Before the Breakup Arc: Unexpected Spark

3
0
Deskripsi

Sebenarnya, dari mana awal mula Sasuke bisa jadian sama Hinata? Dan yang lebih penting, kenapa Uchiha Sasuke yang katanya 'sempurna' bisa sebego itu sampai mutusin cewek paket komplit?

Sebenarnya, dari mana awal mula Sasuke bisa jadian sama Hinata? Dan yang lebih penting, kenapa Uchiha Sasuke yang katanya 'sempurna' bisa sebego itu sampai mutusin cewek paket komplit?

Jawabannya: OSPEK.

Iya, OSPEK. Momen paling menyedihkan dalam sejarah murid baru, di mana mereka dipaksa bonding dengan manusia asing yang belum tentu bakal ngobrol lagi setelahnya. Momen penuh game ice-breaking yang cringe, senior-senior sok friendly tapi hobi bentak-bentak, dan tentu saja, tugas kelompok absurd yang bikin orang nggak akrab jadi terpaksa akrab.

Di sinilah awal mula kehancuran harga diri Uchiha Sasuke dimulai.

Sebagai pewaris kedua keluarga Uchiha, Sasuke merasa hidupnya udah lengkap tanpa perlu repot-repot berinteraksi sama makhluk sosial lain. Dia udah punya semuanya: wajah tampan, otak cerdas, dompet tebal, dan gengsi setinggi Burj Khalifa.

Dia dateng ke acara ini bukan karena mau, tapi karena harus—ya iyalah, mana mungkin murid baru Konoha High School bisa kabur dari pre-Ospek? Apalagi Ospek itu sendiri? Harusnya hidupnya bakal tenang, harusnya Ospek ini cuma formalitas yang nggak bakal mengubah hidupnya, harusnya seperti itu. 

Kelompok 18, alias kelompok yang Sasuke masukin ini, berisi kombinasi absurd antara bocil-bocil berisik dan calon pasien rumah sakit jiwa:
 

Sasuke, Naruto, Sai, Shino, Kiba, Hinata, Sakura, Ino, Matsuri, dan Saara.

Hari pertama pre-Ospek, semua masih sok friendly. Sakura dan Ino langsung autopilot jadi fangirl begitu liat Sasuke. Mata mereka berbinar kayak anak kecil yang baru dapet uang jajan segepok.

Sasuke? Nggak peduli, yang ada di kepalanya cuma satu: "Gue dateng, gue absen, gue pulang."

Kelompoknya baru kumpul sembilan orang. Satu orang lagi belum datang, tapi buat Sasuke, mau datang kek, mau enggak kek, bodo amat. Dia nggak mau ribet dengan harus berinteraksi lebih banyak.

Ah, Sasuke ... kalau saja lo tau siapa orang ke-10 ini, lo pasti nggak bakal sekalem itu

Sasuke sebenernya udah nahan bete dari tadi. Aula yang dipakai buat kumpul mirip sauna massal, hampir seribu murid dijejelin dalam satu tempat, dan panasnya bikin siapapun nyesel kenapa nggak bawa kipas angin portable dari rumah. Muka Sasuke udah nggak enak banget, levelnya udah pengen ngamuk. Apalagi Sakura sama Ino yang tiba-tiba berebut duduk dempet-dempetan di sebelahnya.

Tolonglah, kasih dia ruang bernapas.

Sungguh menyebalkan.

Hingga tiba-tiba—

"Permisi, ini kelompok 18 bukan, ya?" 

Sasuke nyaris langsung nyolot, refleks pengen nyeletuk, "Ya, lo baca aja papan ini. Kurang gede di mata lo?" 

Tapi sebelum mulutnya bergerak, otaknya nge-freeze total.

Rambut indigo sebahu, mata lavender yang terang tapi nggak menusuk, sorotannya sopan tapi ... kok bisa bikin dada mendadak sesak begini?

Sasuke mendadak takut kena sakit jantung dadakan, atau, jangan-jangan, ini bukan sakit jantung tapi efek ruangan yang kelewat pengap? Mungkin dia lapar dan haus? Atau bisa jadi ini GERD karena terlalu stres mikirin pre-Ospek yang nggak kelar-kelar?

Banyak banget kemungkinan, tapi yang pasti, otaknya error saat itu juga.

"Hinata, sini-sini!"

Sasuke menoleh karena suara berisik si anjing itu—Kiba, si cowok bertaring yang mulutnya nggak pernah bisa diem. Dengan pede level maksimal, Kiba narik seorang cewek buat duduk di antara dia dan seorang cowok berkacamata bulat berjaket tebal—yang nama dan keberadaannya nggak penting buat Sasuke.

"Untung kita satu kelompok! Kalo nggak, bisa habis gue dicecar Om Hiashi!"

Sasuke sebenernya nggak peduli sama ocehan Kiba, tapi sesuatu bikin telinganya kayak menangkap suara emas yang beda dari biasanya.

Hinata tertawa.

Bukan, bukan ketawa biasa. Ketawanya tuh haluuuus banget. Nggak berisik, nggak berlebihan, tapi berasa nyess di telinga.

Saat itu juga, Sasuke tahu hidupnya nggak bakal tenang.

Hinata yang baru duduk langsung dikerubutin cewek-cewek satu kelompok. Mereka ribut nanya parfum apa yang dipakai Hinata, soalnya sewangi itu, kayak iklan pewangi pakaian versi premium.

Sasuke yang tadinya berusaha tetap cool, melirik sekilas.

Oh, ini yang namanya Hyuuga Hinata, katanya dalam hati. Jelas ia tahu bagaimana menterengnya nama Hyuuga, secara keluarganya juga pembisnis.

Anak sulung Hyuuga Hiashi, pewaris keluarga super kaya, cantik, elegan, anggun, dan katanya bakal nerima warisan setara satu distrik perbelanjaan Tokyo.

Harusnya cukup. Harusnya.

Tapi kenapa matanya nggak bisa lepas dari Hinata?

Sasuke buru-buru mengalihkan pandangan, tapi terlambat—mata lavender itu nangkep dia basah-basah.

Hinata balik natap sambil senyum, dan sialnya senyumnya bukan senyum biasa.

Senyumnya sopan, tenang, tapi ada aura "I know I'm pretty" yang bikin Sasuke makin nggak bisa napas.

Refleks, Sasuke pura-pura sibuk ngerapihin seragamnya.

Abis ini gue ke Om Orochi deh, takut kena sakit jantung, Sasuke dan ovethinkingnya yang nggak membantu apapun.

Nyatanya, penderitaan Sasuke nggak berhenti sampai di situ, kawan.

Pre-Ospek ini bukan cuma sekadar ajang ngumpul, tapi juga tugas kelompok.

Dari sepuluh orang di kelompok, Ino—si pirang dengan jiwa kepemimpinan ala mafia—gercep mengkategorikan anggota kelompoknya berdasarkan kapasitas otak. Singkatnya: yang pintar disuruh mikir, yang bodoh disuruh jadi buruh.

Tanpa ba-bi-bu, Ino membagi kelompok jadi dua bagian:

Tim Pintar → Harus mikirin tugas dari kakak tingkat yang kayaknya lebih susah daripada ujian nasional.
Tim Bodoh → Disuruh ngurus kelengkapan OSPEK dan nyusun yel-yel yang kalau bisa, nggak bikin malu seangkatan.

Sasuke nggak perlu repot-repot nunggu pengumuman. Tentu saja, dia dan Hinata masuk ke Tim Pintar, bersama Shino dan Sai, karena di antara semua anak di kelompok ini, cuma mereka yang otaknya masih bisa dipakai.

Sementara itu, Tim Bodoh diisi oleh Naruto, Ino, Kiba, Matsuri, Saara, dan Sakura.

Sebenernya, secara akademik, Sakura bisa masuk ke Tim Pintar, tapi Ino—si ketua geng tanpa pemilu—langsung nyeret dia ke Tim Bodoh. Kenapa?

"Kita butuh satu orang waras buat nyusun yel-yel. Lo tau kan, kalau biarin Naruto yang bikin, nanti liriknya penuh 'dattebayo' semua?"

Sakura langsung pasrah.

Kelompok mereka akhirnya terbagi dua.

Di satu sisi, Tim Pintar serius nyusun draft tugas. Di sisi lain, Tim Bodoh lebih mirip geng tongkrongan yang bisanya cuma ribut.

Sasuke dan Hinata berkonsentrasi mengerjakan makalah tentang pahlawan desa Konoha. Shino dan Sai mengurus ide pentas seni. Apakah bakal bikin sandiwara? Teka-teki? Atau sekadar monolog puitis yang dramanya overload? Belum ada yang tahu.

Sementara itu, Tim Bodoh lebih banyak debat nggak penting:

Warna papan nama harus biru atau merah? Nama kelompok harus keren atau absurd? Nyusun yel-yel yang nggak bikin malu sekelompok—sebenarnya, lebih banyak ribut daripada kerja.

Harusnya, kegiatan mereka cuma itu. Harusnya. 

Sayangnya, Sasuke nggak seberuntung itu, karena kerja kelompok ini, mau nggak mau, dia harus berinteraksi intens sama Hinata.

Seperti sekarang, 

"Sasuke ..."

Sasuke refleks mendongak.

Iya, cantik? "Hn."

Oke, good. Masih cool.

"Kok melamun?"

Hinata tertawa.

BOOM. 

Sasuke kena mental. Bunga-bunga beterbangan. Badai angin di latar belakang. Slow motion. Kenapa ini cewek bisa secantik ini?

Sasuke buru-buru menunduk, kembali fokus ke catatannya. Harusnya dia nulis draft tugas tentang pahlawan desa Konoha, sebelum melengkapinya dengan pencarian di internet.

Harusnya.

Tapi, mau tahu apa yang malah dia tulis?

"Asdfghjkl Hinata cakep bgt!"

Mampus.

Jari-jarinya ngerasa berdosa.

Sementara Sasuke masih sibuk meratap catatan nggak jelasnya, Sai—yang sedari tadi curi-curi intip—langsung nyengir penuh arti. Dengan suara sok polos, dia nyeletuk santai, "Sasuke, lo setuju nggak sama ide Hinata tadi?"

Hinata dan Shino otomatis noleh, bingung. FYI, Hinata nggak ngomong apa-apa barusan, tapi Sasuke—si Uchiha yang gengsinya selangit—jawab tanpa mikir.

"Terserah. Biasa aja, sih."

Biasa aja?

Biasa aja?!

Hinata dan Shino otomatis bengong. Sementara Sai? Ketawa penuh arti. Satu hal yang makin jelas: Kalau Uchiha udah jatuh cinta, IQ mereka langsung turun drastis, dan Sasuke? Adalah contoh kasus pertama.

*****

Sasuke menghela napas, menatap layar ponselnya lama-lama. Grup WhatsApp Gamabunta terus-terusan ramai, dan entah kenapa namanya aja udah bikin males buka. Kenapa sih harus Gamabunta?

Lagi pula, kenapa pre-Ospek harus ada grup WhatsApp?

"Biar kita tetap koordinasi!" kata Ino.

"Biar kita bisa saling support!" kata Sakura.

"Biar nggak ada yang nyasar pas Ospek!" kata Saara.

Sasuke mengerutkan kening.

Iya, emang penting, sih, tapi ... kenapa isinya malah debat antara Naruto dan Kiba tentang siapa yang lebih kuat, Gamabunta atau Katsuyu?!

Dia udah mau mute grup itu, sampai akhirnya dia nggak sengaja ngelirik profil WhatsApp Hinata.

Oh.

Profilnya ... cantik banget.

Bukan selfie yang norak, bukan pose sok imut. Hanya potret setengah wajahnya yang tampak tenang, memegang seekor kucing Maine Coon berbulu tebal berwarna putih. Cahaya lembut dari jendela menyinari rambut indigonya yang tergerai rapi.

Sasuke mendekatkan layar.

Sumpah, ini estetik banget.

Hinata memang beda. Elegan. Berkelas. Aura mahalnya terasa sampe ke WiFi Sasuke.

Dia menghela napas. Apakah ini pertanda dia harus mulai pelihara kucing juga? Biar bisa modus? Biar ada alasan ngajak ngobrol? Biar kucingnya bisa playdate sama kucing Hinata terus mereka besanan?!

Sasuke buru-buru geleng-geleng kepala. Gila, ini kenapa pikirannya jadi ngaco?!

*****

[Grup WhatsApp: Gamabunta]

post-image-67cbc372964ac.jpg
post-image-67cbc37295792.jpg
post-image-67cbc37298da8.jpg
post-image-67cbc3729b159.jpg
post-image-67cbc372974e7.jpg
post-image-67cbc37299cf1.jpg
post-image-67cbc3729c73b.jpg
post-image-67cbc37294996.jpg

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Turmoil
11
1
Sekarang dia mengerti kenapa banyak wanita tergila-gila pada Sasuke setelah tidur dengannya sekali. Kenapa mereka selalu kembali, mengejarnya, bahkan rela dihantam kenyataan pahit bahwa pria itu tidak pernah menganggap mereka lebih dari sekadar teman tidur sementara. Semuanya masuk akal sekarang.Sasuke bukan hanya tampan. Dia bukan hanya berkarisma.Dia ... dia juga memiliki sesuatu yang di luar nalar.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan