
Kalau ada yang melihatnya dari luar, mungkin bakal berpikir: "Cewek ini beneran abis diputusin, nggak sih?"—jawabannya? Iya, beneran, tapi masalahnya, yang harusnya galau justru bukan dia, yang stress, kepikiran, dan nggak bisa move on ... itu Uchiha Sasuke.
Kalau kata Hinata, "I'm too rich & too pretty to be sad."
Putus cinta biasanya bikin orang galau. Playlist? Penuh lagu sendu. Story Instagram? Penuh quotes bijak yang maknanya ambigu, dan tentu saja, ritual wajib seorang mantan yang masih denial: Nge-stalk mantan sambil pura-pura bahagia. Makan nggak enak, tidur nggak nyenyak. Scrolling galeri sambil dengerin lagu galau. Minimal nulis caption healing padahal cuma pindah duduk dari ruang tamu ke kamar.
Kayak Sasuke sekarang, dia lagi rebahan di kasur dengan lampu kamar remang-remang, suasana temaram ala sadboy drama Korea. Jarinya sibuk scrolling Instagram. Untuk apa? Iya, betul—stalking mantan yang sampe detik ini masih nangkring di hatinya.
Sejak nemuin foto baru di feed Hinata, mata Sasuke nggak ngedip. Padahal, kalau dipikir-pikir, fotonya biasa aja. Hinata cuma megang es krim. Satu es krim nutupin setengah wajahnya dan satu lagi digenggam santai. Captionnya? "Sweet day with sweet things."
Tapi kenapa Sasuke jadi kepalingan?
Meskipun es krimnya nutupin setengah wajah Hinata, tapi Sasuke tahu senyum di balik itu pasti aduhai banget. Mukanya? Tambah cerah. Lebih cerah dari masa depan Sasuke yang masih diselimuti gengsi.
Tangan Sasuke gatal pengen ngetik:
"Kamu di mana?"
"Lagi sama siapa?"
"Kok itu es krimnya dua?"
"Captionmu buat cowok baru ya?!"
Tapi ... ya kali dia ngetik gituan?! Gengsinya Uchiha tidak akan memungkinkan!
Sasuke menendang selimut keras-keras. Kesal banget!—Iya, kesalnya tiba-tiba, mendadak, dan tanpa alasan yang masuk akal, tapi, yaudah. Kayaknya ini efek Hinata dan lebih parahnya lagi ...
Jarinya refleks pencet tombol like!
Lagi scroll, tiba-tiba lope pink muncul. Suasana langsung horror—mata Sasuke membelalak. Otaknya baru nyambung satu detik setelahnya.
"SASUKE GOBLOK! KENAPA MALAH LO LIKE?!"
Tanpa pikir panjang, jari langsung bergerak membabi buta, pencet unlike. Tapi ... eh? Kok Hinata online? Dan Sasuke baru sadar—Ya Allah, ini dia suka duka kehidupan: Notifikasi nggak bisa dihapus.
Sasuke terdiam. Memandangi layar dengan ekspresi hidup segan, mati tak mau. "Gue hapus akun aja, ya? Atau sekalian hapus diri?—Apaan dah ini? Malu-maluin banget!"
Dengan frustasi, dia lempar HP ke kasur. Lalu, tatapan kosong mengarah ke langit-langit kamar—dia menarik napas panjang, menguatkan hati dan berbisik pelan.
"Gue masih keren. Gue. Uchiha Sasuke. Keren."
Sementara itu di belahan dunia lain—alias, di kamar Hinata.
Berbeda dengan Sasuke yang lagi uring-uringan, ngelakuin monolog penuh krisis eksistensial, dan hampir hapus akun karena kepencet like, Hinata? Santai banget. Seolah-olah, putus dari Uchiha Sasuke bukanlah suatu masalah besar.
Hinata nggak nangis, nggak post quotes ala-ala I'm fine, but I'm not dan yang paling penting ... nggak nge-stalk Sasuke sama sekali.
Kalau ada yang melihatnya dari luar, mungkin bakal berpikir: "Cewek ini beneran abis diputusin, nggak sih?"—jawabannya? Iya, beneran, tapi masalahnya, yang harusnya galau justru bukan dia, yang stress, kepikiran, dan nggak bisa move on ... itu Uchiha Sasuke.
Kalau kata Hinata, "I'm too rich & too pretty to be sad."
Setelah putus dari Uchiha Sasuke, Hinata ... ya, hidupnya tetap berjalan seperti biasa. Sama sekali nggak ada yang berubah. Nggak ada drama, nggak ada tangisan di pojokan kamar, nggak ada status nyindir di media sosial—bahkan, mood makannya pun baik-baik saja. Nggak ada penurunan berat badan dramatis gara-gara galau, nggak ada fase jadi anak senja yang tiba-tiba suka kopi hitam pahit dan puisi patah hati.
Gadis itu tetap tenang, tetap anggun, tetap elegan, dan—yang paling parah—malah makin cakep. Auranya? Beuh, parah. Badai abis. Putus dari Uchiha Sasuke bukanlah tragedi, tapi sebuah buff peningkatan karakter.
Serius.
Setelah diputusin Uchiha Sasuke—THE Uchiha Sasuke—Hinata malah kayak upgrade ke versi 2.0. Kalau ada aplikasi Move On Instan, Hinata kayak udah beli paket premium seumur hidup dan itu, sodara-sodara, adalah mimpi buruk bagi seorang Uchiha Sasuke, karena kalau satu dunia berharap Hinata bakal meratapi kepergiannya, maka dunia ini ... salah besar!
Delapan hari setelah kehebohan nasional karena putus dari si pangeran sekolah, Hinata masuk kelas dengan langkah santai. Biasa aja. Nggak ada drama, nggak ada vibes habis patah hati, tapi anehnya, semua orang langsung terperangah, karena oh boy, hari ini Hyuuga Hinata tampil beda.
Rambut indigonya? Biasanya tergerai lurus, lembut, berkilau kayak iklan shampoo, sekarang? Dibuat sedikit curly, bergelombang alami, tampak lebih bervolume. Seragamnya? Masih sama seperti biasa, rapi, elegan, no ribet, tapi ... ada aura effortless beauty yang susah dijelaskan.
Bukan glow up, lebih tepatnya glow MAX.
Dengan santai, Hinata duduk di bangkunya, mengambil buku tebal dan mulai membaca, sambil ngemil biskuit rasa matcha. Sementara itu, di sekelilingnya ...
Para cewek? Menatap dengan campuran kagum dan iri.
Para cowok? Menatap dengan ekspresi 'Neng Hinata, ayo nikah sama Abang, Neng!'
Sasuke baru aja masuk kelas. Langkah santai. Ekspresi tetap cool. Aura pangeran sekolah masih menyala, tapi detik pertama dia masuk? Dia langsung detect sesuatu.
Hinata dan perubahannya.
Bukan cuma karena rambut curly yang tampak effortless, bukan cuma karena aura I'm thriving yang bikin orang otomatis noleh, tapi ... karena dia kelihatan bahagia banget!
Cewek itu bahkan nggak liat dia sama sekali. Kayak nggak sadar kalau Sasuke baru aja masuk kelas. Lebih buruk lagi? Dia lebih sibuk bercanda sama temen-temennya dibanding mikirin kehadiran mantan pacarnya ... yang kata para cewek: Sulit dilupakan.
Hinata tertawa kecil bersama Ino dan Sakura, suaranya ringan, matanya berbinar. Bahkan saat Sasuke masuk dari pintu depan, Hinata hanya melirik singkat—bukan lirikan dramatis penuh luka, tapi lirikan biasa. Kayak ... yaudah.
"Kok dia kelihatan makin cantik ya? Apa lighting di kelas ini ganti? Atau dia pakai skincare baru? Hmm, nggak mungkin, atau dia sengaja dandan biar keliatan bahagia? Iya, pasti gitu."
Sasuke berhenti sejenak, melirik sambil pasang ekspresi sok cool.
Nggak dilirik.
Oke, mungkin dia nggak sadar.
Sasuke berjalan pelan, pura-pura batuk kecil.
Ehem. Nggak dilirik juga.
Oke, mungkin suara batuknya kurang dramatis. Sasuke geser kursinya dengan bunyi gesekan yang cukup keras buat bikin seisi kelas nengok. Tebak siapa yang nggak nengok? Benar. Hyuuga Hinata.
Sasuke duduk dengan ekspresi datar tapi hatinya ... chaos. Kok dia masih nge-ignore gue?! Apa dia mendadak buta dan tuli? Ini, loh, gue—U-CHI-HA SASUKE! teriaknya dalam hati tidak terima.
Dia melirik lagi. Hinata sekarang sibuk buka tumblr buku catatan, masih tanpa reaksi. Sasuke mendengus pelan. Oke, fine. Dia memutuskan untuk mengalihkan perhatian, dia buka buku catatan, mencoba fokus, tapi pikirannya kayak acara talk show: rame banget.
"Apa dia sengaja? Apa dia udah move on? Kok cepet banget? Atau ... dia pura-pura? Iya, dia pasti pura-pura tenang. Iya, iya. Pura-pura tenang sok anggun biar gue penasaran, tapi, eh ... kok berhasil sih?"
*****
Di kantin, Sasuke duduk bareng Sai. Awalnya, niatnya simpel. Makan, ngobrol santai dan mungkin ngetawain Gaara yang milih tidur siang di UKS daripada makan siang, tapi realita berkata lain, karena sejak mereka duduk, Sai justru sibuk merhatiin Sasuke.
Bukan karena Sasuke lagi ngeluarin jurus makan jutsu, bukan karena sepupunya ini tiba-tiba diem—sepupunya ini kan emang dari sananya pendiem, cuma yang bikin Sai tertarik adalah ... mata Uchiha Sasuke terus-terusan melirik ke arah meja tertentu.
Meja Hinata.
Mantan pacarnya itu duduk santai, tertawa kecil bareng dua temannya. Satu cewek cakep yang Sai kenal namanya Ino dan satu lagi cewek jelek yang namanya Sakura.
Sai menatap mereka sebentar. Lalu mengunyah makanannya santai, terus, dengan suara polosnya dia nyeletuk, "Sasuke, lo tahu nggak, ngeliatin mantan dari jauh itu tandanya belum move on?"
Sasuke? Nyaris tersedak lemon teanya.
"Apa? Enggak. Gue cuma memastikan suhu ruangan merata." Sasuke menjawab datar, seolah-olah alasannya masuk akal, tapi otaknya? Langsung jerit dalam hati. "Apaan coba alasan itu, Sas? Lo gila ya?!"
Sai menatap Sasuke lama, dengan ekspresi polos dan senyum khasnya, dia nyeletuk, lagi. "Oh ... jadi lo sekarang pindah karir jadi termometer ruangan?"
Hinata tertawa karena candaan Ino. Tawanya ringan, kayak beban hidupnya udah dihapus. Sasuke menoleh. Ya Allah, pacar gue makin cakep aja—astagfirullah, udah mantan, Sas, dia mengelus dada dalam hati.
Sasuke refleks buka HP, pura-pura sibuk. Dia ngetik di notes: Kenapa mantan gue lebih bahagia setelah putus? Apa gue toxic?
Terus dihapus. Malu.
Nggak cukup sampai di situ, Sasuke bisa menangkap ada Kiba yang berjalan menghampiri meja Hinata, matanya secara refleks bergerak ke satu arah. Target terkunci.
Hyuuga Hinata. Pacarnya—eh, ralat, mantan. Sasuke lagi mantau dari jauh, bukan kepo, cuma ... ya, inspeksi visual aja, tapi tiba-tiba Kiba—si Anjing itu, duduk semeja sama Hinata.
Bentar.
Loh, kok mereka duduk sampingan?!
Sasuke langsung siaga satu.
Kok Ino malah menyingkir? Kenapa dia pindah duduk di samping Sakura? Kan barusan yang duduk di samping Hinata itu Ino?! Kenapa Ino jadi ngebiarin Kiba duduk di samping Hinata gitu?!
Apa ini konspirasi? Apa Ino pengkhianat? Apa ini tanda-tanda dunia nggak adil?
Sasuke mendadak merasa terancam ketika mendengar suara tawa Kiba dan Hinata, dan entah kenapa, tawa itu ... bikin kuping Sasuke panas.
Biasa aja, mereka cuma ngobrol. Temenan biasa itu, inner Sasuke coba positif thinking, tapi matanya tetap nyempil di sudut, kayak CCTV. Hinata ketawa lagi, kali ini lebih keras.
Kening Sasuke udah mengkerut. Oke, itu udah nggak wajar. Apanya yang lucu sih? Kiba kan ya ... cuma Kiba, kali ini innernya tidak terima.
Sasuke mendengus, pura-pura nggak peduli. Tangannya berpura-pura mengaduk lemon tea yang dia pesan, padahal hanya sisa es batunya saja.
"Kenapa sih dia tertawa segitu lepasnya? Dulu dia nggak pernah ketawa sebahagia itu tuh pas pacaran!"
Kali ini bukan cuma Kiba yang datang, tapi ada Shino juga. Iya, Shino yang itu. Si cowok pendiam yang hobi ngomongin serangga, yang Sasuke kenal lumayan deket sama Hinata dari sebelum mereka pacaran.
Sasuke mengamati dari jauh.
Kiba? Duduk di samping Hinata. Oke, itu udah cukup bikin urat kepala Sasuke berkedut, tapi Shino? Dia nggak duduk, dia berdiri di samping Hinata, dan yang lebih buruk lagi ... posisinya jadi blok di mata Sasuke!
Sasuke langsung ngepalkan tangan.
Apa ini? Gerakan perlindungan nasional buat Hinata?! Kenapa Shino tiba-tiba jadi bodyguard?! Dia mau jaga Hinata dari siapa?! Dari Sasuke?
... Ya, meski evidennya emang menunjuk ke arah itu, sih.
Sasuke udah nggak bisa sekadar lirik-lirik. Ini darurat, ini situasi genting, ini bencana nasional buat Sasuke.
Akhirnya, Sasuke geser badan. Miringin posisi, coba nyari celah, tapi ... sial. Dia masih kehalang badan Shino!
Apa sih makhluk ini? Kenapa dia tiba-tiba jadi tembok China?! Apa dari dulu emang badannya segede itu sampe bisa nutupin full Hinata dari seluruh penjuru posisi?! Segini niatnya nge-block pandangan gue?!
Sasuke menghela napas, nahan emosi. Oke, fine. Kalau nggak bisa lihat, minimal bisa denger dan yang didenger Sasuke adalah ... tawa Hinata yang bersahutan sama Kiba.
... Bruh!
Sasuke mengepal tangan, mukanya cemberut. Kiba ketawa? Oke. Hinata ketawa? Hm. Kiba dan Hinata ketawa BARENG?!
Tidak. Dia. Tidak. Bisa. Menerima. Ini.
Ino dan Sakura? Sasuke nggak peduli.
Akhirnya, Sasuke nggak tahan. Ini sudah terlalu jauh. Gengsinya mungkin masih tinggi, tapi kesabarannya udah menipis. Jadi, dengan penuh perhitungan, Sasuke berjalan ke arah meja Hinata, meninggalkan Sai yang cengo sambil manggil-manggil namanya.
Dia pura-pura kebetulan lewat, padahal jelas-jelas dari tadi mantengin di situ. Pas tepat melewati meja Hinata, Sasuke menghentikan langkah, berakting dengan sangat—ehem, natural.
"Oh, kamu di sini?" Nada sok santai, seolah-olah ini benar-benar kebetulan.
Kiba, Shino, Ino, Sakura? Langsung noleh. Mata mereka jelas-jelas penuh kepoan dan tanda tanya, tapi reaksi Hinata? Cuma melirik sebentar.
Hinata dengan nada nada datar menjawab sekenanya, "Iya."
Lalu ... balik ngobrol lagi sama Shino.
Astaga!
Sasuke berdiri kaku, seluruh keberadaannya diabaikan seketika, tapi ini Sasuke. Jadi ... dia melangkah pergi dengan ekspresi tetap cool, seolah nggak terjadi apa-apa. Padahal? Baru aja diacuhkan secara brutal sama pacar cantiknya. Eh, mantan deng.
Sepeninggal Sasuke yang sudah menghilang dari pandangan, suasana meja Hinata langsung berubah drastis.
Satu detik ...
Dua detik ...
BOOM!
Tawa Ino dan Sakura meledak. Ino memukul-mukul meja, bahunya naik-turun karena ketawa terlalu keras. Sementara Sakura, sudah setengah meringkuk, mencoba bernapas dengan normal tapi gagal. Hinata masih santai, cuma ngelirik sekilas, terus balik minum es tehnya lagi.
Ino yang masih menahan tawa, nyengir jahil. "Astaga, Nat. Itu tadi apaan dah? Kenapa mantan lo pura-pura lewat gitu? Kocak banget, anjir!" Ino masih tertawa, kembali memukul meja dan membuat orang-orang sekantin menatap mereka. "Tuh, kan. Gue bilang juga apa, Nat? Mantan lo caper abis!"
Sakura ikut ngakak, dia sampai harus menyeka ujung matanya yang berair karena terlalu banyak tertawa. "Serius, Nat. Laki lo kocak banget gila. Gue kira Sasuke bakal lebih smooth daripada itu, tapi ... astaga! Kaku banget kayak NPC salah skrip!"
Ino mencoba mengontrol napas, tapi malah ikut-ikutan ngelap air mata karena kebanyakan ketawa. "Terus ... terus ... ekspresi dia pas lo cuma jawab 'Iya' itu loh! Kayak ekspresi cowok yang lagi kena reality slap!"
Sakura masih nyengir, "Bentar, Nat. Lo nggak ada niatan kasihan dikit gitu? Itu mantan lo loh. Gengsi dia tuh barusan anjlok drastis."
Hinata akhirnya naruh gelas tehnya, menatap Ino dan Sakura yang masih ngakak. "Harus banget ya gue kasihan? Kemaren enak banget mutusin gue."
Hinata mendengus pelan, tangannya mengambil gelas teh di meja, menyesapnya santai sementara matanya melirik Kiba. Si manusia setengah anjing itu tertawa kecil, menertawakan Sasuke tanpa dosa.
"Lo juga kenapa jadi ikut-ikutan deh, Kib?" Hinata menaikkan alis. "Tiba-tiba nyamperin gitu, terus nyuruh gue ketawa nggak jelas, kocak."
Kiba bukannya berhenti, malah tertawa lebih keras. "Matanya ngeliatin lo tajem banget, kek mau makan orang idup-idup."
Hinata mengalihkan pandangan. Kali ini, matanya beralih ke Shino, si cowok pendiam, pencinta serangga, yang entah sejak kapan udah duduk satu meja sama mereka.
Dengan ekspresi datar, Hinata menaikkan alis. "Lo juga kenapa jadi ikut-ikutan dah, No?"
Shino mengangkat bahu santai. "Di mata gue sih, dia ngeliatin lo cabul gitu, risih gue."
Kriikk ...
Kriikk ...
Hinata berhenti sejenak. Sakura dan Ino langsung ngakak, sementara Kiba ikut tepuk meja sambil ketawa.
Hinata mendesah. "Astagaaaa..."
Shino masih lanjut. "Lagian kocak banget, gila. Bisa-bisanya mutusin lo, dan sekarang malah kalang kabut sendiri."
Hinata menggeleng, masih kesel. "Tau tuh. Pangeran idaman lo tuh, nggak jelas, Sak!"
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
