
PART 5.
Pagi-pagi sekali Melati sudah sibuk di dapur membantu Mbok Inah untuk menyiapkan sarapan. Biasanya ia hanya sarapan berdua dengan Mbok Inah karena Pak Paiman makan di pos satpam. Pagi ini ia akan sarapan bersama Alvin, Hilya dan Mama Wulan.
Tadi malam Melati sengaja menyetel alarm agar tidak bangun kesiangan karena ada tamu yang menginap di rumahnya. Tamu Melati ini bukan tamu biasa, ia sangat kenal dengan semua personil yang masih di dalam kamar itu kecuali Hilya.
Tadi malam juga Melati susah untuk tidur nyenyak karena terus teringat akan ucapan demi ucapan dari Alvin. Hatinya tidak bisa berbohong jika ia masih menaruh cinta pada pria itu. Ia tidak bisa dengan mudah berpaling ke lain hati. Entah kenapa luka di hati Melati selama bertahun ke belakang ini hilang dengan penjelasan Alvin tadi. Melati masih tidak menyangka jika cinta merupakan luka sekaligus obatnya.
"Aww," pekik Melati saat jari telunjuk kirinya teriris oleh pisau.
“Melati ada apa?”
Melati sibuk dengan jari tangannya yang berdarah sehingga kurang sadar pada Alvin yang berlari cepat ke arahnya. Alvin raih lembut jemari Melati dan membersihkan darah itu kemudian diberikan plaster berwarna coklat.
“Pisaunya yang terlalu tajam atau kamunya yang kurang fokus? Iris bawang sambil ngelamun, ya? Kenapa nggak sekalian dipotong aja jarinya?”
Melati sedikit menunduk saat melihat raut wajah Alvin. Alvin terlihat panik dan khawatir. Tangannya masih ada dalam genggaman Alvin.
"Mas...,"
Alvin meraih dagu Melati lalu mengangkatnya sedikit agar matanya bisa Alvin tatap. Selalu ada debaran indah saat keduanya saling tatap.l seperti ini.
"Mau masak apa tadi?" tanya Alvin dengan suara lembut.
Melati seakan lupa caranya untuk mengerjap dan bernafas saat melihat wajah teduh Alvin untuknya. Ingin rasanya ia menangis saking bahagianya bisa melihat lagi wajah tampan ini.
"Nasi goreng. Mas Alvin sukanya nasi goreng, kan?"
Sebisa mungkin Melati tidak gugup. Jantungnya berdebar kencang kala Alvin tidak menjawab pertanyaannya melainkan pria itu membawa tangan Melati ke bibir kemudian diberi kecupan di sana.
Alvin sampai memejamkan kedua matanya saat bibirnya menyentuh kumpulan jemari cantik Melati.
“Maafkan aku Melati.”
Satu tetes air mata Alvin jatuh tepat di jari Melati. Tanpa bisa ditahan Melati pun meneteskan air matanya. Hatinya sakit mendengar kata maaf terucap dari bibir Alvin. Bukan Alvin yang membuat mereka seperti ini tapi dusta dari Tiara.
“Mas.”
Alvin melepaskan bibirnya dari tangan Melati dan masih menggenggam tangan itu ia menatap Melati dengan intens. Tangan Melati di genggamannya terasa dingin.
"Aku mau lanjutin masak. Mas Alvin bisa tunggu di meja makan?" kata Melati pelan.
Tidak ada jawaban apapun dari Alvin. Pria tampan itu menarik pelan tangan Melati hingga tubuh gadis itu jatuh dalam pelukannya. Tidak ingin membuang kesempatan Alvin langsung merengkuh erat tubuh Melati.
Melati sendiri membulatkan matanya, tidak percaya pada apa yang dilakukan oleh Alvin. Dadanya kembali berdetak tidak normal. Pelukan hangat ini kembali ia rasakan. Wangi tubuh Alvin masih sama seperti dulu.
“Kangen.”
Bisikan Alvin dengan suara parau di telinga kirinya membuat tubuh Melati berdesir dan gejolak indah itu kembali terasa.
Melati mendadak tidak mengerti dirinya apalagi setelah tahu Alvin dan Tiara tidak saling cinta dan Alvin masih mengakui jika cinta pria itu hanya untuknya. Melati seakan goyah.
"Apa nggak ada kesempatan untuk aku berdiri di samping kamu lagi?"
Perlahan Alvin melepaskan pelukannya dan masih menatap Melati. Melihat gelengan kepala dari Melati membuat Alvin tersenyum getir dan mengangguk. Sudah dewasa ia sudah tahu makna gerakan tubuh yang sering dilakukan manusia.
"Oke. Kayaknya memang aku terlalu menyakiti kamu. Maafkan aku, ya. Aku janji nggak akan ganggu kamu lagi." Kata Alvin.
"Mas...,"
“Bahagia selalu ya, Cintaku.”
Alvin mengusap air mata Melati dan berbalik berjalan untuk keluar dari dapur.
"Mas."
Lingkaran tangan di pinggangnya berhasil membuat Alvin berhenti melangkah. Pria itu merasakan Melati terisak dengan menempelkan pipi pada punggungnya. Ia putar tubuhnya hingga saling berhadapan dengan Melati.
Wajah gadis ini penuh air mata.
“Kalau Mas Alvin mau lihat aku bahagia, Mas jangan pergi.”
Alvin tersenyum dan meraih lagi tubuh Melati untuk ia dekap. Kali ini Melati ikut melingkarkan tangan pada pinggang Alvin. Mereka menangis bersama. Berulang kali Alvin memberi kecupan pada puncak kepala Melati. Tangan gadis itu melingkari pinggangnya.
"Masih nama Mas Alvin di hati aku," gumam Melati.
Alvin melonggarkan pelukannya dan menatap dalam mata Melati. Ia tangkup wajah gadis ini, Alvin menunduk dan memiringkan wajahnya, semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Melati.
Melati yang mengerti apa yang akan terjadi pun memejamkan mata dan mengalungkan tangannya pada leher Alvin. Seolah pasrah pada apa yang akan Alvin lakukan. Bibir mereka bertemu, kembali menyapa setelah sekian lama tidak bertemu. Perlahan Alvin melumat bibir Melati dengan lembut.
Kaki Melati rasanya tidak kuat untuk berdiri, Alvin yang mengerti mengangkat Melati dan mendudukkannya pada meja hingga ia lebih leluasa menikmati bibir manis Melati.
Suara kecapan seketika memenuhi ruangan ini. Mereka meluapkan semua rasa rindu yang terpendam selama ini.
“Non.... Eh.”
Alvin dan Melati sama-sama kaget dan melepaskan tautan bibir mereka. Alvin membantu Melati turun dari meja. Raut syok dari Mbok Inah yang menjadi pemandangan pertama mereka. Mbok Inah tentu sangat bertanya-tanya soal ini.
Dengan wajah merah Melati mendekat pada Mbok Inah.
“Non Melati kok...,”
“Nanti Melati akan ceritakan semuanya sama Mbok Inah.”
PART 6.
"Nasi goreng buatan Kak Melati ini enak banget. Hilya suka," seru Hilya.
Mereka sedang sarapan di rumah Melati. Setelah kepergok oleh Mbok Inah tengah melakukan aksi saling menuntaskan rindu lewat bibir dengan Alvin tadi, Melati memilih meminta bantuan Mbok Inah untuk membuat nasi goreng. Tidak lama Mama Wulan dan Hilya keluar dari kamar.
"Masa, sih? Bukannya Hilya cuma suka sama nasi goreng buatan Oma, ya?"
Mama Wulan pura-pura menunjukkan raut sedih pada sang cucu. Hilya menunjukkan jari tengah dan telunjuknya pada Mama Wulan.
"Hehe Hilya suka sama nasi goreng buatan Kak Melati juga. Enak banget Oma. Lihat tuh ayah aja nambah," kata Hilya.
Benar saja, Alvin sampai menambah porsi makannya pagi ini. Ia bahkan tidak merasa saat ditatap aneh oleh sang mama juga Melati karena makan dengan sangat lahap.
Melati tidak pernah melepaskan tatapannya dari Alvin hingga lelaki itu pun ikut menatap padanya dan mengulas senyum. Tangan Alvin menggenggam tangan Melati di atas meja. Hilya kembali serius dengan nasi di depannya sedangkan Mama Wulan berusaha fokus pada piringnya.
“Kangen masakan kamu. Aku masih ingat terakhir makan mie instan buatan kamu.”
"Kalau kangen kan bisa masak mie instan sendiri dan anggap itu aku yang buat. Mas Alvin bisa masak juga, kan?" kata Melati.
Alvin menggeleng pelan.
"Nggak bakalan sama rasanya karena buatan kamu selalu berbeda dan lebih istimewa. Meskipun hanya mie instan. Apalagi nasi goreng seperti ini," jawab Alvin.
Dada Melati kembali bergemuruh bahagia. Penjelasan yang ia dapat dari Alvin tadi malam serta deep talk mereka tadi pagi sudah cukup membuat Melati kembali merasakan debaran indah untuk Alvin.
“Kalau Mas Alvin mau, aku bisa kok masakin buat Mas. Tapi kadang aku sibuk dan bisanya cuma sesekali.”
Tadi Mama Wulan bilang jika Alvin sering tidak sarapan dan langsung berangkat kerja ke kantor. Jujur, dari hati Melati yang paling dalam wanita cantik itu sangat khawatir. Bagaimana ia tidak khawatir, melewatkan sarapan adalah salah satu jalan untuk mengundang penyakit.
"Kalau ditanya mau udah pasti aku mau, Mel. Mau banget malah," jawab Alvin dengan senyuman manisnya.
Alvin melepaskan sendok dari tangannya dan menyelipkan anak rambut Melati ke belakang telinga. Pandangan mereka terus saling bertubrukan dan saling mengirim sinyal cinta yang langsung sampai ke hati.
“Ehem, kayaknya udah siang banget ini. Kita pulang yuk, Vin.”
Melati mengerjapkan matanya dan menunduk malu. Pasti Mama Wulan memperhatikan setiap gerak gerik mereka. Huh … cinta memang membuat orang kadang lupa segalanya. Seakan dunia milik berdua dan kalimat itu dibenarkan oleh Melati. Tidak tahu lagi harus diletakkan di mana wajah merona miliknya ini.
“Alvin ... Ya ampun malah natap Melati lagi,”
Teguran demi teguran ia dengar dari bibir Mama Wulan. Ternyata selagi ia menunduk Alvin tidak melepas pandang darinya. Malu sekali rasanya.
Alvin menatap Mama Wulan dan mengangguk pelan.
Mamanya memasang wajah cuek padanya dengan melirik Hilya yang juga menatap Melati dan ia secara bergantian.
“Permisi, Non.”
Semua pandangan beralih pada Mbok Inah yang datang dari arah depan dengan kemoceng di tangannya.
Melati bersyukur dengan hadirnya Mbok Inah membuat suasana tidak se-mencekam tadi. Ia juga bisa melepas nafas lega.
Buru-buru Melati bangun dari duduknya untuk menghampiri Mbok Inah.
"Ada apa, Mbok?" tanyanya lembut.
"Di depan ada yang datang, Non tapi nyari Den Alvin."
Alvin yang mendengar namanya disebut pun ikut mendekati Mbok Inah dengan dahi berkerut.
"Mungkin teman kerja saya. Ya udah Terima kasih Mbok. Mel aku ke depan dulu ya," kata Alvin.
Melati mengangguk menatap punggung Alvin yang berlalu ke depan rumah.
Mama Wulan dan Hilya mendekati Melati sedangkan Mbok Inah berlalu ke belakang rumah.
"Melati, terima kasih ya sudah berkenan mengajak Mama dan Hilya juga Alvin untuk menginap di sini. Maaf ya udah merepotkan dan Maafkan Alvin juga yang membuat kamu jadi tidak nyaman di rumah sendiri," tutur Mama Wulan.
Mama Wulan mengelus lengan Melati dan menatap seperti tatapan bersalah pada gadis ini.
“Aku nggak merasa direpotkan kok, Ma. Sama sekali enggak repot. Mama makannya udah selesai?”
"Udah, Nak. Ini Mama dan Hilya mau pamit pulang dulu, ya. Kapan-kapan kalau kamu ada waktu luang jangan lupa datang ke rumah Mama. Pintu rumah Mama selalu terbuka untuk kamu," ujar Mama Wulan.
Melati mengangguk dan sungguh ia tidak menyangka dengan apa yang dikatakan oleh Mama Wulan. Ingatannya kembali berputar pada kejadian beberapa tahun silam di mana ia dan Mama Wulan kerap menghabiskan waktu bersama jika dirinya datang ke rumah Alvin.
"Insya Allah Ma."
“Kamu selalu cantik, ya. Pantes aja Alvin susah lupa sama kamu, Mel. Kamu cantik wajah dan hatinya.”
“Mama bisa aja. Mama juga cantik, kok.”
Tangan Mama Wulan beralih menggandeng Melati untuk ke depan rumah lalu diikuti Hilya.
Tujuan mereka untuk menyusul Alvin ke depan rumah.
Sampai di ambang pintu jantung Melati terasa ingin berhenti berdetak melihat apa yang tersuguh di depan sana. Air mata gadis itu hampir jatuh.
"Mas Alvin," gumamnya lirih.
Di depan sana Alvin tengah memeluk seorang wanita. Baru tadi malam Alvin menyatakan cintanya tidak pernah berhenti untuk Melati dan baru tadi pagi pria itu mengecup bibirnya tapi kenyataan saat ini membuat Melati ragu pada pria itu.
Melati ragu dan sakit hati kembali oleh Alvin.
Mama Wulan terlonjak saat Melati melepaskan tangan dari genggamannya dan gadis itu berlari ke dalam rumah dengan sesekali tangannya mengusap pipi.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
