
Bagaimana rasanya jika kamu adalah penyebab kematian papa kamu? Sakit, bukan? Itulah yang dirasakan Melati selama ini. Ia harus hidup dihantui rasa bersalah.
Ini adalah karya cerpen saya yang kedua yang juga saya ikutsertakan dalam kompetisi #ceritadanrasaindomie
"Surprise!"
"Happy birthday to you, happy birthday to you. Happy birthday, happy birthday, happy birthday to you."
Melati yang baru pulang dari kampusnya langsung membelalakkan mata ketika membuka pintu depan rumahnya, terlihat Mama dan kedua adik kembarnya— Kevin dan Keysha—yang tengah memakai atribut perayaan ulang tahun.
Sepersekian detik kemudian manik mata gadis yang mengenakan inner dress hitam dibalut sweater mustard itu pun berpindah ke arah dinding yang ada di belakang Kevin dan Keysha. Tampak pernah-pernik pesta ulang tahun terpajang indah di sana.
"Selamat ulang tahun, Sayang. Semoga kehidupan kamu selalu dalam keberkahan-Nya", ucap Mama dengan kue tar di kedua tangannya.
"Happy birthday, Kak Melati. Semoga urusan kuliah Kakak selalu lancar." Gadis yang bernama Keysha itu tersenyum manis dan memeluk kakaknya hangat.
"Happy birthday, Kak. Semoga Kakak selalu bahagia," tutur Kevin yang sangat menyayangi kakaknya itu.
Melati hanya bergeming tanpa sepatah kata pun, bibirnya melengkung ke bawah dan gemetar. Ia lalu menundukkan kepalanya, ingin rasanya ia menjerit dan berteriak mengeluarkan pilu, sesal, dan sesak yang selama ini terus menggerogoti hatinya.
"Nak, ayo tiup lilinnya. Jangan lupa sebelum tiup lilin kamu make a wish dulu, ya," titah Mama seraya menyodorkan kue tar dengan angka 21 ke arah Melati.
Kepala Melati terangkat sedikit, ia menatap dengan lekat raut sendu wajah mamanya, ada sebuah senyuman penuh harap terukir di sana.
"Ma, sebelumnya terima kasih karena sudah dan selalu ingat ulang tahun Melati setiap tahunnya, tapi Mama tau kan kalau Melati sangat membenci ini semua." Mata Melati tampak berkaca-kaca dengan suaranya yang mulai bergetar.
"Kak Mel, Kakak nggak boleh gitu ke Mama. Susah payah Mama buat surprise ini untuk Kakak," protes Keysha.
Kevin mengangguk dan menimpali, "Kak Mel. Please, jangan gitu, Kak. Kami mohon Kak Melati lupakan semua peristiwa itu."
"Stop! Itu sama aja kalian membuka luka lama Kakak." Tangisnya pecah saat itu juga.
Gadis yang baru saja genap berusia 21 tahun itu pun beranjak pergi dan melangkahkan kedua kaki jenjangnya itu menuju ruang kamarnya yang berada di lantai dua dengan berurai air mata.
Ini bukan kali pertama mereka mengadakan surpise ulang tahun untuk Melati. Namun, gadis itu selalu saja melakukan hal yang sama, marah dan menangis. Mereka ingin sekali melihat Melati bisa seperti dulu lagi.
Mereka sangat sedih dengan keadaan Melati yang seperti itu. Kini Melati menjadi gadis yang pemurung. Mereka benar-benar kehilangan sosok periang Melati, terutama Mama.
"Kenapa Mama dan Adik masih aja selalu ngerayain ulang tahun Melati. Melati benci hari ulang tahun Melati, Pa. Karenanya, Melati jadi kehilangan Papa. Maafin Melati, Pa." Melati terus menangis seraya memeluk sebuah figura hitam yang di dalamnya ada foto seorang pria paruh baya.
"Melati kangen banget sama Papa, kangen dianterin Papa, kangen makan Indomie bareng Papa, kangen Indomie buatan Papa yang selalu Papa kasih kecap. Melati juga kangen makan Indomie di warmindo langganan kita." Melati kembali terisak dan masih memeluk foto papanya.
Melati memang belum bisa melupakan peristiwa tragis tujuh tahun lalu itu, peristiwa yang telah merenggut cinta pertamanya sehingga dunianya runtuh seketika. Ia benar-benar terpukul dan merasa sangat bersalah atas tragedi itu.
Saat itu Melati masih duduk di bangku SMP, ia yang usianya baru genap 14 tahun itu pun ingin merayakan hari kelahirannya.
"Ma, Indomie gorengnya sudah siap?" tanya Melati malam itu seraya menuruni anak tangga.
Sudah menjadi tradisi di keluarga Melati jika ada anggota keluarga yang berulang tahun pasti menu utamanya adalah Indomie. Kali ini Melati minta ke mamanya agar dimasakkan Indomie goreng kesukaannya.
Mama yang sedari tadi sibuk di dapur pun membalas dengan anggukan. Indomie goreng yang sangat menggugah selera itu kini tersaji di atas meja.
"Wah, aroma Indomie gorengnya bikin perut Kevin lapar, Ma."
"Keysha juga, Ma."
"Wah, bener-bener perfecto," celetuk Papa yang saat itu langsung mendaratkan bokongnya di atas kursi makan.
"Kalau soal meracik Indomie goreng, Mama pasti juaranya. Apalagi teksturnya yang kenyal ini cocok banget diracik sedikit basah. Pas banget kesukaan Melati yang kayak gini, Ma, nggak terlalu kering," pujian demi pujian terlontar dari mulut Melati.
Kini keluarga itu tengah menikmati Indomie goreng racikan mamanya. Tidak ada satu pun dari mereka yang bersuara, yang ada hanya suara seruputan Indomie yang menggugah selera sekaligus suara sendok yang beradu dengan piring.
Lima belas menit pun berlalu, semuanya telah menyelesaikan aktivitas mereka menyantap Indomie goreng yang fenomenal itu. Melati yang baru selesai mencuci piring itu pun berniat menagih janji papanya, yaitu belanja novel-novel kesukaannya.
"Papa ingat kan janji Papa?"
"Iya, Papa ingat, Nak. Tapi, besok aja, ya, kita ke toko bukunya, soalnya ini sudah malam."
"Yah, Papa. Melati maunya sekarang, Pa." Melati mengerucutkan bibirnya, "lagian, ini masih jam tujuh malam. Kita naik motor aja supaya nggak macet. Gimana, Pa?"
"Baiklah kalau itu maunya anak Papa".
Melati dan papanya pun segera meluncur ke toko buku yang terletak di sebuah mal yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumahnya. Sebelum ke toko buku, Papa berniat membeli bahan bakar untuk sepeda motornya.
Namun, saat sepeda motor yang dikendarai oleh papa akan menyebrang jalan, tiba-tiba saja sebuah mobil box putih dari arah berlawanan melaju sangat kencang. Supir mobil tersebut tidak dapat mengendalikan remnya, sehingga tabrakan tidak dapat terelakkan lagi.
Melati saat itu berhasil melompat ke tepi jalan, sehingga ia hanya mengalami lecet sedikit. Sementara papa nasibnya sungguh tragis, papa menjadi korban kecelakaan itu.
Melati menyaksikan langsung sepeda motor yang dikendarai oleh papanya terseret sejauh lima kilometer. Bagai dihujam peluru, gadis berjaket merah muda itu sangat syok, ia hanya bisa menangis saat melihat tubuh papanya yang kaku bersimbah darah tergeletak di tengah jalan raya.
Dan lagi, tangisnya kembali pecah saat ia mendengar kabar bahwa papanya meninggal dunia saat perjalanan ke rumah sakit.
“Seandainya kemarin malam Melati nggak memaksa Papa untuk membelikan Melati novel, maka semua ini nggak akan pernah terjadi. Ini semua salah Melati." Gadis itu lagi-lagi berderai air mata dan memukul-mukuli kepalanya sendiri.
Melati sangat terpukul, bahkan ketika di pemakaman ia tiba-tiba menjerit dan pingsan. Sepertinya Melati belum siap kehilangan orang yang ia cintai. Apalagi ia merasa kalau ini semua adalah kesalahannya.
Melati pun tersentak dari lamunannya saat pintu kamarnya diketuk oleh Mama. Melati pun segera menyeka air mata yang membasahi pipinya. Mama tiba di kamar membawa nampan yang berisi sepiring Indomie goreng dan secangkir teh manis hangat untuk Melati.
"Sayang, pasti kamu mengingat lagi peristiwa tujuh tahun yang lalu, ya. Pinta Mama sekali ini saja, Melati lupakan peristiwa tragis itu, ya, dan jangan menutup diri lagi." Mama mendekap hangat tubuh Mentari dan membelai rambutnya, "kedua adikmu dan juga Mama kangen banget sama Melati. Melati yang selalu bawel dan cerewet, kami kangen senyuman Melati. Kalau kamu begini terus, maka Papa juga akan sedih melihatmu seperti ini. Ikhlas ya, Nak." Suara mama terdengar gemetar dan terisak.
"Tapi, Ma. Ini semua terjadi karena Melati. Seandainya saja waktu itu Melati nggak merengek-rengek minta dibelikan novel, pasti semua ini nggak akan terjadi, pasti Papa masih terus di sini bersama kita sampai saat ini”.
"Sudahlah, ikhlaskan, Nak. Ini bukan kesalahanmu, ini semua sudah takdir dari yang Mahakuasa. Mama berharap kamu bisa kembali seperti dulu lagi," ujar mama yang masih belum melepas pelukan Melati.
"Baiklah, Ma, mulai hari ini Melati akan belajar ikhlas dan melupakan peristiwa itu. Melati juga akan memulai kehidupan baru Melati bersama Mama, Kevin, dan Keysha. Melati hanya bisa berharap semoga Papa juga bahagia melihat Melati bahagia", ucapnya penuh haru seraya mencium pipi mamanya.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
