PENGANTIN PUTRA GUNDIK - 5

9
0
Deskripsi

Pangeran Lee Hyun akhirnya memutuskan untuk membuka pintu keretanya, namun ketika kakinya baru saja menapak di tanah, seorang gadis yang entah datang darimana langsung menyeruduknya hingga jatuh mencium jalanan pasar yang gembur dan berlumpur. 

Gadis itu Yea Ji. 

Dan kisah mereka baru saja dimulai.

"Politik adalah dunia dimana benar atau
pun salah bukanlah hal yang terlalu penting. Dunia bernama Politik itu hanya mengabdi pada satu kata; kekuasaan. Ego dan kekuatan adalah dua kata yang menyertai kata tersebut. Perkelahian, pengkhianatan dan tragedi adalah tiga kata yang mendeskripsikan watak dari dua kata sebelumnya. Politik pada dasarnya adalah ilmu untuk mencapai kekuasaan tertinggi. Menjadi yang paling hebat dan ditakuti. Menjadi bagian dari peradaban sejarah. Menjadi besar di masa lalu untuk kemudian dikenang oleh generasi mendatang. Meski politik tak selamanya hitam tapi seperti dunia ini, tak ada manusia yang putih. Bukankah iblis sudah ribuan abad menggauli manusia dengan godaan hinanya? Mencabik setiap kebaikan yang tumbuh demi mencari kehormatan serta kekayaan semata." Pangeran Lee Shin terkekeh ringan seiring kata 'semata' merosot keluar dari bibir tipisnya. 

Ia mengangguk-angguk sembari menutup buku di tangannya. 

"Menarik," gumamnya. Ujung bibirnya tersungging sinis penuh arti. 

Sejarah Bersih Politik karya Sung Joo Ah. 

Diliriknya sampul buku itu sekali lagi. "Apa yang coba penulis ini katakan lewat bukunya?" ucapnya. 

Beberapa jarinya kini asyik mengetuk-ngetuk sampul buku tersebut. 

Ia terkekeh sekali lagi, hanya saja kali ini suaranya terdengar pahit. 

Seseorang masuk dan tanpa sedikit pun izin langsung duduk di hadapannya dengan bersila. 

"Raja akan meninggalkan istana akhir pekan ini. Apa pendapatmu Pangeran?" tanya sosok misterius bertopi lebar dan baju hitam ala pendekar jalanan tersebut. 

Ada senyum licik tersemai samar ketika ia mengangkat sedikit topinya. 

Pangeran Lee Shin tersenyum, 

"Politik pada dasarnya adalah ilmu untuk mencapai kekuasaan tertinggi. Menjadi yang paling hebat dan ditakuti. Menjadi bagian dari peradaban sejarah." ujarnya misterius. 

Si pria berbaju hitam dengan topi lebar ala petani mengangguk-angguk mengerti. 

"Baiklah, mari mulai mencatat nama kita dalam sejarah!" timpalnya. 

Mereka berdua tersenyum saling mengerti dan pangeran Lee shin memandangi buku di tangannya dengan tatapan penuh arti. 

~oOo~ 

Gadis itu baru saja melempar batu di tangannya hingga melengkung sejauh beberapa meter melompati arus sungai pengunungan Seorak yang beriak-riak saat seseorang memanggil namanya dengan tak sabar. 

Pipi apel kemerahan dan bibir merah ranumnya yang tak henti menguntai senyum cerah kini merengut cemas. Matanya melirik was-was. Rambutnya yang dikepang kuda berkibasan ke kanan dan kiri. Hanbok lusuh yang pada awalnya begitu rapi dan menawan itu segera ia jinjing dengan panik. 

"Ah... Bibiku! Bibiku memanggilku!" pekiknya. Ia berlari meninggalkan semua teman-temannya yang seluruhnya adalah anak laki-laki. 

"Yea Ji-ah... Yea Ji-ah..." pemilik teriakan itu akhirnya sampai di tepian sungai, tapi ia tak mendapati siapa pun kecuali lima anak laki-laki yang tengah asyik bermain lempar-lemparan batu. 

"Yea Ji tidak kemari?" tanyanya cemas, dan anak-anak itu kompak menggeleng layaknya robot yang telah tersetting untuk berbohong. 

Mata si bibi melotot curiga, ia melipat lengannya dengan galak. 

"Kemana anak itu berlari?" ia bertanya-tanya. 

Tak ada yang menjawab, semua anak di depannya mencuri pandang ke balik bebatuan besar dimana Yea Ji tengah bersembunyi. 

"Masih tak mau mengaku?" si bibi mendesak. Ia menunduk dan menyoroti wajah semua anak satu-persatu dengan tajam. 

"Kalian tidak mau lagi menikmati kue beras gratis buatan bibi?" 

"Dia bersembunyi disana, Bibi Han!" seorang anak yang paling jangkung tiba-tiba membuka suara. 

Yea Ji mendengus kesal dan mengumpat mendengar itu, "Ah, sialan! Kwang Soo memang tak bisa dipercaya." pekiknya. 

::: 

"Kau tahu besok hari apa dan malah asyik bermain dengan mereka?" Bibi Han mengomel sepanjang perjalanan pulang ke rumah. 

"Aku tahu besok malam ada pesta panen desa di rumah majikan kita." jawab Yea Ji kecil acuh tak acuh. 

"Dan kau bukannya ikut membantu malah bermain-main?" 

"Bukankah Tuan Moon sendiri yang bilang jika aku ini sudah seperti anak angkatnya jadi aku bukan budak di rumahnya, Bibi!" celetuk Yea Ji tidak perduli. 

"Iya, tapi setidaknya kita tidak boleh seenaknya begini." Bibi Han menyentil kepala Yea Ji dengan gemas. 

"Bibi!" Yea Ji yang gusar mengelus-elus kepalanya dan berusaha membalas si bibi dengan cubitan. Mereka berlarian dengan riang. Begitu akrab dan tanpa jarak. 

Sementara itu di rumah pejabat Moon, 

Semua orang sedang asyik berbenah demi pesta besar yang akan mereka rayakan setiap tahun. 

Yea Ji kecil yang lincah berlari masuk mendahului bibi Han, ia takjub sendiri melihat bagaimana semua orang sibuk di tempat ini. 

Ada banyak hiasan, kursi dan yang paling penting adalah makanan. Yea Ji meneguk salivanya dengan tak sabar ketika makanan-makanan lezat itu bergentayangan di depan kedua matanya. 

Jemarinya yang nakal bergerak sesuka hati dan mengambil sebuah apel dari atas meja. 

Namun sial baginya, ketika berbalik rupanya sudah ada seorang anak laki-laki di belakangnya. Matanya awas mengintai Yea Ji dengan geram. Gadis itu dengan cepat menyembunyikan apelnya ke belakang. 

"Kakak? Hehehe...." Yea Ji yang tertangkap basah memasang cengiran andalannya. 

Anak lelaki itu hanya bisa berdecak kagum dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia merampas buah apel yang Yea Ji sembunyikan di balik punggungnya. 

"Dasar pencuri kecil!" si kakak menjitak dahinya dengan keras, membuat Yea Ji menjerit dengan mata memicing-micing menahan sakit. 

"Aissshh... sakit..." Yea Ji mengelus-elus dahinya dengan cemberut. 

Si kakak tertawa lalu mengembalikan apelnya. 

"Lihat! Pipimu seperti apel karena kau mencuri apel!" ledeknya. 

Anak laki-laki itu bernama Moon Il Woo, anak semata wayang Tuan Moon. 

Ia dan Yea Ji sudah tumbuh bersama sejak mereka masih kecil. Usianya lebih tua tiga tahun, karena itu Yea Ji selalu memanggilnya kakak. 

Il Woo sudah tak punya ibu dan karena ayahnya adalah pejabat daerah yang sangat sibuk. 

Ia lebih sering menghabiskan waktunya sendirian di ruang baca atau bermain bersama Yea Ji si adik angkat kesayangan. 

"Yea Ji ah... kau terlihat jelek dan kusut. Kau kan anak perempuan, kenapa dandananmu seperti ini?" Il Woo merapikan beberapa helai rambut Yea Ji yang mencuat kesana-kemari dengan kedua telapak tangannya, begitu hangat dan perhatian. 

Mereka kini berada di tepian kolam belakang rumah. 

Yea Ji terkekeh memamerkan sederet gigi putihnya. 

"Kakak manis sekali! Kelak istri kakak pasti akan sangat beruntung. Hihihi...." godanya sembari menyenggol bahu Il Woo dengan genit, membuat jantung sang kakak berdebar kencang. 

Entah sejak kapan ia jadi gugup berada di sisi Yea Ji. 

"Hyaaa..." teriak Il Woo salah tingkah, ia mencubit gemas pipi si adik angkat. 

"Berapa usiamu huh? Istri? Ckckck... apa sebenarnya kau pergi ke pasar untuk membaca buku-buku mesum huh? Kenapa isi otakmu sudah sejauh itu?" Il Woo mengomel lagi. 

"Mesum? Hyaaa... kakak! Kau tega sekali menuduhku seperti itu! Aku kan hanya asal bicara." Yea Ji merengut kesal, ia melipat kedua lengannya dan menghentak-hentak kecil pada air kolam di hadapan mereka dengan kakinya. 

Il Woo terkekeh dan menyenggol bahu adiknya, ia mulai menggoda lagi. 

"Kau marah huh?" ledeknya. 

"Tidak... tidak sama sekali!" Sahut Yea Ji sembari berdiri dari sisi Il Woo. Ia berjalan pergi dengan manyun, meninggalkan buah apelnya yang bahkan belum tersentuh sama sekali. 

"Dia memang pemarah!" dengus Il Woo gemas. Ia tergelak selama beberapa saat sampai perasaan itu mendadak menikung isi hatinya. 

Ada pertanyaan rumit yang menyelinap di dalam benaknya, 

Sejak kapan ia mulai menyukai Yea Ji sebagai seorang gadis bukannya adik. Il Woo tersenyum sendu dan melempar-lemparkan buah apelnya ke udara lalu menggigitnya seraya tersenyum. 

~oOo~ 

Yea Ji sedang berjalan melewati taman yang dihimpit hiruk pikuk banyak orang ketika kedua ekor matanya menangkap sesosok wanita di kejauhan – ibunya. 

Wanita linglung itu terlihat kebingungan di antara banyak orang. Bola mata Yea Ji langsung melotot tak kala ibunya menyenggol setumpuk loyang berisi kue beras secara tak sengaja. 

Yea Ji berlari menghampiri ibunya yang kini berjongkok ketakutan karena tatapan janggal banyak orang. 

"Maaf... maaf..." Yea Ji kecil bolak-balik membungkuk dengan malu. Ia menata ulang kue-kue itu ke atas loyang lalu menggeret ibunya pergi dengan tak sabar. 

Bibi Han dan Il Woo melihat itu dari kejauhan. 

Jika Il Woo memilih kalimat, "Setidaknya walau ibumu seperti itu, kau masih punya ibu," untuk mewakili isi hatinya, maka lain halnya dengan bibi Han. 

Ia yang notabene tahu siapa Yea Ji sebenarnya dan hubungan diantaranya dengan wanita itu, memilih untuk mengumamkan kalimat, "Malang sekali nasibmu Tuan Putri, kau harus terjebak di sisi seorang perempuan gila dan menganggapnya ibu padahal ibu kandungmu sendiri nyaris gila karena mengira kau sudah tiada," 

~oOo~ 

"Bukankah sudah kukatakan agar ibu tidak keluar? Jika ibu lapar katakan saja padaku atau bibi Han! Biar kami yang akan membawanya untuk ibu!" ujar Yea Ji. 

Tapi wanita di hadapannya tak bergeming barang sedikit pun. 

"Ibu..." ratap Yea Ji, dipeluknya ibunya itu. Bahkan sampai usianya yang sudah menginjak 11 tahun, ia masih tak mengerti apa yang menyebabkan Ibunya menjadi gila. 

Ia hanya tahu jika nibi Han adalah orang yang membantu ibunya melahirkan dan karena merasa iba serta sama-sama tak memiliki keluarga. Maka bibi Han memutuskan untuk merawat mereka. 

Yea Ji kecil termenung di depan bilik kamarnya, mengamati orang-orang yang sibuk melalang-buana di sekitarnya. 

Cerita dari bibinya tiba-tiba terngiang di kepalanya. Tentang si tuan tanah baik hati, alasan ia dan keluarganya bisa berada di tempat ini. 

Kata bibinya, dulu ada seorang tuan tanah baik hati yang bertemu dengan mereka setelah Yea Ji lahir dan tuan itulah yang membawa mereka pada Tuan Moon, si majikan yang kini mengangkat Yea Ji sebagai putri angkatnya. 

Tuan tanah baik hati itu selalu datang setiap tahun dan ia pasti menghampiri Yea Ji seolah ia datang hanya untuknya. 

Hal yang menyenangkan lainnya tentang tuan itu adalah karena ia selalu membawakannya makanan-makanan lezat serta pakaian-pakaian bagus setiap kali berkunjung. 

Yea Ji selalu menganggap jika si tuan tanah baik hati itu seperti ayahnya sendiri. Pernah suatu ketika, ia datang saat Yea Ji sedang sakit dan tuan itu semalaman ikut menjaganya. 

"Heh, kau sedang melamun?" sebuah suara mengusik gendang telinga Yea Ji. 

Il Woo berdiri di hadapannya dengan sebuah senyuman lebar. 

"Ayah memintaku untuk mengambil pesanan porselen di pasar, kau mau ikut?" 

~oOo~ 

"Kita akan segera sampai Pangeran, bangunlah" bisik raja di dalam kereta kuda mereka. 

Pangeran Lee Hyun menggeliat dan mulai membuka matanya. Remaja tampan berusia 11 tahun itu tersenyum lebar begitu melihat pemandangan indah di luar jendela. Sawah nan kuning yang menandakan jika musim panen telah tiba menghampar sejauh matanya memandang. 

"Wah... bukankah desa ini dekat dengan Lembah seribu Budha, Yang Mulia?" tanyanya. 

Raja tersenyum lalu mengacak-acak pelan rambutnya. 

"Pangeran ingatkan kita sedang dalam misi penyamaran? 

Panggil 'Ayah' akan lebih baik daripada 'Yang Mulia'" pinta raja bijak. 

"Baiklah Yang Mul... eh Ayah... hehe..." 

Raja ikut terkekeh dan memasangkan topi ke atas kepala pangeran kecil. "Dan jangan lupa kenakan topimu, Pangeran!" 

Iringan kereta mereka kini sampai di jalanan pasar. Roda kayunya melambat karena banyak sekali orang berlalu-lalang. 

Iring-iringan mereka yang tak lebih dari 3 kereta kuda itu bergerak pelan. Sebenarnya bisa saja mereka bergerak cepat jikalau raja berkenan membongkar penyamarannya sebagai rakyat biasa, tapi ia tak suka itu. 

Justru dengan seperti ini, ia akan bisa melihat rakyatnya dari dekat. 

Terdengar teriakan dari depan, kereta mereka pun berhenti. 

Rupanya ada tumpukan barang milik beberapa pedagang yang menghalangi jalan. 

Raja mengangguk, setiap tahun selalu seperti ini dan jika sudah begini daripada lelah menunggu di dalam kereta. 

Ia pasti akan memilih untuk keluar dan membantu memindahkan barang-barang itu. 

Bagi Raja seperti dirinya ini menyenangkan, berbaur dengan bau pasar, mengamati pemandangan sekitar dan tersenyum pada setiap orang yang kemudian membalas senyumannya dengan tulus tanpa tahu jika mereka baru saja bertemu raja negeri ini. 

"Pangeran disini saja ya? Ayah tidak akan lama." pesannya. 

Pangeran mengangguk tapi belum lima menit, ia sudah merasa bosan. Kepalanya terus melongok-longok keluar. 

Tempat ini menarik. 

Sekian tahun hidup terkungkung di dalam istana membuatnya merasa takjub dengan situasi pasar yang bising, meriah dan penuh barang-barang aneh yang asing baginya. 

Pangeran Lee Hyun akhirnya memutuskan untuk membuka pintu keretanya, namun ketika kakinya baru saja menapak di tanah, seorang gadis yang entah datang darimana langsung menyeruduknya hingga jatuh mencium jalanan pasar yang gembur dan berlumpur. 

Gadis itu Yea Ji. 

Dan kisah mereka baru saja dimulai. 

~oOo~

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya MOON CIMIL 40 - IOTNBO FF
9
6
Moon Young berlari secepat yang ia bisa sambil meringis kesakitan dan memegangi perut besarnya menaiki tangga. Ia nyaris-nyaris tergelincir karena telapak kakinya yang basah oleh rembesan air ketuban. Sementara itu di belakang, derap langkah itu semakin tak berjarak. Monster yang paling ia takuti telah kembali. Ibunya... ia di sini!
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan