
Sinopsis:
Yogi bersedia bergabung jika syaratnya terpenuhi. Simak kisahnya berikut ini.
Cerita oleh:
Dion
Ditulis oleh:
Dion
Klaim cerita:
Melodion 2016 — Cerita ini adalah fiksi, saking fiksinya, tidak ada fakta-faktanya!

Yogi bersedia bergabung jika syaratnya terpenuhi. Simak kisahnya berikut ini.
▬▬▬◻۩ Beautifull Aurora III ۩◻▬▬▬
Awan hitam dilangit yang gelap terus menerus menurunkan gerimis kecil yang membasahi setiap ruas jalanan setelah beberapa jam sebelumnya telah memuntahkan hujan deras yang begitu beringasnya menghantam Ibukota. Tak banyak aktifitas orang-orang lakukan dijalan pada malam hari ini, akan tetapi itu tidak berarti tidak ada aktifitas sama sekali. Dirumah Leffy terlihat tokoh utama kita yang satu ini sedang menelpon seseorang diruang tamu, sedangkan kakaknya yang bernama Dion sibuk ber-Kung fu dengan nyamuk menggunakan raket listrik.
“Jadi gitu, Kim… maaf ya, bukannya sengaja menjauh, reflek saja gitu.”
“Oh gitu…” terdengar suara Kimberly dibalik telepon, “Leffy-Leffy, kamu ini ada-ada aja deh, masa groginya sampai setahun gini sih? Lebih malah.”
“Ya… mau gimana lagi hehe.”
“Wuuuu, tapi untunglah yang kamu lakuin itu bukan karena benci hehe.”
“Benci gimana? Masa benci ditaksir cewek kayak lo? ciahahahaha,” Leffy sedikit menggila, kepalanya dijedor-jedorkan ke-meja walaupun pelan.
Kimberly ikutan tertawa, “Mulai deh, ditelpon aja ngomongnya gitu, coba pas ketemu, inilah itulah, ada aja alasan mau melarikan diri.”
“Hehe kan gak nyangka aje. Tapi, Kim. Apa sih yang ngebuat lo bisa suka gitu sama
gue?
“Yakin mau tau?”
“Yakin gak yakin sih. Tapi kasih sedikit yang spesifik aje, waktu SMA gue kepikiran
melulu.”
“Ciee kepikiran,” Kimberly cekikikan, “Hmm yang spesifik ya, hmm salah satunya sih ya kayak gini.”
“Kayak gini? Maksudnya?”
“Ya gini, omongan kita nyambung. Jadi aku merasa enak ngomong sama kamu.” “Lah… aneh bener. Kalau gitu lo naksir juga sama Frieska dong? Sama dosen-dosen
dan juga temen-temen kita yang lain? Kan omongan kalian pasti nyambung.”
“Yeeee gak gitu juga, kan tadi aku bilang itu salah satunya tapi ada kondisinya yang bisa bikin begitu.”
“Apa tuh?” “Rahasia hihi.”
“Yeee rahasian segala.” “Biarin bweeeeek!” “Hehehe.”
“Tapi mulai besok kamu bisa gak jangan menjauh lagi gitu?” “Gak tau juga, udah jadi kebiasaan soalnya.”
“Ih kan,” nada suara Kimberly terdengar cemberut. “Mau gimana lagi hehehe.”
“He-he-he melulu, sekarang aku mau nanya sama kamu, kenapa kamu bisa grogi kayak gitu? Hmmm.”
“Ya… pertama gak nyangka, kedua lu cakep, ketiga… hmm ketiga…” “Apa ketiganya?”
“Kayaknya cuma 2 hehe.”
“Terus, kamu gak suka gitu ditaksir sama aku?” “Frontal amat, bu…”
“Ini taun 2017 kan? Emang masih jaman cowok melulu yang harus ngomong duluan?” “Haha anti-mainstream amat bu.”
“Biarin, terus apa tadi jawabannya?” “Ya… suka sih hehe.”
“Lalu kenapa menjauh?”
“Kan tadi udah gue bilang gue grogi.” “Tapi suka kan?”
“Iya sih.”
“Terus kenapa harus grogi?”
“… Bu, pertanyaannya kok diulang-ulang bu?”
Kimberly tertawa ringan, “Lalu kenapa juga kamu jawab bweeek.” “Ya ditanya melulu,” Leffy terkekeh.
“Haha yaudah-yaudah, tapi bisa kan kamu gak menjauh lagi? Aku maunya kita kayak dulu, gak ada rasa segan pas ketemu.”
“Bisa sih, tapi…”
“Tapi gak enak dengan kakaknya Viddy?” “Lah, kok jadi bawa kakaknya Viddy?”
“Habisnya kamu kayak gitu, mau ngerekrut aja udah kayak orang mau PDKT,” nada suara Kimberly lagi-lagi terdengar cemberut.
“Kan biar orangnya mau gabung gitu. Kenapa suaranya gitu? Ehem-ehem,” Leffy mulai menggodanya.
“Mulai deh, oh iya besok aku jemput kamu ya?”
“Lah, ngapain? Gak usah-gak usah,” Leffy buru-buru mencegah. “Kenapa?”
“Gak biasa dijemput.”
“Ya dibiasain, lagipula anggap aja latian biar kamu gak menjauh gitu lagi.”
“Yaelah, pacaran aja kagak, pake acara jauh-menjauhan segala.”
“Oh jadi maunya pacaran dulu nih?” Kimberly balas menggodanya. “Aduuh, gimana ya hehehe. Gue boleh jual mahal dikit gak, bu?” “Biar kenapa, pak?”
“Biar keren gitu.” “Mulai deh.” “Hehehe.”
“Katanya suka kalau ditaksir aku. Itu bener gak sih?” “Ya sukalah, pake ditanya lagi.”
“Terus kenapa harus grogi?”
“Errr… aroma-aromanya bakalan ada pertanyaan yang berulang-ulang lagi nih.” “Hihihihi,” Kimberly cekikikan.
Mereka berdua terus berbicara dibalik gerimis hujan. Malam itu telah menjadi malam yang menyenangkan bagi Kimberly dan mungkin juga bagi Leffy, karena inilah percakapan serius penuh canda yang biasa mereka lakukan sebelum pada akhirnya gara-gara rasa grogi membuat Leffy menjauhi gadis tersebut selama 1 setengah tahun ini.
Sementara dirumahnya Vienny terlihat gadis itu sedang tengkurep diatas kasur dan masih berkutat dengan pena dan menulis beberapa patah kata demi kata yang dia goreskan diatas kertas putih. Sebuah tanda titik dia torehkan diakhir kalimat begitu juga dengan berakhirnya lekukan tangan kanan yang digunakan untuk menulis. Dia kemudian duduk dikasur dan membaca ceritanya sendiri yang dia tuangkan didalam sebuah buku tulis.
“Hmm kira-kira tanggapan tuh anak gimana ya...” gumamnya.
▬▬▬◻۩ Beautifull Aurora III ۩◻▬▬▬
- Kim : nanti aku jemput, jangan pergi dulu.
Pagi-pagi begini gue udah dapat chat yang bisa membuat gue menyerap seluruh partikel-partikel nyawa yang masih menempel erat ditempat tidur. Kalau urat malu gue udah putus gue mau aja berteriak kegirangan diseluruh penjuru rumah, layaknya Tarzan yang baru melihat peradaban modern.
