Mimpi Panas I : Clara & Melvin BAB 1-10 (SAMPEL)

5
2
Deskripsi

Clara adalah seorang pemilik toko bunga sekaligus seorang penulis erotis. Clara mendapatkan inspirasi dari mimpi panas yang ia dapatkan tiap malamnya. Dan dalam mimpi itu, Clara selalu bertemu dan menghabiskan waktu yang penuh gairah dengan seorang pria tampan yang menjadi sumber inspirasinya. Namun suatu hari Clara bertemu dengan Melvin, seorang model yang memiliki wajah serupa dengan pria yang selalu hadir dalam mimpi erotisnya. Jelas Clara terkejut dan kebingungan.

Bahkan suatu hari, Clara tanpa...

1.Cumbuan

 

 

 

 

“Tunggu, sepertinya jika aku pakai kata lain akan lebih cocok,” ucap Clara, wanita pemilik toko bunga yang kini tampak menawan dengan kacamata baca yang menghiasi wajah manisnya. Netra birunya terlihat asyik menyisir satu per satu kata yang baru saja ia rangkai pada layar laptopnya.

Saat Clara masih asik dengan kegiatan menulisnya dan membuat toko bunganya yang harum itu dipenuhi oleh suara ketikan keyboard, seorang wanita memasuki toko tersebut dan berdecak saat melihat Clara. Wanita itu beranjak dan duduk di hadapan meja Clara dan mengetuk meja sebelum bertanya, “Halo? Apa kau akan terus sibuk menulis cerita erotis, alih-alih menjaga tokomu?”

Clara berdecak. Ia pun menatap wanita di hadapannya dan bertanya, “Kenapa jam segini sudah ada di sini? Kau tidak bekerja?”

Anita—sahabat Clara—menghela napas. “Aku tugas lapangan,” keluh Anita.

“Lalu, apakah kau tengah mengerjakan tugasmu itu di toko bunga?” tanya Clara sembari kembali menatap laptopnya menyisir kesalahan ketik yang mungkin ada dalam tulisannya.

Anita menyangga dagunya dan berkata, “Bukan. Tapi aku bisa mencuri waktu untuk datang ke mari. Toh atasanku tidak akan tahu. Selain itu, aku datang untuk menjadi pembaca VVIP. Kau sudah menyelesaikan bagian terbaru dari ceritamu, bukan? Biarkan aku membacanya!”

Anita terlihat sangat bersemangat. Sama seperti Clara, Anita juga adalah wanita yang sangat cantik. Bedanya, jika Anita berani memakai pakaian seksi bahkan bergenit ria pada pria yang menarik perhatiannya, maka Clara berbeda. Clara berpenampilan manis dan sederhana, selain itu ia lebih pendiam daripada Anita. Gadis baik-baik, pasti akan menjadi penilaian yang diterima oleh Clara dari orang-orang yang mengenalnya. 

Meskipun begitu, Clara yang masih berusia 23 tahun itu sebenarnya adalah wanita liar. Setidaknya Clara menjadi wanita yang liar ketika dirinya menuangkan isi kepalanya pada bentuk tulisan berupa cerita fiksi erotis. Benar, Clara adalah seorang penulis cerita erotis yang cukup dikenal oleh orang-orang. Tentu saja Clara tidak dikenal sebagai dirinya yang sesungguhnya, karena Clara terlalu pemalu untuk menjadi pusat perhatian. Terlebih, Clara menulis cerita yang tidak bisa. Ia tidak nyaman dengan tatapan yang mungkin akan ia dapatkan saat ia menggunakan identitas aslinya saat menulis.

Karena itulah, Clara menggunakan nama pena sebagai nama panggung di dunia kepenulisan. Ia menggunakan nama Queen sebagai nama penanya. Queen memiliki basis penggemar yang cukup luas, terlebih Clara memang menulis di forum internet yang bisa diakses dari mana saja. Karya Clara sebagai Queen jelas dicintai dan banyak yang menggemarinya. Namun, Clara sama sekali belum memiliki niat untuk menjadikannya sebagai ladang mencari uang.

“Wah, makin hari, makin panas saja. Aku bahkan merasa basah, hanya karena membacanya. Sepertinya aku akan mempraktekan ini dengan Alex,” ucap Anita terlihat sangat bersemangat saat dirinya membaca adegan yang ditulis oleh Clara.

Clara yang mendengar hal itu mendengkus. “Apa sekarang kau tengah menyombongkan diri karena kau memiliki kekasih di hadapanku?” tanya Clara.

Anita tidak bereaksi karena ia sangat berkonsentrasi dengan apa yang ia baca. Sepertinya, Anita benar-benar sangat menyukai cerita tersebut, hingga dirinya sama sekali tidak bisa mengalihkan pandangannya dari sana. Bahkan, wajah Anita saat ini memerah, napasnya juga mulai memberat membuat Clara yang melihat hal itu menggeleng. Lalu Clara pada akhirnya memilih untuk menutup laptopnya dan membuat Clara mengerang kecewa.

“Yah! Aku belum selesai membacanya, kembalikan,” ucap Anita.

Clara menggeleng tegas. “Tidak. Kau harus bekerja. Jika terus membaca ini, bisa-bisa kau tidak bisa berkonsentrasi dan terus membayangkan kegiatan panas yang akan kau lakukan dengan Alex nanti. Lebih baik kau membacanya nanti malam saja, aku akan mengunggahnya segera,” ucap Clara.

Anita mau tidak mau mengangguk. Menuruti apa yang diminta oleh sahabatnya itu. Namun, Anita tidak beranjak dari duduknya dan malah berkata, “Tapi jujur, kau benar-benar berbakat, Clara. Bagaimana jika kau mengirim karyamu ke penerbit? Aku mereka akan bersemangat membaca cerita penuh gairah yang membara itu.”

“Aku tidak mau. Untuk saat ini, aku cukup menjadikannya sebagai hobi saja. Aku juga tidak percaya diri jika menyerahkan karyaku ini pada penerbit,” ucap Clara.

Anita mengangguk lalu berkomentar, “Kupikir, kau harus mencari kekasih terlebih dahulu. Aku yakin, saat kau menuliskan cerita yang materinya kau dapatkan saat bercinta, kau pasti akan lebih percaya diri.”

Clara menatap Anita tidak percaya. “Apakah kau tidak bosan menggodaku dengan cara seperti ini? Menyebalkan,” ucap Clara benar-benar menampilkan ekspresi kesalnya.

Anita terkekeh senang dan berkata, “Aku hanya mengatakan fakta, Clara. Ayolah, akhir pekan keluar bersamaku. Kita bersenang-senang di club. Aku yakin, kau pasti akan menemukan seorang pria yang sesuai dengan seleramu di sana.”

 

 

 

***

 

 

 

Clara terlihat ke luar dari kamar mandi dengan rambut yang setengah basah. Ini sudah malam, dan Clara memang sudah pulang ke rumahnya yang lokasinya cukup jauh dengan toko bunganya yang memang berada di area strategis. Alih-alih berbaring di ranjang, Clara memilih untuk beranjak membuka laptopnya. Karena tadi siang ia sudah mengunggah bagian terbaru dari ceritanya di forum khusus, maka Clara kini berniat untuk membaca komentar yang mungkin ditinggalkan oleh para pembacanya.

Clara tersenyum tipis saat membaca semua komentar yang tampak begitu mendukung dirinya, dan membuat suasana hatinya membaik dengan mudah. “Aku benar-benar menjadikan ini hobi, dan membuatku senang karena dukungan yang kuterima. Jika aku menjadikan ini sebagai pekerjaan, aku tidak yakin masih bisa menikmatinya karena mungkin bisa mendapatkan tekanan karena tidak memenuhi ekspekstasi para pembaca,” gumam Clara masih melanjutkan membaca komentar pada karyanya.

Clara berkutat dengan semua komentar itu dalam waktu yang cukup lama. Hingga Clara membaca sebuah komentar yang berbunyi, “Queen, kau bernar-benar sangat berbakat. Tapi entah mengapa, aku merasa jika semua percintaan panas ini muncul dari pengalamanmu. Aku rasa, aku perlu belajar banyak darimu, Master!”

Clara menahan tawa. “Master? Pengalaman percintaan? Omong kosong! Aku bahkan belum pernah berciuman,” gumam Clara masam.

“Wah, ini bukan ejekan seperti yang sering diberikan oleh Anita. Tapi entah mengapa aku merasa lebih kesal setelah membaca ini,” ucap Clara sembari menutup laptopnya dan beranjak menuju ranjangnya.

Clara berbaring dan menatap atap flat sederhana yang sudah ia tinggali sekitar dua tahun ini. Gadis cantik bernetra biru itu menghela napas panjang dan berkata, “Jika orang-orang itu tahu bahwa aku mendapatkan inspirasi tulisanku dari mimpi, apakah mereka akan berpikir aku aneh? Terlebih, aku sangat sering bermimpi erotis.”

Clara menggelengkan kepalanya dan berkata, “Tidak, ini bukan dosa. Aku hanya menuliskan sesuatu yang datang dalam mimpiku. Semoga, malam ini pria itu juga muncul di dalam mimpi panasku.”

Clara pun mengingat sosok wajah pria yang selalu muncul dalam mimpi erotisnya. “Dia benar-benar tipe idamanku. Dia sempurna walaupun jelas ia sangat tidak nyata karena hanya muncul di dalam mimpiku,” ucap Clara sebelum tubuhnya agak gemetar.

Hal itu terjadi karena Clara mengingat mimpi yang ia dapatkan minggu lalu. Di mana dirinya mendapatkan pelepasan yang luar biasa di dalam mimpinya. Hal yang bahkan belum pernah ia rasakan di dunia nyata. Hal aneh memang, Clara bisa mengingat semua mimpi erotisnya dengan sangat jelas. Namun, Clara juga merasa bersyukur karena itu cukup menyenangkan untuk diingat dan ditulis sebagai sebuah cerita erotis. 

“Apa sekarang aku seperti orang mesum?” tanya Clara pada dirinya sendiri.

Clara menggeleng. “Tidak, sekali lagi, aku tidak bersalah. Ini hanyalah mimpiku. Bunga tidur panas yang datang untuk menghiburku,” ucap Clara menghibur dirinya sendiri.

Sebelum Clara mengernyitkan keningnya dan menghela napas panjang. “Jika melakukan pembelaan lebih jauh, rasanya aku semakin menyedihkan saja. Apa mungkin, aku harus menyetujui ajakan Anita? Aku harus menemukan pria di dunia nyata yang bisa memuaskanku di atas ranjang,” gumam Clara. Namun, pada akhirnya Clara kembali mengingat sosok pria dalam mimpi erotisnya. Pria yang sangat menawan dan … menggairahkan.

Lalu tanpa menunggu waktu lama, Clara pun jatuh dalam tidurnya. Apa yang Clara harapkan menjadi kenyataan. Malam itu, Clara kembali bermimpi erotis. Dalam mimpinya, seorang pria bertubuh kekar dan berwajah tampan, tengah mencumbunya di atas meja makan. Kedua kaki Clara menjuntai di tepi meja dan tidak bisa menapak lantai karena tinggi permukaan meja yang cukup tinggi bagi Clara.

Saat pria berambut hitam pekat itu menciumi leher Clara dengan lembut, dan meninggalkan jejak basah serta tanda kemerahan di sepanjang kulit yang ia cumbu, maka Clara hanya pasrah. Clara bahkan melingkarkan tangannya pada leher pria tampan itu, seakan-akan memberikan izin untuk melakukan hal yang lebih jauh daripada itu. Suara erangan Clara pun terlepas begitu saja saat ciuman tersebut semakin turun dan menggoda bagian dadanya yang memang sangat sensitif. Clara rasanya merasakan perasaan menyenangkan yang membuat sekujur tubuhnya merinding bukan main.

Cumbuan tersebut terus berlanjut, hingga Clara berjengit karena mendapatkan pelepasan yang membuatnya merasa sangat takjub. Clara pun menatap pria berambut hitam yang wajah tampannya itu tidak bisa terlihat dengan jelas olehnya. Karena kini pandangan Clara sudah terlalu berkabut, tetapi ia masih bisa mengingat dengan sangat jelas wajah pria tampan yang tengah mencumbunya di dalam mimpi tersebut. Sebab pria inilah yang selalu datang dalam mimpi erotisnya, dan memberikan inspirasi bagi cerita-cerita dewasa yang Clara tulis.

Clara pun merentangkan kedua tangannya ke udara, seakan-akan ingin meraih pria tampan yang menatapnya dengan penuh gairah itu. Clara pun bertanya dengan suara lembut, “Ayo, Sayang. Akan sejauh mana kau membuatku menunggu?”

Lalu pria itu pun mencium Clara tepat pada bibirnya, dan menggumamkan sesuatu pada Clara. Namun, Clara yang dimabuk gairah tidak bisa menangkap perkataan pria tersebut. Ia bahkan tiak bisa mengingat suara seperti apa yang ia dengar. Hal yang Clara ingat adalah, sebuah mimpi erotis yang membuat dirinya mendapatkan pelepasan demi pelepasan hebat yang bahkan tidak pernah ia dapatkan di dunia nyata. Mimpi panas yang membuat dirinya bergetar, dan basah di dunia nyata.

 

 

 

 

 

 

__________***___________

 

 

 

 

 

 

2. Pria Itu

 

 

 

 

“Ah!” erang Clara lalu dirinya pun terbangun dan menatap langit-langit kamarnya yang sebenarnya sudah cukup tua.

Clara memicingkan matanya dan mencoba untuk mengatur napasnya yang terengah-engah. Dampak mimpi erotis yang sangat intens itu benar-benar terbawa hingga pagi hari dan masih melekat dengan erat saat dirinya terbangun seperti ini. Membutuhkan waktu cukup lama bagi Clara untuk menenangkan dirinya, dan mengurutkan ingatannya mengenai mimpi panas yang sudah ia alami tadi malam. 

Setelah itu, barulah Clara berkata, “Wah, itu benar-benar menakjubkan.”

Clara sendiri terlihat takjub, karena merasa jika mimpi tersebut benar-benar sangat menakjubkan. Rasanya, hal itu tidak akan pernah bisa terjadi di dunia nyata. Clara menghela napas dan mengubah posisinya menjadi duduk. Lalu ia memeriksa celananya dan menghela napas saat menyadari jika area bawahnya benar-benar basah. “Sepertinya, ini akan sangat cocok untuk bagian cerita yang selanjutnya,” gumam Clara.

Lalu Clara pun bangkit dari posisinya. Clara merenggangkan tubuhnya untuk beberapa saat. Setelah itu, Clara merapikan tempat tidurnya dan beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Jelas, Clara harus bergegas untuk pergi ke toko bunganya. Clara memang mengelola sebuah toko bunga semenjak dirinya menginjak usia dewasa. Ia meminjam sejumlah uang dari bank, dan dirinya berhasil mengelola toko tersebut hingga kini ia sudah bisa melunasi hutangnya pada bank. Lalu kini Clara sudah hidup dengan nyaman dan semua kebutuhannya tercukupi. Bahkan Clara bisa menabung untuk masa depannya.

Tidak membutuhkan waktu terlalu lama, Clara selesai bersiap-siap. Ia membawa tas berisi kebutuhannya termasuk laptop yang memang akan ia bawa saat mendapatkan ide untuk ia tulis. Setelah itu, Clara benar-benar berangkat ke toko, karena sekarang ada kiriman bunga dari kebun yang harus segera ia rapikan. Karena itulah, Clara akan sarapan di kafe yang berada dekat dengan toko bunganya.

Namun, Clara menghela napas sepanjang perjalanan menuju toko bunganya yang berada di tempat strategis yang memang berada di jalanan yang sangat mudah untuk diakses. Bahkan, toko bunga Clara sering kali dikunjungi oleh para wisawatan yang mengunjungi Wina tersebut. Clara melakukan hal itu karena saat ini merasa kurang nyaman. Tubuhnya terasa sangat lelah. Seakan-akan dirinya yang tidur semalaman, sama sekali tidak memulihkan energinya dan membuat tubuhnya seakan-akan kehilangan semua energinya.

“Setiap aku mendapatkan mimpi seperti itu, aku selalu berada dalam kondisi seperti ini,” ucap Clara sembari memijat belakang lehernya yang terasa sangat tidak nyaman.

Saat baru saja terbangun, mungkin Clara terlalu antusias karena dirinya mendapatkan mimpi yang bisa ia jadikan sebagai inspirasi tulisannya. Karena itulah, Clara tidak segera menyadari kondisi tubuhnya. Namun, Clara sama sekali tidak merasa terkejut dengan kondisi ini. Sebab kondisi seperti ini sudah berulang kali terjadi padanya. Atau lebih tepatnya, ia selalu merasa lelah saat malam sebelumnya Clara mendapatkan mimpi panas yang bisa ia jadikan ide untuk menulis.

Tak membutuhkan waktu lama, Clara pun tiba di toko bunganya. Namun, saat dirinya memeriksa ponselnya, masih ada waktu sekitar tiga puluh menit sebelum truk pengirim bunga tiba. Jadi, Clara pun memilih untuk tidak membuka toko bunga terlebih dahulu. Ia ingin sarapan terlebih dahulu, karena rasanya ia perlu mengisi ulang energinya sebelum memulai harinya yang berat. Clara masuk ke dalam café dan disambut oleh Adolf—pemilik café—yang cukup akrab dengannya.

“Kopi?” tanya Adolf.

Clara menggeleng. “Aku ingin teh susu, dan roti lapis,” jawab Clara.

“Kau belum sarapan?” tanya Adolf.

“Aku terlalu malas untuk membuat sarapan, dan aku tidak memiliki banyak waktu. Aku harus membuka toko lebih awal daripada biasanya karena bunga yang dikirim pagi ini,” ucap Clara.

Adolf mengangguk, saat mengingat jadwal Clara. Lalu Adolf pun tersenyum dan berkata, “Kalau begitu, aku akan segera membuatkan sarapan lezat untukmu.”

Beberapa pekerja café yang mendengar perkataan Adolf tentu saja berusaha untuk menyembunyikan senyum mereka. Sebab jelas, mereka tahu jika itu adalah perlakuan spesial yang diberikan oleh bos mereka pada orang yang spesial juda. Clara mengangguk, karena ia tahu kebiasaan Adolf yang lebih senang mempersiapkan semua hal yang dipesan olehnya secara khusus. Karena itulah Clara berkata, “Baik, aku akan menunggu di sana ya. Aku juga sepertinya akan mengerjakan sesuatu. Jadi, berteriak saja jika aku tidak mendengar suaramu saat pesanan sudah selesai.”

Setelah itu, Clara pun beranjak untuk duduk di meja yang sudah ia tunjuk dan mulai mengeluarkan laptopnya. Clara berniat untuk menulis lanjutan cerita yang tengah ia kerjakan akhir-akhir ini. Namun, saat akan menulis, Clara mendapatkan pesan dari orang yang akan mengirim bunga. Dan ternyata mereka akan terlambat sekitar satu jam, karena ada kendala di tengah jalan. Clara pun membalas pesan mereka, untuk berhati-hati dan jangan terburu-buru asalkan mereka selamat membawa bunga-bunga itu.

“Sepertinya hariku benar-benar akan sangat buruk,” gumam Clara agak kesal karena ternyata hari ini dimulai dengan kabar yang tidak menyenangkan.

Lalu ternyata Anita meneleponnya dan Clara segera menerimanya. Belum juga saling menyapa, Clara sudah mendengar cerita panjang lebar Anita mengenai betapa hebatnya malam yang ia lewati dengan kekasihnya. Ini bukan hal yang baru bagi Clara. Anita memang selalu menceritakan hal ini. Terlebih, saat Anita sudah berpecaran dengan Alex, kekasih yang paling lama ia kencani. “Ceritamu benar-benar berefek luar biasa. Kau benar-benar memiliki sentuhan sihir, Clara!”

“Pujianmu terdengar menyenangkan, tetapi tidak bisa memperbaiki suasana hatiku,” ucap Clara sembari menghela napas. Pada akhirnya, Clara menutup laptopnya, karena tidak berada dalam suasana hati yang memungkinkan dirinya untuk menulis dengan mudah. 

“Tunggu, apa kau tadi malam bermimpi? Biasanya suasana hati dan kondisi tubuhmu tidak akan baik jika semalam kau sudah bermimpi erotis,” ucap Anita benar-benar hafal dengan kebiasaan sahabatnya itu. Wajar saja, karena terhitung mereka tumbuh besar bersama. Mereka sudah saling mengenal semenjak mereka sekolah dasar.

“Benar, ditambah hari ini ada keterlambatan pengiriman bunga. Hariku benar-benar kacau,” keluh Clara merasa jika dirinya malas untuk melanjutkan  kegiatannya yang sudah kacau balau ini.

Lalu Anita pun bertanya, “Karena suasana hatimu buruk, bagaimana jika nanti malam kita ke bar? Bukankah kita sudah lama tidak minum bersama?”

Mendengar hal itu, Clara pun tertarik. Sepertinya menghabiskan waktu bersama dengan sahabatnya bisa membuat suasana hatinya membaik, ia juga bisa melepas penat dan membuat kondisi tubuhnya tidak terlalu buruk seperti saat ini. “Baik, kita lakukan seperti itu.”

 

 

 

***

 

 

 

“Terima kasih, semuanya sudah sesuai dengan pesanan,” ucap Clara sembari memeriksa setiap bunga yang diturunkan dari mobil box. Setelah menyelesaikan tanda terima, Clara pun mulai memindahkan satu persatu bunga yang sudah dikelompokkan itu ke dalam tokonya.

Meskipun tokonya sudah cukup terkenal, Clara belum mau mempekerjakan orang untuk membantunya. Sebab Clara belum ingin membagi waktunya dengan melatih orang lain. Selain itu, Clara enggan untuk membagi keuntungan toko untuk menggaji pekerja. Jadi, Clara memilih untuk mengerjakannya semuanya sendiri. Toh, Clara benar-benar menikmati pekerjaan ini. Atau lebih tepatnya, ini tidak seperti pekerjaan baginya. Melainkan ajang baginya untuk menikmati hobi yang menghasilkan uang.

Saat akan memindahkan bunga yang terakhir, dan akan masuk ke dalam toko, Clara menyadari ada seseorang yang berdiri di depan pintu tokonya. Namun, karena pandangannya yang terhalang oleh bunga-bunga yang tengah ia pindahkan, Clara tidak bisa melihat wajahnya. Clara hanya bisa melihat sepatu kulit mahal yang dikenakan pria itu, dan segera bertanya, “Ada yang bisa saya bantu, Tuan?”

Lalu sebuah jawaban terdengar, “Aku ingin sebuah buket mawar kuning. Apakah aku bisa mendapatkannya?”

Itu adalah pertanyaan yang sangat mudah bagi Clara. Namun, Clara tidak menjawabnya saat itu juga, karena merasakan suaranya yang tercekat. Entah mengapa Clara malah mengingat mimpi erotisnya tadi malam. Ia merasa jika suara pria ini sama dengan pria yang ia temui di setiap mimpi erotisnya. Clara pun berdeham dan memilih untuk sedikit menurunkan bunga yang ia peluk, agar dirinya bisa melihat wajah pria yang membuatnya penasaran itu. Lalu sesaat kemudian, Clara menjatuhkan bunga itu dan membuat pria di hadapannya terkejut.

“Ada apa, Nona? Apa ada yang salah?” tanya pria itu sembari membantu memunguti bunga.

Clara tersadar dan menggeleng. “Ah, tidak. Aku hanya terkejut, karena salah mengira jika Anda adalah orang yang saya kenal,” jawab Clara dengan suara bergetar. 

Clara menghindari tatapan pria itu dan berusaha untuk memunguti bunga yang sudah ia jatuhkan sembari memaki dalam hatinya. Sebab ternyata bukan hanya suara saja, wajah pria yang berada di hadapannya ini benar-benar mirip dengan wajah pria dari mimpi erotis Clara. Hal itu jelas membuat Clara merasa sangat gelisah, dan pada akhirnya mengingat semua mimpi panas yang Clara alami. Tanpa bisa ditahan, Clara mulai merasa sedikit bergairah. Ini memang sangat gila.

“Gila! Bagaimana mungkin, pria yang menjadi fantasiku ternyata ada di dunia nyata? Bagaimana aku bisa sesial ini?” tanya Clara dalam hati. Merasa jika dirinya benar-benar sial. Rasanya lebih memalukan karena ternyata Clara selama ini memimpikan berbagai waktu yang panas dengan seorang pria yang nyatanya eksistensinya benar-benar ada di dunia ini.

“Apa Anda sakit? Wajah Anda memerah,” ucap pria itu terlihat cemas saat melihat Clara dengan warna matanya yang terlihat sangat indah.

Clara dengan kaku menggeleng dan tersenyum. “Ini karena terlalu panas. Anda tidak perlu memikirkannya.”

Jelas Clara tidak mungkin menjawab dengan jujur, bahwa ia memerah karena dirinya tanpa sadar mengingat setiap lekuk tubuh kekar perkasa pria yang berada dalam mimpinya. Bukannya mengabur, karena itu adalah ingatan dalam mimpi, ingatan itu malah semakin nyata karena Clara melihat wajah tampan yang persis di dunia nyata. Clara benar-benar merasa tubuhnya kaku saat ini. Namun, Clara tidak melukan tugasnya sebagai seorang pemilik toko bunga.

“Sekarang mari, saya akan membuatkan buket bunga yang Anda inginkan,” ucap Clara lalu memimpin jalan untuk memasuki toko bunganya. Tentu saja Clara tidak lupa membawa bunga yang sebelumnya sudah ia punguti.

“Baik,” jawab pria itu. Tentu saja pria tampan itu mengikuti Clara dalam diam. Namun, Clara yang berada dalam posisi memunggunginya, sama sekali tidak menyadari jika pria tampan yang memesan buket bunga tersebut, ternyata kini tengah menyunggingkan seringai misterius yang entah apa artinya.

 

 

 

 

 

 

__________***__________

 

 

 

 

 

 

3. Mimpi

 

 

 

“Gila!” seru Anita saat dirinya hampir tersedak bir yang tengah ia minum. Hal itu terjadi, karena Clara baru saja bercerita bahwa ia bertemu dengan pria yang sama dengan pria yang selama ini menjadi fantasi seksnya.

“Jadi, pria itu benar-benar memiliki wajah yang persis sama dengan pria yang selalu datang pada mimpi erotismu? Wah, itu gila. Aku merasa jika ini adalah cerita fiksi baru yang tengah kau ciptakan,” ucap Anita terlihat sangat tidak percaya.

Clara mengangguk. “Akan lebih mudah bagiku, jika ini memang benar-benar cerita karangan. Tapi nyatanya, ini adalah hal yang kualami. Aku benar-benar hampir gila, saat semua ingatan mengenai mimpi itu berkelebat dalam kepalaku, sementara pria dengan wajah yang sama tengah berada di hadapanku,” ucap Clara lalu menyesap bir yang telah ia isi ulang.

Anita menggeleng, benar-benar takjub dengan nasib ajaib yang dialami oleh sahabatnya itu. Lalu Anita pun dengan penasaran bertanya, “Lalu bagaimana? Apakah kau tahu namanya, dan sudah bertukar nomor dengannya?”

Kali ini Clara mendengkus. Merasa jika pertanyaan yang diajukan oleh sahabatnya itu terasa sangat konyol. “Ayolah, jangan berpikir jika cerita-cerita fiksi yang kau baca itu adalah hal yang bisa terjadi di dunia nyata. Kami hanyalah orang asing. Aku bahkan tidak tau namanya, bagaimana bisa bertukar nomor? Selain itu, kami berada di kasta yang sangat berbeda. Dia, adalah orang kaya. Tesla adalah kendarannya, dan aku bahkan tidak memiliki sepeda,” ucap Clara.

Anita bersiul saat mendengar kendaraan itu disebut. “Jika kalian bertemu untuk kedua kalinya, coba goda saja dia. Jarang-jarang ada pria tampan dan kaya raya masuk ke dalam radar kita para wanita biasa ini," ucapnya terlihat sangat semangat mendukung kisah percintaan sahabatnya yang baru saja mekar ini.

Clara menatap sahabatnya yang terlihat sangat bersemangat. Ia melirik gelas bir Anita dan berpikir jika ia belum terlalu banyak minum hingga bisa mabuk. “Kau belum mabuk, tetapi perkataanmu sudah meracau. Aku baru sadar, jika mungkin saja sahabatku ini adalah penggemar cerita Cinderella dan pangerannya,” ucap Clara.

Anita terlihat kesal dan menggebrak meja dengan cukup keras. Membuat beberapa pengunjung bar menatap mereka. Clara menghela napas pelan, karena Anita yang terlalu heboh ini. Anita pun berkata, “Hei, jangan skeptis dulu! Kau ini cantik, jika mengenakan pakaian yang tepat, kau bahkan lebih seksi daripada diriku. Kau bisa menggoda pria mana pun yang kau targetkan! Jadi, aku rasa dia pasti bisa kau taklukan dengan mudah.”

Clara menggeleng. “Sangat mustahil. Selain itu, aku tidak ingin menjadi seseorang yang merusak hubungan orang lain. Dia sudah memiliki kekasih. Dia datang untuk membeli buket bunga yang jelas akan ia berikan pada kekasihnya,” ucap Clara sebelum kembali minum birnya.

Anita yang mendengar hal itu seketika memasang ekspresi yang sangat prihatin, membuat Clara yang melihatnya mengernyitkan keningnya jengkel. “Aku tidak perlu dikasihani! Aku bahkan tidak mengharapkan apa pun,” ucap Clara sembari melotot.

Namun, alih-alih terlihat menyeramkan, Clara malah terlihat sangat menggemaskan dengan ekspresinya itu. Lalu Anita pun berkata, “Oke, aku percaya. Untuk sekarang kita berhenti membicarakan hal itu. Kita minum saja. Malam ini, biar aku yang bayar.”

Clara memicingkan matanya. Jelas curiga pada Anita yang tiba-tiba membayar minumannya, padahal ini bukan waktunya Anita untuk gajian. Anita yang menyadari hal itu pun tersenyum genit lalu menunjukkan kartu kredit yang berkilau. “Sayangku Alex memberikanku ini. Jadi, kita bisa minum sepuasnya, bahkan hingga kita tidak bisa bangun,” ucap Anita dengan bangganya memamerkan tunjangan yang diberikan oleh sang kekasih.

Clara berseru semangat. “Baik, akan kutunjukkan seberapa hebatnya seorang Clara ketika minum! Akan kubuat tagihan kartu kredit Alex membengkak!” seru Clara semangat lalu memanggil pelayan untuk mengisi ulang birnya dan Anita.

Clara dan Anita benar-benar bersenang-senang hingga mereka mabuk berat. Bahkan, Clara sampai melupakan satu hal yang harus ia sampaikan pada Anita. Hal yang masih berkaitan dengan pria asing tadi siang, yang memiliki wajah yang sangat familiar baginya. Memang benar, pria itu memiliki wajah yang sangat mirip dengan pria yang muncul di dalam mimpinya. Namun, di sisi lain Clara sadar jika pria yang muncul dalam mimpinya itu, pernah ia lihat disuatu tempat, walaupun tidak pernah berinteraksi dengannya. 

Karena memusingkan, jadi Clara memilih untuk mengabaikan hal itu dan memilih untuk benar-benar bersenang-senang. Sayangnya, pilihan Clara itu membuat dirinya sendiri sulit. Jika Anita memiliki Alex yang akan menjemputnya saat kesulitan untuk pulang karena mabuk berat, maka Clara tidak memiliki orang yang seperti itu. Clara mendengkus saat dirinya turun dari taxi dan berjalan sempoyongan memasuki jalan di mana flatnya berada.

“Apa aku benar-benar harus mencari seorang kekasih untuk menjemputku ketika aku mabuk berat seperti ini?” tanya Clara lalu cegukan berulang kali. Membuat Clara berpikir jika dirinya benar-benar menyedihkan.

Clara segera memasuki flat sederhana miliknya dan melepaskan seluruh pakaiannya sembari berjalan menuju kamarnya. Itu adalah hal yang sangat berbahaya, tetapi Clara sudah memastikan jika pintunya terkunci. Jadi, Clara tidak peduli dirinya bertelanjang di depan pintu sekali pun. Namun, sebenarnya hal ini tidak dilakukan oleh Clara ketika dirinya dalam kondisi waras. Saat ini alkohol benar-benar tengah menguasai dirinya.

Clara yang merasa kepalanya mulai terasa berat, memilih untuk berendam air hangat sejenak. Karena rasanya, esok hari tubuhnya pasti akan terasa sangat sakit sebab tadi siang Clara berkeja sangat keras. Setelah persiapan dalam waktu cepat, Clara pun berendam dengan nyaman dan memejamkan matanya. Kembali ia teringat sosok pria tampan berambut hitam yang tadi ia temui. “Jika aku tertidur, apakah aku akan kembali bertemu dengannya dalam mimpi?” gumam Clara.

Lalu, tanpa diduga, Clara benar-benar jatuh tertidur dalam kondisi dirinya masih berendam air hangat. Selain itu, pertanyaan Clara saat masih terjaga ternyata dijawab tuntas. Ia kembali bermimpi erotis. Tentu saja lawan main Clara dalam mimpi itu tak lain adalah pria berambut hitam yang memiliki sorot mata tajam menusuk. Jujur saja, Clara belum pernah melihat wajahnya dengan kondisi sejelas ini, tetapi itu adalah hal yang membuat Clara sangat senang dan semakin bergairah.

Dalam mimpi itu, Clara juga tengah berendam dalam bathup. Atau lebih tepatnya tengah berendam bersama dengan pria tampan itu, dan dengan kondisi di mana Clara duduk memunggunginya. Clara memberikan akses luas bagi pria itu untuk memberikan rangsangan di beberapa titik sensitifnya. Clara menikmatinya. Ini benar-benar luar biasa hingga Clara tidak bisa menahan diri untuk menengadah dan mengerang panjang.

“Padahal, kita belum memulai kegiatan utamanya. Tapi kau sudah sedemikian antusiasnya, Clara,” bisik pria itu dengan suara yang begitu jernih.

Clara yang mendengar bisikan tersebut bahkan menggigil hebat. Apalagi, saat dirinya merasakan sentuhan lembut pada area paling intimnya. Rasanya Clara tidak kuat menahan sentuhan yang terasa selembut sayap kupu-kupu ini. Hal itu semakin menjadi, ketika salah satu saun telinga Clara dikulum dan digigit lembut oleh pria itu. Pertahanan Clara pun runtuh, dan ia mendapatkan pelepasan pertama yang luar biasa. Namun, Clara tidak mendapatkan waktu untuk bernapas lega, karena dalam waktu singkat mereka sudah menyatu dan membuat Clara merasakan sensasi sesak di bawah sana.

Hebatnya, penyatuan dalam sekali coba itu dengan mudah mengantarkan Clara untuk mendapatkan pelepasan keduanya. Napas Clara sudah terasa memberat. Apalagi saat pria yang mendominasi permainan itu, mulai bergerak untuk memuaskan hasratnya. Sensasi panas mulai merayap di sekujur tubuh Clara. Terlebih saat kulitnya bergesekan dengan kulit pria itu yang terasa panas, sensasinya semakin menjadi saja. Lalu pada akhirnya, Clara mendapatkan pelepasan ketiga yang luar biasa dan lebih hebat daripada pelepasan yang sebelumnya ia dapatkan.

Namun, secara tiba-tiba Clara merasakan hawa dingin yang menggigit menggantikan sensasi panas menyenangkan yang sebelumnya ia rasakan. Lalu sedetik kemudian, Clara terbangun dari tidurnya dengan kondisi tubuh menggigil. “Sial, aku malah tertidur. Berapa lama aku tertidur?” tanya Clara sembari ke luar dari bathup dan bergegas untuk membilas tubuhnya.

Clara merasa semakin lelah saja, dan rasanya ingin segera berbaring. “Padahal aku sudah mendapatkan ide tambahan untuk tulisanku. Tapi, sepertinya aku terlalu lelah untuk menulis. Aku akan menuliskannya segera esok hari,” ucap Clara terlihat tidak terbebani walaupun dirinya terbangun di tengah mimpi panas yang membuat pipinya bersemu.

Hal itu jelas berbeda dengan kondisi seorang pria yang terbangun dari tidurnya dan memaki dengan kasar. “Sial, aku bahkan belum mendapatkan pelepasan!” maki pria itu di tengah kamarnya yang gelap.

Pria itu menyingkap selimut yang ia kenakan, dan bukti gairahnya masih terlihat menegang. Pria yang tidak terlihat wajahnya itu mendengkus kasar karena merasa jika dirinya sangat menyedihkan dalam kondisi itu. Sedetik kemudian, pintu kamarnya terbuka dan cahaya dari ruangan lain masuk ke dalam kamar gelap tersebut. Meskipun tidak bisa melihat dengan luas, tetapi cahaya itu sedikit banyak bisa menunjukkan ruangan kamar yang ternyata cukup mewah dan luas tersebut.

Seorang wanita cantik bertubuh indah terlihat bersandar di ambang pintu sembari melipat kedua tangannya di depan. “Ini lucu. Padahal kau memiliki kekuatan yang besar, tetapi kau dengan mudah terusir dari mimpinya,” ucap wanita itu jelas mengejek.

Pria yang mendapatkan ejekan tersebut tentu saja merasa sangat jengkel dan menjawab, “Berhenti mengejek. Aku tengah berada dalam suasana hati yang buruk.”

“Hei, kau bisa mendatangi mimpi yang lain. Kau incubus* yang kuat dan aku tau jika akhir-akhir ini kau menandai banyak wanita. Pilih saja salah satu dari mereka untuk makananmu. Jangan mempersulit dirimu sendiri,” ucap wanita itu memberikan nasihat yang sangat masuk akal.

Lalu pria itu menyeringai dan berkata, “Karena aku kuat, maka aku tidak akan membiarkan sesuatu menjadi cacat dalam sejarah hidupku. Kau sendiri tau, aku tidak akan pernah melepaskan mangsaku, hingga aku benar-benar puas padanya. Terlebih, mimpinya yang paling lezat bagiku.”

Wanita itu pun mendengkus. “Jika ada yang mendengar, ia jelas akan berpiki bahwa kau adalah orang mesum.”

“Bukankah wajar bagi seorang incubus untuk bersifat mesum? Karena inilah cara kita untuk bertahan hidup,” jawab pria itu sembari menyeringai di tengah ruangannya yang temaram.

 

 

*Incubus = sosok imortal yang memiliki wujud pria sangat tampan. Ia memiliki tugas untuk merayu manusia melalui mimpi dan melakukan hubungan seksual. Bangsa ini mengambil energi untuk bertahan hidup melalui mimpi. Karena itulah, saat mereka masuk ke dalam mimpi dan menciptakan mimpi yang erotis, mereka tengah memakan energi dari manusia tersebut hingga para manusia yang terkena rayuannya akan merasa kelelahan saat terbangun dari tidur mereka.

 

 

 

 

 

 

 

__________***__________

 

 

 

 

 

 

4. Pujian Darinya

 

 

 

“Aish, sial. Aku sepertinya benar-benar harus mempekerjakan seseorang untuk membantuku di toko,” ucap Clara sembari terburu-buru mengunci pintu toko dan berlari dengan buket bunga yang memenuhi pelukannya. 

Clara bahkan tidak bisa berbasa-basi bersama dengan Adolf yang cukup santai karena waktu santai di café-nya. Clara langsung berlari karena saat ini dirinya harus segera mengantarkan beberapa buket bunga yang dipesan oleh sebuah instansi yang akan mengadakan acara. Sebenarnya Clara memang sudah berpengalaman dalam menerima pesan antar seperti ini. Namun, sialnya hari ini tidak ada yang bisa mengantarkan bunga-bunga tersebut. Hingga mendesak Clara sendiri untuk melakukan hal tersebut.

Dengan napas terengah-engah, Clara memilih untuk memakai jalan pintas yang sebenarnya cukup berbahaya untuk dilalui oleh Clara seorang diri. Walaupun jelas sebenarnya tidak masuk akal jika seseorang menyerang Clara di tengah siang bolong seperti itu. Namun, biasanya Clara selalu menjauhi jalan itu tidak peduli malam atau siang sekali pun. Sebab Clara tidak memiliki seseorang yang bisa melindunginya. Hanya saja, kali ini Clara harus melewati jalan ini.

Tentu saja Clara berlari sekuat tenaga. Selain harus segera tiba di tempat tujuan, ia juga harus mengabaikan orang-orang aneh yang mungkin ia temui nantinya. Untungnya, keputusan yang diambil oleh Clara tersebut sama sekali tidak menimpbulkan masalah atau kerugian padanya. Clara bisa sampai tepat waktu dan mengantarkan semua buket bunga yang masih berada dalam kualitas baik, karena Clara menjaganya susah payah selama perjalanan. 

Walaupun, ternyata ada satu sampel buket bunga yang harus ia bawa kembali. Karena itu memang tidak termasuk pesanan dan hanya sampel yang ia sediakan. “Benar-benar hari yang kacau,” ucap Clara dan meringis. Saat dirinya merasakan rasa sakit pada tumit kakinya.

Hari ini, Clara memang memakai sepatu hak tinggi yang tidak terlalu tinggi. Namun, karena ia berlari sepanjang perjalanan, sepatu itu tetap saja membuat kakinya terluka. Rasa sakitnya baru terasa setelah semua ketegangan Clara menghilang. Clara mengeluh dalam hatinya. Kenapa hari ini tiba-tiba Clara memakai sepatu hak tinggi, padahal biasanya sangat jarang tidak menggunakannya. “Sepertinya memang aku sangat sial hari ini.”

Clara menghela napas panjang. Jika saja tempat ini tidak berada di area yang sulit untuk dicapai oleh taxi, sudah dipastikan Clara akan menggunakan taxi dan tidak mempersulit dirinya sendiri seperti ini. “Aku harus membeli salep,” gumam Clara dan segera beranjak untuk menuju apotek yang berada di ujung jalan besar.

Namun, saat dirinya melewati sebuah taman, Clara melihat seorang anak lelaki berusia sekitar tujuh tahun yang terlihat bermain dengan pasir. Clara mengabaikannya, tetapi tanpa disangka anak kecil itu mengikutinya dengan mudah. Sebab Clara memang melangkah dengan perlahan karena rasa sakit pada kedua kakinya. Clara menghela napas dan pada akhirnya duduk di kursi taman. Tentu saja itu membuat anak laki-laki itu berhenti. Kini keduanya saling bertatapan, dan membuat Clara gemas sendiri.

“Ada apa? Kenapa kamu mengikuti Kakak?” tanya Clara.

“Bukan Kakak, tapi Tante,” ucap anak kecil itu membuat Clara merasakan pelipisnya berkedut. Sebab jelas, Clara jengkel karena disebut tante. Padahal Clara belum terlalu tua. Ia masih berusia dua puluh tiga tahun.

Namun, Clara memilih untuk tidak mempermasalahkannya. Ia memilih untuk bertanya, “Ya, terserah padamu. Sekarang katakan, apa yang kau inginkan. Kenapa kau mengikutiku?”

Anak laki-laki itu menatap buket bunga yang berada di atas pangkuan Clara dan menjawab, “Bisakah Tante memberikan buket bunga itu padaku? Aku ingin memberikan hadiah untuk ibuku yang tengah berulang tahun. Tapi, aku tidak memiliki uang saku. Uangku habis untuk membeli permen.”

Sebenarnya jika pun dibawa kembali ke toko, bunga ini akan dengan mudahnya layu. Jadi, Clara tidak keberatan untuk memberikannya. Namun, Clara ingin sedikit bermain dengan berkata, “Aku akan memberikannya padamu. Tapi, panggil aku kakak dulu.”

Anak kecil itu terlihat agak keberatan. Seolah-olah Clara tidak cocok untuk dipanggil kakak. Ekspresinya sedikit banyak membuat Clara gemas. Pada akhirnya, anak kecil itu mengalah dan berkata, “Baiklah. Kakak, bisakah berikan aku buket bunga itu?”

Clara tersenyum manis dan mengangguk. Ia pun dengan senang hati memberikannya untuk anak lelaki itu sembari menambahkan pesan, “Ambillah dan berikan pada ibumu. Pasti ia senang karena mendapatkan hadiah seperti ini di hari ulang tahunnya.”

Namun, anak kecil itu tidak segera beranjak dari posisinya. Ia malah berkata, “Ibu bilang, aku tidak boleh menerima kebaikan seseorang begitu saja. Aku harus membalasnya agar tidak hutang budi. Jadi, Kakak harus menerima ini.”

Anak laki-laki itu menunjukkan sebuah kalung kecil dengan liontin mutiara. Clara yang melihatnya jelas terkejut. “Ini sepertinya barang berharga. Aku tidak bisa menerimanya. Bagaimana jika kau memberikannya pada ibumu saja?” tanya Clara.

“Tidak. Ibu memiliki banyak hal seperti ini. Ibu bahkan sering memberikan barang-barang seperti ini pada orang-orang yang ia sukai. Karena ini barang milikku, maka aku bisa melakukan apa yang aku inginkan. Jadi, terima ini sebagai pengganti buket bunga Kakak,” jawab anak laki-laki tampan itu.

Jelas Clara tidak mau menerimanya. Namun, anak lelaki itu sudah mengambil langkah terlebih dahulu. Ia memakaikan kalung tersebut dengan mudah pada Clara yang kebetulan hari itu mencepol tinggi rambutnya. Sembari memakaikannya, anak kecil itu berbisik, “Kakak harus berhati-hati dengan pria tampan yang baru Kakak temui.”

Clara terkejut mendengar perkataan anak kecil tersebut. Sebab jelas itu adalah hal yang sangat tidak terduga Clara dengar dari anak kecil sepertinya. Sayangnya Clara tidak merespons di waktu yang tepat, karena anak kecil itu sudah lebih dulu berlari pergi dengan buket bunga yang berada di tangannya. Clara kehabisan kata-kata melihat hal itu dan menghela napas. “Anak yang aneh, padahal aku yakin dia akan tumbuh menjadi pemuda yang tampan nantinya,” gumam Clara.

Setelah cukup beristirahat, Clara  pun beranjak melanjutkan perjalanannya. Setelah membeli salep dan mengobati lukanya, Clara membeli es krim. Ia menikmatinya dengan perlahan selama perjalanan pulangnya menuju toko. Bertepatan dengan habisnya es krim yang ia nikmati, Clara pun tiba di toko bunganya. Clara tentu saja segera membuka tokonya dan beristirahat di dalam sana. Clara memilih melepaskan sepatu haknya dan beristirahat di balik meja kasir yang menyatu dengan meja kerjanya.

“Aku makan siang apa ya hari ini?” tanya Clara sembari memainkan ponselnya karena ingin memeriksa bagian terbaru dari ceritanya yang tadi pagi sudah diunggah. Clara tersenyum karena kembali mendapatkan sambutan yang baik dari para pembacanya.

Namun, di tengah itu ternyata Clara kedatangan pelanggan. Sebelumnya Clara sudah memasang lonceng di atas pintu yang akan berbunyi ketika ada pergerakan pada pintu. Clara sadar jika ia memang selalu tidak sadar dengan sekitarnya saat fokus dengan sesuatu. Jadi, ia harus memasang hal itu untuk membuat dirinya menyadari kedatangan pelanggan di toko bunganya. Saat suara lonceng terdengar, Clara pun segera berdiri dengan bertelanjang kaki dan menyapa dengan ramah, “Apa ada yang bisa saya bantu?”

Hanya saja, saat menatap pelanggan yang baru masuk, ternyata itu adalah pria yang beberapa hari yang lalu sempat membuat Clara gelisah. Sebab ia memiliki wajah tampan yang sangat mirip dengan pria yang selalu muncul pada mimpi erotisnya. Clara berusaha untuk menjernihhkan pikirannya dan tetap menampilan ekspresi profesionalnya sebagai pemilik toko bunga. Pria yang kini terlihat berpakaian santai itu terlihat melepaskan kacamata hitam yang ia katakan dan berkata, “Aku ingin sebuah buket bunga. Tapi, bisakah aku memilih bunganya sendiri?”

Clara mengangguk. Ia mengenakan sandal dan mengarahkan pria itu untuk memilih bunga-bunga yang mungkin ingin dipakai olehnya untuk buket bunganya. Lalu tak lama, pria itu menunjuk sekelompok bunga dan berkata, “Aku ingin bunga itu.”

“Apa bunga ini akan Anda berikan pada kekasih Anda?” tanya Clara menanyakan hal yang sangat wajar ditanyakan di toko bunga seperti itu.

Pria tampan pemilik rambut gelap itu mengangguk. “Ya, aku ingin memberikannya untuk seorang wanita,” jawabnya jujur.

“Kalau begitu, sepertinya bunga sweet pea ini kurang cocok untuk diberikan padanya. Memang bunga ini terlihat sangat indah, dan mungkin akan cocok diberikan pada kekasih Tuan. Tapi, makna bunga ini kurang baik. Ini bisa berarti sebagai perpisahan,” ucap Clara menjelaskan makna bunga yang dipilih oleh pelanggannya itu.

Sebenarnya urusan pria itu bukan masalah Clara. Terlebih jika itu adalah masalah mengenai percintannya. Namun, Clara merasa jika dirinya memiliki kewajiban untuk menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan bunga pada pelanggan yang datang. Tentu saja tanpa terkecuali. Sebab ada banyak bahasa bunga yang mungkin saja membuat orang-orang yang menerima bunga ini menjadi salah paham.

“Tidak apa-apa. Aku memang menginginkan bunga yang bermakna seperti itu. Jadi, tolong buatkan aku sebuah buket bunga yang berarti perpisahan,” ucap pria itu membuat Clara mematung.

Clara mematung, karena dirinya benar-benar tidak mengerti, mengapa kini dirinya malah merasa senang. Padahal Clara tidak mengenal pria yang baru dua kali membeli bunga di tokonya ini. Namun, mendengar kabar bahwa ia akan putus dengan kekasihnya, membuat Clara merasa senang bukan main seperti ini. Jelas ini adalah hal yang salah. Mengingat seharusnya saat ini Clara merasa bersimpati akan hal menyedihkan yang dialami oleh pria tampan yang akan putus dari kekasihnya.

“Apakah aku bisa mendapatkan buket bunga itu secepatnya?” tanya pria itu menyadarkan Clara dari lamunannya. 

Clara tentu saja mengangguk. “Baik, saya akan segera menyiapkan buket bunga yang Anda inginkan,” jawab Clara bergegas untuk memilih bunga-bunga yang sesuai.

Karena merasa sangat canggung, Clara pun memilih untuk memulai pembicaraan dengan pria itu. Clara berkata, “Meskipun kalian berpisah, saya rasa kalian masih bisa memiliki hubungan yang baik sebagai kenalan. Sebab Anda menyelesaikan hubungan kalian dengan baik-baik. Bahkan memberikan hadiah perpisahan yang indah.”

Pria itu tidak segera memberikan jawaban atas perkataan Clara. Tentu saja Clara merasa sangat canggung karena berpikir sudah membahas hal yang tidak seharusnya. Namun, ternyata pria itu pada akhirnya memberikan respons dengan berkata, “Aku hanya ingin menyelesaikan semuanya dengan rapi, agar aku bisa memulai hubungan baru dengan benar.”

Mendengar hal itu, Clara merasakan jantungnya berdetak hebat. Jelas Clara memaki dirinya sendiri dan berkata dalam hati, “Jangan berpikir gila, Clara! Jangan pernah mengharapkan apa pun. Tidak mungkin ada hubungan di antara dirimu dan pria menawan ini. Dan jatung, berhenti berdetak sekuat ini! Kau benar-benar membuatku malu!”

Clara tidak sadar, jika ekspresinya saat ini diperhatikan oleh pria itu. Lalu tak lama, pria itu pun berkata, “Ternyata Anda memang benar-benar manis.”

Mendengar pujian itu, Clara mematung dan bertanya, “Y, Ya?”

Pria itu tersenyum dan mengulang perkataannya, “Anda sangat manis.”

 

 

 

 

 

 

__________***__________

 

 

 

 

 

 

5. Tertarik

 

 

 

Clara membuka matanya lebar-lebar. Ini hari ketiga setelah pertemua keduanya dengan pria yang memiliki wajah mirip dengan pria yang datang di mimpi erotisnya. Sebenarnya ada banyak hal menarik yang seharusnya membuat Clara bersemangat. Pertama, kabar bahwa pria tampan yang masih belum ia ketahui namanya itu sudah tidak lagi memiliki kekasih. 

Kedua, adalah kabar bahwa tubuhnya kini terasa sangat segar setelah bangun tidur. Hal yang sepertinya sudah lama tidak ia rasakan, karena biasanya walaupun sudah mendapatkan waktu tidur yang cukup, Clara akan terus merasa lelah. Sepertinya, karena akhir-akhir ini Clara tidak bermimpi erotis lagi, jadi Clara bisa tidur lebih nyaman.

“Kembali, aku mendapatkan malam yang sangat tenang,” gumam Clara karena benar-benar tidak mendapatkan mimpi apa pun tadi malam. Hingga Clara bisa tidur dengan sangat tenang dan nyaman. Rasanya sangat terasa aneh.

“Lebih aneh, karena rasanya aku merasa sangat asing ketika benar-benar tidak mendapatkan mimpi apa pun saat tidur,” ucap Clara sembari menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya.

Setelah itu, seperti biasanya Clara melakukan perenggangan sejenak sebelum memulai aktifitasnya. Bedanya, kali ini Clara memilih untuk memasak terlebih dahulu sebelum berangkat ke toko. Kali ini Clara memilih untuk menghemat uangnya. Jadi, Clara membuat sarapan dan bekal makan siangnya. Setelah semuanya siap, barulah Clara berangkat setelah memastikan rumahnya ditinggalkan dalam kondisi yang paling aman.

“Cuacanya benar-benar sangat cerah,” ucap Clara saat dirinya berada di tengah perjalanan.

Clara tinggal di Wina, Austria. Tempat yang eksetik dan menarik dengan banyak bangunan tua yang masih indah sekaligus menawan. Clara benar-benar merasa sangat bersyukur karena dirinya bisa tinggal di area yang indah seperti ini. Terlebih, dirinya juga memiliki sebuah toko yang sering menarik perhatian para wisatan atau bahkan orang-orang setempat yang memang senang pada bunga. “Semoga hari ini berjalan dengan baik, dan aku bisa menjual banyak bunga,” ucap Clara dengan penuh rasa antusias.

Tak membutuhkan waktu lama, Clara sudah tiba di depan tokonya. Dari kejauhan Adolf tampak melambaikan tangannya menyapa Clara. Karena itulah Clara tersenyum dan ikut melambaikan tangannya juga. Namun, hanya sebatas itu karena Clara segera masuk ke dalam tokonya dan mempersiapkan tokonya untuk menyambut pelanggannya. Setelah semuanya sudah siap, barulah Clara duduk dan menikmati sarapannya sembari mempersiapkan laptopnya. Sayangnya, hingga sarapannya habis, Clara sama sekali tidak bisa mengetik sepatah kata pun.

Clara mengangkat pandangannya dari laptop saat mendengar suara dering ponselnya. Ternyata Anita sudah menghubunginya. Karena itulah, Clara menerima telepon tersebut. “Ada apa?” tanya Clara.

“Aku hanya ingin menghubungimu, sekaligus mengejekmu,” jawab Anita.

“Apa semua ejekan yang kau berikan belum cukup? Hingga di waktu liburmu saja, kau meluangkan waktu untuk menghubungiku dan mengjek diriku?” tanya Clara jengkel.

“Hei, aku ini sangat perhatian padamu. Karena itulah, aku harus selalu menghubungimu. Aku hanya ingin bertanya, mengapa tiga hari ini kau belum menulis bagian terbaru ceritamu? Apa mungkin kau tidak memiliki ide?” tanya Anita karena memang ia tahu jadwal pasti Clara memperbarui cerita yang ia tulis di forum.

Clara menghela napas panjang. Karena memang beberapa hari ini Clara tidur dengan sangat nyaman, tanpa adanya mimpi apa pun yang menghiasi tidurnya, karena itulah Clara tidak mendapatkan ide apa pun mengenai ceritanya. Clara menghela napas sekali lagi sebelum menjawab, “Aku tidak bermimpi apa pun, tapi itu membuatku tidur dengan sangat nyenyak dan tenang. Karena itulah, aku akan beristirahat sejenak. Aku perlu memikirkan akan aku bawa ke mana cerita yang tengah kutulis ini.”

“Inilah mengapa aku berulang kali berkata padamu, bahwa kau harus segera mendapatkan kekasih. Kau tidak bisa mengandalkan mimpi erotismu untuk menuliskan adegan bercinta untuk tulisanmu. Karena itulah, kau harus mencari pengalaman yang menarik dengan kekasihmu. Pengalaman bercintamu dengan kekasih, pasti akan lebih berdampak untuk menulis ceritamu,” ucap Anita sangat semangat untuk memberikan nasihat pada sahabatnya itu.

Clara berdecak. “Ayolah, berhenti untuk mendorongku untuk memiliki kekasih. Karena jika aku ingin memiliki kekasih, sebenarnya sudah ada pria yang ingin kujadikan sebagai kekasihku. Walaupun, rasanya itu sangat mustahil terjadi,” ucap Clara.

Anita yang mendengarnya seketika merasa sangat semangat. Karena itulah, Anita segera berkata, “Kalau begitu, jadikan saja ia pacarmu. Seperti kataku. Tidak ada yang mustahil. Jika kau sedikit berdandan dan memakai pakaian seksi, aku yakin pria mana pun bisa kau goda. Asalhkan jangan menggoda Alex-ku.”

“Kau gila? Mana mungkin aku menggoda pacar temanku sendiri!” seru Clara jengkel.

Anita tertawa renyah. Karena memang ia tahu betul jika Clara tidak mungkin melakukan hal tersebut. Lalu Anita pun memilih untuk memberikan nasihat lagi pada sahabatnya itu. “Ya, aku tau. Kalau begitu, bagaimana jika aku mengenalkan dirimu dengan seorang pria? Ayolah, Clara! Ini sudah tiba waktumu untuk mengakhiri masa gadismu. Memangnya akan sampai kapan kau menyimpannya? Bukankah lucu jika penulis erotis di negara semaju ini, ternyata masih perawan dan bahkan belum pernah berciuman,” ucap Anita membuat Clara sama sekali tidak bisa menahan diri lagi.

“Dasar menyebalkan! Berhenti untuk mengejek diriku!” seru Clara lalu menutup sambungan telepon saat dirinya mendengar tawa Anita yang meledak begitu saja.

 

 

 

***

 

 

“Sepertinya ini sudah waktunya pulang,” ucap Clara sembari melepaskan celemek yang ia kenakan. Jelas Clara berniat untuk segera beres-beres dan menutup tokonya.

Namun, rencana Clara urung karena pria yang menghantui dirinya selama beberapa hari ini kembali datang. Kali ini, pria itu tampil memukau dengan setelan jas yang ia kenakan. Walaupun sebenarnya, Clara yakin dengan pakaian apa pun yang ia kenakan, pria itu akan selalu memukau. Terlebih jika ia tidak mengenakan apa pun, dan memamerkan otot-otot tubuhnya yang terbentuk dengan sempurna. Itu jauh lebih memukau. Clara berdeham saat menyadari pemikirannya yang jelas-jelas sudah gila. 

Clara memasang ekspresi terbaiknya dan bertanya, “Apa Anda ingin dibuatkan buket bunga lagi?”

Pria itu mengangguk dan berkata, “Aku ingin sebuah buket bunga dari masing-masing 13 tangkai bunga krisan merah muda dan putih.”

Clara yang mendengarnya pun mengangguk. Ia pun mulai mempersiapkan semuanya dengan teliti dan cekatan. Saat menunggu pesanannya jadi, pria itu tidak diam menunggu melainkan berkeliling untuk mengamati setiap bunga indah di sana. Ia berkata, “Sepertinya aku datang saat kau akan menutup tokomu.”

“Ya, ini sudah waktunya saya menutup toko. Anda menjadi pelanggan terakhir saya hari ini,” ucap Clara sembari mulai menatap bunga krisan dengan beberapa hiasan yang mempercantiknya.

“Sepertinya Anda cukup memahami bahasa bunga, karena Anda bahkan memesan bunga dengan detail. Tiga belas tangkai bunga krisan bisa diartikan sebagai penggemar rahasia. Lalu warna yang Anda pilih juga bisa diartikan dengan kejujuran atau kesetian,” ucap Clara sembari merapikan pita yang mengikat buket bunga.

Pria tampan itu mendekat pada meja kerja Clara dan mengamati gerakan Clara dengan saksama sebelum menjawab, “Ya, aku yakin kau lebih paham daripada diriku. Sepertinya aku memilih bunga yang cocok. Hari ini, aku memang ingin mengatakan sesuatu yang sejujurnya pada seseorang.”

Clara terdiam sejenak, lalu menatap pria itu dan bertanya, “Ah, apakah ini mungkin berkaitan dengan hubungan baru yang sebelumnya Tuan katakan?”

Pria berambut gelap itu mengangguk. “Sepertinya, ini sudah saatnya kau berhenti untuk memanggilku dengan sebutan Tuan. Kau bisa mulai memanggilku dengan nama Melvin. Melvin Eland, itulah namaku.”

Clara tentu saja terkejut dengan perkenalan yang tiba-tiba itu. Jantung Clara bahkan berdegup sangat kencang, seakan-akan Clara baru saja selesai berolahraga keras. Nama Melvin terus terulang di dalam benak Clara. Seolah-olah itu adalah nama pria paling indah yang pernah Clara dengar dalam hidupnya. Namun, Clara bisa segera mengendalikan diri. Ia tersenyum manis dan menjawab, “Kalau begitu, salam kenal Melvin, aku Clara Martina. Kau bisa memanggilku Clara. Lalu, ini buket bungamu.”

Pria tampan bernama Melvin itu menerima buket bunga krisan yang cukup besar dari Clara, lalu menyelesaikan pembayaran. Setelah itu, Melvin berkata, “Terima kasih. Sampai jumpa, Clara.”

Clara menjawab pelan, “Sampai jumpa.”

Setelah pria itu menghilang, Clara memukul dadanya sendiri yang terasa sangat terguncang. “Wah, ini gila. Bagaimana aku bisa sesenang ini hanya mendengarnya memanggil namaku?” gumam Clara sembari menggeleng frustasi dengan tingkahnya sendiri.

Clara pun bergegas untuk beres-beres. Ini sudah lewat jam pulangnya, dan ia tidak ingin pulang lebih larut daripada ini karena bisa saja ada hal yang tidak diinginkan terjadi nantinya. Tak membutuhkan waktu lama, Clara pun selesai beres-beres dan ia pun segera ke luar toko dan mengunci pintu. Namun, begitu berbalik, Clara terkejut saat melihat Melvin. “Kenapa masih di sini? Apa mungkin ada yang salah dengan buket bunganya?” tanya Clara cemas jika dirinya sudah melakukan kesalahan.

Melvin menggeleng. Namun, ia mendekat pada Clara dan hal itu membuat Clara merasa sangat gugup. Seolah-olah dirinya sudah melakukan kesalahan yang tidak ia ketahui. Kini Melvin dan Clara berdiri saling berhadapan. Rasa gugup Clara semakin menjadi saja. Melvin sepertinya menyadari kegelisahan Clara tersebut dan tersenyum tipis. Hanya saja, senyuman tersebut malah semakin membuat Clara semakin tidak tenang. Jelas senyuman milik Melvin adalah hal yang bisa membuat hati Clara menjadi kacau balau dengan mudah.

“Tidak ada yang salah dengan buket bunga ini. Aku hanya ingin memberikannya pada pemilik yang sebenarnya,” ucap Melvin lalu memberikannya pada Clara yang secara refleks menerima buket bunga cantik itu. 

Clara membutuhkan waktu beberapa saat untuk memproses apa yang sudah dikatakan oleh Melvin. Setelah bisa menangkap maksud Melvin, barulah Clara terkejut dan bertanya, “Ini untuk diriku? Ta-Tapi kenapa?”

Melvin terkekeh pelan saat melihat perubahan ekspresi yang menghiasi wajah Clara yang manis. Terlebih saat melihat netra biru langit Clara yang berkilauan karena kebingungan. Lalu Melvin pun berkata, “Benar. Itu bunga untukmu. Alasannya sama dengan arti bunga yang kuberikan itu, Clara. Aku tengah berusaha untuk jujur padamu.”

Saat itu jantung Clara sudah tidak tertolong lagi. Ia berdetak dengan sangat kencang. Bahkan saking kencangnya. Clara hampir tidak bisa merasakan ritmenya, dan bertanya-tanya apakah ia akan mati karena serangan jantung. Jelas Clara tidak ingin meninggalkan dunia ini bahkan sebelum dirinya merasakan ciuman pertama yang manis dan melewati malam panas dengan seorang pria memesona, contohnya seperti Melvin yang berada di hadapannya. 

Clara menyadarkan dirinya sendiri sebelum bertanya, “Jujur mengenai hal apa?”

Melvin menatap Clara tepat pada matanya. Membuat Clara sadar jika Melvin benar-benar memiliki warna mata yang sangat indah. Warna mata gelap yang sebelumnya ia kira berwarna hitam seperti warna rambutnya hitam gelap, ternyata berwarna abu-abu gelap. Perbedaannya tipis, tetapi terlihat sangat menawan saat dilihat dari dekat. Melvin pun menjawab, “Jujur, aku ingin mengenalmu lebih jauh. Sebab aku tertarik padamu, Clara.”

 

 

 

 

 

 

__________***__________

 

 

 

 

 

 

6. Persejutan Kencan

 

 

 

“Argh, bagaimana ini?!” tanya Clara sembari menendang-nendang selimut yang ia kenakan. Clara terlihat sangat frustasi sekaligus merasa antusias. Semua itu terlihat dari tingkah lakunya, sekaligus dari ekspresinya saat ini. Wajahnya yang memerah terlihat sangat jelas, bahwa ia saat ini benar-benar malu.

Saat ini, Clara memang tengah berada dalam suasana hati yang sangat kacau. Tentu saja hal tersebut tidak terlepas dari fakta bahwa saat ini dirinya masih memikirkan mengenai perkataan Melvin. Ia kesulitan memberikan reaksi karena terlalu terkejut setelah mendengar perkataan Melvin tersebut. “Aku pasti terlihat seperti orang bodoh,” ucap Clara merasa jika dirinya sangat menyedihkan.

Clara pun memilih untuk duduk dan mengusap wajahnya dengan kasar. “Astaga, apa yang harus kulakukan sekarang?” tanya Clara.

Lalu Clara pun melirik pada ponselnya yang berada di atas meja. Namun, di atas ponselnya itu, ada sebuah kartu nama yang terlihat sangat elegan. Itu adalah kartu nama yang diberikan oleh Melvin padanya. Tadi, Melvin bersikap pengertian. Karena sadar jika Clara sangat terkejut dengan apa yang baru saja ia dengar, jari Melvin berkata bahwa Clara tidak perlu menjawabnya saat itu juga. Namun, Melvin tetap menunggu jawaban yang akan diberikan oleh Clara mengenai pernyataannya.

Lalu Melvin memberikan sebuah kartu namanya, dan meminta Clara untuk menghubunginya jika Clara bersedia untuk memulai hubungan dengannya. Clara menghela napas panjang. “Aku berpikir, sepertinya akan menyenangkan jika memulai hubungan dengannya. Dia tampan, dan sepertinya juga memiliki pekerjaan yang mapan,” ucap Clara sembari mengingat setelan dan kendaraan Melvin yang jelas bisa dikategorikan sebagai barang mewah.

Jelas, Clara tergiur ajakan Melvin untuk memulai hubungan, atau sakadar saling mengenal lebih jauh. Namun, Clara tidak bisa serta merta melakukan hal itu. Clara merasa jika itu adalah hal yang gegabah. Terlebih, Clara tidak boleh melupakan fakta bahwa Melvin adalah pria yang memiliki wajah yang sama dengan wajah pria yang selalu datang dalam mimpi erotisnya. Jika melihat wajah Melvin, Clara secara otomatis dengan mudah mengingat mimpi tersebut. Itu jelas terasa sangat canggung. 

“Terlebih dia baru saja memutuskan hubungannya dengan kekasihnya yang sebelumnya. Bukankah terlalu cepat jika memulai hubungan yang baru denganku?” tanya Clara pada dirinya sendiri lalu terlihat berpikir dengan sangat keras mengenai masalah ini.

Jelas secara alami kini Clara berpikir, bahwa Melvin mungkin tertarik pada dirinya untuk bermain-main. Rasanya itu yang paling masuk akal. Mengingat rasanya tidak ada kejadian berkesan yang bisa membuat Melvin jatuh hati padanya. Clara juga yakin, jika pria menawan seperti Melvin pasti bisa bertemu dengan wanita-wanita cantik setiap harinya. Sebab segala hal yang berkaitan dengan Melvin adalah magnet untuk menarik para wanita mendekat pada dirinya.

“Lebih baik aku tidak perlu memikirkan masalah ini lebih jauh. Keputusan yang paling tepat bagiku adalah menghidar darinya. Aku tidak boleh terikat atau memiliki hubungan lebih dengannya, karena bisa saja itu hanya akan merugikanku,” gumam Clara.

Lalu Clara berbaring dengan tenang. Ini sudah larut malam. Jika ia tidak segera tidur, bisa-bisa besok ia terlambat bangun dan tidak membuka toko tepat waktu. Tentu saja Clara tidak boleh sampai melakukan hal itu. Menurut perhitungannya, esok adalah hari di mana tokonya akan kedatangan banyak pelanggan. Jadi, Clara harus menyiapkan diri untuk menyambut hari yang sibuk esok hari.

Namun, begitu dirinya menutup mata, bayangan wajah Melvin kembali mengusik dirinya dan membuat Clara kembali membuka matanya. “Aish, kenapa dia kembali muncul?” gerutu Clara bingung.

Sebenarnya ini adalah hal yang sudah Clara rasakan sejak awal. Pria yang datang di mimpi erotisnya, memang sangat tampan dan sesuai dengan pria impiannya. Namun, Clara sadar jika imajinasinya saja tidak akan cukup untuk menciptakan sosok yang sempurna seperti itu. Lalu saat Clara bertemu denga Melvin di dunia nyata, Clara benar-benar sangat terkejut. Ia berpikir, bahwa ini adalah kemungkinan yang sangat mustahil untuk terjadi. Di mana ia bertemu dengan orang asing yang muncul di dalam mimpinya.

“Kurasa, aku pernah melihat Melvin, bahkan jauh sebelum pertemuan pertama kami. Pria tampan di dalam mimpiku juga, ia tidak muncul begitu saja. Jiwa seniku tidak terlalu tinggi hingga imajinasiku bisa menciptakan sosok menawan sepertinya,” gumam Clara merasa sangat bingung. Mungkin, nanti saat Clara benar-benar sudah santai dan tenang, ia akan sedikit mencari tahu. Siapakah sebenarnya sosok Melvin, dan kapan sebenarnya Clara pertama kali melihatnya.

 

 

 

***

 

 

 

Adolf tersenyum lebar saat melihat Clara yang terlihat sangat gelisah. Clara memesan sarapan lalu duduk di kursi yang kosong. Setelah pesanan Clara sudah siap, Adolf pun mendekat pada Clara dan bertanya, “Ada apa? Kenapa wajahmu terlihat sangat kusut seperti itu?”

Clara menyesap es teh yang dicampur dengan susu segar. Setelah itu ia menjawab, “Hanya ada sedikit masalah yang menggangguku. Aku perlu waktu untuk menjernihkan pikiranku.”

Lalu tanpa sadar, Clara memainkan liontin mutiara pada kalung yang ia kenakan. Ia mengingat sosok anak kecil yang memberikan kalung ini padanya, dan mengingat bisikannya yang sangat aneh karena dikatakan oleh anak sekecil itu. Namun, perkataannya sangat membekas bagi Clara. Sebab Clara masih ingat dengan jelas, bahwa anak itu meminta Clara untuk berhati-hati dengan pria asing yang berkeliaran di sekitarnya. Jika dipikirkan sekarang, dengan mudah Clara berpikir jika Melvin adalah orang yang sangat cocok dengan peringatan anak kecil itu.

“Kalung itu cantik,” puji Adolf yang baru menyadari jika Clara mengenakan perhiasan seperti itu.

“Ah, ini kalung yang diberikan oleh anak kecil yang menukarnya dengan sebuah buket bunga. Tanpa sadar, aku selalu memakainya,” ucap Clara memang tidak sadar jika kalung ini masih menghiasi lehernya. Karena biasanya Clara memang tidak mengenakan aksesoris semacam ini, jadi ia tidak terlalu memperhatikannya.

“Tak apa. Toh kalung itu benar-benar cocok denganmu,” ucap Adolf memberikan pujian lalu memberikan isyarat pada Clara untuk segera mulai menikmati sarapannya.

Clara tersenyum dan mulai menikmati sarapannya ditemani oleh Adolf, sang pemilik café yang memang sudah cukup akrab dengannya. Mereka sudah saling mengenal semenjak Clara membuka toko bunga yang tertelak tidak terlalu jauh dari kafe yang dikelola oleh Adolf. Berbeda dengan Clara yang mengelola toko bunga untuk menyambung hidup, Adolf mengelola café karena itu adalah kegiatan menyenangkan yang sudah dilakukan secara turun temurun oleh keluarganya. Benar, Clara dan Adolf berasal dari latar belakang yang jauh berbeda. Meskipun begitu, mereka tetap memiliki hubungan yang baik, bahkan bisa dibilang cukup akrab.

Clara menatap jam tangannya dan sadar jika sebentar lagi dirinya harus membuka tokonya. Sayangnya, Clara tiba-tiba kehilangan semangat. Sebab itu adalah tempat di mana dirinya terus bertemu dengan Melvin. Ada perasaan yang menggelitik di dalam hatinya saat mengingat semua pertemuannya dengan Melvin di dunia nyata. “Wah, aku benar-benar kehilangan semangat,” gumam Clara kesal.

Jelas kesal, karena hari ini ia akan kedatangan banyak pelanggan, tetapi ia bahkan tidak memiliki semangat untuk membuka tokonya. Adolf yang mendengar gumamam Clara pun bertanya, “Apa aku bisa membantumu? Sepertinya kau memiliki masalah yang sulit.”

Clara menggeleng. “Ini bukan masalah yang besar. Hanya saja, ada seseorang yang membuatku terganggu,” ucap Clara sembari mengernyitkan keningnya saat mengingat sosok Melvin.

Bagi Clara, pria tampan yang sangat sempurna itu memang sangat mengganggu. Clara bahkan tidak bisa berpikir dengan jernih karena pikirannya terus saja tertuju pada pria itu. Padahal, Clara sudah bertekad untuk mengabaikannya dan tidak membiarkan perasaan apa pun berkembang. Clara memang tidak bisa memungkiri, jika Melvin membuat jantungnya berdebar semenjak pertemuan pertama mereka. Entah ini memang perasaan yang muncul karena ketertarikan, atau karena Clara melihat sosok pria dalam mimpi erotisnya pada diri Melvin yang memang memiliki wajah yang persis.

Ekspresi Adolf berubah serius, saat dirinya mendengar perkataan Clara tersebut. “Apa ada orang yang mengganggumu? Siapa dia? Apakah dia pria?” tanya Adolf beruntun. Jelas Clara menangkap bahwa saat ini Adolf tengah mencemaskan dirinya.

Clara tersenyum tipis. Ia bisa meminta tolong pada Adolf, karena pria ini memang bisa diandalkan dalam segala hal. Sayangnya, untuk masalah ini Clara tidak ingin melibatkan siapa pun. Terlebih, pada dasarnya ini bukanlah masalah besar. Hanya saja Clara kesulitan untuk mengendalikan perasaannya sendiri, dan tidak bisa menunjukan sekat antara dunia mimpinya serta dunia nyata. Clara harus menyadarkan berulang kali, bahwa Melvin bukanlah pria yang selama ini mencumbunya di dalam mimpi erotisnya.

Saat Clara akan menjawab, bibir Clara tiba-tiba berhenti. Sebab dirinya melihat seorang pria masuk ke dalam café dan kini melangkah ke meja yang tengah ia tempati. Pria itu terlihat sangat tampan dengan setelan santainya. Ada aroma harum yang sangat maskulin yang kini merasuki indra penciuman Clara. Membuat Clara tiba-tiba teringat dengan mimpi erotisnya, di mana dirinya ditindih oleh pria itu dan mengerang karena mendapatkan pelepasan demi pelepasan yang sangat menakjubkan. Pelepasan yang bahkan belum pernah Clara rasakan di dunia nyata.

“Ternyata benar, kau di sini. Aku datang karena ingin membeli sebuah buket bunga. Tapi, tokomu masih tutup,” ucap Melvin dengan senyuman manisnya.

Suara Melvin terdengar begitu jelas di telinga Clara sekarang. Wajah Clara tanpa bisa ditahan berubah menjadi sangat merah. Selain merasa malu karena dirinya memikirkan hal seperti itu di tempat umum, Clara juga merasa aneh karena kini tubuhnya tiba-tiba terasa panas. Clara sadar, jika ini adalah perasaan ketika dirinya tengah bergairah. Adolf yang melihat wajah Clara yang memerah segera bertanya, “Astaga, wajahmu merah. Apakah kau demam?”

Clara menyentuh kedua pipinya yang memerah, dan memaki dirinya sendiri dalam hati. Karena merasa jika itu adalah hal yang sangat memalukan. Jika Adolf masih terlihat sangat mencemaskan kondisi Clara, maka Melvin mengamati dalam diam. Namun, jika diamati, terlihat bahwa saat ini Melvin tersenyum kecil. Seakan-akan dirinya tahu apa yang tengah terjadi pada Clara saat ini. Karena itulah, Melvin berkata, “Sepertinya Clara tidak sakit. Wajah merah karena alasan lain.”

Clara tersentak saat mendengar ucapan Melvin tersebut. Ia pun menatap Melvin dengan kedua matanya yang membulat. Melvin menyuguhkan senyuman yang membuat Clara gelisah. Namun, selanjutnya Melvin berkata, “Sepertinya cuacanya terlalu panas untuk Clara. Jadi wajahnya dengan cepat memerah.”

Entah mengapa Clara merasa sangat kesal, dan merasa dipermainkan. Padahal, Clara sendiri jelas tahu, tidak mungkin Melvin bisa tahu apa yang ia pikirkan. Melvin tidak bisa menembus isi kepalanya. Dengan kesal, Clara pun berkata, “Ayo, akan kubuatkan sebuah buket pesan yang Anda pesan.”

Clara bangkit dan melangkah melewati Melvin yang rupanya berbisik pada Clara, “Entah mengapa, aku mendengar perkataanmu barusan seperti persetujuan untuk berkencan.”

 

 

 

 

 

 

__________***__________

 

 

 

 

 

 

7. Bingung

 

 

 

Clara sudah membuka tokonya, dan kini ia mengikat rambut cokelatnya yang indah dan mengenakan celemek kerjanya. Setelah itu, barulah Clara bekerja untuk membuat sebuah buket bunga yang memang dipesan oleh Melvin. Tidak ada perbincangan ramah atau perbincangan apa pun di antara keduanya. Jika Clara berkonsentrasi dengan pekerjaannya sendiri, maka Melvin terlihat asyik mengamati satu per satu bunga yang ada di toko tersebut. Seakan-akan itu adalah hal yang menghibur bagi dirinya.

Tidak membutuhkan waktu lama, buket bunga pun sudah siap. Clara meletakkan buket bunga itu di meja kasir dan berkata, “Buket bunganya sudah siap, Tuan.”

Mendengar apa yang dikatakan oleh Clara, Melvin menoleh dan bertanya, “Apa itu buket bunga pesananku?”

“Tentu saja, Anda adalah pelanggan pertama saya hari ini,” jawab Clara dengan bahasa formal. Jelas menunjukkan garis tegas bahwa mereka tidak lebih dari pelanggan dan pemilik toko. Melvin mendekat dengan menunjukkan ekspresi sedihnya.

Ekspresi yang jujur saja membuat Clara merasa sangat tidak nyaman. Namun, Clara sama sekali tidak mengendurkan pertahanannya. Hari ini, Clara akan mengatakan jawaban yang pasti masih ditunggu oleh Melvin. Ia tidak ingin terlibat lebih jauh dengan Melvin, karena ia memiliki firasat jika itu akan membuatnya berada dalam masalah yang kacau. Clara tidak ingin tersert pada permainan yang mungkin saja membuat dirinya terluka nantinya.

Cita-cita Clara adalah hidup dengan nyaman dan menikmati setiap hobi yang ia lakukan. Jadi, pilihan yang sangat tepat untuk menolak Melvin dengan tegas. Setelah Melvin membayar dan Clara memberikan struk, saat itulah Clara berkata, “Terima kasih atas pembeliannya, dan saya harap Anda tidak pernah kembali lagi.”

Melvin terdiam sejenak saat mendengar ucapan Clara. Ia bukan orang bodoh, dan ia mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Melvin tersebut. Lalu Melvin pun bertanya, “Apakah ini jawabannya?”

Clara tanpa ragu mengangguk. “Benar, inilah jawabannya. Saya rasa, kita tidak bisa memiliki hubungan yang lebih daripada ini. Jadi, daripada merasa tidak nyaman setelah apa yang terjadi ini, lebih baik Anda berhenti untuk datang ke toko saya. Ada banyak toko bunga yang lebih besar dan bagus daripada toko saya. Jadi, Anda bisa menemukan toko lain di luaran sana,” ucap Clara.

Melvin mengangguk mengerti. Reaksi tenang yang membuat Clara agak bingung karena merasa sangat tidak cocok bagi Melvin. Bukannya Clara ingin sesuatu terjadi saat dirinya menolak permintaan Melvin. Namun, Clara pikir Melvin akan lebih cocok dengan sikap keras kepala. Seorang pria yang tidak akan menyerah begitu saja saat dirinya ditolak oleh seorang wanita. Hanya saja, Clara tidak mengatakan apa pun. Sebab semua yang terjadi sekarang, sesuai dengan apa yang ia harapkan.

Namun, ternyata Melvin malah kembali meletakkan buket bunga di atas meja kasir dan berkata, “Aku mengerti. Tapi, bisakah aku tau kenapa kau sama sekali tidak ingin memulai hubungan denganku? Atau setidaknya berkencan sekali atau dua kali agar kita lebih mengenal.”

Clara terdiam. Jelas ia tidak mungkin memberitahu, jika Clara tidak mau terus mengingat mimpi erotisnya. Karena Melvin memiliki wajah yang sangat mirip dengan pria dalam mimpinya, akan sangat mudah bagi Clara untuk kembali mengingat mimpi erotis tersebut. Itu terasa sangat memalukan, karena Clara seperti orang mesum yang memanfaatkan wajah tampan Melvin. Akan terasa lebih memalukan jika Clara dengan jujur mengatakan pada Melvin, bahwa alasannya tidak ingin lebih mengenalnya adalah karena setiap melihat wajahnya, ia akan teringat mimpi erotisnya.

“Tidak ada yang perlu kukatakan lagi. Intinya, aku tidak ingin memulai hubungan apa pun, bahkan untuk mengenalmu lebih jauh. Jadi, aku harap tidak ada pertemuan lagi,” ucap Clara penuh penekanan bahkan lupa menggunakan bahasa formalnya.

“Kalau begitu, aku akan berkata jika aku tidak akan melakukan apa yang kau inginkan itu,” ucap Melvin tegas membuat Clara memasang ekspresi tidak percaya.

“Tapi kenapa? Bukankah kau tadi berkata, jika kau mengerti dengan apa yang kukatakan. Tapi kenapa sekarang kau malah berkata seperti itu?” tanya Clara terlihat sangat jengkel.

Melvin terkekeh pelan. “Aku tipe pria yang tidak mudah menyerah, Clara. Jika aku ingin, aku harus mendapatkan apa yang aku inginkan. Karena itulah, aku akan kembali datang setiap hari. Meskipun kau menolaknya, aku tetap akan terus melakukannya. Inilah caraku membuatmu mengubah apa yang sudah kau putuskan. Aku akan membuatmu menerimaku, Clara.”

Clara yakin betul, jika Melvin sama sekali tidak main-main dengan apa yang ia katakan. Clara merasa jika Melvin akan melakukan apa pun yang sudah ia katakan. Dan hal itu tanpa sadar membuat tubuh Clara bergetar pelan. Entah mengapa dirinya merasakan firasat buruk yang membuat dirinya sangat tidak nyaman. Melvin menunjuk buket bunga yang sudah ia bayar dan berkata, “Itu untukmu. Aku rasa, bunga itu cocok untukmu.”

 

 

 

***

 

 

 

Waktu sudah berganti malam. Dan kini Clara sudah berada di dalam kamarnya dan dengan gaun tidur tipis yang nyaman untuk digunakan di cuaca saat ini. Clara duduk di meja belajarnya dan menatap buket bunga yang diberikan Melvin dan menghela napas panjang. Sebenarnya Clara bisa membuang buket bunga itu, untuk menunjukkan bahwa ia sama sekali tidak akan memberikan kesempatan pada Melvin untuk mengubah keputusannya. Namun, Clara tidak sampai hati membuang buket bunga yang indah ini.

“Tapi tetap saja, kenapa aku malah membawa buket bunga ini pulang?” tanya Clara menanyakan keputusannya sendiri.

Clara pun menggeleng tidak percaya dengan apa yang sudah ia lakukan. Memilih untuk mengabaikan buket bunga itu, Clara pun menghidupkan laptopnya. Karena Melvin sepertinya tidak akan menyerah begitu saja untuk membuatnya merasa terganggu, seperti ini sudah waktunya bagi Clara untuk mencari tahu mengenai Melvin. Bisa saja, ia menemukan sesuatu yang bisa membuat Melvin berhenti mengganggunya. Clara ingin kembali pada kehidupannya yang terasa tenang sebelum Melvin datang dan mengacaukannya.

“Pertama, mari kita cari media sosialnya,” ucap Clara lalu mencari nama Melvin di google. Cara yang sangat mudah untuk mencari media sosial orang lain di sana.

Namun, begitu dirinya mencari nama Melvin, Clara terkejut bukan main dengan apa yang sudah ia temukan. Ternyata ada satu fakta yang terungkap di sana. Melvin ternyata adalah seorang model yang sangat terkenal. Bahkan bukan hal yang sulit bagi Clara untuk mencari sosok Melvin di internet. Banyak hal mengenai Melvin yang tersebar di sana, seakan-akan hal-hal itu adalah hal lumrah yang perlu diketahui oleh orang lain.

“Mungkin, karena inilah aku merasa jika wajah Melvin sangat familier. Dengan kepopulerannya ini, sangat mustahil aku tidak pernah melihat iklan yang ia perankan,” ucap Clara menertawai kebodohannya.

Namun, Clara sadar jika itu artinya semakin mustahil ia dan Melvin bisa melangkah pada situasi yang diharapkan oleh Melvin. Mereka tidak akan memiliki hubungan yang diharapkan oleh Melvin. Semakin yakinlah Clara, bahwa keputusannya untuk menolak Melvin adalah hal yang sangat tepat. Hanya saja, Clara tidak bisa menahan diri untuk mencaritahu mengenai sosok Melvin lebih jauh daripada ini.

Saat melihat bahwa Melvin memiliki barisan penggemar yang sangat luas, ia pun merinding bukan main. “Wah, aku merinding. Bayangkan saja jika mereka tahu bahwa model pujaan mereka tertarik padaku. Aku tidak bisa membayangkan kemungkinan terburuk yang bisa mereka lakukan padaku,” ucap Clara benar-benar merinding.

Semakin dilihat, semakin Clara sadar jika mereka berada dalam situasi yang sangat berbeda. Clara hanya seorang pemilik toko bunga kecil, tetapi Melvin adalah model eksklusif dari brand model pakaian pria terkemuka. Hanya sekilas saja, sudah bisa dibayangkan berapa besar perbedaan pada hidup mereka. Keuangan mereka juga sudah dipastikan sangat berbeda. Mungkin, pendapatan tahunan Clara saja tidak bisa dibandingkan dengan penghasilan yang didapatkan Melvin dalam satu jam pemotretan.

“Bukankah jika seperti ini, semakin mustahil jika menyebut bahwa Melvin benar-benar tertarik padaku?” tanya Clara pada dirinya sendiri.

Dilihat dari mana pun, rasanya Clara tidak bisa menyimpulkan hal manakah yang bisa membuat Melvin jatuh hati pada dirinya. “Rasanya memikirkannya selama apa pun, tidak bisa membuatku mengerti. Kenapa dia tertarik padaku?” tanya Clara lagi.

Jika saja Anita, sahabatnya itu mengetahui apa yang terjadi, dan apa yang membuatnya merasa gelisah seperti ini, sudah dipastikan jika Anita akan kembali menertawakannya. Bisa-bisa, Anita juga akan membuatnya menjadi bahan ejekan dalam beberapa bulan ke depan. Clara mengenal betul bagaimana sifat sahabatnya itu. Clara menghela napas panjang. “Padahal aku berharap bisa mendapatkan saran dari seseorang. Tapi, jika Anita tau masalah apa yang membuatku terganggu, ia pasti akan mengejekku,” gumam Clara kesal.

Alih-alih memberikan saran yang masuk akal, Clara bisa membayangkan Anita yang menyarankan dirinya untuk tidur dengan Melvin saja. Lalu membandingkan mana yang lebih hebat. Melvin di dunia nyata, atau pria yang berada di dalam mimpi erotisnya. Membayangkannya saja sudah membuat Clara pusing bukan main. Rasanya, lebih baik Clara tidak membahas masalah ini pada Anita. Setidaknya hingga Clara benar-benar tidak bisa menyelesaikannya, atau Clara malah berharap masalah ini bisa segera terselesaikan.

“Ya, lebih baik sekarang aku tidak mengatakan apa pun dahulu pada Anita,” ucap Clara.

Lalu Clara kembali menatap layar laptopnya, di mana foto Melvin yang mengenakan setelan jas formal yang necis, tengah memasang ekspresi arogan. Dengan penataan rambut yang berbeda, Melvin terlihat tidak tersentuh, tetapi ada aura yang membuat semua orang yang menatapnya tertarik untuk segera mendekat dan menyentuh dirinya dari berbagai sisi. Melvin benar-benar terlihat sangat memesona, sekaligus terasa sangat tidak nyata. Benar, tidak nyata rasanya pria seperti ini berada di sekitar Clara yang selama ini hidup biasa-biasa saja.

“Kau benar-benar berada di kelas yang berbeda denganku, Melvin,” ucap Clara sembari melipat kedua tangannya di depan dada. Clara menghela napas dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi dan mendongak untuk menatap layar flatnya.

“Sebenarnya, apa yang membuatmu tertarik padaku?” tanya Clara jelas tidak mendapatkan jawaban apa pun.

 

 

 

 

 

 

__________***__________

 

 

 

 

 

 

8. Masalah Lama

 

 

 

Clara mengikat rambutnya menjadi satu dengan model ponytail yang manis. Setelah itu, Clara beranjak untuk mengenakan pelembab bibir. Hari ini, memanglah jadwal hari libur Clara. Semua pelanggan tetapnya tahu betul, jadwal ini. Jadi, Clara tidak perlu khawatir ada pelanggan yang datang nantinya. Clara sudah memiliki janji dengan Anita, karena itulah ia akan bersenang-senang dengan sahabatnya itu dan melupakan berbagai hal yang mengganggu dirinya. Terutama masalah mengenai Melvin yang benar-benar membuat kepalanya pening bukan main.

Namun, saat Clara akan mengambil tasnya, Clara mendapatkan telepon dari nomor yang tidak dikenal. Sebenarnya Clara bisa mengabaikannya, karena ia tidak tahu siapa yang menghubunginya itu. Akan tetapi, Clara berpikir kemungkinan jika itu adalah calon pelanggan toko bunganya. Bisa dibilang, nomor telepon pribadi Clara memang tersebar di kalangan pelanggan tetap. Ada beberapa dari mereka yang merekomendasikan toko Clara pada pelanggan baru, dan sebagian besar dari mereka hanya tahu nomor pribadi Clara alih-alih nomor telepon toko.

Jadi, Clara pun menerima telepon itu sembari ke luar dari rumahnya. “Halo?” sapa Clara sembari mengunci pintu rumahnya dengan benar.

“Halo, Adik. Apakah sekarang hidupmu sudah nyaman?” sahut suara di ujung sambungan telepon. Membuat gerakan tangan Clara terhenti. Tidak berhenti di sana, Clara bahkan menahan napasnya. Seakan-akan itu adalah hal yang sangat tidak terduga. 

Clara kenal betul suara yang baru saja ia dengarn tersebut. Itu adalah suara kakaknya, William. Kakak yang sudah lama tidak ia temui, karena kakaknya itu memang meninggalkannya begitu saja ketika orang tua mereka meninggal. Tidak ada kenangan baik mengenai William dalam benak Clara. Hal yang Clara ingat mengenai kakaknya adalah, pria bajingan yang hanya senang membuat masalah dan merampas uang yang sudah Clara kumpulkan dengan susah payah. Bagi Clara, William sama sekali tidak pantas untuk dipanggil sebagai seorang kakak.

“Maaf, Anda sepertinya salah menghubungi orang. Saya tidak mengenal Anda, jadi saya tutup teleponnya,” ucap Clara lalu tanpa memberikan kesempatan segera menutup sambungan telepon. Lalu Clara juga memblokir nomor yang baru saja menghubunginya tersebut. Ia lebih dari yakin, kika itu adalah William. Ia tidak perlu mengonfirmasinya lagi, jadi ia hanya perlu memblokirnya agar tidak lagi mengganggu kehidupannya yang sudah nyaman ini.

Clara mengernyitkan keningnya dan ekspresinya benar-benar terlihat sangat buruk. Jelas Clara tidak mungkin senang dengan fakta bahwa kakaknya yang pembuat onar itu sudah kembali mencari dirinya. Clara memiliki firasat buruk, bahwa William akan kembali mengacau, dan kepalanya pun terasa begitu pening. “Kenapa ia harus kembali lagi? Terlebih di situasi seperti ini?” tanya Clara jengkel.

Clara pun beranjak pergi saat sudah memastikan jika rumahnya ditinggalkan dalam keadaan aman. Ia melangkah beberapa saat dan menghentikan taxi untuk menuju tempat di mana dirinya akan bertemu dengan Anita. Sepanjang perjalanan, Clara terus meyakinkan dirinya sendiri, jika ia tidak mungkin bertemu dengan kakaknya lagi. William tidak akan bisa menemukan dirinya, terlebih rumahnya. Clara yakin, Willian tidak akan mengacaukan kehidupannya lagi.

Clara berusaha untuk memperbaiki ekspresinya dan membayar jasa taxi sebelum ke luar untuk menemui Anita yang rupanya sudah menunggunya di restoran yang memang cukup terkenal. Clara dan Anita sama-sama menyukai restoran ini. Karena selain tempatnya indah, dan makanannya yang sesuai dengan selera mereka, tempat ini juga tidak terlalu tinggi mematok harga setiap menu. Jadi, tidak mengherankan jika restoran ini menjadi tempat yang sangat menyenangkan bagi keduanya untuk menghabiskan waktu.

Clara duduk di meja yang sama dengan Anita, dan keduanya pun tidak membuang waktu untuk memesan makan-makanan yang akan memanjakan lidah mereka. Saat menunggu pesanan, keduanya berbincang mengenai banyak hal. Keduanya memang selalu berhubungan, baik berkirim pesan atau telepon, mereka juga cukup sering bertemu. Namun, mereka sama sekali tidak pernah kehabisan topik untuk dibahas. Mungkin karena inilah, mereka menganggap jika mereka ada dalam frekuensi yang sama dan membuat mereka bisa berteman dalam waktu yang lama.

Saat pesanan mereka disajikan, dan keduanya tengah menikmati hidangan yang sudah dipesan, Clara tampak mempertimbangkan apakah ia bisa membahas hal yang mengganggunya pada Aita. Clara tergoda untuk melakukan hal itu, sepertinya ia bisa membicarakannya tetapi dengan cara yang halus, agar Anita tidak mengolok-olok dirinya. Setelah meminum sedikit air, Clara pun bertanya, “Anita, apa yang akan kau lakukan jika tiba-tiba seorang pria yang belum terlalu kau kenal menyatakan perasaannya padamu, dan ingin menjalin hubungan denganmu?”

Anita yang mendengar hal itu menatap Clara sembari mengunyah makanannya. Tentu saja hal itu membuat Anita tidak segera menjawab pertanyaan tersebut, dan membuat Clara mau tidak mau merasa sangat gugup menunggu jawaban atas pertanyaan yang sudah ia berikan tersebut. Tak lama, Anita menelan makanannya dan menjawab, “Tergantung. Jawabanku akan bergantung sesuai dengan kondisi.”

Mendengar hal itu, Clara memiliki firasat bahwa Anita akan kembali mempermainkannya. Namun, Clara saat ini berusaha untuk tenang dan bertanya, “Sesuai kondisi seperti apa maksudmu?”

“Tergantung kondisi pria itu. Apa kejantanannya besar? Apakah wajahnya tampan? Dan apakah keuangannya juga mapan?” tanya Anita membuat Clara memejamkan matanya. Merasa kesal.

“Sepertinya sia-sia saja aku bertanya padamu,” ucap Clara benar-benar sangat kesal. Clara memang tidak bisa mengharapkan bantuan apa pun dari Anita mengenai masalah seperti ini.

Anita sendiri terkekeh senang karena sudah mempermainkan sahabatnya itu. Namun, tak lama Anita bertanya, “Kenapa kau harus ragu? Jika dia tampan, dan memiliki tubuh yang indah, kau terima saja. Sudah kukatakan berulang kali, bahwa kau harus segera mengakhiri masa perawan itu sebelum kadaluarsa.”

Clara tahu, jika Anita pasti akan menyadari jika ini berkaitan dengan dirinya. Karena itulah, Anita menjawabnya dengan cara seperti itu. Namun, tetap saja Clara tidak bisa menerima jawaban yang sangat tidak masuk akal itu. Clara menggeleng. “Anggap saja aku tidak menanyakan apa pun,” ucap Clara.

Anita yang mendenganya jelas menggeleng dengan tegas, menolak hal tersebut. “Tidak bisa Ayo bicarakan ini lebih jauh. Kurasa ini akan semakin menarik,” ucap Anita sembari mengerling genit membuat Clara mengerang kesal.

 

 

 

***

 

 

 

“Aish, kenapa semakin lama, dia semakin menyebalkan saja?” tanya Clara saat memeriksa pesan yang dikirim oleh Anita padanya. Tentu saja Anita masih membahas mengenai apa saja yang perlu diperhatikan saat menerima seorang pria. Anita terus saja menekankan bahwa Clara tidak boleh mengabaikan ukuran adik kecil yang dimiliki oleh pria yang akan menjadi kekasihnya. Menurut Anita, itu yang akan membuat hubungan mereka sebagai sepasang kekasih akan semakin erat.

“Omong kosong,” ucap Clara lalu kembali melangkah menuju tokonya. Besok, Clara akan menerima kiriman bunga, karena itulah meskipun hari ini dirinya libur, ia ingin memastikan kondisi tokonya terlebih dahulu dan sedikit merapikannya. Setidaknya hal itu bisa membuat pekerjaan Clara esok hari tidak terlalu berat. Toh ia bisa mampir sepulang bermain dengan Anita.

Namun, saat Clara baru saja berbelok dari jalan kecil menuju jalan besar di mana toko bunganya berada, Clara dikejutkan dengan Adolf yang muncul tepat di hadapannya. Lalu Adolf tanpa kata menarik tangannya untuk pergi kea rah berlawanan. Tentu saja hal itu membuat Clara bingung dan bertanya, “Tu, tunggu dulu. Sebenarnya apa yang terjadi, Adolf?”

Adolf mengeratkan genggaman tangannya pada pergelangan tangan Clara, lalu ia pun sembarang masuk ke dalam sebuah restoran. Adolf masih belum menjawab, hingga mereka pun duduk di meja paling pojok, yang kebetulan tertutupi sekat. Hingga keberadaan mereka tidak akan terlihat dari luar restoran yang memang memiliki dinding kaca. Barulah, setelah mereka memesan minum, Adolf menjawab, “Maaf kau pasti terkejut, aku hanya cemas dan harus membuatmu tidak sampai ke tokomu.”

Clara mengernyitkan keningnya. “Memangnya ada apa dengan tokoku?” tanya Clara.

“William, dia muncul dan berkeliaran di hadapan toko bungamu. Aku masih ingat jika hubungan kalian tidak baik. Karena itulah, aku pikir lebih baik kalian tidak bertemu. Saat melihatmu muncul, seketika aku terpikir harus segera menyembunyikanmu atau membuatmu tidak berpapasan dengan William,” ucap Adolf.

Clara tidak memberikan respons apa pun, dan membuat Adolf berpikir jika dirinya sudah melakukan kesalahan. “Ma, Maaf. Sepertinya aku sudah terlalu ikut campur. Seharusnya aku bertanya dulu padamu sebelum mengambil tindakan,” ucap Adolf sembari menggaruk kepalanya yang jelas tidak terasa gatal.

Clara yang mendengar hal itu pun menggeleng. Merasa tidak perlu menerima permintaan maaf tersebut, karena menurutnya Adolf tidak salah apa pun. Jadi, ia pun berkata, “Tidak, kau tidak bersalah jadi tidak perlu meminta maaf seperti itu padaku.”

Pembicaraan mereka agak terinterupsi saat pelayan menyajikan minuman dan kudapan yang mereka pesan. Clara tiba-tiba merasa sangat haus karena dirinya gugup dengan situasi yang tengah terjadi tersebut. Ia minum sejenak sebelum berkata, “Aku malah harus berterima kasih padamu, karenamu aku tidak bertemu dengan dia.”

Jika mereka bertemu, Clara yakin jika akan ada masalah yang terjadi. Setidaknya, William pasti akan meminta sejumlah uang pada Clara. Jika tidak diberi, Clara pasti akan mendapatkan beberapa pukulan menyakitkan yang bahkan akan membuatnya dilarikan ke rumah sakit. Clara sudah sering mendapatkan kekasaran seperti itu dari kakaknya yang bajingan. Namun, Clara sama sekali tidak pernah bisa merasa terbiasa. Itu tetap mengerikan baginya.

Trauma tersebut membuat tangan Clara bergetar. Adolf yang melihatnya secara alami menggenggam tangan Clara. Adolf ingin menunjukkan bahwa ia ada di sana, dan tidak akan membiarkan hal buruk terjadi padanya. Clara bisa menangkap pesan yang diberikan oleh Adolf dengan cukup baik, dan hal itu membuat getaran pada tangannya berkurang jauh. Adolf bersyukur karena Clara kini sudah lebih tenang.

Adolf pun tersenyum lalu berkata, “Sebaiknya kau segera pulang. Kau perlu istirahat. Ayo, biar kuantar.”

Clara mengangguk. Setidaknya jika dengan Adolf, Clara pasti akan aman. “Terima kasih, Adolf. Dan maaf karena aku terus merepotkanmu,” ucap Clara.

“Jangan berpikir seperti itu. Sebab ini adalah harus yang kulakukan. Aku harus melindungimu,” ucap Adolf penuh arti.

 

 

 

 

 

 

__________***__________

 

 

 

 

 

 

9. Tumpukan Kesialan

 

 

 

Clara benar-benar frustasi dan dipusingkan dengan kehadiran kakaknya. Selain mengirim pesan-pesan dengan nomor baru setiap nomornya diblokir oleh Clara, William kini juga berani untuk menunjukkan diri, di sekitar toko Clara. Seakan-akan mencari kesempatan untuk menemui Clara di saat Clara lengah dan tanpa perlindungan. Jelas, Clara merasa sangat gugup, hingga hal tersebut membuat Clara memilih untuk tidak membuka toko hingga semuanya aman.

Untungnya ada Adolf yang membantu Clara untuk mengawasi keadaan di sekitar toko. Ia akan memberitahu kondisi terbaru pada Clara. Jadi, Clara bisa tetap aman dan tidak akan bertemu dengan kakaknya. Selama William masih berkeliaran di sekitar toko, Clara akan tetap tinggal di rumahnya. Ini jelas keputusan yang terbaik dan dipikir-pikir membawa untung bagi Clara. Karena setidaknya ini membuatnya tidak perlu pusing menghadapi Melvin yang terus datang ke tokonya.

“Aku akan tetap aman di rumah, karena ia tidak akan bisa menemukan rumah baruku ini,” ucap Clara lalu berbaring di atas ranjang. Ia ingin beristirahat.

Sayangnya, meskipun sudah berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri, Clara sama sekali tidak bisa melakukannya. Clara bahkan tidak bisa terpejam untuk sejenak, padahal tubuhnya terasa sangat lelah. “Ini benar-benar menjengkelkan,” gumam Clara pada akhirnya bangkit dari posisinya dan beranjak ke meja kerjanya.

Rasanya, hari-hari Clara menjadi kacau akhi-akhir ini. Clara tidak bisa beristirahat dengan tenang. Pekerjaannya juga terganggu. Dan lebih parah, Clara tidak bisa mendapatkan hiburan ketika dirinya merasa lelah dan bosan seperti ini. Hiburan Clara adalah mimpi erotis, dan menulis cerita erotis yang mendapatkan sambutan hangat. Namun, semua itu tidak lagi bisa Clara lakukan. Mimpi erotis tidak pernah muncul lagi, walaupun Clara sudah menonton adegan film panas sekali pun. Hal itu membuat Clara bahkan tidak bisa mendapatkan ide dan tidak bisa menulis satu patah kata pun untuk kelanjutan kisah yang tengah ia tulis.

“Apa mungkin, kesialan yang menumpuk dari tahun-tahun sebelumnya, tengah terjadi dalam sekali waktu?” tanya Clara jengkel.

Di situasi seperti ini, rasanya paling nikmat menenggak segelas bir dingin. Sayangnya, Clara tidak bisa ke luar. Ia juga tidak bisa minum bir di rumah, karena stok bir kalengannya sudah habis. Besok, Clara akan mengisi stok makanan dan camilannya hingga penuh. Karena Clara tidak yakin, hingga kapan dirinya harus mengurung diri di rumah hingga situasi benar-benar aman baginya untuk beraktivitas seperti normal. Clara menghela napas dan berniat untuk menulis saja. Setidaknya Clara harus berusaha untuk menuliskan sesuatu, karena sudah ada banyak yang menunggu kelanjutan cerita yang ia tulis.

Sayangnya, meskipun sudah duduk di depan laptop lebih dari satu jam, ia tetap tidak bisa melanjutkan tulisannya. Clara mulai kehilangan sentuhannya yang ajaib. Jika kondisi ini terus berlanjut, selain merasa sangat stress, Clara juga tidak akan bisa merasa tenang karena Anita pasti akan terus mengganggunya. Anita bukannya menghibur dirinya, ia pasti akan berusaha untuk mendorong Clara memulai hubungan dengan pria mana pun yang bisa menggodanya dan berakhir di atas ranjang.

Di tengah rasa frustasi yang menyerang tersebut, Clara dikejutkan dengan suara ponselnya. Ada sebuah pesan masuk dari nomor yang tidak dikenal. Namun, isi pesan tersebut sudah menunjukkan dengan jelas siapakah yang mengirim pesan tersebut. Pesan itu dikirim oleh Melvin yang bertanya mengapa Clara tidak membuka toko. Clara sempat ragu, tetapi pada akhirnya memutuskan untuk tidak membalas pesan tersebut. Hanya saja, ternyata Melvin tidak mau menyerah begitu saja. Karena beberapa saat kemudian, Melvin meneleponnya.

Clara tahu, Melvin tidak akan menyerah begitu saja. Karena itulah, Clara mengangkat teleponnya dan langsung bertanya, “Dari mana kau mendapatkan nomorku? Dan apa kau tidak tau waktu? Ini sudah sangat malam untuk diriku menerima sebuah telepon dari orang asing.”

Melvin tidak menjawab, tetapi ia menghela napas dan membuat Clara bisa mendengarnya dengan jelas. Clara mengernyitkan keningnya, tidak bisa menebak untuk apa helaan napas tersebut. Lalu sesaat kemudian Melvin berkata, “Untunglah, ternyata kau benar-benar tidak apa-apa. Sebelumnya aku cemas dan tanpa berpikir meneleponmu untuk memastikan kondisimu.”

Sontak saja wajah Clara memerah mendengar kecemasan yang diutarakan oleh Melvin tersebut. Rasanya benar-benar memalukan sekaligus terasa menyenangkan. Clara sendiri merasa dirinya sangat konyol karena berpikir seperti itu. Tapi itulah kenyataannya. Rasanya, sudah lama tidak ada orang lain yang mencemaskannya seperti ini. Tentu saja selain Anita. Ia bukan orang lain lagi bagi Clara. Anita adalah keluarganya.

Jantung Clara berdegup kencang, saat membayangkan wajah Melvin saat mengatakan kecemasannya seperti tadi. Clara menggeleng. Ia tidak boleh terlena, karena ini sangat berbahaya bagi dirinya. Clara pun berkata, “Jika tidak ada hal yang penting, aku tutup telponnya.”

“Ya, kau pasti perlu istirahat. Selamat tidur. Semoga kau bermimpi indah, Clara.”

Sambungan telepon pun terputus, dan Clara teremenung dalam waktu yang lama sebelum dirinya beranjak ke atas ranjang. Ajaibnya, Clara yang sebelumnya kesulitan tidur, kini dengan mudah jatuh tertidur. Lalu secara ajaib, Clara yang sebelumnya tidak pernah didatangi mimpi erotis setelah beberapa malam, kini ternyata mendapatkan mimpi erotis kembali. Dalam mimpinya, kini Clara tengah berada di ranjangnya. Namun, dengan keadaan pria yang memiliki wajah mirip dengan Melvin, yang tengah mencumbu area intimnya dengan begitu lihai.

Seakan-akan memberikan izin, Clara semakin mengangkang dan menjambak rambut tebal pria tampan ini sembari mengerang, “Lebih dalam, kumohon!”

 

 

 

***

 

 

 

“Terima kasih Adolf. Kau benar-benar membantuku. Nanti aku membelikan secangkir kopi untukmu,” ucap Clara mengucapkan terima kasih pada Adolf yang sudah memberikan kabar bahwa sudah dua hari ini, William tidak terlihat di sekitar toko bunga Clara. Itu artinya, kini Clara bisa memeriksa tokonya. Ia sudah menutup tokonya sekitar satu minggu, tentu saja ini adalah kerugian bagi Clara, dan ia memiliki setumpuk pekerjaan untuk membersihkan tokonya.

Clara pun bergegas untuk segera pergi ke tokonya dengan suasana hati yang memang sudah jauh lebih baik. Hal ini terjadi, karena secara perlahan Clara merasa jika situasi sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya. William sudah tidak lagi mengganggunya dengan mengirim pesan atau menghubunginya, ia juga tidak terlihat muncul di sekitar toko. Selain itu, Clara juga sudah mendapatkan inspirasi untuk tulisannya, karena dirinya mendapatkan mimpi erotis beberapa hari yang lalu. Walaupun memalukan, karena pria yang mencumbunya di dalam mimpi sangat mirip dengan Melvin, tetapi Clara akan bersikap masa bodoh. Toh, Melvin tidak tahu hal ini.

Dalam waktu yang singkat, Clara tiba di tokonya dengan perasaan was-was. Namun, seperti apa yang dikatakan oleh Adolf, William memang tidak terlihat lagi di sana. Karena itulah, Clara pun bergegas untuk bekerja. Ia pun mulai memisahkan bunga-bunga yang sudah kering, dan akan ia gunakan untuk membuat lilin aroma. Clara memiliki banyak pekerjaan karena ia sudah meninggalkan toko selama satu minggu. Jelas, ada banyak debu dan kotoran yang harus ia bersihkan.

“Sepertinya sudah rapi. Aku hanya perlu memastikan besok atau lusa, aku sudah mendapatkan stok bunga segar,” ucap Clara lalu meraih ponselnya.

Setelah memastikan jika masih jam kerja, Clara pun menghubungi orang yang bekerjasama dengannya secara langsung sebagai pemasok bunga. Untungnya, ternyata Clara bisa mendapatkan stok esok pagi. Clara pun dengan lancar menyebutkan bunga-bunga yang ia inginkan. Setelah membuat kesepakatan, Clara pun memutuskan sambungan telepon. Ia kembali memeriksa tokonya, memastikan barang-barang lain yang dibutuhkan masih tersedia stoknya.

Ternyata Clara menghabiskan waktu cukup lama, karena ia memeriksa stok pita dan bahan lainnya. Tanpa sadar, hari pun sudah berganti malam. Clara pun menyelesaikan pekerjaannya dengan buku catatan yang sudah cukup penuh, sebagai pengingat jika itu adalah hal yang harus Clara lakukan esok hari. Setelah itu, Clara pun bergegas pulang. Entah mengapa dirinya merasakan firasat buruk, karena itulah ia harus bergegas untuk pulang karena rumah adalah tempa uang paling aman baginya.

Ternyata kecemasan Clara bukan tanpa alasan. Itu adalah firasat yang memang sangat berdasar, mengingat Clara ternyata bertemu dengan William yang menunggunya di dekat toko bunganya. Clara menahan napas, dan menampilkan ekspresi yang sangat buruk. Tentu saja William yang melihat hal itu menyeringai. “Ternyata kau benar-benar mengetahui keberadaanku dan berusaha untuk menghindariku,” ucap Willian.

“Kenapa kau datang dan mengganggu diriku? Memangnya apa yang tersisa di antara hubungan kakak beradik yang seperti sampah ini?” tanya Clara agresif.

William yang mendengar hal itu mengernyitkan keningnya, tetapi tak ayal tertawa penuh ejek. “Beberapa tahun berlalu, dan kau telah banyak berubah. Sepertinya, karena sudah lama tidak mendapatkan pukulan dariku, kau menjadi sangat kurang ajar. Kemari, kuberi kau sedikit pelajaran sebelum aku meminta uang,” ucap William jelas terlihat akan memberikan pukulan pada adiknya.

Clara sudah berniat berteriak dan berlari untuk meminta pertolongan. Namun, hal itu ternyata tidak perlu dilakukan oleh Clara, karena ternyata William sudah lebih diringkus oleh Melvin yang entah datang dari mana. Tentu saja William memberikan perlawanan, dan memaki sembari bertanya siapa Melvin. Meskipun begitu, William tidak memberikan kesempatan untuk Melvin menjawab pertanyaan tersebut dan terus menyerangnya. Hanya saja, semua serangan itu dihindari dengan mudah oleh Melvin, dan berakhir dengan Melvin yang memberikan pukulan telak hingga William tersungkur.

Melvin mengeluarkan sapu tangan dan menyeka punggung tangannya. Lalu ia berkata, “Siapa aku? Mungkin, aku akan menjadi kekasih dari Clara. Jadi, siapa pun kau, berhenti mengganggunya. Karena aku memiliki kekuasaan yang bisa membuatmu berakhir mendekam di balik jeruji besi.”

William yang sadar tidak bisa melawan Melvin, segera melarikan diri setelah memberikan peringatan, “Lihat saja, aku akan memberikan pelajaran pada kalian!”

Setelah kepergian William, Melvin pun berbalik untuk menatap Clara dan memastikan kondisi gadis itu. “Kemarilah, apa kau terluka?”

Namun, ekspresi kecemasan Melvin itu malah membuat Clara merasa sangat geram. Ia mengibaskan tangannya dengan kasar. “Berhenti! Jangan ikut campur dalam masalahku! Dan jangan bertingkah seperti kau sangat mengenalku! Sadarlah, kita hanya orang asing!”

Clara terengah-engah karena emosinya yang memuncak. Sementara Melvin sendiri terlihat sangat terkejut dengan reaksi Clara yang sangat tidak terduga seperti Clara tersebut. Tak lama, Clara tersadar dengan apa yang sudah dilakukan olehnya. Rasanya lebih memalukan bagi Clara melampiaskan kemarahannya seperti ini pada Melvin, padahal Melvin sudah menolong dirinya. Namun, tetap saja Clara tidak bisa mengabaikan fakta bahwa egonya saat ini tengah terluka.

Clara membuang muka dan berkata, “Kuharap, kita tidak akan bertemu lagi. Tolong jangan muncul lagi di hadapanku, atau pun bersikap seperti mengenalku.”

 

 

 

 

 

 

___________***____________

 

 

 

 

 

 

10. Mabuk & Hotel

 

 

 

Tiga hari berlalu setelah kejadian memalukan, di mana Melvin menolong Clara yang kembali diganggu oleh kakaknya. Clara menganggap jika itu memang kejadian memalukan, sebab Melvin melihat sisi dirinya yang tidak pernah ingin ia tunjukan pada siapa pun. Anita dan Adolf mungkin sudah tahu hubungan buruknya dengan William. Namun, Clara tidak pernah ingin melibatkan keduanya dengan masalah tersebut. Sebab William adalah orang gila yang bisa melakukan apa saja. Kekerasan tentu saja adalah hal yang lumrah baginya.

“Aku harus melupakannya. Toh, kini Melvin juga tidak pernah muncul di hadapanku lagi,” ucap Clara pada dirinya sendiri.

Setelah Clara yang memaki Melvin karena sudah ikut campur, dan meminta Melvin tidak muncul di hadapannya lagi, mereka memang sudah tidak pernah bertemu lagi. Melvin yang biasanya selalu datang untuk membeli bunga, atau setidaknya mengirimkan pesan padanya, kini sama sekali tidak menunjukkan eksistensinya. Seakan-akan Melvin memang tengah berusaha untuk memenuhi permintaan Clara untuk tidak lagi mengganggu dirinya. Selain itu, Clara juga tidak pernah lagi mendapatkan mimpi erotis yang pada akhirnya selalu membuat dirinya terbangun dengan kondisi segar di pagi hari.

“Apa lebih baik aku pergi bersama dengan Anita lagi ya?” tanya Clara saat dirinya berbelok di ujung jalan, di mana dari posisinya tersebut dirinya bisa melihat rumahnya dari kejauhan.

Namun, saat itulah Clara menghentikan langkahnya dan tanpa banyak kata segera berbalik. Clara bersembunyi di balik dinding dan mengeluarkan ponselnya dengan tangan gemetar. Ia menghubungi Anita dan bergegas untuk melangkah pergi dari sana secepat mungkin. Ternyata Anita segera mengangkat teleponnya dan Clara tidak berbasa-basi sama sekali. “Kau di mana? Ayo pergi ke club. Tapi aku membutuhkan baju yang cocok jika ingin bersenang-senang,” ucap Clara.

Anita yang berada di ujung sambungan telepon tentu saja terkejut dengan Clara yang tiba-tiba menyetujui ajakannya untuk menghabiskan waktu di club malam. Jarang, atau bahkan rasanya sudah sangat lama sekali mereka tidak bersenang-senang di sana. Padahal, menurut Anita, Clara akan dengan sangat mudah untuk menemukan pria yang memenuhi kriterianya jika mengunjungi club malam sesekali. Karena di sana, akan ada banyak pria yang datang. Clara hanya perlu memilih. Ingin memilih pria hanya untuk menghabiskan waktu semalam, atau memilih seorang pria untuk menjalani hubungan jangka panjang.

Karena kini Clara  sudah memutuskan untuk ikut bersenang-senang, maka Anita akan memastikan jika semuanya berjalan baik bagi sahabatnya ini. Setidaknya, Anita akan membuat Clara bertemu dengan seorang pria yang memukau. “Aku masih di rumah. Datanglah ke rumah dulu. Tentu saja kita harus bersiap-siap untuk datang ke medan tempur,” ucap Anita tidak bisa menyembunyikan rasa antusias yang saat ini tengah dirasakan olehnya.

Clara yang mendengarnya menghela napas. Ini memang cara yang dipilih oleh Clara melarikan diri dari sang kakak. Toh, rumah Clara saat ini tengah berada dalam keadaan kosong. Semenjak tahu jika William sudah kembali datang, Clara mengamankan semua barang berharga dengan menitipkannya di rumah Anita. Terutama buku rekeningnya. Karena Clara tahu, William tidak akan merasa ragu untuk menerobos masuk dan mencari barang-barang seperti itu.

“Baiklah, aku akan datang,” ucap Clara lalu memutuskan sambungan telepon. Sebab jelas saat ini Clara yakin bahwa ini memang pilihan yang tepat. Clara menghentikan taxi dan segera menyebutkan alamat rumah Anita. Ia sama sekali tidak ingin membuang waktu.

Saat mobil mulai melaju, Clara memejamkan matanya dan menghela napas panjang. Lalu ia bergumam, “Ya, setidaknya aku harus mengambil waktu untuk bersenang-senang. Mari melepas penat.”

 

 

 

***

 

 

Alex bersiul saat melihat penampilan kekasihnya yang sangat seksi. Lalu Alex melotot saat melihat Clara yang melangkah di belakangnya. Alex memang sudah sering melihat kekasihnya berpakaian seksi atau bahkan tanpa mengenakan pakaian sehelai pun. Namun, Clara berbeda. Clara selama ini lekat dengan penampilan manisnya, atau penampilan anggun yang jelas cocok dengan wajah manisnya. Ini kali pertama Alex melihat Clara mengenakan gaun hitam yang melekat erat di tubuhnya yang indah.

Anita yang melihat Alex tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Clara, Anita pun menendang tulang kering kekasihnya itu dengan kesal. Tentu saja Alex mengerang karena rasa sakit yang menyerangnya. Namun, Alex sadar jika saat ini ia harus segera menghibur kekasihnya yang marah. “Sayang, jangan marah seperti itu. Aku hanya kaget karena melihat Clara yang berpenampilan berbeda daripada biasanya,” ucap Alex mengatakan hal yang sejujurnya.

“Benarkah?” tanya Anita.

Alex mengangguk dengan penuh kesungguhan. “Tentu saja. Aku hanya mencintaimu, Anita,” jawab Alex lalu mencium bibir kekasihnya itu dengan lembut.

Clara yang melihatnya tentu saja mendengkus. Ia saat ini memang berpenampilan berbeda daripada biasanya. Anita meminjamkan gaun hitam yang membentuk lekuk tubuh Clara dengan sempurna. Namun, bagian belahan dada Clara cukup menonjol, membuat belahan dada putih Clara mengintip di sana. Ditambah dengan belahan pada bagian paha yang membuat paha putih Clara akan terlihat dengan jelas ketika dirinya melangkah atau duduk dengan posisi yang tepat, jelas penampilan Clara sangat seksi. Ah, jangan lupakan stiletto yang menambah seksi penampilan Clara tersebut.

“Apa kalian akan terus bermesraan seperti ini? Kapan kita akan pergi ke club?” tanya Clara.

Anita dan Alex pun tertawa. Mereka meminta maaf dan bergegas untuk pergi ke club malam, menggunakan mobil milik Alex. Tentu saja dengan persiapan tersebut, ketiganya bisa masuk ke club dengan leluasa dan bisa bersenang-senang. Alex sebelumnya juga sudah memesan meja, dan mereka bisa minum dengan nyaman jika tidak ingin menggila di lantai dansa. Clara jelas berharap, dirinya bisa menikmati waktu dengan melakukan hal-hal yang terasa menyenangkan.

Sayangnya, Clara bahkan tidak berniat untuk turun ke lantai dansa. Walaupun ada banyak pria tampan yang mengajaknya untuk menggila di lantai dansa atau secara terang-terangan menggodanya untuk pergi ke hotel, Clara sama sekali tidak tergerak sedikit pun. Ia tetap duduk dan menikmati gelas demi gelas minuman yang ia pesan. Clara bertekad untuk menghabiskan uang tunai di tangannya. Clara bahkan tidak bersama dengan Anita atau Alex lagi, karena keduanya dengan kompak berkata bahwa Clara harus mencari seorang pria yang sesuai dengan seleranya.

“Ugh, ini benar-benar menyebalkan,” ucap Clara saat dirinya mulai merasa pening karena dirinya tanpa sadar sudah minum terlalu banyak.

Bukannya bersenang-senang, Clara malah merasa dirinya sangat bosan. Ia tidak bisa menikmati waktu yang ia habiskan di tengah hingar bingar club malam, di mana semua orang di sana menggila untuk bersenang-senang. Clara ternyata tidak bisa menjadikan minuman-minuman ini sebagai pelarian dari masalah yang tengah ia alami. Terutama masalah sang kakak. Rasanya, Clara ingin melarikan diri, agar tidak terlibat dengan orang yang menjadi rantai penghubung Clara dengan masa lalu yang tidak pernah ingin ia ingat lagi.

Clara membayar semua minumannya dan bangkit dengan sempoyongan. Ia berkata pada bartender, “Jika kedua temanku menanyakanku, katakan saja aku sudah pergi.”

Setelah itu Clara pergi dengan langkah sempoyongan. Untungnya tadi ia membawa mantel dan menitipkannya di penjaga pintu. Jadi ia pun bisa menghindari dinginnya malam, sekaligus menutupi tubuh seksinya. Begitu ke luar dari club, Clara pun menghirup napas panjang dan mendongak. Membiarkan embusan angin malam membelai wajah dan rambut panjangnya yang tergerai. “Kepalaku pusing,” gumam Clara.

Saat Clara akan melangkah pergi, ia tanpa sadar kembali menghentikan langkahnya. Hal itu terjadi karena Clara kini saling bertatapan dengan Melvin yang tampaknya akan memasuki club malam yang baru saja ditinggalkan Clara. Melvin juga terlihat terkejut dengan kehadiran Clara di tempat tersebut, hingga ia bahkan tidak bisa mengatakan apa pun pada Clara. Keduanya saling bertatapan dalam beberapa saat, hingga membuat wanita cantik di sisi Melvin menyentuh tangan Melvin dengan cukup intim sembari bertanya, “Kau mengenalnya?”

Clara dengan bodohnya terus menatap keduanya dalam diam. Ia mengarahkan pandangannya pada tangan Melvin yang ternyata melingkar pada pinggang ramping wanita di sisinya itu. Lalu tanpa sadar air mata Clara menetes begitu saja. Clara tiba-tiba merasakan sakit yang luar biasa pada hatinya, dan ia pun memilih untuk berbalik pergi begitu saja tanpa mengatakan apa pun. Melvin yang melihatnya tentu saja ingin mengejarnya, tetapi langkahnya tertahan karena rasa ragu yang memaku kedua kakinya.

Setelah berjalan beberapa saat, Clara pun memilih untuk duduk di halte. Ia perlu sedikit menjernihkan pikirannya serta menghentikan tangisnya yang masih belum mereda. Clara tidak ingin mengakuinya, tetapi selain masalah William yang mengganggunya, alasan utama Clara menangis adalah karena ia melihat Melvin yang ternyata sudah menggandeng wanita lain. Padahal, sebelumnya Clara memang meminta Melvin untuk menjauh darinya. Namun, begitu Melvin melakukan apa yang ia minta, Clara malah merasa tersiksa sendiri.

“Kenapa semuanya tidak berjalan sesuai dengan harapanku?” tanya Clara sembari menyeka air matanya. Clara benci dirinya yang seperti ini. Wajah Clara terlihat semakin merah. Selain karena dirinya tengah berada dalam kondisi mabuk berat, ini juga karena dirinya menangis dengan cukup menyedihkan.

“Clara!”

Clara tersentak saat mendengar seseorang menyerukan namanya. Clara pun menoleh, dan melihat Melvin yang ternyata berlari hingga dirinya terengah-engah. Ia pun berlutut di hadapan Clara dan menangkup wajahnya. “Kau sepertinya mabuk. Aku tidak bisa membiarkanmu pulang sendirian,” ucap Melvin.

Tangis Clara terhenti untuk sejenak dengan kebahagiaan yang mengisi hatinya. Clara merasa jika dirinya lebih spesial dibandingkan wanita yang sebelumnya bersama dengan Melvin sebelumnya. Sebab Melvin jelas-jelas lebih memilih mendatangi dirinya seperti ini, daripada menghabiskan waktu dengan wanita itu. Melvin pun berdiri dan melambaikan tangan saat dirinya melihat mobilnya yang memang dikendarai oleh sopir.

Saat itulah Clara menarik ujung jas Melvin dan membuat Melvin menatapnya dengan penuh tanda tanya. Sementara Clara sendiri mendongak, membuat Melvin bisa leluasa melihat wajah cantik Clara yang sepenuhnya mereka. Namun, Melvin terkejut bukan main saat Clara bertanya, “Maukah kau pergi ke hotel denganku?”

Sontak rona merah menyebar di wajah Melvin. Ia berdeham gugup dan berkata, “Kau mabuk, Clara. Kini kau bahkan mengatakan sesuatu yang membuatku salah paham.”

Clara menggeleng. “Kau tidak salah paham, Melvin,” ucap Clara lalu bangkit dari posisinya dengan susah payah. Tentu saja Melvin segera memastikan bahwa Clara baik-baik saja.

Namun, hal yang mengejutkan kembali terjadi. Sebab Clara melingkarkan kedua tangannya pada leher Melvin dan berkata, “Kau tidak salah mengartikan perkataanku, Melvin. Aku memiliki maksud yang sama dengan apa yang kau pikirkan. Tapi, satu hal yang pasti harus kau ketahui, Melvin. Apa pun yang kulakukan selanjutnya, terjadi karena aku mabuk berat.”

Lalu Clara mendekatkan wajahnya pada wajah Melvin yang ia tarik agar menunduk. “Jadi, kita ke hotel?”

 

 

 

Untuk kelanjutannya, di bawah ini link versi lengkap :

https://karyakarsa.com/Miafily/mimpi-panas-i-clara-melvin-bab-1-35-en

Untuk kelanjutan versi ketengan, silakan lihat di bagian SERI Mimpi Panas ketengan ya. 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Mimpi Panas I : Clara & Melvin (Full Version)
4
0
Full Version (sekali beli kalian bisa membaca seluruh bagian cerita secara lengkap) Mengandung konten DEWASA. Jadi, harap bijak dalam memilih bacaan!  Clara adalah seorang pemilik toko bunga sekaligus seorang penulis erotis. Clara mendapatkan inspirasi dari mimpi panas yang ia dapatkan tiap malamnya. Dan dalam mimpi itu, Clara selalu bertemu dan menghabiskan waktu yang penuh gairah dengan seorang pria tampan yang menjadi sumber inspirasinya. Namun suatu hari Clara bertemu dengan Melvin, seorang model yang memiliki wajah serupa dengan pria yang selalu hadir dalam mimpi erotisnya. Jelas Clara terkejut dan kebingungan.Bahkan suatu hari, Clara tanpa sengaja terlibat dalam hubungan yang salah dengan Melvin. Clara tanpa sengaja menjadikan Melvin sebagai tokoh dalam cerita erotisnya, dan hal itu tertangkap tangan oleh pria itu. Pada akhirnya, Melvin pun memanfaatkan hal tersebut dan menyeret Clara untuk menikmati gairah tabu yang terasa sangat menyenangkan untuk diselami. Sekaligus membuat Clara menyadari jika ada sisi misterius dalam diri pria itu. Melvin adalah pria seksi yang sangat berbahaya. “Bukankah kau harus membayarnya, kau sudah menjadikanku tokoh dalam ceritamu,” ucap Melvin sembari mengerling.“Sudah kubilang itu tidak disengaja! Lagipula aku belum mengunggahnya di mana pun!” seru Clara.Melvin meraih Clara dan memeluknya dengan erat sebelum berkata, “Aku tidak peduli. Kau tetap harus membayarnya, Clara. Ada banyak cara bagimu untuk membayarnya. Contohnya saja menjadi kekasihku, dan menghabiskan kegiatan panas di setiap malam.”
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan