
Deskripsi
Aku menutup pintu di belakangku lalu duduk di atas tempat tidur. Hujan gerimis yang turun sejak sore sudah reda dan meninggalkan udara dingin yang menggigit.
Apa yang dilakukan Nessa di sana - dimana pun dia berada saat ini?
Sudah dua hari sahabatku menghilang tanpa jejak. Entah apa yang dia pikirkan hingga memutuskan untuk pergi dari kami semua. Nessa adalah tipikal gadis ceria. Sikap ekstrover-nya bahkan mampu menolongku yang introver ini untuk bisa sedikit membuka diri pada dunia.
Rasanya tidak...
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
Kategori
Cerpen
Selanjutnya
Cerpen: Bukan Skinny Love
3
0
Aku memandangi sungai besar yang melintang di hadapan apartemen tempat tinggalku di kota indah ini. Sebentar lagi aku akan pergi dari sini dan pemandangan indah sungai yang berkelok-kelok itu tidak akan bisa aku nikmati lagi. Aku pasti akan merindukan kota ini dan semua yang ada di dalamnya.Tetapi aku juga tidak bisa mengingkari jika ada semacam rasa senang sebab aku akan kembali lagi ke kotaku yang lama. Perasaan ini bahkan sudah muncul sejak atasanku mengatakan bahwa kontrakku dengan perusahaan tempatku bekerja tidak akan diperpanjang lagi.Mungkin aku terdengar bodoh karena berpikir begitu. Aku memang menikmati pekerjaanku disini. Pada awalnya, kedatanganku ke kota ini bukanlah karena keinginan dari lubuk hatiku.Aku kesini sebab aku menghindari seseorang di kotaku yang lama.Sejak sebulan yang lalu saat atasanku mengumumkan itu, wajah lelaki itu sudah terbayang-bayang di benakku. Aku tahu kondisinya saat ini. Berkat adik kandungku yang bagaikan presenter acara infotainment, aku tahu apa yang terjadi pada laki-laki itu.Semua detail kecil tentang kehidupannya saat ini tidak ada yang terlewatkan satu pun.Bersamaan dengan perasaan senang itu, muncul juga kenangan tentang masa lalu yang membingungkan yang berujung pada sakit hati yang membawaku pergi jauh. Dan pagi ini, sebelum meninggalkan apartemen ini dan sungai indah itu, aku ingin mengenang kepingan kecil dari masa laluku.*****Aku pertama kali mengenal laki-laki itu saat duduk di kelas XI. Terdengar aneh memang mengenal orang yang satu angkatan denganmu pada tahun keduamu di SMA.Tetapi itulah aku. Aku terlalu malu untuk bergaul dengan banyak orang. Pertemanan dalam kelompok kecil adalah zona nyamanku.Saat itu aku sedang di perpustakaan. Aku memilih mengungsikan diri ke tempat itu sambil menunggu sahabat baikku, Ami, selesai mengikuti ekstrakurikuler catur favoritnya. Aku selalu pulang bersamanya sebab meski sudah enam belas tahun, aku belum berani mengendarai sepeda motor.Payah memang. Cuma mau bagaimana lagi?!Halo, kamu tahu dimana letak buku-buku tentang sejarah?Itu adalah kalimat pertama dari laki-laki itu yang aku dengar. Yah, waktu itu dia masih seorang remaja. Remaja pria yang sangat tinggi dengan kulit gelap dan mata sipit yang membuatku bengong sesaat.Ada di dekat ruang referensi, jawabku menunjuk ke arah dimana buku yang ditanyakan itu berada.Dia pun berlalu. Memilih mengikuti tujuannya datang ke perpustakaan untuk menemukan buku sejarah. Padahal aku sebenarnya mempunyai keinginan untuk mengobrol sebentar dengannya. Misalnya berkenalan atau sekedar bertanya tentang kelas kami masing-masing.Aku yang menyadari diriku memikirkan soal berkenalan dengan seseorang yang baru pertama kali aku temui, tertegun cukup lama. Sebelumnya aku tidak pernah memiliki minat untuk mengetahui kehidupan orang lain di luar lingkaran pertemananku.Sekarang, ada apa dengan orang yang baru saja bertanya tentang buku sejarah padaku?Karena merasa aneh sendiri, aku memilih meletakkan buku yang sedang aku baca. Aku berniat menunggu Ami di tempat lain.Tetapi lagi-lagi si cowok membuatku berhenti.Kamu sering nongkrong disini ya? tanyanya ketika aku bangkit dari kursiku.Aku sempat bingung akan menjawab apa. Untungnya sebelum keadaan bertambah canggung, aku dengan cepat dapat menguasai diri.Nggak juga, ujarku. Aku kesini pas hari Kamis aja. Kayak sekarang. Soalnya aku harus nunggu sampai temen aku selesai ekskul.Kenalin, nama aku Rad. Radeya. Cowok itu mengulurkan tangannya yang aku pandangi dengan tatapan aneh. Aku yakin aku memberikan tatapan seperti itu. Nama kamu siapa?Aku Natasha, jawabku sambil menyambut uluran tangan cowok dihadapanku.Kamu kelas sebelas IPS satu kan, Nat? tanya cowok itu lagi. Aku kelas sebelas IPA satu. Kelas kita saling berhadapan ya?Aku nggak bisa mengerti dengan orang-orang yang selalu sibuk bicara sendiri. Seperti Radeya ini. Dia kayaknya tidak menyadari bahwa aku kurang tertarik melanjutkan percakapan dengannya.Kamu mau pulang sekarang? tanya Rad lagi.Aku tadi beranjak berdiri karena merasa ada yang aneh dengan diriku sebab ingin berkenalan dengan cowok yang bertanya tentang buku sejarah. Dan sekarang aku sudah berkenalan dengannya. Lalu apa?Gimana kalau kita ngobrol sebentar disini? Itu kalo temen kamu belum selesai ekskul, ucap Rad lagi.Temenku sih belum selesai ekskul. Soalnya dia belum nelpon. Memangnya mau ngobrolin apa?Rad tertawa. Apanya yang lucu dengan ucapanku barusan? Wajar dong aku bertanya demikian karena aku bahkan baru pertama kali berkenalan dengannya dan dia bersikap seolah-olah kami sudah saling mengenal selama seabad.Misalnya tolong bantuin aku nyari bahan buat makalah sejarah. Kamu kan anak IPS.Radeya duduk dengan santai di kursi di sebelahku. Mau tidak mau aku juga mengikutinya dan kembali duduk di kursiku. Rupanya aku harus mengubah pendapatku soal Radeya yang aku pikir adalah cowok yang suka sibuk bicara sendiri.Karena selama menghabiskan sisa sore itu dengannya di perpustakaan, aku menyadari bahwa dia cowok yang sangat asyik diajak mengobrol.*****Mi, kamu tahu Radeya anak IPA satu?Ami berhenti sejenak dari kegiatannya mengunyah pentol bakso di warung bakso langganan kami.Tahu. Memangnya kenapa? tanya Ami dengan mulut penuh bakso.Nggak sih. Aku baru tahu kalo ada cowok kayak dia di sekolah kita, jawabku.Makanya ikut ekskul. Biar kamu tahu lebih banyak lagi cowok-cowok keren di sekolah kita.Aku nggak mau ikut ekskul.Ngomong-ngomong soal Radeya. Dia itu sekarang pacaran sama Eliana yang kelas IPS dua itu.Informasi ini membuat pikiranku bercabang kemana-mana. Satu cabang pikiranku langsung tertuju ke wajah Eliana yang putih mulus dengan rambut panjang ala artis Korea.Cabang lain pikiranku kembali mengenang betapa menyenangkannya mengobrol bersama Radeya di perpustakaan.Mungkin itulah untuk pertama kali dan terakhir kalinya aku bisa mengobrol dengan cowok itu. Dia sudah punya pacar dan tentu saja, pacarnya adalah teman mengobrol terbaiknya.*****Aku rasa aku patah hati. Soalnya selama seharian penuh, aku memilih mendengarkan lagu-lagu sendu tentang cewek yang ditinggalkan oleh cowoknya bersama cewek lain.Atau tentang cewek yang menyukai cowok secara diam-diam padahal si cowok sudah mempunyai kekasih hati.Aku patah hati sejak mendapati informasi dari Ami tentang Radeya yang pacaran dengan Eliana. Karena hal itu juga, aku menyesali satu tahun keberadaanku di SMA yang tidak bergaul dengan siapapun selain dengan Ami dan beberapa cewek yang sekelas denganku. Kenapa aku memilih gaya hidup seperti itu?!!Setelah puas mendengarkan lagu patah hati, aku memilih mengungsikan diri ke sungai kecil di belakang rumahku. Letak sungai itu tidak tepat di belakang rumahku, sih. Aku masih harus berjalan kaki selama lima belas menit untuk sampai ke sana.Siapa tahu saja dengan jalan kaki, aku bisa melupakan hatiku yang sudah patah berkeping-keping.Namun saat mulai mendekati sungai itu, aku melihat Radeya sedang duduk sambil mencemplungkan kakinya ke dalam air.Aku tidak mau memikirkan soal fakta bahwa bisa saja aku dan Radeya tinggal di kompleks perumahan yang sama selama ini dan aku tidak menyadarinya.Oh, ini akan menjadi kenyataan paling menyedihkan dalam hidupku.Bosan di rumah? tanya Radeya begitu melihat kedatanganku.Iya, kepalaku kayak mau pecah, jawabku.Radeya kembali tertawa. Lebih asik disini. Aku suka bengong berjam-jam disini kalo lagi suntuk di rumah.Kamu tinggal di blok berapa? tanyaku. Sumpah, aku sangat penasaran.Aku di blok enam. Kamu di blok satu kan?Aku mengangguk. Dia bahkan tahu aku tinggal dimana.Aku sering ngelihat kamu disini. Sibuk baca buku sendiri. Makanya aku nggak pernah berani nyapa. Apalagi di sekolah kamu jarang banget gaul, ucap Radeya tanpa rasa bersalah.Itu seperti protes yang ingin dia ucapkan sejak dahulu kala.Aku terlalu malu buat bergaul dengan orang-orang. Kadang aku capek sendiri kalo sudah terlalu lama menghabiskan waktu dengan banyak orang.Kamu introver ya?Entahlah.Setelah pertemuan di pinggir sungai itu, Radeya dan aku cukup sering bertemu. Kami berdua sudah seperti pasangan kekasih saja. Tetapi tiap kali berpikir demikian, aku selalu ingat bahwa masih ada Eliana diantara kami.Dan bodohnya, aku tetap saja jatuh cinta pada cowok itu. Kalau aku pikir-pikir, Radeya juga menunjukkan sikap sangat peduli kepadaku yang jika diterjemahkan, sikap yang seperti itu seharusnya diberikan oleh seseorang untuk kekasihnya.Ami yang tahu tentang keadaanku, sempat bertanya padaku. Aku tersentak kaget setelah Ami mengajukan pertanyaan itu.Mungkin Eliana nggak tahu. Soalnya dia bukan tipikal cewek pintar yang bisa membaca gerak gerik seseorang. Tapi aku bisa membaca apa yang terjadi diantara kamu dan Radeya,” jelas Ami panjang lebar.Aku jatuh cinta sama cowok itu, Mi, ucapku pelan. Aku tidak mau pengakuanku membuat seisi kelas yang sekarang sedang sibuk mengerjakan tugas akuntansi beralih kepadaku. Sepertinya Radeya juga mempunyai perasaan yang sama."Dia ngomong ke kamu soal perasaannya?Aku menggeleng.Gimana kamu bisa tahu? tanya Ami.Dia menunjukkan lewat sikapnya selama ini. Perhatiannya itu sudah seperti perhatian seorang pacar.Dan dia masih pacaran sama Eliana.Iya, Mi, jawabku dengan lemas. Tiap kali mengingat Radeya masih memiliki hubungan dengan Eliana, tubuhku langsung kehilangan energinya.Kalo gitu ini namanya skinny love, kata Ami bersemangat.Apa itu?Dua orang yang saling mencintai tapi nggak berani mengatakan perasaannya dan tetap saja saling perhatian satu sama lain.Aku berpikir cukup lama. Kalau aku bayangkan apa yang terjadi padaku dan Radeya, pengertian skinny love itu sangat cocok untuk kami berdua. Kemudian aku kembali ragu ketika wajah Eliana melintas di benakku.Ini bukan skinny love, Aku memberikan sanggahan untuk pernyataan Ami barusan.Aku nggak pernah menyadari bahwa Andi yang duduk di belakang Ami ternyata mengikuti percakapan kami.Kenapa bukan skinny love? tanya cowok itu. Dan saat berbalik untuk menghadapinya, aku mendapati Andi sedang bertopang dagu. Jadi kisah cintaku sudah sampai ke telinganya dalam keadaan lengkap.Bukan urusan kamu, Andi! kataku garang.*****Bahkan setelah naik ke kelas dua belas, hubungan Eliana dan Radeya tetap langgeng.Bisa ditebak sendiri bagaimana hancurnya perasaanku waktu itu. Apalagi dengan tambahan fakta bahwa Radeya masih memberikan perhatian yang sama padaku.Sebenarnya kita ini apa, Rad? tanyaku pada suatu hari di pinggir sungai tempat kami biasa bertemu.Kamu tunggu saja sampai kita lulus sekolah, jawab cowok itu sambil menumpuk batu-batu kecil yang didapatkannya dari bagian sungai yang paling dangkal.Setelah itu apa?Kita bakal bersama,Aku kembali bisa tersenyum. Meski begitu, ada pemikiran di kepalaku bahwa aku dan cowok itu sedang merencanakan sebuah rencana keji.Ujian kelulusan sudah di depan mata. Aku hanya perlu berkonsentrasi agar bisa mendapatkan nilai yang bagus dan bisa masuk ke universitas yang sama dengan Radeya, yang letaknya puluhan kilometer jauhnya dari kota tempat tinggal kami.Sayangnya pesan yang dikirimkan oleh Andi padaku pagi itu membuat jantungku seperti keluar dari rongga dadaku.Andi: Radeya sama Eliana mau nikah, Nat! Eliana udah hamil!Aku hampir saja melempar handphone milikku setelah membaca pesannya. Namun bagian otakku yang waras masih melakukan tugasnya dengan baik.Aku: Kamu yakin sama info itu?Andi: Yakin banget. Aku udah lihat undangan pernikahan mereka yang dibawa sama salah satu temanku di ekskul basket.Aku sudah kalah. Aku secara resmi sudah hancur berkeping-keping.Seminggu setelah pesan singkat dari Andi, aku tetap tidak mendengar kabar apapun dari Radeya. Dia jelas tidak muncul di sekolah. Mimpi kami untuk kuliah di kampus yang sama sudah terhempas.Ketika aku mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian masuk perguruan tinggi, Radeya akhirnya menghubungiku. Aku tidak lantas langsung bisa bertemu dengannya sebab aku harus menyelesaikan tugasku sebagai calon mahasiswa di kampus impianku.Yang dulunya merupakan Impian kami berdua.Barulah pada hari ketiga, aku memutuskan untuk membalas pesannya dan mengajaknya bertemu.Sorry, Nat, ucap Radeya lemas. Kami berdua kembali bertemu di tempat favorit kami. Aku yakin aku dijebak.Aku agak malas mengomentari kalimat terakhir Radeya.Sudah terlanjur terjadi, Rad, mau gimana lagi?Apa kamu mau nunggu aku? Aku yakin nanti kebenaran pasti terungkap.Aku dari dulu selalu nunggu, Rad, nggak pernah nggak nunggu. Jadi nggak akan ada bedanya.Aku janji ke kamu, setelah ini kita pasti bisa bersama.Aku memandangi air sungai yang sore itu mengalir sangat deras. Hujan yang turun semalam membuat sungai kesayanganku seperti mengamuk.*****Sebelum berangkat ke kota tempat aku akan melanjutkan kuliah, Ami menemuiku dan mengatakan hal yang mengejutkan.Eliana itu tahu kamu sama Radeya saling sayang makanya dia melakukan banyak banget hal biar kalian nggak bisa bersama, ucap sahabatku.Aku udah nggak bisa berbuat apa-apa lagi, Mi, kataku. Semuanya udah berada di posisinya masing-masing.Tenang aja. Suatu hari nanti kamu bakal mendapatkan apa yang memang pantas untukmu.TAMAT
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai
syarat dan persetujuan?
Laporkan