“Jangan pake motor hari ini!”
Gue menoleh dan melihat seekor manusia yang patut dilestarikan WWF Indonesia melewati pintu kamar dengan handuk melingkar dilehernya, yaitu abang gue.
“Pake aje, gue dijemput hari ini.”
Langkah kaki tuh anak berhenti, dia mundur kebelakang dan menoleh. “Lo berbuat apa kali ini?”
“Hah?”
“Itu barusan lo bilang, lo dijemput polisi kan?” “Taik lu!”
“Hahaha! Emang lo dijemput siapa?”
“Mau tau aje lo,” gue sewot, tapi gue juga kepengen menyombongkan diri kalau gue mau dijemput cewek, “Jadi gue dijemput…”
“Malaikat maut aje mikir 2 kali mau ngejemput lo,” potongnya dan dia melanjutkan perjalannya.
Gue gondok. Ya itulah abang gue, gak pernah positif melulu pikirannya ke gue. Emang salah gue ini apa sih? Padahal kesalahan yang gue ingat enggak terlalu gimana gitu buat berpikiran negative ke gue.
Contohnya?
1. Sewaktu gue SD kelas 2 dan dia SD kelas 4, dia dibeliin bokap gue sebuah console game bernama Sega Dreamcast, dan esoknya dengan sukses gue rusakin. Itu karena gue mengira Dreamcast itu tahan banting dan gue lempar tuh benda dari lantai 2.
2. Sewaktu SMP dia dikasih HP sama om gue, karena bentuknya kayak kapal maka gue lempar ke bak mandi. Siapa tau bisa ngambang, tapi apa daya tuh HP layaknya kapal Titanic, mendekam didasar lautan.
3. Masih disewaktu SMP, dia nyewa komik. Lalu komiknya itu gue sewain lagi ke anak- anak tetangga (SMP gue udah pande nyari duit loh). Masalahnya ada 1 anak tetangga yang sering nyewa komik dari gue, dan dia itu pemilik dari taman bacaan yang jadi tempat abang gue nyewa komik, goblok kan? Dirumah udah ada taman bacaan ngapain nyewa-nyewa lagi dengan gue? Jadi intinya abang gue sering kehilangan komik yang dia sewa dan harus dia ganti, padahal komiknya ya kembali lagi ketaman bacaan tersebut. Jadi secara tidak langsung abang gue lah pemberi modal buat nambahin buku komik disitu. Dan berkat 2 orang bego itu juga uang jajan gue selalu utuh.
Nah! Dari 3 contoh kejadian tadi masa gara-gara itu doang dia mikir negative melulu ke gue? Abang kayak apa itu? Cuih!
Tapi gue mendadak inget sebuah sosok wanita yang nanti mau menjemput gue nanti, namanya Kimberly. Yang dimana tiap meliatnya membuat perasaan ini ingin meng-gelindingi dia sampai ke KUA. Dia temen sekolah gue sewaktu kelas 1 SMA, dan anehnya adalah dulu dia bisa tahu nama gue padahal gue gak pernah memperkenalkan diri bahkan seragam sekolah gue gak ada tag name, soalnya lupa gue jahit… sampai gue kuliah gini tuh tag name masih adem ayem didalam laci.
Misterius kan? Tapi gue pikir mungkin dia tahu nama gue dari Frieska ataupun temen- temen gue yang lain. Hanya dia, Malaikat, Setan dan Tuhan yang tahu.
Dan yang bikin heboh adalah… Jreng! Jreng! DIA-NAKSIR-GUE cooy!
GILA! SINTING! PARAH!
Gue jadi merasa ganteng!
Dari sekian banyak cewek-cewek disekolah kayaknya cuma dia yang khilaf untuk naksir sama cowok kayak gue yang bisa makan nasi goreng tanpa bayar, biasalah ngutang.
Tapi ya itu, saking cantiknya bikin gue grogi sendiri. Itu gue ketahui dari kelas 3 SMA kalau gak salah dan Frieska yang ngasih tahu gue. Katanya lagi Kim itu naksir gue dari kelas 2 SMA!!
Wuidiih, SADIS! Gue nge-PHP-in cewek cakep dari kelas 2 SMA cooy! (Putar lagu The Upstair – Disko darurat.)
Gue juga suka sama dia sih, tapi karena begitu banyak cewek disekolah jadi bukan hanya dia yang gue taksir. Dan gadis-gadis yang (Kurang beruntung) gue taksir itu adalah sebagai berikut.
1. Ghaida, nih cewek tomboy abis, dia sekelas sama Egi sewaktu kelas 1. Dia suka main basket pas istirahat dan gue suka mandangin dia, gue juga membayangkan kalau diri gue itu adalah sebuah bola basket yang dipegang-pegangnya. Sampai pada akhirnya muka gue kena lemparan bola basket darinya gara-gara dia salah ngelempar.
2. Lalu yang kedua adalah Vanka, dia adik kelas gue sewaktu gue kelas 2 SMA. Wajahnya imut, gayanya cute, dan setiap memandangnya sukses membuat gue kejang-kejang dengan senyum mengembang. Pernah pada suatu hari pas istirahat gue ingin berkenalan, gue ikutin dia dari belakang sampai memasuki ruangan. Pintu tertutup dan dia kaget melihat gue yang ada dibelakangnya.
“Hai,” gue tersenyum dan melambaikan tangan.
PLAK! Gue digampar.
“SIAPA KAMU?! KELUAR!!” teriaknya untuk mengusir, dan gue gak cuma digampar dia, tapi semua cewek-cewek yang ada disiitu.
Kalau ditanya “Kok digampar?”
Gue ngikutin dia sampai ketoilet wanita.
Yah… semesta kayaknya tidak mengizinkan gue berkenalan dengannya.
3. Lalu yang ketiga adalah Naomi, dia kakak kelas gue sewaktu gue kelas 1 dan dia kelas 3. Karena pada waktu itu lagi booming gombalan “Bapak kamu” gara-gara Andre Taulany, gue ingin mempraktekannya dan kesempatan ini terjadi saat jam istirahat kedua, Gue, Viddy dan ke-4 temen gue yang lain lagi dikantin dan gue lihat tuh Naomi juga kekantin dengan teman-temannya. Bermodalkan nekat gue lalu menghampirinya.
“Hai.”
Naomi menoleh, “Ya?”
“Hehehe…” gue menggaruk kepala, “Bapak kamu pedagang bakso rudal ya?” gue langsung melakukan point pertama untuk menggombal!
Dan… mendadak hening.
Muka Naomi merengut, alisnya mengkerut, matanya nyut-nyut dan gue kepincut... oh bukan, gue bengong.
“AYAH AKU UDAH GAK ADA! HUHUHUHU!” Naomi keluar kantin dengan urai air mata. Gue cengok.
“Lo ini ya! Baru kemarin dia baru bisa ihklas nerima kepergian ayahnya! Malah ngatain jualan rudal lagi!” hardik salah satu temannya.
“E-e-e-e b-bu-bukan itu maksudnya...” gue buru-buru meng-interupsi.
Tapi kayaknya penjelasan gue gak bakalan diterima karena… PLAAK! PLAAK! PLAAK!
PLAAK! PLAAK! PLAAK! PLAAK! PLAAK! PLAAK! Ya, gue digampar sama temen-temennya.
Nasib.
Karena itulah semenjak kelas 2 semester 2 sampai kelas 3 gue lebih memilih naksir diam-diam aje, masih banyak sih kejadian-kejadian kayak gitu tapi gue rasa 3 sudah cukup buat gue ceritain. Makanya Viddy was-was dengan gue saat gue deket-deket sama kakaknya… ya mungkin gara-gara itu.
Tapi apa yang mau dikata? sekarang malah gantian gue yang ditaksir cewek, cantik
pula!
Asik tenan!
Sekarang gue mesem-mesem sendiri mengingat masa SMA gue didepan TV selagi menunggu giliran mandi, padahal TV nya gak hidup tapi gue nya senyum-senyum, persis orang idiot. Asyik-asyik bertamasya ditaman nostalgia tiba-tiba ada suara yang mengagetkan gue.
TING! TONG! Bunyi bel berhasil menggusur paksa taman Nostalgia gue.
“Lef! Intip dulu sebelum buka pintu! Kalau debt collector jangan lu bukain!” teriak abang gue dari kamar mandi.
“Ya kalee debt collector!” gue balas teriakannya dengan bibir agak miring.
“Siapa tau lu punya utang gede, gue gak ada duit buat nebus utang lo!” Nah, lagi dan lagi… gue kempesin juga tuh ban motornya nanti!
Gak gue balas ejekannya dan gue beranjak dari tempat duduk. Sesampainya didepan pintu gue melihat jam sebentar dan berspekulasi kalau ini gak mungkin Kim yang datang, cepet amat perasaan. Daripada penasaran gue langsung saja buka pintunya.
“Pagi, Assallamualaikum,” salamnya dengan senyum.
Gue bengong karena gue gak kenal dengan orang yang ada didepan rumah gue ini. Gadis manis dengan rambut sebahu, wajahnya akan imut kalau dia meraut malu, berpakaian rapi kayak orang mau kerja dan setiap melihat senyumannya membuat semua pria terjaga… ntar-ntar, gue ngomong apaan sih?
Gue lihat didepan pagar rumah gue ada mobil sedan hitam terparkir. “Halo?” gadis itu menggoyang-goyangkan tangannya didepan gue. “O-oh iya, Waalaikumsallam.”
Gadis itu mengangguk pelan dan berbicara, “Kamu Leffy, kan?” “Eh! I-iya, kok tau?”
“Hahaha ya tau dong, masa gitu aja gak tau kan?” gadis itu tertawa renyah.
“Hahahaha,” gue juga ikutan ketawa padahal gue gak ngerti dan bingung nih cewek tau darimana nama gue karena itu gue juga berbicara didalam hati, “Sok tau lu!”
“Oh iya, nyari siapa?” gue keburu keingat apa keperluannya. “Dion nya ada?”
“Dion?” gue menyeringitkan dahi.
“Iya,” gadis itu tersenyum dan mengangguk-angguk.
“Dion yang mana ya? Apa Dion yang lain mungkin? Mungkin Dion yang mbak cari itu Dion mantan narapidana yang dipenjara gara-gara mencabuli ayam,” ya, gue gak percaya ada cewek manis mencari-cari abang gue.
“Hihih emang betul ya kata Abang kamu. Ya Dion abang kamu Leffy. Emang ada Dion yang lain gitu di komplek rumah kamu ini?”
“Oh,” gue memanggut-manggut, kayaknya emang bener abang gue yang dimaksud. “Dion nya ada?” tanyanya lagi.
“O-oh iya, ada-ada. Dia lagi mandi, silahkan masuk dulu,” gue mempersilahkan. “Permisi.”
Gue anter gadis itu sampai keruang tamu, karena gue gak pernah menyambut tamu wanita tak dikenal dirumah maka gue jadi bingung mau ngapain habis ini, maunya sih gue nari lumba-lumba didepan dia tapi gue rasa nanti matanya bakalan sariawan. Mendadak gue teringat standar umum bagi pelaku penerima tamu maka gue harus memberlakukan hukum yang berlaku, yaitu berbasa-basi.
“Mau minum?”
“Oh, gak usah repot-repot, udah minum kok.” “Oh gitu, mau sarapan?”
“Dibilangin gak usah repot-repot,” gadis itu tersenyum.
“Oh,” gue memanggut-manggut, lalu gue berniat mengajak dia bermain ular tangga dirumah tetangga sampai akhirnya niat gue urung ketika dia mulai berbicara.
“Disini saja nemenin ngobrol sambil nungguin abang kamu, lagipula dari dulu kakak pengen ketemu kamu.”
“Hmm?... Kakak? … Pe-de amat nih cewek mau dipanggil kakak,” batin gue tapi gue iyain aje, gue penasaran sama nih cewek.
Gue duduk dan mulai berbicara.
“Oh iya, nama saya Nur Leffy Ibrahim, panggil aje Leffy,” gue malah memperkenalkan diri saking stuck-nya otak karena tak pernah nerima tamu cewek.
“Haha iya-iya tau, nama kakak Viviyona Apriani, panggil aja Kak Yona.”
“Oh…” gue memanggut-manggut dan gue tidak mau langsung memanggilnya dengan embel ‘Kak’ sebelum misteri ini terungkap.
Dan sekarang waktunya memecahkan kasus bernama MISTERI-WANITA-BERNAMA- VIVIYONA-YANG-INGIN-DIPANGGIL-KAK-OLEH-PRIA-TAMPAN-DARI-LUBANG-SEDOTAN-
BERNAMA-LEFFY. Yang pertama yang harus gue lakukan adalah meng-interogasi, dan tata caranya adalah dengan cara B-E-R-T-A-N-Y-A. Maka langsung gue lakuin.
“Ngomong-ngomong kok nyariin Dion?”
“Oh itu, kemarin kata dia motornya dipake sama kamu. Jadi hari ini kakak berniat pergi sama-sama, siapa tau kamu pake motor dia lagi hari ini.”
Oke, gue udah dapat petunjuk ‘Berniat pergi sama-sama’ itu berarti nih cewek adalah kenalan abang gue (YA-IYALAH!). Hmm tapi gue harus menebak apa hubungan dia dengan mahluk astral yang sekarang sedang mandi berbalutkan busa sabun dikamar mandi dan gue sudah membuat 3 analisa! (Putar lagu Hans Zimmer – Is she with you?, Wonder
Woman theme.)
Yang perrrrrr-TAMA! Mungkin nih cewek teman semasa sekolah atau kuliahnya abang gue.
Yang kedua! Cewek ini mungkin teman kerjanya abang gue.
Te-i ti, ge-a ga, tiga! Atau mungkin cewek ini adalah korban pelecehan seksualnya abang gue!!
Sip! 3 analisis ini sudah mantap diresap oleh otak, dan cara yang tepat untuk mencari tahu adalah dengan bertanya tanpa terlalu to the point biar kesannya jenius, maka hal ini langsung saja gue lakukan.
“Oh gitu hehe, tapi ngomong-ngomong kok mau saja ngejemput dia?” “Haha ya gakpapa dong, lagian kan kami 1 tempat kerja.”
Aha! Salah satu analisis gue benar, nih cewek adalah teman kerja abang gue. Seolah- olah kerasukan detective Kogoro Mouri gue kembali bertanya.
“Oh gitu, kira-kira kapan ya abang saya dipecat? hehehe,” loh… PERTANYAAN APA
INI?!!”
Sepertinya gue salah memasukan arwah tokoh fiksi kebadan gue.
“Kok gitu sih,” tuh cewek cemberut, “Itu kan abang kamu, gak boleh gitu dong.” “Bercanda kak hehe,” lah gue malah keceplosan manggil dia ‘Kak’. Ini tidak bisa
dibiarkan! Dia telah berhasil memancing pria sejati kayak gue memanggil dia ‘Kak’!
“Haha dasar, kalau abang kamu gak kerja gimana nyari biaya kami menikah nanti kan.” “Hahahahaha,” gue tertawa dan mendadak diem,
Terjadi sedikit adu pandangan antara kami berdua. “Apa tadi? … Nikah?” gue mencoba memastikan. “Iya,” dia tersenyum dan mengangguk-angguk. “Tunggu-tunggu, jangan-jangan…”
“Haha kamu kenapa? Kakak ini pacar abang kamu. Emangnya Dion gak pernah cerita
ya?”
Gue diem.
Dan kayaknya… gue emang harus memanggil nih cewek yang bernama Viviyona Apriani dengan embel-embel ‘Kak’.
Case closed.
▬▬▬◻۩ Beautifull Aurora III ۩◻▬▬▬
Seakan lelah sehabis membajak sawah, pada pagi yang cerah ini akhirnya Egi dan Viddy memutuskan untuk berdamai dengan Shania, senior kampus yang tampaknya memiliki sedikit bakat untuk menganiaya.
"Jadi gue minta maaf, tolong maafin gue. Bukannya apa, gue bosan manjat pohon melulu sampai-sampai gue jadi membenarkan teori evolusi kalau manusia itu emang monyet pada awalnya.”
“Gak!” Shania melipat tangan, menoleh kearah lain, mulutnya dimanyunin. “Ayolah,” Egi mencoba memelas.
“Enggak!”
“Shania, gak usah gitu dong. Kan dia udah minta maaf baik-baik,” Riskha menasehati. “Enggak! Dia selalu kabur pake manjat pohon! Aku kan gak bisa manjat pohon!” “Buset! Apa hubungannya?” batin Egi mengeluh.
Tapi bukan tanpa persiapan namanya kalau udah mau minta maaf begini, dan Egi sudah menyiapkan – RENCANA B – apabila - RENCANA A - kurang memuaskan. Hal itu pun langsung dilakukan.
“Vid, Vid,” Egi memanggil Viddy dibelakangnya dengan cara berbisik. “Hmm,” respon Viddy yang cuek sedari tadi sambil melihat sekeliling.
“Mana coklat yang tadi gue beli?” pintanya sambil menadahkan tangan kebelakang. “Oh! Nih,” Viddy langsung menyerahkan.
Dirasa coklat sudah ditangan, Egi mendengus puas dengan penuh keyakinan. “Shania,” Egi memanggilnya dengan nada lembut, Viddy merinding dibelakang. Shania mendelikan matanya dengan tatapan sinis, “Apa?!”
“Maafin gue dong, gue kasih coklat deh.”
“Coklat?” mata Shania sedikit terkena percikan listrik, sedikit melebar. “Iya, nih.”
Egi mengarahkan coklat itu ke Shania, Shania menoleh dengan penuh suka cita. Tapi melihat bentuk coklatnya alis Shania mengkerut, begitu juga Egi. Coklatnya sisa setengah.
“Apaan nih? Udah coklat ayam jago, setengah lagi!” hardik Shania dan kembali menoleh kesamping, melipat tangan, dan mendengus kesal.
“Woi! Kenapa lo makan?!” bisik Egi yang sewot kepada Viddy dibelakang. “Lah, gue kirain elu beli buat makan tadi,” Viddy cengok.
“Gigi elu! Udah tau nih coklat paling murah yang bisa gue beli!” Egi mengomel-ngomel. “Lu gak bilang! Jangan salahkan perut gue dong!” Viddy membela diri.
“Errr!!” Egi kehabisan kata-kata.
Sekarang pikiran Egi kalut, seperti anak kecil yang tidak bisa membedakan mana lele mana belut. Aliran listrik kecil bercengkrama dengan sel-sel otaknya untuk mencari solusi, dia terus berpikir sampai akhirnya hal itu berakhir.
“Shania,” Egi memanggilnya lagi dengan nada lembut, Viddy lagi-lagi merinding mendengarnya.
“Ck! Apa?!”
“Ada alasannya kenapa coklat ini sisa setengah.”
Shania sedikit mendelikan matanya kearah Egi, Riskha khusyuk mendengarkan. “Apa alasannya?” malah Viddy yang nanya.
“Ya, apa alasannya?” sambung Shania, walau gayanya tak berubah.
“Itu karena… setengah coklat ini tak sebanding dengan dirimu yang manis.” “Buset!” celetuk Viddy dan menjaga jarak dari Egi.
Egi menoleh kebelakang dan ingin mengutarakan sesuatu kepada Viddy sedari tadi dengan suara pelan.
“DIEM AJE LU KAMRPET!”
Viddy mendumel, Egi menoleh kedepan dan melihat Shania memandangnya dengan mata terbelalak.
“Kamu ngegombalin aku?!”
“Oh bukan, itu fakta. Lo itu manis Shania, seperti akromania yang ada dibumi ini.” Ada sedikit jeda suara diantara mereka.
“Apa itu akromania?” tanya Shania dengan dahi mengkerut, begitu juga Riskha dan
Viddy.
“Akromania itu… zat manis alami…”
“Kok aku baru denger ya?” Riskha mengomentari.
“Cari saja nanti di Google,” Egi tersenyum dan berbicara didalam hati, “GUE AJE ASAL NYEBUT! MANA GUE TAU APA ITU AKROMANIA!”
Ya, hanya Egi dan Tuhan yang tahu apa itu Akromania, sebuah kata asal sebut yang keluar dari mulut Egi.
“Gak usah sok-sok manis! Jijik!” Shania kembali mendengus kesal.
“Bukannya sok, tapi gue mengutarakan fakta aje. Emang sih kesannya emang kayak nge-gombal tapi emang itu faktanya.”
“Bohong!”
“Yealah,” Egi lalu menoleh kearah Riskha, “Mbak, Shania manis kan?”
Shania lalu menoleh kearah Riskha dan Riskha pun menjawab, “Iya manis,” Riskha emang mengakui kalau temannya itu memang manis.
“Tuh,” Egi tersenyum puas. “Itu karena dia temen aku!”
“Yaelah masih gak percaya, Vid,” Egi lalu menoleh kebelakang, “Shania manis kan?” “Biasa aje,” jawab Viddy.
Egi langsung menginjak kaki Viddy, memolototkan mata dan mendumel dengan suara
pelan.
“IYA-IYA-IN AJE KAMPRET!!”
“Iye! Iye!” Viddy pun mendumel-dumel sambil menahan sakit dikaki. Shania terdiam, Egi lalu menoleh.
“Masih kurang percaya? Ntar.”
Egi lalu bertanya terhadap semua mahasiswa yang ditemuinya untuk menanyakan Shania manis atau tidaknya. Dan pandai sekali akalnya, yang ditanya itu semua mahasiswa, bukan mahasiswi. Apalagi mahasiswa yang ditanyainnya itu memiliki tingkat mesum 30% jika dilihat dari muka karena itu semua mahasiswa yang ditanyanya mengatakan ‘Iya’.
“Nah, fakta kan?” Egi mendengus puas setelah kembali ketempatnya.
Shania tidak menjawab, wajahnya merona merah dipuji puluhan mahasiswa yang mengakui dirinya manis saat ditanyai Egi. Riskha tertawa pelan.
“Jadi Shania, jadi yang gue katakan itu bener. Dan ini…”
Egi lalu menaruh coklat ayam jago yang sisa setengah itu kegenggaman tangan Shania, Shania tertegun apalagi Egi juga menggenggam tangannya.
“Maafin gue ya?” pinta Egi dengan suara memelas, Viddy mau muntah dibelakangnya. Shania tidak bisa bergerak, matanya terlalu fokus melihat tangannya yang digenggam,
wajahnya merona merah seperti gagal mengalirkan darah, tinggal nunggu membiru aje.
Tak lama kemudian Shania mengangguk.
Egi yang tahu artinya mencoba memastikan, “Bener?”
Shania kembali mengangguk sambil melihat tangannya yang digenggam. “Gue sama temen gue dimaafin?” Egi terlihat puas.
Lagi-lagi Shania mengangguk untuk memberi jawaban.
“Asyeeeek!!” Egi langsung melepaskan genggaman tangannya dan melakukan tos tangan dengan Viddy.
Egi dan Viddy bersuka cita melakukan huru-hara, hanya saja pas Egi mau memeluk Viddy untuk rasa suka cita, Viddy langsung menggeplok kepalanya dan menjauhinya. Sedangkan Shania masih melamun memandang tangan kanannya yang menggenggam coklat ayam jago yang sisa setengah, apalagi tangannya itu digenggam Egi barusan.
“Makasih ya, mbak hehe,” Egi sedikit menundukan kepalanya kearah Riskha, begitu juga yang Viddy lakukan.
“Eh? Kok aku?” Riskha heran, padahal dia merasa tidak berbuat apa-apa. “Gakpapa, eh iya,” Egi lalu menghampiri Shania, “Terima kasih ya udah maafin.” Shania lagi-lagi mengangguk dengan tatapan lurus ketangan kanan.
“Hehe cewek ada tompel cantik kok,” Egi lalu mencolet tompel Shania, Shania kaget dan reflek memegang tompel dibawah bibirnya.
Egi dan Viddy langsung pergi setelah berpamitan. Riskha yang melihat itu turut senang sudah tidak ada lagi persilisihan antara Shania dengan kedua orang juniornya.
“Yaudah yuk, Shan. Kekelas,” ajak Riskha.
Tak ada jawaban dari Shania, dia memandang arah dimana Egi berlari sambil memegang tompelnya.
“Shan?”
Shania menoleh dan berbicara.
“Tompel aku dicolet,” ujarnya dengan senyum mengembang. “Hah?” Riskha menyeringitkan dahi.
▬▬▬◻۩ Beautifull Aurora III ۩◻▬▬▬
Mobil sudah terpakir diparkiran mobil kampus, dan keluarlah Kimberly dan Leffy dari dalam mobil.
“Kenapa Leffy?” tanya Kimberly.
“E-e-enggak,” Leffy menggeleng dan menggigil.
Kimberly menghampiri untuk memeriksanya. “Kamu kedinginan ya?”
“Errr dikit…”
“Ya ampun! Kenapa gak bilang tadi?!” Kimberly pun cemas.
Ya itulah Leffy, namanya sih kota banget, tapi badannya kampungan. Kena AC Mobil aje menggigil padahal udah memakai jaket andalan.
“Yaudah, kita kekantin yuk. Cari yang hanget-hanget.” “Eh? Gak usah, palingan bentar lagi ilang.”
“Kekantin aja pokoknya, yuk?”
“Gak usah, ini udah mau hilang. Gue mau nyari orang dulu.” “Nyari siapa?”
“Itu si gembrot kemarin.”
“Suka banget sih ngejek fisik orang,” Kimberly menoyor pelan lengan Leffy. “Hehe, eh itu Mpris. Mpris-Mpris!” panggil Leffy.
Frieska yang asyik membuat balon dari permen karet lalu menoleh, dia kaget melihat Kimberly dan Leffy bersama-sama.
“Etsss tumben nih?” Frieska mulai menggoda mereka sambil mengunyah-ngunyah permen karet.
“Apaan, lo mau kemana tadi?” tanya Leffy.
“Mau kekantin sih tadi, kirain Kim disana, taunya disini.” “Nah Kim, sama Mpris aje. Gakpapa kan?”
“Hmm iya deh, tapi kamu gak menggigil lagi kan?” Kimberly lalu memeriksa tangan
Leffy.
“Enggak, dah ya gue cau dulu.”
Leffy lalu pergi meninggalkan mereka berdua, Frieska dan Kimberly mulai berjalan menuju agenda rutin mereka pagi-pagi yaitu nongkrong dikantin.
“Kok kalian bisa berduaan gitu?” tanya Frieska membuka obrolan. “Kan perginya sama-sama tadi.”
“Eh? Waaaah, hmmm-hmmm,” Frieska tersenyum dan memain-mainkan alis.
“Apaan sih,” Kimberly cekikikan.
Sementara itu Leffy sudah menghampiri tempat nongkrong andalannya yaitu dikursi taman kampus, apalagi sudah ada Viddy dan Egi disitu.
“Cerah amat muka lu, Gi,” Leffy merasa heran.
“Yoi braay, beban gue lepas satu,” jawabnya sambil menghisap rokok. “Apaan tuh?”
“Neneknya mau nikah lagi,” celetuk Viddy.
“Waah, ntaps sekali,” Leffy dan Viddy terkekeh, Egi mendumel. “Eh ke-kelas kakak lo yuk, Vid,” ajak Leffy.
“Ngapain? Kakak gue udah gue anter tadi pagi-pagi sekali dan pulangnya tetap bareng gue!” Viddy mendengus puas.
“Nape emangnya?”
“Lah… lu ngapain mau kekelas kakak gue?” Viddy menyeringitkan dahi.
“Nemuin si kelebihan gizi, kayaknya kemarin dia tertarik tuh. Kita mastiin aje, kalau udah pasti baru giliran kakak lo lagi!” Leffy melipat tangan dan mendengus puas.
“Sampai kurus tuh anak orang lu kejer-kejer,” Egi terkekeh. “Hahaha baguslah, biar lemaknya runtuh. Yuk kesana.”
“Ntar, rokok gue belum habis, nikmati racun dulu diantara pepohonan.” “Gaya lu, bagi sebatang.”
Leffy kemudian merokok bareng Egi, kumpulan asap putih racun terus keluar dari mulut mereka. Viddy juga sebenarnya pernah ingin menjadi perokok, tapi baru 1 batang dia bisa membeli 10 kaleng susu beruang hanya karena batuk gara-gara rokok. Yah, paranoid.
Sementara itu dikelasnya Vienny, terlihat kakak perempuan Viddy ini asyik mendengarkan sebuah lagu lawas dari Mr. Big berjudul To be with
you menggunakan earphone. Selamat not-not lagu itu menjajah telinganya, matanya asyik memperhatikan teman-teman kampus yang ada dikelasnya.
Ada Shania yang sedang memakan coklat, dipotong pake kuku kecil-kecil seolah-olah dia berada dalam situasi Zombie Apocalypse dan coklat itulah makanan terakhir di Bumi. Yang lebih mengherankan bagi Vienny sih tuh anak makan sambil senyum-senyum gimana gitu.
Lalu ada Riskha, dia lagi memangku kepalanya dengan tangan dan bengong memandang Shania dari depan. Kemudian didepannya Riskha ada Uty, dia sedang memutar- mutar buku memakai jari seolah buku itu adalah bola. Vienny takjub, dia ingin mencoba
memutar buku seperti itu, tapi baru diputar tuh buku malah meluncur ke hidungnya, Vienny sebal dan mengurungkan niatnya.
Tapi dia kembali melihat buku yang digunakannya tadi.
“Hmmm menurut dia gimana ya cerita lanjutan yang kubuat ini… apa kukasih langsung saja ya?” batinnya.
Earphone yang bersarang dikedua lubang telinga dilepaskannya, hembusan nafas terjadi diri mimik wajahnya yang mengembungkan pipi seolah-olah apa yang dipikirkannya tadi mustahil untuk dia lakukan.
“Oh iya, kan ada Veranda, aku minta pendapat dia aja ah,” batinnya puas.
Setelah menemukan solusi bagi dirinya, Vienny hendak mendengarkan lagu lagi, akan tetapi ada suara yang menarik perhatiannya dari luar kelas.
“Burung beo burungnya pak Jarot.”
Sebuah bait pantun dikeluarkan seseorang, Vienny menyeringitkan dahi, begitu juga yang lainnya. Tapi hanya 1 orang saja yang merespon bait tersebut dari dalam kelas.
“Artinya?!” Yogi tampak senang mendengar pantun. “Keluar lu gembrot!!”
Yogi memiringkan bibir apalagi tampaknya pantun itu ditujukan kepada dirinya, sedikit suara tawa tercipta didalam kelas gara-gara itu.
“Ada Wahyu sedang makan ketan,” Yogi mulai membalas. “Artinya?” tanya suara dari luar kelas.
“SIAPA LU SETAN?!”
Sekarang suara orang diluar mendumel-dumel disertai suara tawa ngakak yang cukup keras dari 2 orang. Vienny menutup mulutnya yang tertawa dengan buku dan begitu penasaran siapa yang bermain pantun dengan Yogi karena dia merasa kenal dengan suara tersebut.
“Pak Umar sedang membeli bensin.” “Artinya?” Yogi bertanya.
“MAU KELUAR ATAU GUE KEMPESIN?!”
Suara tawa lagi-lagi tercipta, Yogi keki dan mulai membalas. “Te-a, TA. i-k, IK.”
“Artinya?” tanya orang diluar.
“TAIK! BEGO AMAT GAK PANDAI NGEJA!” balas Yogi menggebu-gebu.
“Hahaha siapa sih?” Riskha penasaran begitu juga mahasiswa-mahasiswi yang ada didalam kelas.
Dan tak lama kemudian jawabannya pun muncul diambang pintu.
“Hoi! Keluar buruan! Daritadi juga dipanggil,” Leffy sewot dengan kepala yang nongol
dari luar.
“Lo manggil udah kayak ngajak berantem!” Yogi sewot sambil beranjak dari tempat duduknya.
“Heleeeh,” kepala Leffy menghilang dari pintu.
Melihat Leffy tadi membuat Vienny juga hendak beranjak dari tempat duduknya dan ingin memperlihatkan kelanjutan cerita yang dia buat didalam buku. Akan tetapi dia mengurungkan niatnya karena malu dan tak ingin membuat Leffy berpikiran macam-macam.
“Eh, itu temennya Egi kan?” tanya Shania.
Vienny menoleh kearah Shania dan melihat perbincangan yang dilakukan Shania sama
Riskha.
“Iya, kenapa emangnya?”
“Berarti Egi juga ada diluar ya?”
“Mana aku tau, ada kali. Tadi aku dengar suara orang lain diluar.”
Shania yang penasaran lalu beranjak dari tempat duduk untuk memastikan hal tersebut, akan tetapi dia mengurungkan niatnya dan kembali duduk.
“Kenapa?” tanya Riskha.
“Gak ah! Nanti dia ke-PD-an lagi kalau aku nyariin,” Shania melipat tangan dan berpura-pura ketus.
“Loh? Emangnya kamu mau nyari dia buat apa? Kan udah damai.”
“I-i-itu… aku mau protes! Masa coklat gak enak gini dikasihin ke aku!” Riskha melihat bungkus coklat dan meraihnya.
“Gak enak-gak enak, tapi kok habis,” Riskha memiringkan bibir sambil mengangkat bungkus coklat ayam.
“I-itu… itu,” Shania gegalapan, “Maksudnya kurang! Masa segitu aja ngasihnya? aku mana kenyang!”
“Yee rakus.”
Vienny yang mendengar itu tersenyum melihat Shania yang tampaknya salah tingkah dan dia penasaran yang mana teman adiknya itu yang bernama Egi. Akan tetapi rasa penasaran itu sirna saat melihat Leffy lagi-lagi nongol dari pintu.
“Sip! Nanti lo kasih tau syaratnya biar gue, Egi sama Viddy bantu!” “Iye,” Yogi cuek dan menuju bangkunya.
Leffy lalu melihat seisi kelas seniornya tersebut sampai pada akhirnya senyumnya itu mengembang saat melihat sosok yang sangat dikenal.
“Vienny! Habis Yogi nanti giliran elo! Hahahahahaha!” ujarnya sambil menunjuk.
Vienny gegalapan apalagi semua teman sekelasnya memandang dirinya, dia pun berusaha mencari pengalihan dengan berpura-pura membuka buku.
“Lu ngapain nunjuk-nunjuk kakak gue!” sekarang Viddy yang nongol dan menarik Leffy keluar kelas.
Setelah kepergian Leffy semua mata masih menatap Vienny, Vienny kebingungan mencari pengalihan sampai pada akhirnya Shania menghampirinya.
“Vin…” “Ng? Ya?”
“I-itu tadi… kok dia ngaku-ngaku kalau kamu kakaknya dia?” “Yang mana? Yang pake kemeja?”
“Iya,” Shania mengangguk.
“Ya… dia emang adik kandung aku.” “Hah?!” Shania kaget.
“Kenapa?” Vienny heran.
Tiba-tiba Shania bersimpuh dan memegang kedua tangan Vienny erat-erat.
“Aduuh Vienny maafin aku ya? Maafin aku! Aku gak tau kalau itu adik kamu! Maafin
aku?”
“Eh? Apanya?”
“Maafin aku!!!”
“Apanya yang di-maafin?” Vienny menyeringitkan dahi, Riskha terkekeh dari tempat duduknya.
Selagi Vienny kelabakan meladeni Shania didalam kelasnya sekarang dikoridor terlihat Hugo, Frieska dan Kimberly berpapasan dengan Leffy, Egi dan Viddy.
“Darimana lu?” tanya Hugo.
“Dari kelasnya kelebihan gizi,” jawab Egi. “Ngapain?”
“Mau nanya jadi enggaknya masuk klub gitu,” ujar Viddy. “Terus? Apa jawabannya?” timpal Kimberly.
“Dia mau saja masuk, tapi pake syarat.” “Apa syaratnya?” Frieska penasaran.
Egi, Viddy dan Leffy saling berpandangan. Tak lama kemudian mereka menjawab. “Dia minta bantu buat dapetin cewek.”
“Hah?!” Frieska, Hugo dan Kimberly kaget.
▬▬▬◻۩ Beautifull Aurora III ۩◻▬▬▬
Jam istirahat dijadikan Vienny untuk meminta pendapat dari Veranda tentang cerita yang dia buat. Vienny sebenarnya malu menunjukannya akan tetapi karena sikap Veranda yang tenang dan murah senyum membuatnya tidak merasa khawatir menunjukan ceritanya itu.
“Hmm menarik, plot nya rapi, penokohan karakternya juga kuat, tapi…” “Tapi apa?” Vienny terlihat cemas.
Veranda melihat sikapnya dan tertawa kecil.
“Kalau bisa kalimat ini kamu ganti, ubah dengan kata sinonim buat kata ‘aneh’ ini menjadi ‘janggal’. Karena menurutku kalau dibaca akan terasa nyambung dengan kalimat berikutnya, ‘Keanehan ini’ kamu ubah jadi ‘Kejanggalan ini.’ Lalu coba kamu baca,” pinta Veranda sambil menyerahkan buku Vienny.
Vienny mulai mencoba saran dari Veranda, dan tak lama kemudian matanya membulat.
“Iya juga ya.”
“Hehe rima katanya pas kan?”
“Iya ya, jadi enak dibaca jadinya hehe.”
“Ya terkadang rima kata diperlukan biar pembaca enak membaca ceritanya kata demi kata, walau sebenarnya rima kata ini lebih cocok untuk pantun ataupun puisi.
“Iya,” Vienny tersenyum dan merasa senang mendapatkan saran yang berharga dari
Veranda.
“Tapi kalau boleh tau sejak kapan kamu nulis cerita?” “Gak lama sih… baru-baru ini.”
“Oh terusin aja, ya? Meskipun gak termasuk katagori cerita favorit ku tapi aku suka cara kamu menyampaikan isi ceritamu, terlebih lagi semua itu masuk akal. Seperti saat ada tokoh utama mencegah orang yang begitu naifnya mengajak kerumunan orang lain untuk menghajar zombie yang jumlahnya ribuan itu. Itu sih bunuh diri namanya,” Veranda tertawa kecil.
Veranda terus me-review cerita yang Vienny buat tersebut, dan Vienny tertegun. Apa yang diucapkan Veranda sangat persis saat Leffy me-review isi ceritanya saat pertama kali Leffy mengajaknya bergabung ke klub Film. Apalagi Veranda bisa dibilang sedikit berpengalaman maka dia yakin apa yang diucapkan Leffy sewaktu itu tidak mengada-ngada.
“Ng? kok senyum-senyum?”
“Oh,” Vienny kaget, “Enggak kok,” Vienny menggeleng pelan.
“Ada-ada aja,” Veranda juga tersenyum, “Dan kalau boleh tau, apa yang membuatmu ingin masuk ke klub Sastra? Kemarin aku terlalu sibuk mikirin tugas jadi lupa nanyain hehe.”
“Iya gakpapa, emm yang membuatku masuk klub sastra ya…” Vienny lagi-lagi tersenyum.
“Kayaknya ada landasannya ya,” Veranda tertawa kecil.
“Haha… emm aku hanya ingin mengasah diriku dalam dunia tulis menulis, dan juga sastra-sastra yang ada.”
“Hmm gitu,” Veranda memanggut-manggut, “Menarik, dan kalau kamu perlu bantuan jangan sungkan-sungkan meminta padaku ya?”
“Iya, terima kasih ya Veranda,” Vienny tersenyum manis.
“Ve aja, gak capek manggil nama aku yang panjang itu? Lebih singkat kan kalau manggil Ve?” Veranda sedikit tertawa.
Vienny juga tertawa kecil. “Iya, terima kasih ya Ve.”
“Sama-sama,” Veranda juga membalas senyuman Vienny. Vienny lalu celingak-celingukan.
“Shani mana?”
▬▬▬◻۩ Beautifull Aurora III ۩◻▬▬▬
Seorang gadis berwajah sedikit orieantal terlihat manis saat tersenyum saat mendengarkan pembicaraan teman-temannya yang ada didepannya. Walah suasana kantin agak
sedikit penuh tapi itu tidak mengganggu aktifitas mereka yang asyik mengobrol sambil menikmati makanan. Akan tetapi ada yang menganggu bilamana ada orang yang sadar saat melihat jejeran tanaman hias yang ada disamping kantin.
Karena tanaman disitu nongol 5 kepala manusia yang diantaranya adalah Yogi, Leffy, Egi, Viddy dan Hugo.
“Yang mana ceweknya?” tanya Hugo. “Iya, yang mana?” tanya Leffy.
“Burung dara burung elang,” Yogi mulai melakukan rima pantun dengan wajah
gembira.
“Gue lempar juga lu jadi santapan burung bangkai! Langsung aje nape? Pake-pake pantun segala!” Leffy mendengus kesal.
“Deeh!” Yogi mendumel-dumel, “Ntuh, yang pake baju biru. Yang rambutnya panjang,” Yogi menadahkan kepalanya.
“Mana?” Egi dan Viddy mencari sosok yang dimaksud.
Tak perlu mencari lama-lama, mata mereka semua sudah mulai fokus memandang ciri-ciri yang dimaksud.
“Wih! Boleh juga selera lo,” gumam Viddy. “Iya hehehe, cantik ya?” Yogi tersipu malu.
“Tapi gue kasihan sama dia,” wajah Leffy langsung lesu.
“Iya… sama,” begitu juga ekspresi yang dilakukan Hugo, Egi dan Viddy. “Kasian kenapa?” Yogi menyeringitkan dahi.
“Ya….” Leffy, Hugo, Egi dan Viddy memandang Yogi dari atas sampai bawah, tak lama kemudian mereka berempat menggeleng-geleng kepala.
“Yee! Lu kata gue gak cocok sama dia?” Yogi sebal.
“Bukannya gak cocok sih… tapi ya sadar dirilah,” celetuk Viddy tanpa beban.
“Iya, kalau kalian berdua disandingin udah kayak angka 10 itu. Entu cewek kurus, langsing, lah elu… gue kirain dispenser tadi,” sambung Egi.
“Sialan! Gak ada hubungannya dengan fisik kalau udah suka! Itu hukum mutlak dari alam dan ayat perasaan!”
“Wuiiiih!!” Hugo, Leffy, Egi dan Viddy takjub seakan-akan mereka baru melihat Mario Teguh versi obesitas.
“Tapi masalahnya tuh cewek suka gak sama lo?” tanya Hugo.
“Kok manggil gue lo lo sih? Gue kan senior kalian, pake Kak kek,” protes Yogi.
“Dalam urusan ini apa panggilan itu penting? Yang penting sekarang nyari cara gimana caranya membuat tuh cewek suka sama lo!”
“Iya juga ya,” Yogi memanggut-manggut.
“Tapi tampaknya perlu usaha ekstra keras nih, kira-kira 20 tahun,” Egi memanggut-
manggut.
“Lama amat!” Yogi pun sewot.
“Ya… gimana ya…” Egi, Hugo, Leffy dan Viddy kembali memandang Yogi dari atas sampai bawah, Yogi pun keki.
“Gue gak jadi masuk klub nih?” ancamnya.
Leffy yang diancam itu seperti merasakan situasi menjadi
warga Gotham City saat Joker mengancam akan meledakan rumah sakti di film The Dark Knight.
“Oke! Oke! Oke! Jangan gitu dong, santai-santai! Kami pasti bantu lo biar pacaran sama entu cewek, tenang aje,” Leffy menepuk-nepuk pundak Yogi.
“Makanya!”
“Oke-oke, sekarang kami butuh info dari lo. Entu cewek siapa namanya?” “Namanya Shani,” senyum Yogi mengembang.
“Oke, nama panjangnya?”
“Nama panjangnnya Shani Indira Natio, tanggal lahirnya 5 Oktober 1998, golongan darahnya B, horoskopnya Libra, tinggi badannya 167 cm, makanan kesukaannya…”
“Oke! Stop-stop!” Viddy mencegah Yogi melanjutkan biodata Shani. “Nape?” alis Yogi naik sebelah.
“Gila! Lu hapal semua-semua dari dia itu?” tanya Leffy.
“Oh tentu saja, semua hal dari dia gue catet dibuku gue!” Yogi memain-mainkan alis dan mendengus bangga.
“Waaaaw,” Hugo, Viddy, Egi dan Leffy menggeleng-geleng dan makin merasa kasihan sama Shani karena semua hal tentang dirinya telah dikuak oleh Yogi.
Mungkin begini kali ya yang namanya orang naksir, tiba-tiba ada bakat agen rahasia yang bisa mengkais segala informasi targetnya. Seperti yang dilakukan Yogi ini, entah darimana dia tahu tingginya Shani 167 cm. Hanya Yogi dan Tuhan yang tahu.
“Jadi gimana nih?”
“Hmm,” Leffy mengelus-elus dagu, “Besok kita beraksi, kita butuh rencana gede karena
…”
“Karena apa?” Yogi tampak tak sabar. “Ya… gitu…”
“Iya, bener juga ya,” Egi, Hugo dan Viddy memanggut-manggut. “Apanya?” Yogi menyeringitkan dahi.
“Ya….” Leffy, Hugo, Egi dan Viddy kembali melihat Yogi dari atas sampai bawah sambil menggeleng-geleng kepala.
Yogi memiringkan bibir tapi dia tiba-tiba teringat sesuatu, “Oh iya nama klub film nya apa nanti?”
“Gak penting amat, klub nya jadi aje udah bersyukur,” jawab Leffy cuek. “Eh tapi bener juga sih, biar ada namanya gitu,” Viddy setuju.
“Bener juga ya,” Leffy mengelus dagu dan memanggut-manggut. “Kira-kira apa namanya nih?” Egi memulai forum dadakan.
“Hmmm,” Leffy mengelus dan memiringkan bibir, “Udah, PanicMonkey saja namanya.” “Hah? Monyet panik?” Yogi, Egi, Viddy dan Hugo menyeringitkan dahi.
“Karena monyet yang panik itu unik, dah itu saja,” ujarnya dengan pemakluman yang dipaksakan.
Cuaca sudah tampak bersahabat karena awan besar menutupi sinar Matahari yang panasnya bukan main. Dan itu tandanya cerita akan berlanjut.
- B E R S A M B U N G -
▬▬▬◻۩ Beautifull Aurora III ۩◻▬▬▬
[ Celotehan ]
Waktu saya berumur 5 tahun, saya sering ditanya, “Kalau sudah gede mau jadi apa?”
Lalu saya menjawab, “Aku ingin membangun bangsa dan Negara, dan menjunjung tinggi perintah agama. Dan rajin bekerja untuk nafkah istri lahir dan batin.”
Percaya?
Yang percaya bego, anak umur 5 tahun macam apa yang sudah berpikiran seperti itu? Umur segitu saya masih aje sering kejepit resleting celana pas selesai pipis dan masih asoy geboy bermain tanah.
Tapi kembali ke topik, tanpa Hidayat. Karena kalau digabung kita ngomongin bulu tangkis.
Waktu kecil saya bercita-cita jadi koruptor… maaf, maksud saya bercita-cita jadi Insyinur karena terinspirasi dari sinetron si Doel anak sekolahan. Yang lagunya ada “Aduh!
sialan” nya itu, entah kenapa si Doelnya malah dimaki penyanyinya untuk memperjelas latar dan hal pribadinya.
Ya, saya pas kecil mudah sekali terinspirasi.
1. Saya liat Doraemon, saya kepengen jadi Doraemon.
2. Saya liat Jin dan Jun, saya kepengen jadi Jin, enak cuy. Tinggal sim salabim, muncul barang yang diinginkan.
3. Saya liat Dragon Ball, saya kepengen menjadi super saiya.
Saya liat kamu, saya kepengen menjadi menantu orang tua kamu. #EAAAA #ApaanDah Ya! anak kecil itu mudah sekali terinspirasi, apalagi yang namanya meniru.
Contoh.
1. Waktu kecil saya demen Superman, sampai pada akhirnya setiap sarung yang saya temuin saya jadiin sayap. Dan kolor pun saya taruh diluar. Ya, sekarang saya ngerti perasaan orang tua saya pas mengajak-ngajak saya jalan keluar dulu, ya kolor diluar gitu.
2. Waktu saya kecil saya suka ksatria baja hitam. Wihh temen-temen saya waktu TK juga demen jadi gituan sama seperti saya, pernah suatu hari kami bersepeda roda tiga dengan sepeda masing-masing. Dengan lagak motor ksatria baja hitam, kami mulai bertualang sampai pada akhirnya kami semua menangis gara-gara tersesat entah kemana.
Jadi karena itulah saya kesal! Loh kenapa saya tiba-tiba kesal?
Ini karena sewaktu di Bioskop saya sering melihat orang tua mengajak anak-anaknya menonton film berating-R. (Kalau gak tau cek Google)
Kemaring saya nonton Logan, ada orang tua bawa anak kecil. Pas adegan sadis, dia nangis. Kan saya jadinya terganggu, saking terganggunya saya tertawa-tawa.
Loh kok jadi ketawa?
Itu karena pihak orang tua menyalahkan pihak bioskop, padahal petugas bioskop udah bilang ini film tak pantas untuk anak kecil bahkan posternya udah tertampang jelas “Rated-R”
Jadi karena itulah saya ketawa, tuh orang tua berarti gak bisa bahasa Inggris (Kemudian mendengus sombong, berwajah angkuh, kaki naik diatas meja, hisap rokok)
Ada kalanya sih saya kepengen protes ke orang tua, tapi gak tega karena ada anaknya. Kalau saya gak tega sih saya marahin anaknya juga seperti ini, “BARU SEGITU DOANG NANGIS?! LEMAH BENAR LO JADI BOCAH! PENGECOOOT!”
Tapi tak mungkin gue lakuin kan? Kecuali gue ngidem kena ceramanih kak Seto dan dibully media massa… apalagi dikeroyok 1 bioskop.
Haaaaah (menghela nafas)
Dari cita-cita malah ke film, Haaaaah (menghela nafas lagi)
Wassalam.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
