain. Kebetulan Yoona yang begitu gemar dalam memasak, membuatnya begitu sering menyiapkan makanan ketika teman-teman yang lain sering berkunjung.

“Buat apa Yoo?” tanya seorang lelaki yang membuat Yoona kaget saat menolehkan pandangannya.

“Z..zee?”

“Kenapa?” tanya Zee dengan nada santainya.

“E..enggak kok, gpp.”

“Yakin?”

“Iya, yakin kok.”

Saat ini mereka terlihat sedang berdua, namun saat ini pula, Gerald yang bangun langsung beranjak keluar dan menyapa Yoona dari pada Zee sahabatnya.

“Pagi sayang…”

“Siapa sayang lo?” tanya Zee dengan tatapan yang tajam melihat Gerald di sampingnya.

“Yoona.”

“Sejak kapan anjir? Halu banget lo masih pagi.”

“Gue serius Zee.”

“Sejak kapan lo pacaran dengan Gerald?”

“Eunggg…”

“Gak usah heran kalau Gerald sayang.”

Yoona kembali terdiam dan mengalihkan pandangannya, saat Nana yang bangun dan menghampiri Zee kekasihnya. Dapur mulai terlihat ramai dengan keadaan. Yoona tidak lagi memiliki kesempatan untuk berbicara lebih dengan Zee saat ini.

Begitu pula, ketika Charin yang bangun dan duduk di samping Nana. “Pacar gue belum bangun ya?”

“Lo lihat aja, ada gak dia disini.”

“Masih pagi, gak usah mancing gue Gerald sialan.”

“Sensian lo kayak kondom.”

“Gak denger gue sialan!”

“Makanan udah selesai ni. Bentar ya, aku pindahi dulu.” Ucap Yoona yang menyela. Begitu pula, Nana yang membalas ucapan Yoona, “kapan ya aku bisa masak kayak Yoona. Dia, gak belajar juga udah pinter masak.”

“Siapa dulu, pacar gue.’

“Gk usah berharap lu. Gak izin gue dia sama lu.”

“Dih.”

Zee terlihat diam dengan santainya sembari menatap layar ponselnya. Begitu pula, Vante yang baru saja terbangun. “Pagi all. Kenapa gak ada yang banguni gue?”

“Udah gede! masa iya dibanguni. Entar salah bangun lagi.”

“Gerald lu bener-bener ya.”

“Apa lagi si Charin. Otak lu mesum aja.”

“Elu yang mesum sialan.”

Yoona menghidangkan beberapa makanan yang ia masak sejak tadi. Gadis ini terlihat bangun pagi untuk menyiapkan beberapa masakan yang akan dinikmatinya bersama dengan teman-temannya.

“Kita udah pada ngumpul dong ya. Gue mau kasih saran ni buat lu semua. Yang gue dan Yoona uda bicara terus udah pada setuju.” Ucap Charin yang padahal, Yoona tidak mengatakan dirinya setuju untuk ajakkan semalam. Namun, gadis ini hanya menghela napasnya, ketika tidak bisa berkata-kata lebih.

“Ada apa?” sahut Zee penasaran dengan menatap sekilas wajah Yoona.

“Mau ngajak keliling eropa besok.”

“Widiiiiiiih! Mantap bener lu, ngomong.”

“Gue serius Ge. Gue dan yang lain lagi libur semesterkan. Bosan kalau disini aja. Yauda, lagi kebetulan, kenapa enggak.”

“Terserah deh. Gue ikut lu semua aja. Yang penting baby gue ikutkan.”

“Beneran ni?”

“Hm.”

“Zee kamu gimana?”

“Gue ngikut aja.”

“Yauda si, cari tiket aja ya. Selesai makan gue pesan untuk keberangkatan besok.”

“Na, belum juga packing. Mendadak banget.”

“Ya gpp, kan?”

Namun, Ze terlihat begitu santai menikmati makanan yang dimasak oleh Yoona. Tidak ada ucapan yang keluar dari  mulutnya.

Setelah mereka menikmati sarapan pagi. Nana terlihat begitu sibuk untuk menyiapkan tiket untuknya dan kelima teman lainnya, yang salah satunya adalah kekasihnya. Bahkan, Charin yang terlihat sedang memesan hotel namun meminta pendapat pada teman yang lainnya.

“Karena kita gak disatu tempat, mungkin gue pikir untuk hari pertama kita pesan hotel aja dulu. Setelahnya, kita pesan villa di tempat selanjutnya.” Ucap Vante memberi saran untuk pacarnya Charin.

Begitu pula Gerlad yang ikut adil untuk menyewa transpotasi pribadi, seperti yang diminta oleh Zee saat dia sendiri tidak begitu suka, berada ditempat yang begitu kerumunan banyak orang. Zee berpikir, dengan menyewa transportasi pribadi, mereka bebas kemana pun.

“Sayang adanya Bussines Class, gpp, kan?”

“Iya udah gpp”

Karena memang mereka sering berpergian, membuat Nana begitu mudah menyalin nomor passpor dan visa masing-masing milik teman-temannya.

Keesokkan harinya, ketika mereka telah sampai dibandara. Yoona, yang terlihat tidak begitu antusias dalam liburan kali ini lebih banyak terdiam. Saat ia duduk dan lebih menikmati musik sendirian. “Baby, dengerin musik apa?” tanya Gerald menyampiri Yoona yang duduk sendirian.

“Oh, Cuma dengerin musik random aja kok.” Sahutnya singkat dengan melemparkan senyum tipis kepada Gerald. Tapi, tanpa dia sadari, Zee yang melihat dengan jarak yang tidak terlalu jauh, ketika Gerald duduk di samping Yoona dan meminta untuk berbagi musik melalui earphone yang digunakan Yoona. Bahkan, Zee menatap dengan jelasnya, ketika Gerald merebahkan kepalanya dipundak kanan gadis bernama Yoona itu.

Tanpa basa-basi lebih, Zee beranjak berdiri, saat pengumuman keberangkatan mereka terdengar. Zee bergegas menelusuri lorong gate dan secara tidak langsung, membuat Gerald beranjak berdiri dan berjalan unntuk ikut menelusuri lorong gate.

Yoona dan Gerald kembali duduk bersama. Namun, pramugari yang bertugas sedikit memberi informasi kepada Nana. “Maaf, tuan dan nona mengganggu sebentar. Saya melihat tiket tuan salah. Maksud saya, tempat duduk tuan bukan disini, melainkan di depan sana.”

“Gak masalahkan. Lagian, yang bertukaran juga dengan teman saya.”

“Maaf nona, saya hanya menjalakan prosedur yang ada.”

Tanpa berdebat panjang dan ucapan lebih, Zee beranjak untuk ke depan. Namun, Nana yang terlihat berusaha untuk menahan Zee.

“Malu dilihat orang. Kayak gak pernah naik pesawat aja.” Ketus Zee.

Nana terlihat murung dengan keaadaan yang membuat dirinya tidak bisa duduk bersama di dalam pesawat.

“Pindah lo.” Ketus Zee pada Gerald.

“Loh?”

“Buruan gue mau duduk.”

Wajah Zee terlihat kesal, dirinya begitu malu ketika beberapa orang menatap ke arah dirinya yang salah tempat duduk. Begitu pula Yoona yang gak berani untuk menggubris Zee yang terlihat memilih untuk menikmati acara dimonitor hadapannya.

Yang sesekali, Yoona melihat Zee cukup membuat lelaki ini sadar apa yang dilakukan oleh Yoona. “Kenapa lihati gue, ha?”

“E… enggak kok. Siapa bilang, gue lihati.”

“Gue lihat sendiri Yoona.”

“Gak kok.”

“Santai aja. Maih lama perjalanan.”

“Iya, memang.”

“Jangan tegang gitu.” Ucap santai Zee yang seketika menatap Yoona di sampingnya.

Yoona terdiam, berusaha untuk memahami maksud Zee saat ini, akan tetapi saat ini pula, Zee tersenyum dan membuat Yoona semakin kebingungan dengan dirinya.

“Kenapa Zee?”

“Elo yang kenapa.”

“Gue gak kenapa-kenapa perasaan.”

“Gak jelas.”

“Emang.”

Yoona mengalihkan pandangannya, saat Zee masih menatap dirinya.

“Yoona.”

“Hm?”

“Gue mau tanya.”

“Silahkan.”

“Udah pernah selingkuh belum?”

“Maksudnya?” tanya Yoona yang seketika menatap ke arah Zee.

“Gak. Lupain.”

“Apaan si, gak jelas banget.”

Dan Zee memilih menggunakan headset dan kembali menikmati acara dimonitor hadapannya. Ucapannya, membuat Yoona cukup kebingungan.

**

**

**


 

Selasa, 08.09

In Paris, Shangri-la Hotel

Yoonara Pov…

 

Kami yang tiba di Paris. Memutuskan untuk memilih hotel sebagai tempat menginap yang pertama. Dan, yah, aku selalu saja sendirian ketika harus menikmati liburan bersama teman-teman. Dan, aku pikir lebih baik aku mencari pasangan, yah pasangan. Biar aku gak merasa kesepian.

Pandanganku terlalihkan ketika seseorang mengetuk pintu kamarku, dan itu ternyata adalah Gerald. “Kenapa masih belum siap-siap, si?”

“Udah kok.”

“Yauda ayo keluar. Mau sarapan bareng.”

“Iya, gue ambil jaket dulu ya.”

Gak beberapa lama, kami memilih turun kelantai bawah, dan masuk ke dalam salah satu restaurant yang ada di hotel ini. Kami disambut oleh Charin, Zee, Nana dan Vante yang ternyata mereka sudah ada di bawah. Wajar aja si, karena aku gak bersama dengan mereka yang berpasangan. Udah jelas aku akan bersama dengan Gerald.

Tapi, aku melihat Zee yang menatap diriku. Membuatku canggung dan merasa kalau busana yang aku kenakan hari ini tidak cocok. Ahk, rasanya seperti tidak percaya diri dengan sweater turtle hitam yang dipadu dengan rok mini jeans, sepatu boots hitam panjang yang senada dengan topi baret yang aku kenakan.

Apa aku terlihat begitu aneh, dalam penampilanku saat ini?...

Aku hanya bisa menunduk dengan menikmati makanan yang diberikan kak Gege untukku.

“Eh, lo sama Yoona pesan satu kamar, Ge?” aku yang ingin menyela namun disambut oleh kak Gerlad yang mengatakan, “iya gue tidur bareng sama baby gue.”

Dan aku melihat Zee yang menatap kak Gerald dengan begitu sinis dan tajam. “Gpp, kan. Lagian kalian berpasangan juga. Lah kami gak mungkin sendiri-sendiri.”

“Twin bed, kan?”

Tapi… “Harus banget lo, tidur sama dia gitu?” tanya Zee yang menyela pertanyaan Charin pada kak Gerald.

Aku hanya bisa diam, karena ya udah deh. Kak Gerald juga sering bercanda, menurut aku. Karena ada dianya pun, suasana diantara kami semua lebih hidup.

“Ya gpplah. Biar ada teman gue cerita tengah malam.” Aku hanya tersenyum dengan ucapan kak Gerald, yang sejujurnya aku memang membutuhkan teman untuk bercerita ketika kami sedang berlibur dan disaat malam hari tiba, aku merasa kesepian kalau sendirian.

“Siapa, tahu gitu…,”

‘Siapa tahu apa, ha?! Awas aja lo macem-macem dengan adik gue.”

“Ya gak mungkinlah gue ngomong dengan lu semua, apa yang gue lakuin dengan Yoona berdua di dalam kamar.” Aku kembali tersenyum dan berusaha menahan tawa dengan apa yang dilontarkan kak Gerald dengan yang lainnya.

Tapi, aku kaget ketika Zee yang menekan kuat pundak kanan kak Gerald dan membuat kak Gerald menjerit kesakitan dengan seketika.Dan suasana ini, disisipkan dengan tawa, ketika kak Gerald yang dihajar singkat oleh Zee.

“Gue mulu perasaan yang jadi sasaran.”

“Sakit ya?” tanya ku refleks pada kak Gerald.

“Banget baby.”

“Iyuwwhhh najis lo, sok imut Ge.”

“Ge lu gak cocok jadi cowok.”

“Baperan, kan yang?”

“Terlalu imut dianya Rin.”

“Kok gitu ngomongnya?”

“Hayoloh V, suka, kan sama gue.”

“Najis, bangsat!”

Tapi, aku menyela dalam pembicaraan mereka semuanya. “Ge, aku udah selesai makan. Ayo.”

“Ayo deh, ampun gue disini.”

Dan ketika aku dan kak Gerald beranjak berdiri, Zee seketika itu mengatakan, “mau kemana lu berdua?”

“Ke depan, Zee.” Sahutku kembali singkat.

“Emang gak bisa apa nunggu kita semua selesai?”

“Eunggg…” Aku bingung harus jawab apa saat ini.

“Woi! Serius amat Zee.”

“Kenapa sayang?”

“Ya mikir aja kali. Perginya bareng-bareng tapi sampai disini malah tunggal, bisa, ha?”

Aku kembali terdiam, dan tidak dapat melawan Zee kalau sudah berbicara. Nada bahkan kata singkatnya yang terkadang begitu menyelekit. Yang mungkin, memang perawakan wajah yang begitu tegas, dengan sudut matanya yang terlihat begitu runcing membuat dirinya terlihat menyeramkan dan segan untuk dibantah.

Dan hal ini, membuat suasana seketika senyap sesaat. Sampai akhirnya kak Vante beranjak dan meminta kami semua untuk beranjak dan menghabiskan waktu di Menara Eiffle, yang memang kebetulan kami memesan kamar hotel tepat di depan Menara Eiffle yang memakan waktu 15 menit untuk berjalan sampai disana.

Sesampainya kami di Menara Eiffle, aku yang lebih memilih berjalan sendirian daripada ikut mereka yang terlihat sedang mengambil beberapa foto. Dan memilih untuk duduk ditembok yang belakangnya terdapat Menara Eiffle kalau aku menoleh ke belakang.

“Yoo.”

“Ha?” aku kaget saat Zee memanggilku, Dan, sembari menatapnya dengan pose yang aku pikir begitu gak layak saat wajahku hanya diam, dia mengambil gambar ku tepat di belakang Menara Eiffle ini.

Namun, aku melihat senyum yang tersemat disudut bibirnya. “Lo ngapai Zee?”

“HA?”

“Lo ambil foto gue ya?”

“Enggaklah! pedean lo. Gue lagi fotoin tower yang di belakang lo.”

Ah, ternyata dia bukan mengambil fotoku. Malunya aku yang kepedean, mengira dia mengambil fotoku yang secara candid. Dan untungnya aku belum sempat mengeluh padanya. Tapi kali ini, kak Gerald menghampirinku. “Minggir lu berdua, ganggu aja!” aku kaget, saat Zee terlihat terganggu dengan adanya aku dan kak Gerald yang baru aja masuk dalam keadaan saat ini.

“LO BERDUA MENGHALANGI GUE!” dan aku kaget, Zee mengatakan dengan nada yang sedikit meninggi.

“S..sorry Zee.”

“Sensian banget lo.”

“Ayo, Yoona.”

“I…iya…”

Aku memilih berlalu bersama dengan kak Gerald. Cukup shock membuatku hanya diam saat berlalu dan berjalan menelusuri Menara. “Gila tuh anak. Perasaan dari tadi sensian mulu dengan gue.”

“Perasaan lo aja kali.” Aku mencoba untuk tidak membuat kak Gerald kesal dengan Zee yang menurutku memang keterlaluan tadi.

Kami memutuskan untuk sibuk dengan masing-masingnya. Aku tetap bersama dengan kak Gerald, mencari spot untuk menjadi background fotoku.

Cukup lama kami keliling dan mengambil beberapa foto sampai akhirnya aku kembali berjalan, ketika sekilas mendengar Nana yang mencari Zee. Dan aku kembali memutuskan untuk melangkahkan kakiku. Kali ini aku memilih berjalan sendirian, saat kak Gerald memutuskan berbicara dengan kak Vante.

Namun, langkahku terhenti saat aku melihat seorang lelaki dengan jaket jeans yang dibalut dengan hoddie hitam bertopi di dalamnya. Bahkan celana jeans hitam yang senada dengan kacamata hitam ketika lelaki itu duduk sendirian menikmati rokok yang ada di dalam genggamannya.

Aku pikir, dia gak takut kalau ada tempat yang melarang untuk merokok, tapi saat dia mengalihkan pandangannya. Aku, “Zee, Nana cariin lo.”

“Udah selesai senang-senangnya?”

Dia malah buat aku kebingungan dengan apa yang dia ucapkan barusan. “Maksudnya, apa?”

“Harus gitu, dekat sama Gege terus?”

“Nana cariin lo di ujung.”

“Gak usah ngalihkan pembicaraan.”

“Zee…,”

“Lo emang satu kamar sama si Gerald?”

“Iya.”

“Harus, ha?”

“Ya gpp, kan? Biar aku juga ada teman.” Kenapa aku malah membenarkan ucapan kak Gerald tadi.

“Tapi gak harus dia!”

“Terus sama siapa?” Aku bertanya, dan Zee hanya diam berbanding seperti sebelumnya.

“Nana gak mungkin. Charin apa lagi. Udah deh, sana. Lo dicariin tuh dengan Nana, kasihan dianya.”

“Pokoknya, jangan gue denger lo malam ini tidur satu kamar dengan Gerald!”

Tanpa mendengar ucapanku, Zee beranjak pergi dan membuatku kembali kebingungan dengan maksud yang selalu aja gantung dalam ucapannya.

**

**

**


 

Shangri-la Hotel, 20.09

Malam ini Zee dan yang lainnya kembali lebih awal. Gerald dan Yoona yang saat ini berada di dalam kamar berdua. Mereka terlihat menikmati permainan kartu yang mereka bawa. Akan tetapi Charin dan Vante yang masuk melalui connecting room yang mereka pesan sejak awal.

“Astaga, beneran ya?” tanya Charin sembari berjalan masuk bersama dengan Vante di belakangnya.

“Iyalah, gak percayakan lu berdua.”

“Ikut deh gue.” Sahut Vante yang duduk di samping Gerald seketika. Begitu pula Charin yang ikut duduk di samping Vante, kekasihnya.

Mereka terlihat konsen bermain kartu yang ada di dalam genggaman masing=masing. Akan tetapi, seseorang yang mengetuk pintu membuat Gerald beranjak dan membuka pintu tersebut. “Zee, ayo main kartu.” Ucap Charin menawarkan pada Zee yang berada diluar. Dan sekilasnya, Yoona melihat Zee beranjak masuk ke dalam ruang kamar ini.

“Ngulang lagi dong.”

“Gpp, V lebih seru.” Sahut Gerald kembali.

“Eh, kalian aja ya. Gue mau mandi, gerah banget rasanya.” Ucap Yoona yang beranjak dan berjalan menuju kamar mandi di dalam kamarnya. “Beib, mandi yang wangi ya.” Dan sekilas Yoona hanya tersenyum dengan ucapan yang dilontarkan Gerald.

Dan, gadis itu memutuskan untuk berendam air hangat yang diisi dengan bomb bath yang ia bawa diperlengkapan mandinya. Saat itu pula Nana yang masuk ke dalam kamar Yoona. Yang akhirnya. Mereka semua berada di satu kamar bermain kartu yang sering mereka mainkan, untuk membunuh waktu yang ada.

“Cariin Zee, ternyata disini main kartu.” Ucap Nana yang sembari menatap Zee terlihat fokus dengan permainannya saat ini.

“By the way, Yoona mana?” tanya Nana kembali. “Paling berendam di dalam kamar mandi dianya.” Sahut Gerald yang ikut terlihat fokus dalam permainannya.

“Wait guys, gue ambil Vodka ya.” Ujar Charin beranjak dari keadaannya dan memilih kembali ke kamarnya dari pintu connecting room.

Malam yang semakin larut dengan permainan yang semakin memanas, ketika Zee menawarkan untuk bermain dengan menggunakan uang sebagai taruhannya. Dan seketika itu pula, Zee lebih memilih untuk mengeluarkan uang dollarnya dan membuat Gerald bahkan Charin terlihat speechless dengan dirinya.

Mereka terlihat setuju dengan Vodka yang menjadi teman disela permainan yang masih berlanjut. Namun, Zee yang memutuskan untuk beranjak berdiri dan beranjak keluar. Lelaki itu memutuskan untuk kembali ke kamarnya, tanpa siapapun ketahui apa yang dilakukannya saat ini.

Lelaki ini terlihat duduk begitu tenang ditepi tempat tidur kamarnya. Namun, di dalam genggaman itu terdapat suntik berukuran 3ml dan satu ampul bening dibotol kecil kaca. Zee mengikat pertengahan lengannya. Menahan agar darah itu tidak mengalir ketika ia menyuntikan cairan putih tepat divenanya.

Matanya yang terlihat menahan perih ketika cairan itu perlahan masuk ke dalam nadinya. Tatapan itu setelahnya terlihat begitu tenang dalam keadaannya. Akan tetapi, tidak lama setelah Zee merapikan suntikkan dan ampul yang kembali ia masukkan ke dalam tas miliknya, Nana masuk ke dalam kamar itu.

“Sayang?”

“Hm?”

“Kamu ngapai?”

“Gak ada.”

Fyi, Zee terlihat begitu santai membawa obat berjenis terlarang selama di bandara, dengan sebuah resep dari dokter khusus yang memberi izin kepadanya. Tanpa siapapun ketahui, terkecuali Gerald dan Vante.

Dan ketika itu pula, Zee yang beranjak keluar dari dalam kamarnya. Namun, Nana menahan pergelangan tangan lelaki itu. “Kenapa?”

“Gak usah balik ke kamar Yoona. Sini aja ya?”

“Bosen.”

“Gak Zee.”

“Gue mau main kartu.”

“Disini aja, gak usah balik kesana.”

“Apaan si Na.”

“Please.”

“Enggak.”

“Kamu kenapa si dengan aku?”

“Emang gue kenapa? Perasaan biasa aja gue.”

“Hhhh… aku mau tanya dengan kamu. Sebenarnya kamu suka gak sama aku?” Pertanyaan itu sama sekali gak digubris oleh Zee.

“Zee jawab aku?”

“Gue gak suka sama lo. Udah, kan?”

Dan Nana terdiam sejenak, mencoba untuk menahan dirinya, sampai akhirnya, “Kamu suka dengan siapa? ada perempuan lain, kan yang kamu sukai?”

“Gak ada.”

‘Terus?”

“Udah deh, gue malas ngebahas ini.”

“Kenapa Zee? Kita lagi liburan. Bisa gak, jangan bertengkar.”

“Gue gak ngajak lo bertengkar perasaan. Udahlah, gue mau keluar, gak usah nahan gue.”

“Selesaikan.”

“Apa yang mau gue selesaikan?”

“Kita udah pacaran 2 bulan dan sama sekali gak ada gitu perasaan ke aku?”

“Dari awal, kan gue udah ngomong. Kalau gue gak bisa pacaran sama lo. Tapi, lo tetap aja maksa dan bilang kalau bisa dicoba. Sekarang, kayak gini lo gak bisa terima.”

“Zee…,”

“Oke gue jujur. Na, gue gak bisa pacaran sama lo.” Nana tak dapat berkata apapun saat ini selain Zee yang kembali berbicara. “Kita putus aja.”

Namun seketika itu juga, Nana menangis dengan pengakuan Zee yang membuat hatinya begitu sakit. “Aduh, Na. Kepala gue pusing! please lah.”

“Siapa?”

“Apanya, siapa?”

“Jawab jujur. Pasti ada perempuan lain, kan?”

“Iya!” tegas Zee dengan nada kesalnya.

“Siapa Zee?” Nana mencoba untuk tenang dalam tangisan yang perlahan dia coba untuk hentikan.

“Gak perlu tahu siapa.”

“Charin? Atau Yoona?”

Zee hanya diam, dengan pertanyaan Nana saat ini. “Jawab, Zee?”

“Gak ada diantara mereka.”

“Terus?”

“Yang jelas gak ada diantara kalian bertiga.”

“Jadi kita beneran putus?”

“Hm.”

“Zee.” Panggil Nana yang kembali menangis.

“Gue Cuma anggap lo teman Na. Gak lebih dari teman. Dan seharusnya gue ngomong dengan lo sejak awal. Tapi tenang, kita tetap berteman saat ini. Gue gak akan menghindari lo. Dan inilah gue, Na. Lo gak bisa maksa gue.”

“Janji kita tetap berteman?”

“Iya, sampai kapan pun, kita tetap berteman. Lo, Charin, V, dan Gerald.”

“Gimana dengan Yoona?”

Zee kembali terdiam dengan pertanyaan Nana saat ini. Namun, “Zee?”

“Iya, Yoona juga.”

“Seandainya, kalau kamu punya rasa sama Yoona, bisa gak kalau kamu tahan?”

“Kenapa?”

“Ya gak boleh Yoona pokoknya.”

Tatapan Zee terlihat begitu serius dengan ucapan Nana yang mulai memperingatkan Zee sekali pun dia berpikir itu tidak akan terjadi.

“Zee, jangan bilang kamu suka sama Yoona? adik aku, dan kalau kamu suka sama dia sama aja kamu nyakiti aku.”

“Hhhh…. Iya. Gue gak akan suka sama Yoona. Dan gak akan pernah suka dengan Yoona. Sekarang, gue udah bisa keluar, kan?”

‘Hm, iya.” Sahut Nana dengan nada pasrahnya saat ini.

Nana dan Zee memutuskan untuk kembali ke dalam kamar yang terisi oleh Yoona dan yang lainnya.

**

**

**

22.09

Yoona yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Disambut Zee yang kembali masuk dengan menatap gadis itu. “Lo baru selesai mandi?”

“Iya, gue baru siap berendam.”

“Sayang pakai bajunya, nanti lo masuk angin.”

“Iya, ini mau pakai baju kok Ge.” Dan Yoona kembali masuk ke dalam kamar mandi. Lalu setelahnya, dia memutuskan untuk beranjak naik ke atas ranjang tempat tidur. Gadis ini memilih untuk tidur lebih awal ketika teman-teman yang lainnya masih terus menikmati permainan kartunya. Bahkan dijam yang hampir pertengahan malam itu, Charin yang memesan makanan dan menikmatinya dengan mata yang mulai berat.

Namun saat itu, Gerald yang naik ke atas ranjang yang di sampingnya terdapat Yoona yang sudah tertidur sejak tadi. Tapi, Gerald terlihat membuat Yoona kaget seketika. “Astaga Ge.”

“Maaf ya. Maaf kalau banguni lo. Pindah ke kamar Charin ya.”

“Gaklah, gue udah mager banget.”

‘Gue gendong deh.”

“Ih, apaan deh. Gak usah.”

“Halah bilang aja kalau lo itu cari kesempatan, kan?”

“Gak gitu anjir!”

“Eh, lo kenapa diam aja Na?”

“Gpp gue Rin.”

“Kalau gak enak body, bilang sama gue atau yang lain.”

“Enggak kok. Gue gak kenapa-kenapa.”

Lalu dengan keadaan yang tidak mood, Nana merebahkan tubuhnya di samping Yoona, yang kebetulan pula Gerald pun akhirnya tidur di samping Yoona. Gadis itu berada dipertengahan diantara Nana dan Gerald. Waktu terus berjalan, dalam keadaan Vante dan Charin yang memutuskan untuk beranjak tidur. Berbeda dengan Zee yang masih terjaga dimalamya.

Zee menatap Yoona yang tertidur pulas. Menatap dengan tatapan Kesalnya, dan seketika menarik pergelangan tangan Yoona. Hal ini, membuat Yoona terbangun seketika.

“Pindah.”

“Eunggg, Zee ada apa?”

“Lo pindah Yoona.”

“Sakit, Zee.” Ucapnya pelan dengan nada meringis ketika Zee menggenggam kuat pergelangan tangannya.

‘Buruan!”

“Ya aku mau pindah kemana? Ini juga kamar aku.”

“Pindah ke kamar gue di depan.”

“Gue ngantuk Zee.”

“Pindah!”

Dengan memalasnya, Yoona lebih memilih untuk pindah ke kamar Charin, sedikitnya otaknya masih berpikir, dia tidak ingin Nana berpikir aneh, saat Zee meminta dirinya pindah ke kamar mereka.

Dan keesokkan harinya, sebelum jam makam siang Zee dan yang lain terlihat sedang berjalan-jalan dipinggiran kota Negara itu. Charin yang terlihat sejak semalam merasa kalau Nana terlihat begitu aneh karena dirinya hanya diam tidak seperti biasanya.

“Na, lo kenapa? Dari semalam gue perhatiin kalau lo diam aja. Gak kayak biasanya.”

“Gue putus dengan Zee. Lebih tepatnya diputusi sama Zee langsung.”

Yoona dan Charin kaget mendengarkan pengakuan yang dilontarkan oleh Nana siang ini.

“Bukan yang semalam kalian baik-baik aja, kan?” tanya Yoona kembali.

“Iya. Tapi semalam pas gue tahan dia pas dikamar kita. Gue dan dia cekcok gitu dan lebih parahnya, dia ngomong kalau dia gak punya perasaan sama gue.”

“Astaga, kelewatan banget deh si Zee.”

“Gue juga gak paham Rin. Dia juga bilang sama gue kalau dia suka dengan cewek lain yang gue gak tahu siapa. Tapi yaudalah. Entar juga lama-lama gue terbiasa. Sakit memang, Cuma gak mungkin gue pertahankan, kalau orangnya sendiri gak suka dengan gue.”

Ungkapan yang dilontarkan Nana hanya mampu membuat Charin dan Yoona meminta gadis itu untuk sabar dan cepat melupakan laki=laki yang gak bisa menerima perasaannya. Bahkan, Charin juga mengatakan kalau hubungan mereka masih terbilang baru.

Disisi ujung, Zee yang menatap seorang gadis dengan sifon crop berwarna putih yang dipadu dengan celana jeans biru dongker panjang dalam balutan boots tinggi berwarna hitam, yang sekilas menangkap pandangannya. Namun gadis bernama Yoona itu kembali mengalihkan pandangannya dengan tatapan ketat yang membuat Zee mengernyit kebingungan.

“Yoo?” panggil Zee singkat.

“Hm.”

“Lo kenapa?”

“Kenapa, apanya?”

“Gak enak gitu lihat gue?”

“Gpp!” ucapnya singkat sembari menatap ke arah lain.

“Lo marah ya sama gue?”

“Ngapai gue marah sama lo.”

“Yah, mungkin Karena gue banguni semalam.”

“\Enggak.”

“Terus?”

“YA ENGGAK MARAH!” Yoona sedikit menekan nadanya.

“Kok jadi ngebentak gue?” Zee mulai terlihat menahan emosinya.

“Gue gak ngerasa ngebentak kayaknya.”

“Aneh lu.”

Dan Yoona lebih memilih untuk berlalu dari hadapan Zee. “Gue belum selesai ngomong.” Akan tetapi, Yoona tidak menggubrisnya. Dia lebih memilih berbicara dengan Gerald yang kebetulan tidak terlalu jauh dari jaraknya.

“Malam ini kita bakalan pindah ke Villa.” Ucap Vante pada Charin.

‘Nana diputusi Zee.”

“Tahu dari mana?”

“Nana cerita tadi sama aku.”

“Pantes aja, pada diam-diaman.”

“Terus gimana?”

“Yauda, entar kita coba untuk tinggalin mereka di Villa dan kita berempat keluar.”

Charin mengangguk setuju dengan apa yang diucapkan Vante untuk permasalahan kedua temannya.

**

**

**


 

Italy, 21.08

Cafe…

Sesampainya mereka di Italia, Yoona, Charin, Gerald dan Vante memutuskan untuk berada di cafe yang tidak terlalu jauh dari Villa yang mereka sewa. Yah, seperti yang disarankan oleh Vante sebelumnya, memutuskan untuk meninggalkan Zee berdua bersama dengan Nana di Villa berdua. Maksud hati, ingin membuat Zee dan Nana kembali baikkan dan berharap Zee mengurungkan niatnya untuk memutuskan Nana, yang saat ini mereka sedang menikmati liburan bersama-sama.

“Lo semua yakin ninggalin Zee dan Nana berdua di Villa, gitu?” tanya Gerald yang sedikit meragu, ketika dia sendiri pun cukup sadar, bagaimana sikap Zee yang diketahui.

“Ya gimana Ge, ini cara yang menurut gue cukup oke untuk hubungan mereka saat ini.” Ujar singkat Charin yang secara tidak langsung membela niat baik yang dikatakan Vante tadi.

“Masalahnya, lu semua tahu Zee gimana. Sekali dia ngomong enggak, dia akan kekeh dengan ucapannya. Udah deh, dari pada kita semua disemprot sama omongan nyelekit dia, lebih bagus kita balik aja.”

“Tapi, kan Ge…” Charin yang masih kekeh dengan keinginannya. Berbanding terbalik dengan Yoona yang hanya diam saat ini.

“Tapi yang dibilang Gerald benar. Dan gue malah gak mikir sejauh ini. Yaudalah, ayo kita balik aja.” Singkat Vante yang mulai meragu dengan apa yang dia ucapkan sebelumnya.

Mereka memutuskan untuk beranjak kembali. Namun, Yoona yang terlihat masih terduduk. “Kalian duluan aja, gue masih mau duduk disini. Lagian Villa, kan di depan.”

“Gue temeni ya Yoo?”

“Gak usah Ge. Lebih bagus, lo balik dengan Vante dan Charin deh. Feeling gue, Zee emang akan marah. Dan lo bisa bantui Vante. Kalau kita balik bersamaan, itu membenarkan kalau kita ngelakui hal kayak gini ke mereka. Aku gak ingin Nana jadi sasaran amukkan Zee.”

Yoona terlihat begitu bijak dalam menyikapi hal yang sedikitnya ragu mereka lakukan. Namun, yang dikatakan oleh Yoona ada benarnya ketika mereka yang merasa bersalah, itu akan terlihat keterlaluan kalau kembali secara bersamaan.

“Sumpah ya, gue ngerasa ini bukan liburan guys.” Ujar Gerald kembali.

Sampai akhirnya, mereka bertiga memutuskan untuk kembali bersama. Berbanding terbalik dengan Yoona yang masih berada di Cafe sendirian. Namun, hatinya gak begitu tenang ketika melarikan diri dari permasalahan yang secara gak langsung dia pun ikut adil dalam keadaan meninggalkan Zee dan Nana yang berdua saja.

Akan tetapi, Yoona sedikit kesal dengan Zee yang seenaknya, memutuskan Nana begitu saja. Yang akhirnya Gadis ini memutuskan kembali ketika Gerald, Vante dan Charin yang berhadapan dengan Zee.

“Dari mana lo?”

“Gue jalan cari angin sama V berdua, Zee.”

“Oh gitu, terus kalau lo, Ge alasannya apa?”

“Alasan apa? orang gue duduk di depan Villa dan ketemu mereka yang baru aja balik.”

“Villa mana?” tanya Zee kembali dengan nada santai yang disambut senyum sinisnya.

Charin terlihat begitu ketakutan dengan sikap Zee yang menatap ketiga teman-temannya. Namun, Vante begitu yakin, kalau Zee terlihat baru saja memakai obatnya dengan wajah yang terlihat sembab dan matanya yang terlihat sedikit memerah dengan raut wajah yang begitu kelelahan.

“Sekarang pada main tunggal ya? Biar gue tahu, biar gue juga gak perlu nunggui lu pada. Dan kalau perlu, ngapai juga gue ikutin lu semua buat liburan kayak gini.”

“Zee, kayaknya lo salah paham deh dengan kita-kita.”

“Salah paham gimana Rin? Salah paham, yang ngebiarin gue berdua dengan Nana di Villa. Itu, kan maksud kalian semua?”

Charin terdiam dengan ucapan Zee yang menebak dengan benar apa yang mereka bertiga lakukan.

“Kenapa kayaknya, lo semua pada maksa gitu?”

“Gak ada yang maksa Zee.’ Sahut Yoona yang ikut dalam keadaan ini.

Ucapan itu, membuat Zee menoleh ke belakang begitu pun Charin, Vante dan Gerald yang melihat kehadiran Yoona diantara mereka.

“Lo itu terlalu baperan. Lagian, masing-masiing juga punya keinginan yang gak semuanya dilakukan secara bersama-sama.”

“Oh ya?”

Yoona tersenyum menatap lelaki yang terlihat menakutkan dalam tatapan matanya. ‘Udah deh, pada bubar. Gak usah pada berdebat, lagi liburan juga.”

Zee menahan emosinya dan memilih untuk beranjak pergi dari keadaan mereka berempat. “Jantungan gue anjir!” singkat Gerald, dengan menghela napas leganya.

Charin dan Vante yang terlihat begitu bersalah dengaan apa yang terjadi. “Dari awal ini memang kesalahan kita. Kenapa kita memaksa dia buat pacaran dengan Nana.” Dan ucapan ini tidak mampu membuat Gerald dan Charin jawab.

“Udah terlanjur V. Yaudalah, lagian mereka juga udah putus. Putus dalam keadaan baik-baik, kan?”

“Apa kita terlalu ikut campur ya?”

“Enggak Rin. Udah ayo masuk. Ngapai masih disini.”

Akhirnya, mereka memutuskan untuk masuk ke dalam Villa yang disambut oleh Nana di dalamnya. “ada kemana si, ninggalin gue?”

“Sorry beib, niat kita semua mau bantui lo supaya baikkan dengan Zee.”

“Kalau guenya mau. Tapi, Zee gak mau Charin.”

“Udahlah, cari cowok lain aja. Gak pantes, cowok kayak gitu dipertahankan.” Yoona mulai menunjukkan sikap ketidaksukaannya pada Zee. Gadis ini mulai membenci lelaki yang sejak awal dia sukai secara diam-diam.

Tapi Nana menunjukkan sikap kalau dirinya tidak bisa melepaskan Zee begitu saja. Bahkan Nana terlihat mulai kembali menangis di depan teman-teman yang lainnya.

“Kok jadi nangis si?”

“Gue beneran sayang dengan Zee, Rin.”

“Dan gue, menarik perasaan gue buat  cowok seperti Zee.’ Ucap Yoona di dalam hatinya.

Yoona memutuskan untuk meminta Nana berhenti menangisi laki-laki yang gak memikirkan perasaan dirinya. Bahkan, Yoona juga mengajak Nana untuk masuk ke dalam kamar. Yang malam ini, Nana tidur bersama dengan Yoona dan Charin yang menemani dirinya.

Lalu, ketika malam yang semakin larut menyampiri. Diluar Villa, Vante yang melihat Zee yang masih begitu setia duduk dikursi berjenis kayu. “Zee?”

“Hm.”

“Sorry.”

“Hm.”

“Gak seharusnya, kita semua bersikap childish seperti ini.” Ujarnya tanpa mendengar respon dari Zee yang ada di sampingnya.

“Gue gak seharusnya, memaksa lo buat balikkan dengan Nana.’ Yang sekali lagi, Zee tidak berucap untuk jawaban yang diberikan Vante pada dirinya.

“Zee?”

“Gue gak permasalahkan itu lagi V.”

“Kalau begitu, apa gue tahu siapa dia? apa gue pernah lihat dia, atau lo baru kenal dari club?”

“Enggak.”

“Terus?”

“Gak ada. Gue lagi gak pengen punya hubungan.”

“Gue tahu lo seperti apa.”

“Ada satu cewek yang beneran buat gue gak bisa nyentuh dia. Padahal, disaat itu dia beneran lagi ketinggian, dia mabuk… gue ngetes dia. Lo tahu, apa yang dia lakuin ke gue?” senyum Zee yang menatap Vante seketika.

“Dia nolak gue V. Niat banget gue anj, sialan. Gue pengen tidurin dia. Tapi selalu gak berhasil. Dia buat gue kesal pastinya.” Zee terlihat begitu nyaman ketika menjelaskan seorang perempuan yang begitu dia sukai.

“Terus?”

“Karena gue penasaran, ujung-ujungnya gue cari tahu tentang dia. Tapi tetap aja gak bisa. Padahal lo juga tahu, gue tinggal milih, buat pacaran dengan siapa aja. Cuma… gue gak bisa jadiin dia sebagai milik gue. Gak semudah itu V. Dua bulan men, gue terus cari cara buat dekati dia. Hasilnya nol!”

“Sampai sekarang?”

“Yah, sampai sekarang gue masih jadiin dia target untuk gue. Harus dapatlah.”

“Terus kalau udah dapat?”

“Ya dipakai, abis itu tinggalin.”

“Hhhhhh… as always. Udah ahk, gue tidur duluan.”

“Hm.”

“Lo gak tidur?”

“Bentaran lagi.”

“Yauda, night bro.”

“Hm, night too.”

**

**

**


 

Zee Pov…

Seperti malam-malam sebelumnya. Gue akan terjaga diwaktu malam ketika orang-orang sudah terlelap dalam tidurnya. Jam berada tepat diangkat 1 pagi buta. Yang dimana semuanya sudah tidur karena kelelahan saat memutuskan untuk beranjak ke Italy dari Negara Paris.

Entah kenapa rasanya malam ini badan gue terasa begitu berat dan otak gue begitu lelah. Rasanya ingin merebahkan tubuh ini, tapi mata yang gak bisa diajak kerja sama. Pikir gue, ini berkat obat  yang gue gunakan. Dimana keadaan gue bakalan turun naik dalam mood saat ini.

Tapi yang jelas, tubuh gue begitu lelah dengan mata yang segar. Padahal, kalau bisa diperhatikan, mata gue pun udah merah karena kelelahan.

“Hhhh…”

Tadinya, gue sendirian, saat pandangan gue bertumpuh pada seorang gadis yang turun dari lantai dua. Dia terlihat memakai piyama dress mini yang menunjukkan lekukkan pada tubuhnya. Dan, entah kenapa rasanya begitu gerah saat dia yang sadar melihat gue, tapi justru gak menyapa gue yang jelas-jelas pandangan kami tengah beradu sejak tadi.

Cukup membuat gue semakin penasaran dengan dirinya. Memutuskan untuk mengikutinya, yang berjalan ke arah dapur. Dan saat dia terlihat meneguk air mineral, gue langsung memeluk tubuhnya dari belakang. “Zee?”

Udah pasti, dia bakalan mengucap nama gue dan berusaha menatap gue yang memeluknya dari belakang. Lagi, gue juga merasa kalau dia begitu risih dan ingin melepaskan pelukkan yang gue lakukan padanya. “Yoo?”

“Apaan si?” dengan nada ketus sekaligus terdengar begitu kesal berbicara dengan gue. Dia masih terus berusaha untuk melepaskan pelukkan yang gue berikan untuk dia. “Yoona, gue mau tanya sama lo?”

“Lepasi!”

“Yoo, mau coba sama gue gak?’

“Lepasin Zee!”

“Jawab dulu.”

“Gue gak paham apa yang lo maksud. Lepasin sekarang juga!”

“Yoo, gue pengen coba tidurin lo!”

“Zee! Lo gila, ha? Lo lagi mabuk?!”

“Enggak. Gue sadar kok.”

“Z..zee.”

Gue mulai mendengarkan nada yang mulai ketakutan yang tercipta dari bibirnya. Membuat gue semakin mengeratkan memeluk tubuhnya. Dan, dengan rasa begitu penasarannya, dengan tangan kanan ini mulai mengelus pahanya. Bahkan tangan kanan ini berusaha untuk mengangkat piyama dress mini yang dia kenakan. Ketika tangan mungil ini berusaha untuk menahan tangan gue dari pahanya yang terasa begitu lembut saat tangan ini menyentuhnya. Dia terus berusaha mencoba untuk melepaskan tubuhnya dari pelukkan yang masih gue sematkan dipinggangnya. Dengan rasa tidak perdulinya, gue terus membuat gadis ini tidak nyaman dengan perlakuan gak sopan yang gue ciptakan. “Lo gila, ya!”

 “Iya!”

“Zee! Gue teriak ni!”

“Silahkan aja. Kalau lo teriak gue jamin, Nana akan sakit hati melihat kita seperti ini.”Sahut gue yang menggila dan gak perduli jika memang dia berteriak.

“Kalau gue tahu gini. Mending dari kemarin, gue maksa lo. Gak harus mabuk, buat cari cara nidurin lo.”

“Maksud lo apa, ha?! Dimana sopan santun lo!”

“Ssssttt, lo bisa banguni mereka.” Bisik gue didaun telinganya, saat gue pun mulai mencium leher jenjang miliknya.

“ZEE!!”

Yah, dia mulai berteriak. Membuat gue memutuskan untuk menariknya masuk ke dalam kamar yang berada dilantai bawah villa ini. Tanpa menggubris rasa ketakutannya, gue mengunci pintu kamar dan kembali mendekati dia. Dengan sikap kasar memaksa. Gue mencium dengan kasar bibir mungil miliknya. Rasanya begitu manis dan begitu candu untuk gue terus melumat semakin dalam menarik yang sesekali memainkan lidahnya.

Perlawanan? Tentu aja dia melawan. Membuat kedua sudut bibir gue tartaric tersenyum sinis, setelah berhasil mencicipi bibir yang sejak tadi melontarkan kata-kata yang berani untuk melawan gue.

“Hei, berhenti untuk melawan. Percuma, gak ada gunanya Yoona.” Sahut gue dengan menggodanya. Yang kali ini, dengan begitu mudah menindih tubuhnya yang paling gue nantikan sejak dua bulan yang lalu. “Thanks sayang, uda izini gue lebih mudah dengan piyama yang lo gunakan.” Ketika gue berhasil melucuti piyama mini yang dia kenakan.

Rasanya begitu puas untuk mengerjainnya, yang seketika menangis setelah ketakutan semakin menyelimuti hatinya. “Gue gak perduli dengan tangisan lo.” Yang sekarang pun gue menanggalkan pakaian yang gue kenakan.

Hanya kata bahagia, yang bisa gue lontarkan ketika kembali menindih tubuhnya. Yang seketika itu pula, gue melakukan hal yang paling ingin gue lakuin sejak kemarin. Lalu, gue hanya mampu tertawa dengan kejam, ketika berhasil membuatnya menjerit kesakitan saat menikmati tubuh indahnya.

“G..gue minta maaf Z..zee, hikss… hiks…”

“Gue udah lupain itu sayang.” Bisik gue yang masih terus menggarai tubuhnya.

“P…pleaseee… s..sakit Zee.”

“Damn!” batin gue berteriak. Dia begitu candu untuk gue.

Membuat gue ingin terus menggarainya, tapiii “ANJ!”

Dengan refleks gue menampar pipinya setelah dia menggigit bibir gue yang ingin kembali melumat bibirnya. Gue yang semakin geram hanya mampu mengasari dengan menguasai tubuhnya yang semakin tidak berdaya. Dan ketika cair putih yang mulai mengalir gue tuangan di atas perut berwarna putih bak porselin ini.

Dengan napas yang tersengal-sengal gue meraih blanket untuk mengusap bersih sisa-sisa cairan putih yang gue tumpahkan diperutnya. Tangisannya masih terus berlanjut ketika gue memilih untuk tertidur di samping dirinya yang ketakutan.

“Lo ngukur seberapa dalam emosi gue, Yoona.”

“Hikss.. hiks.. hiksss..”

‘Gue pikir, gue cowok kesekian yang nikmati tubuh lo. Tapi ternyata, dugaan gue salah. Gue adalah cowok pertama yang menikmati tubuh lo.” Senyum gue bertengger atas kemenangan malam ini.

“Anggap aja ini hukuman, karena lo ngebentak gue dan bilangi gue baperan.”

Yah, gue menoleh menatap dia yang di samping. Gue tahu kalau dia sangat marah dan benci dengan gue. Sangat begitu jelas dari raut wajahnya.

“Brengsek!”

“Baru tahu?”

“Keluar lo!”

“Lo aja yang keluar. Gue mau tidur disini malam ini.”

Dan dia memilih untuk meraih piyamanya dan menggunakannya dengan tergesa-gesa. Tanpa melihat gue, dia beranjak keluar dari kamar ini.

“Hhhh… sekarang dia bakalan ketakutan sama gue. Lo berhasil Zee!”

“SHIT! Tolol lo anj!”

Iya, dia memang ketakutan. Di keesokkan harinya, ketika gue yang beranjak masuk ke dalam Villa dengan menikmati sebatang rokok. Gue melihat wajahnya yang begitu pucat dan berusaha untuk enggak menatap gue.

Sekali pun tatapan kami berpandangan. Dia terus membuangnya. Gerald, Charin dan Nana yang bertanya-tanya kenapa dengan dirinya. Tapi dia, memilih untuk bungkan dengan apa yang terjadi semalam. Ketika kami berenam memutuskan untuk berjalan keluar, gue memilih melangkah diakhir.

Gue melihat dia yang menggenggam tangan Gerald. Gue tahu, kalau lo emang ketakutan dengan gue. Tapi…

Kenapa lo makin aja ngelakui hal yang gak gue sukai? Lo gak peka apa, dengan sikap lo yang seperti ini, memancing gue terus berbuat hal gila atas diri lo Yoona. Dan,,, lo lihat aja nanti.

**

**

**

Yoonara Pov…

Seperti mimpi buruk yang menghampiriku. Rasanya begitu benci dengan diri sendiri setelah apa yang telah terjadi. Batin ini terus menjerit dan menangis. Ketakutan yang terus mengetuk hati dan pikiranku. Mengapa ada orang yang begitu tega melakukan hal yang begitu kejam terhadap diriku.

Kenapa kamu melakukan hal seperti ini terhadapku, Zee? Apa kesalahanku begitu fatal sampai kamu melakukan hal yang ingin aku lupakan saat ini. Hal yang membuatku seketika membenci diri sendiri. 

Kamu berhasil, membuat ku semakin benci denganmu. Bahkan, aku memang semakin yakin untuk menghapus perasaan ini. Aku benar-benar membencimu. Sekalipun aku melontarkan seribu kalimat yang sama, itu tidak akan membuatku puas.

Tahu, apa yang ingin aku lakukan? membunuhmu. Dan ku pikir, membunuhmu pun tidak akan bisa menghapus ketakutan yang perlahan menjadi trauma untuk diriku.

Liburan terburuk yang harus aku alami. Ketika mereka semua sedang memutuskan untuk merencanakan pesta barbeque di belakang taman villa. Sedangkan aku hanya diam tanpa mengucapkan kata-kata apapun. Hanya diam dan menggenggam tangan Gerald dengan begitu erat.

Sampai-sampai Charin dan Vante berpikir, kalau aku memiliki hubungan dengan Gerald saat ini. Yang tanpa siapapun ketahui, aku hanya berusaha menutupi rasa sakit dan ketakutan yang bercampur aduk membuatku gak karuan untuk melakukan apapun.

Yah, aku gak ingin jauh dari Gerald. Aku pikir, Cuma Gerald yang bisa membuatku terlindungi dari orang brengsek seperti dirinya. Iya, dirinya. Yang aku sendiri pun jijik untuk menyebut namanya.

Tapi yang paling membuat aku hancur, ketika dia “Na, balikkan ya?” iya, balikkan. Dia mengajak Nana untuk balikkan. Aku begitu hancur semakin hancur dengan segalanya. Apa yang ada di dalam pikiranmu, sampai melakukan hal seperti ini?

Aku ingin menangis. Tapi, air mataku tertahan. Aku gak bisa bertindak apapun. Rasanya ingin berteriak. Lalu aku? Bagaimana denganku Zee? setelah mendapatkannya, kamu mencampakkan aku begitu aja.

“Yoona lo, gpp?”

“Gpp kok Ge.”

“Tapi wajah loh pucat banget.”

“Mungkin karena emang sedikit kelelahan aja.”

“Yauda ini kita lunch dulu ya.”

“Hm, iya.”

Hanya bisa terus menerus menghela napas dengan begitu berat. Lagi, tidak ada ucapan lebih yang aku lontarkan kepada siapapun. Iya, menghela napas dengan begitu berat ketika melihat Nana dan Zee yang kembali bermesraan.

“Oh iya sayang, pelayan di Villa ngomong ke aku. Dia ganti sprei dikamar yang kamu tempati tapi katanya ada noda darah gitu. Kamu kenapa?”

Jantungku berdegup begitu cepat ketika Zee yang sejenak melirik pada diriku. Bagaimana kalau dia mengatakan kepada semuanya, Nana bisa memakiku habis-habisan… KENAPA JADI SEPERTI INI?!

Rasanya begitu ingin marah, “hidung gue mimisan.”

“Kenapa bisa mimisan, sayang?”

“Gak tahu.”

“Mau ke dokter?”

“Gak perlu lah. Mimisan doang, bukan kehabisan darah.”

“Tapi aku khawatir.”

“Gue gpp Na. Sehat-sehat aja kok. Gak akan tumbang gue.”

Gila! dia benar-benar gila dengan menyampaikan secara santai. Sedangkan aku, rasanya ingin berlalu dari tempat ini. Tapi… apa aku harus ngomong ke Nana, tentang hal ini?

Aku pikir, Nana gak akan percaya dengan apa yang aku ucapkan. Gak ada bukti yang bisa aku kasih ke Nana.

Sakit ini, apa aku harus telan sendirian? Dan akan terus menahan ketika dia pun memilih untuk kembali ke Nana?

Kenapa aku diperlakukan seperti ini?

Apa aku melakukan kesalahan yang begitu fatal?

Zee? kamu berhasil menghancurkanku.

 


 


 

 

 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya My Sugar Girlfriend; Page 11 - 20
2
0
Painkiller; aku percaya setelah hujan akan ada pelangi.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan