Bauh Dari Rasa Ikhlas Dan Sabar

1
0
Deskripsi

Aku pernah merasakan sakit manakala orang-orang terkasih mencemooh. Memandang rendah kala keluarga kecilku tidak memiliki penghasilan yang memadai. Menjadi seolah terasing dalam keluarga besar, rasanya itu sangat menyakitkan ketika mengetahui kenyataan bahwa uang tetap menjadi prioritas utama di mata mereka.

Aku pernah merasakan sakit manakala orang-orang terkasih mencemooh. Memandang rendah kala keluarga kecilku tidak memiliki penghasilan yang memadai. Menjadi seolah terasing dalam keluarga besar, rasanya itu sangat menyakitkan ketika mengetahui kenyataan bahwa uang tetap menjadi prioritas utama di mata mereka.
 

Aku tidak pernah bersedih dengan pilihan yang telah kuambil. Memiliki suami yang selalu mengusahakan yang terbaik demi rumah tangga kami, itu sudah jauh lebih dari cukup untukku. Dia bukannya tidak ingin membelikan sebuah rumah atau makanan dan pakaian mewah, hanya aku sudah cukup tahu diri bahwa dia belum mampu.
 

Di awal masa pernikahan, kami hanya bisa makan nasi satu bungkus berdua. Pernah suatu ketika aku berharap dapat makan pecel ayam satu porsi sendiri, bukannya aku kufur nikmat. Sebagai manusia sisi diriku saat itu begitu menginginkan makan dengan layak agar dapat mengisi perut hingga kenyang.
 

Aku selalu menyembunyikan tatapan sedih setiap kali jam makan tiba. Satu porsi nasi bungkus harus kami bagi berdua, aku tidak terlalu perduli dengan diriku. Tapi suamiku jauh lebih membutuhkam banyak asupan makanan, mengingat nafsu makan laki-laki lebih besar dari wanita.
 

Peristiwa kala menumpang makan di rumah Mama yang menorehkan luka, semenjak saat itu pantang bagiku untuk kembali meminta ke sana. Aku tidak ingin mendengar beliau mengeluarkan perkataan yang bisa saja menjadikanku anak durhaka karena melawan perkataannya.

Aku lebih memilih makan seadanya dengan perut yang masih lapar daripada harus mengulang masa silam yang menyakitkan. Hampir satu tahun kami menikah dan saat ini dalam tubuhku tengah bersemayam buah cinta kami, usia kandunganku sudah menginjak bulan ke lima.
 

Jauh di dasar hati aku merisaukan biaya untuk persalinan. Namun di sisi lain hatiku memilih pasrah dan berserah kepada Allah. Menyerahkan semua yang akan tejadi pada kehendakNya, aku sebagai manusia hanya bisa berusaha semampu dan sebisa yang kami lakukan. Aku tidak ingin tetap berleha-leha dan terus berdo'a, jika do'a tanpa usaha apalah artinya.

Tidak mungkin Tuhan akan menurunkan hujan uang dari langit, atau mengirimkan harta karun yang bisa saja teronggok satu peti emas di depan rumah. Meskipun jika Allah sudah berkehendak; semua itu bisa saja terjadi, tapi aku yakin Sang Pencipta lebih menginginkan umatnya terus berusaha sendiri tanpa putus asa.
 

Seperti pada masa sebelum mengandung, semua aktifitas aku lakukan tanpa mengeluh. Jujur aku tidak pernah merasa keberatan atau lelah untuk tetap berkerja, terlebih saat ini bertepatan pada bulan ramadhan. Aku berkerja seperti biasa, dan suamiku semakin giat mencari nafkah. Aku tahu dia juga memikirkan tentang biaya persalinan. Kami bahu membahu untuk menabung dan menyisihkan uang setiap hari, mungkin bukan nominal besar. Tapi aku selalu menanamkan dakam hidup bahwasannya sesuatu yang sedikit saja jika ditimbun maka akan menjadi banyak.

Masih banyak pelajaran yang harus kami tuai dalam keseharian. Meskipun aku terluka oleh ucapan Ibuku, tapi hal tersebut tidak lantas membuatku lupa untuk tetap mengingat beliau dan saudara-saudaraku yang lain jika aku mendapat rizki lebih untuk membeli makanan.

Seperti pada hari ini, aku membeli es buah untuk dibawa pulang. Sebelumnya aku sudah berbuka di tempat kerja, yang terlintas dalam benakku ketika melihat es buah ini adalah ibuku. Beliau sangat menyukai buah duren dan aku ingin membelikannya meski tidak banyak.

Setidaknya ada sedikit dan bau duren di dalamnya, aku menyisihkan uang jajanku untuk membelinya. Suamiku hanya tersenyum saat mengetahui aku membawa pulang makanan untuk keluargaku. Dia tidak pernah berkomentar ataupun melarang, hal yang dilakukannya hanya tersenyum dan selalu mendukung apa yang kulakukan jika itu dirasa baik.

"Bunda, kita ke rumah Mama dulu kan?" 

Dia bertanya seraya mealingkan wajah dari jalan raya untuk menatapku, kami tidak memiliki kendaraan. Sehingga setiap hari kami selalu berjalan kaki untuk berangkat dan pulang berkerja. Perjalanan satu jam kami lewati dengan penuh suka cita tanpa harus mengeluh.
 

Kami berpikiran untuk apa naik angkot jika jalan berdua dan bergandengan tangan lebih indah? Uang untuk angkot bisa kami sisihkan ke dalam celengan. Setidaknya itu sudah cukup untuk menghemat dan menabung meski nilainya tidak seberapa.
 

"Iya, kita ke rumah Mama dulu. Bunda tadi beliin es buah soalnya ada durennya, Mama kan suka tuh," aku berkata masih dengan wajah berbinar. Membelikan sesuatu pada orang tua selalu membuatku merasa senang.

Jika aku memiliki uang lebih ingin rasanya tetap memberikan uang setiap bulan, meskipun uangku hanya terlihat seperti recehan. Tapi yang terpenting bagiku adalah niatan tulus tanpa embel-embel atau rasa pamrih untuk meminta balasan darinya. Beliau sudah cukup bersusah payah mengijinkanku untuk tinggal di rahimnya selama sembilan bulan, merawat dan berbagi darah memalui air susu yang ia berikan. Sekalipun aku mempersembahkan gunung atau sebuah pulau untuknya, itu semua tidak akan sebanding dengan semua pengorbanan yang seorang Ibu.

Bangun di tengah malam saat aku merengek dan membuatnya susah karena celanaku basah. Menganggu saat makannya dengan tangisan cemperengku, aku sudah cukup faham bahwa pemgorbanan seorang Ibu akan dapat lebih dimengerti ketika seseorang itu telah menikah. Bukan berarti ketika masih gadis tidak mengerti, hanya saja pemahamannya jauh lebih terasa setelah aku menjalani rumah tangga dan mulai merasakan perasaan yang jauh lebih mendalah ketika menjadi calon orang tua. Kehamilan ini membuatku semakin merasa dewasa dan lebih memperhatikan orang-orang yang kusayangi.

Tanpa terasa aku telah sampai di depan toko tempat Ibuku, aku membawa es buah dengan wajah sumringah, "Mah, ini aku beliin es buah ada durennya. Gak banyak sih tapi lumayan ada bau-baunya daripada gak ada," aku menyerahkan kantong kepada beliau, sementara dia tidak menunjukan reaksi apapun selain tersenyum.

Adikku yang nomor dua lantas beranjak dari tempat duduk, sementara adik yang nomor tiga dan empat asik membuka makanan yang kubawa tadi. "Ayah, Bunda ke belakang sebentar ya," aku bersuara sedikit keras pada suamiku yang duduk di bangku depan, takut jika tiba-tiba dia mencari.

Aku bergegas menuju toilet, aku melirik sekilas pada jas hujan yang terlihat aneh seperti menutupi sesuatu. Tanpa berpikir jauh aku segera masuk ke dalam toilet untuk buang air kecil, setelah keluar dari sana rasa pensaran tidak dapat kuhindari. Aku berjalan mendekati Jas Hujan yang tampak menonjol, dengan perlahan tanganku menyingkap untuk melihat apa gerangan yang ada di bawahnya. Seketika hatiku mencelos hingga ke dasar, ada tusukan nyeri di ulu hati saat mendapati hal yang baru saja tertangkap indra penglihatan.
 

Di bawah jas hujan yang ditumpuk tersebut ada satu cangkang duren yang masih utuh dan segar. Aku nyaris ambruk saat pemikiran buruk melintas, "Ya Allah jangan buat diriku berprasangka buruk terhadap keluargaku sendiri," aku berdo'a dalam hati dan berharap pikiran kotor tidak membuatku memiliki rasa dengki.

Aku berjalan keluar dan berpura-pura tegar, meski bohong rasanya jika aku katakan hatiku baik-baik saja. Aku selalu ingat mereka jika ada makanan, meskipun sedikit, setidaknya aku selalu berusaha untuk dapat dimakan bersama. Tapi mereka seolah tidak ingin aku mengetahui ada makanan kesukaan, karena nyatanya kami satu keluarga adalah penyuka buah durian.
 

"Mah, itu dibelakang ada kulit duren habis pada makan ya?" Aku merasa sangsi dengan suaraku sendiri, itu entah pertanyaan atau aku sengaja ingin menohok mereka dengan ucapanku.
 

Hanya keheningan yang menjawab pertanyaanku, semuanya diam tidak ada yang berani membantah atau membenarkan. Satu-satunya yang bereaksi adalah suamiku yang muncul di balik pintu, aku merasa diselamatkan olehnya dari rasa sakit. Tanpa berpikir panjang aku mengajaknya untuk pulang dan beralasan tubuhku sangat lelah.
 

Akhirnya kami pulang dan mengerjakan semua pekerjaan rumah seperti biasa, aku mencuci pakaian dan suamiku membantu menyapu dan membersihkan lantai. Kami sudah terbiasa membagi pekerjaan rumah agar cepat selesai, semakin pekerjaan dapat dengan cepat terselesaikan. Maka waktu kami untuk bersantai dan mengobrol bersama bisa lebih banyak.
 

Selama mengerjakan semuanya aku tetap berpura-pura dalam keadaan baik, hingga akhirnya kami telah selesai dan menonton tv. Awalnya aku masih dapat menahan semua rasa sedih yang bergejolak, tapi aku tetap memiliki sisi rapuh dan hormon kehamilan yang mudah tersentuh oleh suatu kejadian pedih.

Perlahan aku menjatuhkan kepala di pangkuannya, dia membelai rambutku dengan sayang. Belaiannya bahkan terasa seperti tengah mengasihaniku, hingga akhirnya tanpa terasa liquid bening yang sedari tadi aku bendung kini telah berhamburan keluar. Membasahi celana katun pendek yang dikenakannya.
 

Untuk sesaat aku merasakan tubuhnya bereaksi, tidak ada pergerakan sama sekali sebelum akhirnya dia melanjutkan mengusap rambutku seraya berucap, "Kenapa? Mau duren ya?" Aku mendegar ada nada pedih dan kelembutan dalam suaranya. Seolah dia takut bahwa pertanyaannya akan semakin melukai perasaanku.
 

Aku tidak berniat untuk menghapus air mata yang masih terus keluar, tapi aku berniat untuk menjawab dengan jujur. "Pengen sih Yah, tapi kan gak ada uang," jawabku lemah.

Ia hanya diam dan tidak membahas lebih lanjut masalah ini, kami bersikap seperti biasanya seolah tidak pernah membicarakan sesuatu hal yang cukup sensitif seperti barusan. Aku juga memikirkan perasaannya takut terluka, melihat istri yang tengah hamil dan menginginkan sesuatu tentunya sedikit banyak akan mempengarungi pikirannya.
 

Tapi ia tetap tersenyum seraya mengecup pucuk kepalaku sebelum tidur, tangannya dengan posesif memeluk perut dan tubuhku. Dia seolah tengah berusaha menangkup istri dan anaknya dalam waktu yang bersamaan.
 

***
 

Tidak seperti hari sebelumnya ketika jam pulang kerja telah tiba, suamiku mengirim pesan dan memintaku untuk pulang naik kendaraan umum tanpa harus menunggunya. Aku hanya menurut tanpa mau bersusah payah untuk memikirkan hal-hal aneh yang biasanya dipikirkan seorang istri tentang suaminya.
 

Ini kali pertama kami tidak pulang bersama, rasanya memang aneh dan cukup membosankan. Aku tidak dapat menggengam tangan besar yang selalu membuatku merasa hangat, aku menunggunya setelah pulang dari tempat Ibuku. Jam di dinding menunjukan pukul sepuluh malam ketika aku mendengarnya beruluk salam.
 

Aku bergegas menuju pintu dan membuka kunci, Suamiku berdiri di sana dengan wajah tampak lelah. Tapi dia tetap tersenyum seolah bibir itu berkata bahwa dia baik-baik saja, aku mengekor masuk ke ruang tengah. Tanganya meletakan kantong belanjaan dengan tulisan indomaret.

Aku tidak berani menyentuhnya dan hanya berpaling untuk menatap wajah yang masih menunjukan senyum penuh ketenangan. "Bukalah dan habiskan semuanya," dia berkata seraya melepaskan kemeja kotak-kotak yang membalut tubuh kurusnya.

Dengan sedikit takut aku meraih kantong tersebut, Oh Tuhan, aku terbelalak saat mendapati buah duren yang telah dikupas dan ditempatkan dalam satu tempat.

"Ayah ini kan mahal, emang Ayah punya uang?" aku bertanya dengan wajah khawatir.

"Uang bisa dicari, tapi jika istriku yang tengah hamil ingin makan sesuatu. Moment seperti itu tidak akan dapat dicari lagi jika bayinya sudah lahir," ia mengacak pelan rambutku seraya meraih handuk yang telah kusiapkan, lantas berjalan masuk ke dalam kamar mandi. 
 

"Habisin semuanya ya!"
 

Suaranya yang terdengar dari kamar mandi membuatku merasa senang. Aku merasa kesedihan semalam yang membayangiku menguap begitu saja. Perasaanku telah berubah menjadi penuh suka cita, aku merasa telah memiliki seluruh dunia meski dengan kehidupan seadanya.
 

***
 

Masa sulit pernah aku lewati dengan penuh perjuangan, merangkak dan tertatih untuk tetap bertahan setidaknya tidak membuatku lupa bahwa Tuhan tidak pernah tidur, Tuhan tidak pernah meninggalkan umatnya sendirian.
 

Melainkan Dia selalu ada dan menguji kita dengan kepayahan agar dapat lebih kuat, menguji kita dengan rasa sakit agar kebal jika mendapat cobaaan lain yang tidak terduga. Menguji kesabaran agar Dia tahu seberapa banyak kita memiliki iman dan keyakinan atas Penciptanya.

Setelah tiga tahun berselang, di sinilah aku saat ini. Memiliki malaikat kecil yang membawa berkah, ketika menginjak bulan sembilan, kehamilanku seolah membawa berkah. Dan aku mendapat banyak rezeki dari hasil penjualan ayam goreng serta pesanan yang berlimpah.
 

Aku mendapat uang lebih setiap harinya dan itu sudah cukup untukku tabung agar ada bekal untuk proses melahirkan. Semenjak anak kami lahir perubahan perlahan terlihat, kami mulai bisa mengisi rumah dengan perabotan yang layak seperti orang pada umumnya.
 

Mampu memiliki kendaraan roda dua meski harus kredit selama dua tahun. Setidaknya buah dari kesabaran dan rasa ikhlas terlihat secara perlahan, semua keyakinanku telah dikabulkan oleh Allah. Ia menunjukan semuanya secara perlahan dan saat yang tepat.
 

Aku juga bersyukur karena masih tetap berada di jalan yang diriidhoiNya, berhasil mengalahkan rasa putus asa yang bisa saja membelenggu ketika semua masalah datang dan bergulung menjadi satu. Kunci dari semuanya hanya sabar, ikhlas dan tetap selalu berusaha tanpa mengenal lelah.
 

Jalani semuanya dengan penuh suka cita, jalani dengan penuh keihlasan dan tetaplah semangat meski kau tahu belum ada sesuatu hal di hari esok yang kau ketahui dengan pasti. Hanya pengharapan dan rasa percaya kita kepada Allah yang akan tetap membawa kita menuju keberkahan dan kebahagiaan.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Surrender To Heart
1
0
Surrender To Heart(Surrender Series Book 3)      Meliza Caterin                               “Setiap hati pasti akan menemukan pemiliknya, dan setiap jiwa pasti akan bertemu dengan pasangannya.” -Surrender To Heart-            PROLOG   Aku merasa seolah jantungku melompat melalui mulut, tatapanku terkunci pada laki-laki bermata biru terang. Dia begitu tampan dalam balutan tuxedo yang menempel pas di tubuhnya, dapat kupastikan bahwa baju itu dijahit langsung oleh desainer dan dirancang sesuai lekuk tubuhnya.Sebelumnya perasaan seperti ini pernah aku alami, namun tidak lebih baik dari ini. Begitu intens dan mendebarkan, menatapnya yang tengah menyesap anggur nyaris membuat seluruh tubuhku terbakar. Aku tidak melihat ada cela pada dirinya, dia begitu sempurna dan mengagumkan.Saat dia berbalik, tatapannya tepat mengarah padaku, dan mata sialan ini tidak berniat untuk berpaling ketika dia berjalan ke arahku dengan gerakan lambat. Aku merasa seperti dimasukan pada salah satu film romantis yang bercerita tentang seorang pria yang menyukai gadis di tengah pesta. Meskipun sebenarnya aku sendiri tidak yakin dia akan menyukaiku.Tepat setelah dia berada di depanku, tanpa sadar aku mengendus untuk menghirup baunya yang terasa segar dan sedikit memabukan. Aku tidak dapat menjamin dapat tetap berdiri dengan ke dua kaki jika dia terus berada di dekatku seperti ini.Miss, saya titip gelas ini untuk diantar ke dapur, dia menyerahkan gelas anggurnya yang telah kosong. Menyelipkannya tepat diantara jari tanganku, untuk sesaat aku mengerjap karena masih belum mengerti dengan apa yang terjadi. Menyadari aku hanya diam, dia berbalik dan melihatku melalui matanya yang luar biasa indah.Seragam yang manis, gumamnya tanpa menunjukan senyum atau apapun. Aku mengerjap setelah menyadari kesalahan pada diriku adalah baju yang kukenakan nyaris menyerupai para pramusaji wanita, mereka mengenakan rok pendek hitam dengan atasan kemeja polos lengan panjang. Dan bajuku sama persis!Oh Tuhan, ingin rasanya aku membunuh pembuat ide gila yang memberi para pelayan wanita seragam seperti itu. Dan laki-laki bermata indah tadi, tampaknya dia tidak memiliki penglihatan yang baik, di leherku dengan jelas menggantung tanda pengenal sebagai salah satu panitia yang mengadakan acara ini.Akan kubunuh siapapun yang telah mengusulkan pakaian seperti itu pada semua pelayan! Aku benar-benar merasa telah dipermalukan di hadapan bajingan pemilik poker face[1] itu. Oh My.             BAB 1   Charlen berusaha menyelinap untuk melewati kerumunan orang yang sedang berusaha keluar untuk menyelamatkan diri. Alarm kebakaran sudah menyala sejak lima menit yang lalu, dan semua orang belum tahu dari mana kebakaran itu berasal. Dia membawa beberapa berkas berharga dan surat-surat penting yang tidak boleh hilang. Keluar melewati pintu samping yang biasa digunakan oleh para staf, suasana panik berselang selama setengah jam bahkan meski semua orang sudah keluar dari ruangan. Akhirnya semuanya bisa bernapas lega setelah mengetahui bahwa alarm kebakaran itu hanya kesalahan teknis dan tidak ada bahaya yang terjadi.“Miss, kita harus mengamankan semua ini!” Charlen berteriak saat dia memasukkan semua barang berharga ke dalam berangkas yang ada di dalam van milik rumah sakit.“Kita masukkan semuanya ke sini,” Dokter Camilla membantu mengecek semua barang yang ada di dalam daftar. Semua peserta lelang diwajibkan mengisi formulir pendaftaran yang lengkap agar memudahkan panitia dalam melakukan pendataan.Namun pekerjaan tersebut terganggu ketika seorang pria menghampiri mereka dan berhenti tepat di belakang Charlen, yang pertama menyadari hal tersebut adalah Camilla, wanita itu berbalik sambil menatap pria berwajah dingin yang saat ini menatapnya dengan tatapan tidak kalah menusuk. “Apa yang sedang kau lakukan di sini, Sir?”“Aku minta maaf karena harus membawa satu staf mu bersamaku, ada keadaan darurat dan aku tidak bisa membiarkannya tanpa perlindungan,” Charlen yang sejak tadi hanya menatap pria itu tidak sempat mengerjap ketika pria berwajah tanpa emosi itu menariknya menjauh. Dia bahkan nyaris berpikir bahwa pria itu berlari dengan sangat cepat karena dia tidak bisa melihat keadaan di sekelilingnya ketika sudah berada jauh di tempat acara.Hey, manusia kutub! Charlen berteriak saat pria itu masih membawanya pergi. Apa yang kaulakukan? Dia tidak mengerti meskipun sepertinya sudah sangat jauh berlari, namun dia tidak merasakan lelah sedikitpun.Seketika mereka berhenti dan Charlen menyadari bahwa saat ini sudah berada di pelataran panthouse yang berada di ketinggian. Uwaaaaa! Dia berteriak dan nyaris terpeleset ketika mencoba untuk berlari menjauh dari pria yang membawanya. Tangan pria itu sudah menangkap tubuhnya sebelum dia terjerembab. Bagaimana kau melakukannya? Dia bertanya dengan gugup saat menatap ke dalam mata biru milik kakak Damian, yang kalau dia tidak salah ingat pria itu bernama Devlin. Maksudku, bagaimana kau melakukan semua ini?Namun bukannya menjawab, pria itu malah memasukkan tangan ke dalam saku dan mengeluarkan kalung miliknya yang sudah dilelang ketika acara berlangsung. Bagaimana kalung ini bisa ada di tanganmu? Apa kau yang membelinya? Atau jangan-jangan..., Charlen menyilangkan ke dua tangan di depan dada saat sebuah pemikiran tentang niat Devlin membawanya ke tempat itu melintas. Hey! Aku memang melelang kalungku, tapi bukan berarti diriku juga ikut dilelang, meskipun dia tidak keberatan jika Devlin menginginkan dirinya. Well, sialan manusia kutub itu terlihat seksi meski tanpa senyuman di wajahnya.Charlen mulai salah tingkah saat Devlin hanya menatapnya dengan wajah tanpa ekspresi, pria itu seolah menganggap dirinya aneh karena terus meracau. Apa ini benar kalung milikmu? Dia mengulang pertanyaan yang sama.Iya, memangnya kenapa? Jika kau bermaksud untuk memiliki aku juga, sebaiknya kita harus saling mengenal terlebih dulu, Charlen memasang wajah angkuh. Aku bukan wanita gampangan yang akan menyerah pada pertemuan pertama.Devlin masih menatap Charlen, mata birunya seolah mengatakan bahwa gadis itu sudah gila. Apakah aku tampak seperti orang yang sedang menginginkanmu? Suaranya terdengar dingin, sementara wajahnya masih sedatar tadi. Dia menggelengkan kepala dengan acuh dan tidak mempedulikan wajah gadis di hadapannya yang sudah berubah seperti tomat matang.Sial! Pria macam apa sih dia?Charlen menatap Devlin yang sedang berjalan menuju pintu kaca yang sepertinya mengarah langsung ke dalam ruang santai, dia bergidik saat angin menerpa tubuhnya hingga menembus baju yang dia pakai hingga terasa hingga ke dalam kulit. Memutar kepala ke sekitar untuk memastikan bahwa itu semua bukanlah mimpi, dia mendapati dirinya tengah berdiri di ketinggian dengan dikelilingi ratusan bunga yang tersebar di setiap penjuru.Oh, ya ampun. Jangan-jangan dia membawaku ke rumah kekasihnya, Charlen mendengus sambil melangkah untuk mendekati pintu yang dilewati Devlin. Baru saja dia akan memanggil pria itu, namun sebuah suara menyuruhnya untuk masuk.Masuklah jika kau tidak ingin mati beku di luar.Suaramu lebih dingin daripada pergantian musim yang sedang terjadi, gerutunya sambil mendorong pintu, dia melangkah masuk dan mendapati ruang santai yang terdapat sofa panjang warna putih, bantal-bantalnya diletakkan dengan teratur, meja kacanya tampak mengkilat dan dia sangat yakin tidak akan menemukan sedikitpun debu di sana. Aku rasa kita harus bicara, Devlin muncul dengan membawa dua gelas cangkir berisi minuman yang masih panas, Aku tidak tahu yang kau suka, jadi aku buatkan cokelat hangat untukmu, tambahnya sambil mengulurkan satu cangkir pada Charlen.Oh, kau baik sekali, Charlen menerima cangkir itu sambil tersenyum lebar. Aku suka cokelat hangat, dia menyesap cokelatnya sambil melirik sekilas ke arah televisi layar datar berukuran besar yang menempel di dinding yang ada di hadapan mereka.Ngomong-ngomong, dia meletakkan cangkir ke atas meja. Apa ini rumahmu? Dan juga, kenapa kau membawaku ke sini? Charlen menatap Devlin yang baru saja melakukan gerakan yang sama sepertinya—meletakkan cangkir di atas meja. Wajah dingin pria tidak menyurutkan ketampanan dari bentuk wajahnya yang persegi serta garis rahangnya yang kokoh. Terlebih, mata biru pria itu mampu membuat semua orang ingin menenggelamkan diri ke dalamnya, rambutnya yang dipotong ala tentara bisa membuat Charlen terkecoh, jika melihat Damian dan Devlin bersama, pasti dia akan menyangka bahwa pria di hadapannyalah yang mantan anggota Spesial Force.Chaterin sempat bercerita sekilas mengenai pekerjaan pria yang sedang dekat dengannya itu; pria yang tak lain ada adik Devlin. Aku hanya akan menjelaskan sekali, aku tidak akan mengulang perkataanku, jadi aku sarankan dengarkan baik-baik selama aku bicara, Charlen tidak bisa menyimpulkan kapan pria itu tampak serius atau tidak, karena sejak bertemu di acara penggalangan dana tadi, wajah Devlin tetap terlihat tanpa emosi.Hal itu membuat pikirannya menerawang jauh, Charlen merasa penasaran apakah wajah dingin dan kaku itu akan tetap sama ketika dia bercinta? Sial dia membuatku tidak fokus.Apa kau mendengarkanku? Devlin bertanya untuk ketiga kalinya.Apa? Charlen sangat yakin, saat ini wajahnya pasti sangat terlihat konyol. Oh, ya. Tentu aku mendengarkanmu, dia menaikkan bahu, lalu menyilangkan kaki. Berusaha untuk terlihat normal dan tidak terpengaruh oleh feromon Devlin yang sudah merasuki penciumannya. Aroma virginia cedar yang berpadu dengan wangi teh hijau sejak tadi terus tercium dan tidak mau hilang. Semua wangi tersebut seolah berputar dan menebarkan racun penuh sensasi ke dalam tubuhnya. Aku tanya sekali lagi, apa benar kalung ini milikmu? Devlin meletakkan kalung milik Charlen tersebut di atas meja. Ya, itu memang milikku, Charlen menatap liontin dengan lambang orang yang tampak sedang memangku bulan di atas kepala tersebut. Nenekku yang memberikannya untukku, jika dia tidak salah melihat, tubuh Devlin sempat menegang, namun saat ini pria itu sudah bersikap seperti sebelumnya—kaku seperti patung.Kau dalam bahaya, gumam Devlin pelan. Maaf? Apa maksudnya itu? Perhatian Charlen sudah menjadi milik Devlin sepenuhnya.Devlin diam untuk beberapa saat sebelum akhirnya dia melanjutkan bicara. Kau harus selalu memakai kalung itu, ada sesuatu yang tidak terlihat sedang mengejarmu, matanya menatap Charlen dan berusaha menilai reaksi gadis itu. Sesuatu yang mungkin tidak akan pernah kau percayai.Charlen berusaha mencerna maksud dari perkataan Devlin, namun hasil akhir yang dia dapati hanya tanda tanya besar yang menggantung di atas kepalanya. Aku tidak mengerti, cepat jelaskan detailnya saja.Dengan berat hati Devlin berusaha menjelaskan. Nenekmu memberikan kalung itu bukan hanya sebagai kenang-kenangan, melainkan dia memberikan itu adalah untuk melindungimu dari kekuatan gaib yang berusaha untuk melukaimu.Apa? Mata Charlen melotot. Berikutnya dia tertawa histeris karena menurutnya pria itu benar-benar konyol. Namun seketika dia berhenti tertawa saat menatap Devlin yang tetap memasang wajah datar dan tidak tersenyum sedikitpun. Apa kau benar-benar serius? dia mulai merasa panik.Hal yang baru saja didengarnya berubah menjadi seperti deretan teror ketika dia membayangkan hal-hal buruk yang akan menimpanya. Kekuatan gaib macam apa?Oh, ya ampun sepertinya semua orang sudah mulai gila.Aku hanya bisa memberikan informasi seperti ini saja, belum saatnya kau mengetahui semuanya, lanjut Devlin dalam hati.Ya ampun. Jadi kau benar-benar serius dengan hal ini? Charlen mulai berdiri sambil mondar mandir. Lalu bagaimana denganku? Apa aku akan baik-baik saja? Mulutnya mulai meracau—kebiasaan yang biasa dia lakukan jika sedang gugup. Bagaimana jika aku mati? Bahkan aku baru berusia dua puluh dua tahun dan belum menikah!Dia melirik Devlin yang masih duduk dengan posisi tangan menyilang di depan dada, kaki kirinya ditumpangkan di atas kaki yang satunya lagi, dia tampak seperti patung andai matanya tidak menatap Charlen dengan pandangan tajam.Oh, ayolah. Manusia Kutub jangan menatapku seperti itu, Charlen menghardik. Kau sendiri yang tiba-tiba datang, menyeretku kemari dan menceritakan hal yang tidak masuk akal seperti barusan, akhirnya Charlen kembali duduk karena tidak tahan ditatap seperti itu oleh Devlin. Dengar ya, aku tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk padaku, bahkan aku belum menikah, dia memutar mata sambil mendesah dengan gaya berlebihan.Devlin hanya memiringkan kepala sedikit lalu dia bertanya. Lalu apa masalahnya jika kau belum menikah? Suaranya yang terdengar datar membuat Charlen ingin mengambil pajangan keramik Cina yang ada di pojok ruangan dan melemparkannya ke kepala Devlin.Hah! Sudah lupakan saja, tidak ada gunanya bicara panjang lebar dengan manusia kutub yang hidup di tengah kota. Lalu apa yang harus aku lakukan? Dan juga, apa kau bertugas untuk melindungiku? Suara Charlen kembali ceria saat menanyakan hal tersebut.Aku hanya menyampaikan pesan untukmu, Devlin menjawab sambil kembali meminum kopi tanpa gula kesukaannya.Ah, tidak mungkin, Charlen tidak percaya jika pria itu hanya bertugas menyampaikan pesan saja. Sudah mengaku saja, kau pasti akan menjadi penjagaku ‘kan? Devlin tidak menjawab, pria itu berdiri lalu melangkah pergi meninggalkan Charlen yang menatapnya tidak percaya karena diacuhkan. Hey! Mengaku saja, kau tidak perlu malu, dia melempar bantal ke lantai. Apa yang harus aku lakukan? Dia mulai ragu saat hendak menyusul Devlin. Namun akhirnya dia memberanikan diri untuk berjalan melewati pintu tempat tubuh Devlin menghilang, Oh, maaf, aku kira dia tinggal sendiri, Charlen memegangi dadanya karena terkejut saat mendapati pria yang diperkiraan berusia pertengahan limapuluh memergokinya ketika sedang mengendap. Silahkan lewat sini, Ma'am, pria itu menunjuk arah sebelah kiri yang harus dilewati. Kamar Anda sudah siap.Apa?! Dia berteriak lalu berpura-pura tidak melihat saat pria di hadapannya menunjukkan tampang terkejut. Well, barusan nada suaranya memang tinggi dan Charlen yakin pria dalam setelan formal itu—yang sepertinya kepala pelayan—tidak pernah mendengar majikannya bicara dengan suara keras.Apa dia berkata kalau aku harus menginap di sini? Tanya Charlen penasaran, dia tidak tahu apakah tempat ini aman atau malah sebaliknya, bisa saja manusia kutub itu adalah penjahat yang sebenarnya, bukankah dalam novel-novel kriminal tersangka utamanya justru mereka yang bersikap baik? Sial! Charlen tidak dapat berkata-kata saat sudah dihadapkan pada kamar yang akan ditempatinya.Kamar itu bernuansa biru dari wallpaper yang ditempel di dinding, serasi dengan selimut tebal yang terhampar di atas kasur berukuran sedang. Kamar itu tampak feminim karena ada meja rias dan kamar mandi yang nuansa warna merah muda. Apa manusia kutub itu sering membawa wanita ke rumahnya? Dia berbalik dan menatap pelayan yang saat ini tampak sedang kebingungan.Maaf, Ma'am? Tanyanya.Itu, Tuanmu yang berwajah dingin seperti bongkahan es di kutub utara, apa dia sering membawa wanita ke rumahnya?  Charlen bersandar pada pinggiran pintu kamar mandi.Pelayan itu seperti ingin tersenyum namun dia menyembunyikannya. Hanya sudut bibirnya yang berkedut, dan hal tersebut membuat Charlen berpikir seperti itu, Silahkan Anda tanyakan sendiri padanya, Ma'am.Baiklah kalau begitu, Charlen mengibaskan tangan dengan gaya tidak peduli. Ngomong-ngomong, dimana dia sekarang? Tuan sedang ada pekerjaan,  dia meminta saya untuk melayani apapun yang Anda butuhkan, pria itu bergeser ke depan pintu keluar. Apa ada yang Anda butuhkan lagi? Saya harus menyiapkan menu untuk sarapan besok pagi, jika Anda membutuhkan sesuatu silahkan tekan nomor dua dari telepon itu, tangannya menunjuk telpon rumah yang berada di atas meja samping tempat tidur.Tidak, terima kasih, Charlen mengangguk saat pria tersebut membungkuk lalu berjalan keluar. Apa yang sedang terjadi sebenarnya? Aku diculik oleh pria yang baru kukenal, dan dia juga  menceritakan omong kosong yang tampaknya bukanlah suatu kebohongan, uh... kepalaku sakit! Charlen begidik saat dia menutup pintu. Sebenarnya dia bukanlah orang yang tidak berpikir rasional, tapi dia juga pernah melihat hal yang jika dikaitkan dengan logika memang tidak masuk akal.  Apa kau sudah mengurusnya? Devlin mendongak dari layar komputer untuk melihat kepala pelayan yang tadi ditugaskan untuk mengurus keperluan Charlen.Sudah, Tuan, jawab pelayan itu dengan suara hormat. Saya sudah memintanya untuk menghubungi saya secara langsung jika dia membutuhkan sesuatu.Bagus, kau boleh pergi sekarang, Devlin kembali menghadap komputer untuk menyelesaikan pekerjaannya. Dia harus menyelesaikan itu semua karena besok perhatiannya pasti harus dicurahkan untuk mengurus Charlen secara penuh. Perusahan pialang saham yang dikelolanya tidak dapat dibiarkan begitu saja mengingat dirinya belum menemukan orang kepercayaan yang cocok.Setengah jam kemudian semua pekerjaannya sudah selesai, dia mematikan komputer lalu berjalan menuju pintu yang ada di belakang meja kerja. Dia membuka pintu tersebut lalu melangkah masuk, pintu yang terbuat dari kayu oak dengan ukiran rumit tersebut tertutup sendiri. Devlin dalam ruangan yang dipenuhi ornamen abad pertengahan, serta sebuah patung besar yang berdiri kokoh di dekat dinding kaca yang membentang di sepanjang ruangan.Devlin mengusap tangan patung tersebut yang berada dalam posisi terbuka di samping tubuhnya, andai patung itu manusia maka dia akan tampak seperti sedang berdiri santai dengan mata menerawang ke depan. Aku tidak tahu apakah gadis itu akan selamat dalam perlindunganku, dia mendongak dan menatap tepat ke dalam mata patung tersebut, seolah ingin melihat sesuatu yang mungkin bisa menjawab perkataannya. Atau... Kau tidak akan membuatnya selamat agar kau tidak perlu membebaskanku, lanjutnya.Devlin menatap patung tersebut dengan pandangan menerawang, dia menatap tanda matahari dengan panah menyilang yang ada dipergelangan patung tersebut. Dia menghela napas dengan tidak kentara saat menggulung lengan kemeja miliknya, dan tepat di tangan kirinya tanda serupa juga terdapat di sana, terlihat seperti tato dengan bagian panah berwarna biru serta di bagian matahari pinggirannya hitam dengan warna hijau tua di bagian tengah.Kau sudah membuat ini terjadi, aku rasa sudah saatnya kau melepaskanku, gumam Devlin dan menatap patung itu untuk terakhir kalinya, lalu dia berbalik dan meninggalkan ruangan tersebut. Hanya di ruangan itu dia merasa sangat berbeda, bahkan orangtua dan adiknya Damian juga tidak pernah mengetahui hal tersebut. Sekalipun hal itu sebenarnya berlangsung sebelum dia dilahirkan ke dunia, namun Devlin yakin kedua orangtuanya tidak pernah menyangka bahwa hal yang tidak masuk akal sudah menimpa anak mereka.Oleh karena itu, Devlin sudah berjanji pada diri sendiri untuk merahasiakan semuanya, sekalipun dia mengungkapkan hal ini pada ayahnya, mungkin orangtua itu akan menendang pantatnya dan menganggap dia sedang melakukan kebohongan yang sangat konyol. Aku sudah menemukannya, semuanya pasti akan segera berakhir, dia bergumam pada diri sendiri, tepat bersama dengan pintu yang kembali tertutup sendiri—sama seperti ketika dia masuk.  Charlen berguling di tempat tidur barunya dengan perasaan tidak nyaman. Dia tidak bisa tidur setelah terbangun dari mimpi yang aneh sekaligus mengerikan, semuanya terasa seperti nyata. Dia seolah dilemparkan ke jalanan yang dipenuhi dengan bangunan tua pada jaman Romawi kuno, dia melihat ada seorang wanita tua yang mengenakan jubah dengan cahaya yang menyelubungi tubuhnya.Kau akan segera bertemu dengan pelindungmu.Kata-kata wanita yang tidak bisa dilihat wajahnya tersebut terus berulang dalam kepala Charlen. Tudung jubahnya menyembunyikan seperti apa sosok di baliknya, dia sudah berusaha bertanya dan mengejar saat sosok tersebut perlahan memudar, meninggalkannya di tepi jalan dengan hiruk pikuk orang-orang di masa lampau.Bahkan, Charlen masih ingat baju seperti apa yang dia kenakan dalam mimpi tersebut, dia memakai stola warna putih dengan aksesoris yang khas pada jaman tersebut, dia sangat yakin, mungkin dalam mimpi tersebut dirinya berada di jaman Romawi kuno jika dilihat dari orang-orang yang berkeliaran di sekitarnya.Semuanya akan baik-baik saja jika kau bisa melewati semuanya, suara tanpa wujud itu mengalun dan membuat Charlen bergidik saat dia tidak mendapati siapapun yang sedang menatapnya. Kenapa kau belum tidur? Suara Devlin yang tiba-tiba berada di belakangnya membuat kepalanya terantuk tempat tidur ketika dia bangun dengan cepat karena terkejut.Ya ampun, apa yang sedang kau lakukan di sini? Kenapa aku tidak mendengarmu saat kau masuk? Charlen menatap pintu kamarnya yamg masih tertutup. Dia memincingkan mata dan menatap Devlin dengan curiga. Apa kau bisa menembus tembok? Dia memegang erat selimut di depan dadanya.Apa menurutmu aku bisa melakukan hal itu? Devlin bertanya dengan kedua tangan disilangkan di depan dada. Suaranya tetap terdengar acuh, sementara wajahnya masih sama seperti saat pertama mereka bertemu.Hm... Mungkin saja kau bisa melakukannya, Charlen memperhatikan Devlin yang berdiri di dekat ujung tempat tidur, matanya menatap pria itu dari ujung kepala sampai kaki. Tapi aku tidak percaya jika ada orang yang bisa melakukan hal seperti itu, dia melanjutkan. Kenapa kau ada di sini?Aku datang ke sini hanya untuk memastikan bahwa kau tidak melarikan diri, Devlin menjawab dengan tenang.Hey! Charlen berteriak. Apa aku terlihat bisa melarikan diri setelah diturunkan di atap? dia menggerutu. Bahkan aku sendiri tidak tahu ini ada di mana, tambahnya.Kau berada di rumahku, dan kau akan tetap aman selama ada di dekatku, Devlin mengulurkan kalung yang diambilnya dari Damian. Pakailah, dan jangan pernah melepaskannya.Dengan enggan Charlen mengambil kalung tersebut, lalu dia berusaha untuk memakainya, namun dia kesusahan dan merasa kesal saat Devlin hanya menatapnya tanpa melakukan apapun. Apa kau akan tetap berdiri di sana? Cepat kemari dan bantu aku, dia memutar mata. Bukankah barusan kau sendiri yang bilang kalau aku harus memakainya? Devlin berjalan mendekat, dia memposisikan tubuh di belakang gadis itu. Setelah beberapa saat yang penuh keraguan, akhirnya dia mengulurkan tangan dan memasangkan kalung tersebut di leher Charlen. Sudah, dia kembali menjauh dari tempat tidur.Tadi kau bilang aku tidak boleh melepaskannya, memangnya apa yang akan terjadi jika aku melepaskan kalung ini? Charlen memandangi kalung yang selama ini jarang sekali dipakainya. Maka nyawamu akan menjadi taruhannya, Devlin berdiri dengan tubuh yang tidak bergerak, wajahnya tidak menunjukan ekspresi apapun. Hanya matanya yang sesekali berkedip pertanda bahwa pria itu manusia bukanlah manekin. Memangnya apa salahku? Kenapa nyawaku harus dipertaruhkan? Charlen tidak mengerti untuk alasan apa hingga keselamatannya bisa terancam.Aku tidak bisa menceritakannya padamu, sekalipun aku menceritakannya, kemungkinan besar yang akan terjadi adalah kau tidak akan bisa mempercayainya.Lalu apa kau pikir sekarang aku percaya dengan cerita konyolmu itu, Charlen melempar selimut, lalu dia bangun dan berjalan ke arah Devlin. Aku bisa saja menganggapmu sedang membual.Aku tidak memintamu untuk percaya, Devlin berkata sambil melangkah mundur untuk menjauhi Charlen yang berdiri terlalu dekat dengannya. Setidaknya aku sudah memperingatkan, setiap ucapan dan gerak gerik Devlin membuat Charlen ingin mematahkan pria itu hingga menjadi beberapa bagian.Mungkin dia bisa memulainya dari leher, lalu tangan dan kaki. Tanpa sadar sudut bibir Charlen berkedut ketika dia membayangkan sedang memotong tubuh Devlin dengan tangannya sendiri. Apa yang sedang kau pikirkan? Suara dingin Devlin membuat kesadaran Charlen kembali.Hah? Dia terkejut. Aku tidak memikirkan apapun, terserahlah tapi aku ingin tahu meskipun tidak secara rinci. Tolong jelaskan garis besar masalah yang membuatku harus bersembunyi di rumah manusia kutub sepertimu!Devlin hanya mengerjapkan bulu mata dengan normal sebelum dia menjawab. Aku sudah mengatakannya tadi di ruang santai.Apa? Maksudmu kekuatan gaib itu benar-benar ada? Charlen mengoreksi saat dia melihat tatapn Devlin yang berubah lebih dingin dari sebelumnya. Baiklah, maksudku tidak mungkin kekuatan itu datang begitu saja dan ingin menyerangku, dia memasang wajah cemberut yang dibuat supaya tetap terlihat manis. Well, meskipun Devlin pasti tidak akan bereaksi pada apapun yang dilakukannya. Lagipula aku tidak pernah mengetahui apa lagi membuat kekuatan itu marah.Kau sudah membuat kekuatan itu menunggumu bahkan sebelum— Ucapan Devlin terhenti ketika seseorang mengetuk pintu kamar dan mencarinya. Tidurlah, aku harus pergi, dia menyuruh Charlen untuk tidur setelah menjawab panggilan kepala pelayan yang sedang mencarinya, dari nada suara pria itu Devlin yakin ada sesuatu yang penting yang harus dia periksa.Hey! Tapi kau belum menceritakan apapun padaku! Charlen berteriak saat Devlin berbalik, lalu pria itu berjalan menuju pintu tanpa mau repot-repot melirik ke arahnya. Sialan! Dasar manusia kutub! Makinya setelah ditinggalkan sendirian dengan rasa penasaran yang meluap.Sepanjang malam yang tersisa dia tidur dengan gelisah, mimpi yang sudah sejak satu minggu terakhir mendatanginya terus saja terulang. Bahkan semuanya terulang hingga beberapa kali saat menjelang pagi. Hal itu membuat dunia Charlen terasa jungkir balik mengingat dia tidak pernah merasa sekacau ini sebelumnya, bahkan dia tidak merasa yakin bahwa bumi tempatnya hidup masih di kota Manhattan.Dia merasa seperti dilemparkan ke twilight zone, semua hal normal yang selama duapuluh dua tahun dia jalani seolah lenyap seketika, digantikan oleh hal-hal aneh yang dijejalkan Devlin kepadanya. Bahkan dia masih tidak percaya bahwa pria itu membawanya ke atap gedung tanpa harus melewati lift, dia juga tidak melihat pemandangan gedung dari ketinggian saat dalam perjalanan ke sana.Setelah menimbang dan mengingat kejadian aneh yang sudah dialaminya, Charlen mencoret kata terbang dari list tentang apa yang sudah Devlin lakukan, dia melakukan catatan kecil di dalam kepalanya dan sepakat dengan dirinya sendiri bahwa pria itu tidak bisa terbang, namun ada hal lain yang menganggu pikirannya. Oh, ya ampun. Dia pasti melakukan hal itu, dia menutup mulut dengan kedua tangan saat sesuatu yang paling memungkinkan tidak bisa dia hilangkan dari pikirannya.  Charlen terbangun dengan mata yang masih terasa perih, dia kurang tidur dan pasti ada lingkarang sebesar mata panda di matanya. Dia menarik napas dan menatap ke arah jendela, sinar matahari menembus tirai tipis sehingga membuatnya terbangun. Semalam dia sengaja tidak menutup tirai jendela karena takut bangun terlambat dan tidak mendapati Devlin berada di rumah.Melempar selimut, lalu berjalan ke dalam kamar mandi untuk mencuci muka. Dia baru saja akan marah karena tidak bisa menggosok gigi dan berganti baju, namun pesan dengan tulisan tangan yang ditempelkan di kaca washtafel membuatnya mengurungkan niat tersebut.Pesan itu berisi pemberitahuan bahwa ada sikat gigi baru di dalam lemari obat yang berada di kamar mandi, serta ada baju dan pakaian dalam baru yang sudah disimpan di dalam lemari. Baiklah, karena kalian sudah menyiapkan semuanya, aku bisa apa? gumamnya sambil menarik rambut dan mehannya dengan sikat gigi—yang entah milik siapa—agar rambutnya tidak terkena air saat dia mencuci wajah.Setelah selesai menggosok gigi dia memutuskan untuk mandi sebelum keluar kamar. Berjalan menuju lemari, mulutnya terbuka lebar saat melihat banyak pakaian dalam dengan berbagai motif dan bentuk, ada banyak model pakaian wanita mulai dari yang casual hingga pakaian formal. Ya ampun. Aku tidak mau memakai pakaian milik orang lain, dia kembali menutup lemari dan bersiap untuk mencari Devlin.Namun langkahnya berhenti saat dia mengingat pesan yang ditempel di kamar mandi tadi menyebutkan bahwa semua pakaian itu masih baru. Dia berbalik dan memilih baju serta underwear yang akan dipakainya. Sebenarnya aku tidak mau, tapi karena sudah disiapkan ya sudah aku tidak bisa berbuat apa-apa, dia memilih celana jeans dan atasan tank top warna putih yang bertaburan manik-manik di bagian depannya. Oh, ya ampun. Barang-barang ini mahal sekali, aku rasa aku tidak bisa memakainya, dia meringis saat melihat label harga yang masih belum dibuang. Pasti pria itu uangnya banyak sekali, meletakkan baju di samping washtafel, lalu tangannya meraih handuk yang dilipat di lemari penyimpanan untuk keperluan mandi.`Membuka baju di depan pintu kaca yang terdapat shower di dalamnya. Setelah semua pakaiannya tanggal, lalu dia menyalakan air dan menyesuaikan suhunya agar tidak terlalu panas. Dia mandi di bawah guyuran shower, bibirnya berdecak saat melihat sabun mandi yang dipakainya adalah keluaran Chanel. Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, dia mengoleskan pelembab yang entah dari mana pria itu mengetahuinya. Body cream dan pelembab tubuh yang tersedia adalah merek yang sama seperti yang biasa pakai di rumah. Lalu dia keluar kamar dan menyusuri setiap ruangan, berharap segera menemukan Devlin, panthouse pria itu sangat luas dengan banyak kamar tidur dan ruangan santai serta ada juga tempat bermain billiard pribadi.Kemana semua orang, kenapa tidak ada yang mengantarku? Dia menggerutu dan hampir saja terjatuh saat tubuhnya nyaris menabrak pelayan yang semalam diminta Devlin untuk mengurusnya. Apa ada yang bisa saya bantu, Ma'am? Tanya pria itu.Aku ingin bertemu Tuanmu si manusia kutub itu, Charlen menaikkan leher saat dia mendengar seseorang bicara dari ruangan yang ada di belakang pelayan tersebut. Kau tidak usah mengantarku, aku rasa aku sudah menemukannya, lalu dia berjalan masuk dan membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dulu.Perbincangan di dalam ruangan tersebut berhenti seketika, dua kepala menoleh dengan bersamaan ke arahnya. Maaf, aku tidak bermaksud mengganggu, Charlen berhasil menjaga wajahnya agar tetap terlihat tenang, menegakkan bahu agar tampak tidak terintimidasi karena ditatap oleh dua pria tampan yang terlihat menakjubkan.Kami sudah selesai, aku rasa pria di hadapanku ini bisa kembali menjadi milikmu sepenuhnya, pria dengan rambut cepak warna hitam, hidung mancung serta sorot mata tajam berwarna turqoise itu menyeringai ke arah Charlen, setelah sebelumnya dia menggoda Devlin dengan tatapan yang seolah mengatakan apa-dia-pacarmu? Bibirnya yang terlihat sexy dan penuh tampak serasi dengan garis wajah ramping namun tetap terlihat tegas yang dimilikinya. Alis tebal serta bulu mata lentik membuat pria itu tarlihat seperti model pria untuk pakaian dalam, dengan otot kekar dan postur tubuh proporsional.Devlin berdehem, Kau boleh pergi, dan jangan menatap tamuku seperti itu, Charlen tidak bisa mengerti bagaiman suara pria itu bisa tetap terdengar dingin di telinganya. Aku tidak ingin dituntut atas tuduhan perlakuan tidak sopan, tambahnya saat dia bangkit dari kursi.Well, baiklah aku juga harus pergi karena Damian sedang tidak bisa ke kantor, pria yang sempat membuat Charlen berdecak kagum itu melewati tubuhnya dan menggumamkan ucapan sampai jumpa.Well, sebenarnya Devlin juga tidak kalah menarik, hanya saja wajah tanpa emosinya itu membuat Charlen merasa sedikit terganggu. Meskipun begitu, rahang kokoh yang ditumbuhi bulu halus tersebut sudah terbukti membuat tangan Charlen gatal ingin menyentuh dan menjalankan tangan di sekitarnya. Hidung mancung serta mata birunya yang bening membuat Charlen seolah ingin berenang di dalamnya. Mata biru Devlin tampak seperti lautan luas yang perlu diselami, namun Charlen sangat yakin dia tidak akan menemukan apapun di dalamnya. Pria itu sangat pandai menyembunyikan emosi, bahkan sejak semalam dia tidak pernah sekalipun melihatnya tersenyum.Kau harus sarapan, lalu setelah itu kita akan memcari cara untuk menjauhkan dirimu dari masalahnya secepatnya, Devlin melewati tubuh Charlen yang masih berdiri di depan pintu. Apa? Menjauhkanku dari masalah? Charlen mulai merasa kesal, dia merasa hidupnya dikendalikan tanpa tahu penyebab pasti kenapa dia harus berada di tempat tersebut. Yang benar saja! Dia mulai merasa marah.                        BAB 2   Charlen sudah menghabiskan dua roti gandum yang diberi selai raspberry, gelas jus jeruknya tinggal tersisa setengah. Dia terpaksa melahap sarapan dengan ditemani tatapan Devlin, pria itu sesekali menatap makanan dan dirinya secara bergantian. Tatapan pria itu seolah mengatakan habiskan-makanannya-atau-aku-akan-marah.Dengan sangat terpaksa Charlen meraih bacon dan telur mata sapi yang baru saja dihidangkan oleh pramusaji. Dia tidak mengerti bagaimana pria itu bisa memiliki koki pribadi lengkap beserta pelayannya, mereka mengenakan seragam resmi seperti di restoran. Ruang makan tempat mereka berada saat ini terlihat sangat mewah namun terasa hangat, mejanya terbuat dari kayu--yang entah kayu apa, karena Charlen tidak tahu, nampak serasi dengan kursi yang berhias ukiran rumit yang saat ini sedang didudukinya, semua perabotan tampak berkilauan terkena cahaya lampu. Piring-piring porselen, dan sendok yang terbuat dari alumunium murni seolah menandakan bahwa Devlin hanya memilih barang terbaik untuk mengisi rumahnya.Charlen memotong telur setengah matang menjadi dua bagian, dia menaburkan blackpapper, lalu menambahan sedikit garam ke atasnya. Dia mengambil satu suapan bersama potongan bacon, sesekali ekor matanya melirik Devlin yang tengah asik membaca koran. Aku ingin tahu setelah ini apa yang akan kaulakukan? Tanya Charlen. Dia bertanya dengan mulut yang masih penuh makanan, hal tersebut sontak membuat Devlin menatapnya sekilas. Pria itu hanya memandangnya dengan ekspresi datar, lalu dia kembali memfokuskan pandangan ke koran yang sedang dibacanya.Sebaiknya habiskan dulu makanmu, suara Devlin terdengar seperti tanpa emosi, dia bahkan tidak mau repot-repot menatap Charlen saat mendengar gadis itu mendengus.Aku bisa makan sambil bicara, jawab Charlen dengan cuek, lalu dia memasukkan kacang polong rebus ke dalam mulut. Dia mengunyah sambil menatap pria yang seolah tidak mendengarkannya sama sekali, pria itu membuka halaman koran dengan santai seolah tidak terganggu dengan tatapan Charlen yang saat ini sedang menunggu jawaban darinya.Kita akan pergi ke New Orleans, jawabnya dingin.Sementara itu Charlen berhenti mengunyah begitu mendengarnya, tangannya yang sedang memegang garpu berisi bacon menggantung di depan mulutnya. Kenapa kita harus ke sana? Apa hal yang membahayakanku ada di sana? Dia melirik sisa makanannya dengan tidak berminat. Seolah diprogram untuk mengetahui perasaannya, Devlin mendongak dan menatapnya dengan pandangan setajam ujung es. Mata biru yang indah tampak seperti lautan beku di musim dingin. Habiskan makananmu! katanya dengan suara datar, namun sarat akan perintah yang tidak terbantahkan. Pria itu kembali memfokuskan diri pada koran yang masih dipegangnya.Dasar manusia kutub, Charlen memasukkan sisa makanannya dengan satu suapan besar, dia memutar mata dan ingin rasanya melempar sendok ke kepala Devlin. Pria itu benar-benar sudah membuatnya gila, keberadaannya di rumah pria itu dikatakan untuk menghindari bahaya. Tapi dia merasa seperti sudah masuk ke dalam bahaya itu sendiri.  Pada siang harinya Devlin mengajak Charlen untuk berkeliling di sekitar Central Park, entah apa yang dicari oleh pria itu. Tapi dia merasa seperti ada yang aneh saat mereka sudah berdiri di depan sebuah pohon besar yang ada di tengah taman tersebut, sebelumnya dia tidak pernah merasakan hal seperti ini. Charlen merasa yakin bahwa ada sesuatu yang salah di sana, seperti ada banyak orang yang mengamati secara lekat.Kenapa kita harus berdiri di sini? Charlen memandang resah ke arah pohon tersebut, dia berdiri di samping Devlin yang saat ini hanya menatap kosong pada pohon itu, pria itu tampak seperti patung, hanya sesekali mengernyitkan dahi. Jika orang awam pasti menyangka bahwa pria itu hanya sedang menatap sebuah pohon tanpa ada maksud apa-apa.Tapi Charlen sangat yakin jika ada yang salah dengan diamnya pria itu, dia merasa udara berubah hangat saat merasa ada gempa bumi pelan yang hanya terjadi beberapa detik saja. Tanpa sadar Charlen berpegangan pada kalung pemberian neneknya, dia merasa tenang dan aman saat kulitnya bersentuhan dengan benda logam tersebut.Limabelas menit kemudian kepala Devlin bergerak, pria itu memutar kepala untuk menghadapnya. Sorot matanya tetap setajam biasanya, namun kali ini seperti ada sesuatu yang lain, sesuatu seperti hal yang tidak ingin pria itu beritahukan padanya. Ada apa? Jangan katakan jika kau baru saja berpergian ke tempat jauh dan meninggalkan tubuhmu di sini? Charlen hanya asal bicara.Namun jawaban Devlin membuatnya membuka mulut seperti ikan yang kehabisan air, Sayangnya, apa yang kau katakan barusan itu benar. Aku terpaksa meninggalkan tubuhku bersamamu untuk mencari informasi yang kubutuhkan, Charlen menutup mulut dan menelan ludah dengan susah payah. Kita harus pergi ke New Orleans malam ini juga, kita harus menyelamatkanmu sebelum semuanya terlambat.Tiba-tiba Charlen merasa kepalanya seperti berputar, dia tidak mengerti hal apa yang sedang dibicarakan pria itu. Menyelamatkanku dari apa? Memangnya apa yang akan terjadi jika aku tidak selamat? Charlen bertanya dengan rasa ingin tahu yang tidak bisa ditutupi, dia memutar mata, lalu kehabisan kata-kata beberapa saat lalu; dia menangkap kesedihan di mata Devlin. Mata yang biasanya tampak tanpa emosi.Tapi hal tersebut hanya terjadi beberapa detik saja, saat ini pria itu sudah kembali menatapnya dengan pandangan biasa. Kau akan mati, jiwa yang ada dalam dirimu akan ikut musnah, Devlin menghela napas berat sebelum melanjutkan. Dan jika itu terjadi, maka aku tidak akan pernah bisa hidup dengan tenang, selamanya aku akan berduka dan kehilangan.Dahi Charlen mengernyit saat dia berusaha mencerna makna dari kata-kata tersebut, namun tetap tidak mendapatkan jawaban yang sesuai dengan pemikirannya. Apakah dirinya memiliki pengaruh yang begitu besar terhadap Devlin? Sehingga bisa membuat pria itu berduka seumur hidupnya.Tapi kau dan aku baru saling mengenal, Charlen menggelengkan kepala. Akan sangat tidak mungkin jika kau bisa berduka karena kehilanganku, dia merasa apa yang dikatakan Devlin tampak seperti omong kosong belaka. Tapi pria itu masih tetap berdiri sambil menatapnya dengan pandangan menusuk, mata biru sedalam lautan itu seolah ingin membawa Charlen untuk tenggelam di dalamnya. Sayangnya, hal yang menimpa kita berdua tidak sesederhana itu, suara Devlin terdengar rendah dan penuh penekanan. Kita berdua harus tetap bertahan jika tidak ingin menghancurkan satu sama lain, karena jika aku yang tidak selamat..., Devlin mengalihkan pandangan pada pohon besar yang semula ditatapnya. Maka kau akan mengalami kesakitan parah, dan tidak dapat disembuhkan seumur hidupmu, selamanya kau akan menderita sampai waktu kematian datang menjemputmu.Charlen merasa sesuatu dalam dadanya bergetar, sesuatu dalam dirinya seperti memiliki insting untuk ketakutan setelah mendengar penuturan Devlin tersebut. Dengan cepat dia menggelengkan kepala, mengusir semua hal-hal yang menurutnya sangat tidak masuk akal. Bagaimana pria itu bisa mempengaruhinya dengan begitu besar? Bahkan dengan konyolnya dia merasa percaya dengan apa yang pria itu katakan.Bukan, bukan karena dia kaya raya dan sialan tampan. Hanya saja, bualannya terasa seperti nyata, dan Charlen merasa bahwa semua yang dikatakan oleh pria itu adalah kebenarannya. Lagipula bagaimana mungkin pria kaya raya seperti itu bisa memiliki pemikiran abnormal seperti ini? Jika Devlin memiliki kasino di Vegas atau menjadi bandar narkoba terbesar di Amerika, menurut Charlen itu jauh lebih masuk akal untuk dirinya mempercayai pria itu.Tapi ini adalah sesuatu yang bahkan tidak dapat dia mengerti dengan logika dan akal sehat. Orang macam apa yang masih mempercayai hal-hal aneh seperti itu? Kenapa tidak sekalian saja dia bertemu dengan para Dark Hunter seperti yang ada dalam novel karya Sherrilyn Kenyon. Lagipula dia akan jauh lebih menikmati keanehan jika harus menghadapinya bersama Nick Guarter, dan bukannya bersama manusia kutub yang bisa membuatnya terkena hipotermia jika terus berdekatan dengannya.Sebenarnya apa yang terjadi di sini? Charlen masih berusaha menuntut penjelasan lebih banyak dari Devlin. Dia tidak mengerti kenapa dirinya bisa merasakan kesakitan parah jika pria itu tidak selamat. Aku harus mengetahui semuanya sebelum aku memutuskan untuk ikut denganmu atau memilih pergi, dia memasang wajah angkuh, mendongakan kepala dengan berlebihan, bermaksud untuk membuat Devlin menceritakan semuanya.Tapi pria itu hanya meliriknya sekilas dengan pandangan datar, lalu dia berjalan tanpa menghiraukan usaha yang sudah Charlen kerahkan. Kau tidak bisa memilih, karena tidak akan pernah ada pilihan untuk kita berdua, Devlin berkata sambil terus berjalan, dia mendengar gerutuan Charlen di belakangnya. Kita hanya perlu bisa melewatinya dan selamat, atau membiarkan salah satu dari kita terbunuh dan membuat yang lainnya menderita seumur hidup.Dasar manusia kutub, kenapa kau tidak jelaskan saja inti permasalahannya? Charlen menahan tubuh Devlin dengan jarinya, dia menekan dada pria itu dengan tulunjuknya yang biasa saja—tidak terlalu terawat. Jika kau terus berbelit-belit seperti ini, lebih baik kau diam saja!Charlen berjalan cepat di depan Devlin, dia tidak mempedulikan pria yang saat ini menatapnya dengan pandangan sedih, untuk beberapa saat Devlin berani menunjukkan kekhawatirannya. Dia tidak pernah menyangka bahwa wanita yang harus dibawanya adalah seorang gadis yang sangat muda. Gadis itu berhak mendapatkan kehidupan yang panjang, akan sangat tidak adil rasanya jika gadis itu harus mati--ditangan sesuatu yang bahkan tidak akan pernah dapat dibayangkan olehnya.Belum saatnya untukmu mengetahui semuanya.  Devlin memfokuskan pikirannya pada pohon besar yang terdapat worm holes[2] yang mengelilinginya. Perlahan dia melepaskan alam bawah sadarnya untuk melewati portal tersebut, dia harus bertemu dengan seseorang untuk mengetahui apakah orang yang bisa menolong mereka memang berada di New Orleans.Beberapa saat kemudian dia sudah berada di suatu tempat yang terasa asing, dia merasa seperti tersesat ke leyline (jalan pintas yang biasa digunakan oleh para hantu untuk berpergian ke tempat yang jauh). Beruntung dia melihat seorang pria tua yang mengaku sudah mengenalnya--bahkan sebelum dirinya dilahirkan ke dunia. Kenapa kau mencariku? Apa kau sudah bertemu dengannya? Suara pria itu terdengar berat, tubuh tingginya melayang di udara. Sementara tunik warna putih yang dipakainya terus berkibar, ruang di sekitar mereka seolah melaju dengan cepat layaknya kereta api ekspres berkecepatan tinggi. Devlin juga melihat banyak hantu yang berlalu lalang melewati tubuhnya. Ya, dia memang berada di ley line.Saat dia meninggalkan tubuhnya bersama Charlen, Devlin hanya memfokuskan diri untuk mencari pria itu. Dia membutuhkan bantuan agar bisa melindungi Charlen dari bahaya yang mengintai gadis itu. Karena jika dia tidak bisa mengalahkan rintangan yang ada, maka tali tak kasat mata yang mengikat mereka akan terbakar, dan perlahan ikut membunuh yang masih selamat.Keselamatan dan masa depan mereka sedang dipertaruhkan, Devlin tidak bisa berdiam diri, sekalipun pada awalnya ini bukan kesalahan dirinya ataupun Charlen. Tidak ada diantara mereka berdua yang meminta dilahirkan dengan keadaan seperti itu, terlahir dengan garis takdir yang tidak bisa dipungkiri. Tapi semuanya semakin rumit, Devlin sudah membuat kesalahan besar sebelum dirinya menemukan gadis itu.Patung batu yang ada di belakang ruang kerjanya—itu adalah salah satu bukti nyata—bukti bahwa dirinya pernah nyaris membuat Charlen mati dengan perlahan dan mengenaskan. Sekalipun pria yang ada di hadapannya—atau pelindungnya—sudah menahan kekacauan untuk sementara waktu, dia harus bergerak cepat sebelum pelindung Charlen yang berada di New Orleans ditemukan oleh musuhnya.Aku sudah bertemu dengannya, dia sedang menunggu di luar bersama tubuhku, Devlin menjelaskan dengan cepat.Apa dia tahu bahwa kau pergi? Pria itu tampak khawatir.Tidak. Belum, aku hanya membutuhkan petunjuk, bagaimana cara aku mengenali pelindung gadis itu? Bukankah kau bilang, pelindung gadis itu pergi setelah kesalahan yang aku lakukan beberapa tahun silam? Meski terdengar datar, tapi pria tua itu dapat mengenali dengan baik; ada kecemasan dalam ucapan Devlin.Pria tua itu mengangguk lemah, dia menatap Devlin dengan tatapan sedih. Dia tidak ingin membuat pria itu menjadi semakin merasa bersalah, tapi kenyatannya memang sangat rumit, sosok pelindung yang biasa berada di sisi gadis yang dibawa Devlin memang sudah pergi beberapa tahun yang lalu. Sosok itu marah padanya karena dia tidak menjaga Devlin dengan baik.Saat itu Devlin masih berusia duapuluh tujuh tahun, pria muda itu melakukan kesalahan dengan membawa wanita ke tempat tidurnya. Wanita yang bukan manusia biasa, wanita yang mengikat dirinya dengan sesuatu yang mengerikan. Saat ini Devlin harus melepaskan diri dari wanita jahat yang mencengkeram jiwanya, jika dia tidak bisa selamat dari wanita itu; maka ikatannya bersama Charlen akan putus dan membuat mereka sama-sama mati perlahan.Pergilah, dia memang ada di New Orleans, pria tua itu berkata sebelum memutar tubuh dan berjalan menjauh. Kau akan mengenalinya, karena dia sama seperti aku, lalu pria itu menghilang ke dalam pusaran yang sejak tadi bergerak di samping mereka. Dalam satu tarikan napas, Devlin kembali masuk ke dalam tubuhnya. Tidak semua orang yang memiliki kemampuan lebih, dapat masuk ke dalam ley line, karena biasanya jalur itu hanya bisa dilalui oleh orang yang sudah mati atau hantu. Tapi Devlin sudah menguasai teknik untuk membawa rohnya keluar meninggalkan tubuhnya, secara teori mungkin itu terdengar konyol. Tapi apa yang dia lakukan barusan memang sebuah fakta yang ada di luar logika.  Seorang pelayan wanita datang mengantarkan tas yang berisi pakaian dan keperluan untuk Charlen, pelayan itu masuk dan muncul kembali sambil membawa dua koper besar, benda itu berisi keperluan lain yang sebelumnya dia lihat ada di kamar tempatnya bermalam. Malam ini mereka akan berangkat ke New Orleans menggunakan pesawat pribadi, Devlin sudah meminta semua keperluan untuk keberangkatannya disiapkan sejak tadi sore.Aku tidak tahu jika harus membawa banyak barang seperti ini, Charlen menatap travel bag berukuran sedang yang ada di hadapannya. Dia memutar mata saat Devlin hanya membawa sehelai baju yang menempel pada tubuh pria itu, dia mengenakan turtle neck warna hitam yang dilapisi mantel dari kulit, dan dipadukan dengan celana jeans dan sepatu boots.Kenapa aku tidak melihatmu membawa apapun? Kenapa hanya aku saja yang membawa banyak barang? Apa kau di sana tidak akan berganti pakaian? Atau kau— Charlen terus berbicara, dan baru berhenti saat Devlin berbalik. Pria itu menatapnya dengan pandangan sedatar padang luas yang sudah diratakan oleh mesin pengeruk. Kau yang memintanya, jawab Devlin acuh, lalu pria itu berjalan menjauh dan masuk ke dalam Audy SUV warna hitam yang sedang menunggu mereka, Charlen menghentakan kaki jengkel, dia memang bersikeras untuk membawa beberapa barang. Tadi dia menolak untuk tidak membawa apapun selama berpergian, dia adalah seorang wanita, wanita manapun pasti membutuhkan banyak barang yang harus dibawa meskipun hanya satu hari.Biar saya saja, Ma'am, kepala pelayan yang kemarin malam menjamunya menawarkan diri untuk membantu. Pria itu mempersilhakan Charlen untuk masuk ke dalam mobil, sementara dia dan pelayan pria lain memasukkan barang-barang ke dalam bagasi.Charlen masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Devlin, pria itu menatap ke layar komputernya yang sedang menyala. Mungkin dia sedang mengerjakan sesuatu atau apalah, terserah karena Charlen tidak peduli. Dia sengaja menatap keluar jendela dan membelakangi Devlin saat mobil sudah melaju, lalu mobil mulai bergerak keluar dari pekarangan rumah townhouse tiga tingkat milik pria itu.Well, bajingan abnormal itu sepertinya benar-benar kaya.Setelah mereka masuk ke jalan raya, ponsel Charlen bergetar saat ada panggilan masuk. Dia menatap ponselnya dengan pandangan kalut, tidak biasanya Dokter Camilla menghubunginya pada jam yang sudah larut. Meskipun ini baru pukul sembilan malam, tapi ini di luar kebiasaan, karena wanita itu tidak pernah menghubunginya di luar jam kerja. Setelah menarik napas dengan perlahan, akhirnya Charlen menjawab panggilan pada dering kedua.Ya, Dokter. Apa ada yang bisa kubantu? Charlen melirik Devlin yang sedang mengetikkan jarinya di keyboard.Aku harus pergi New Orleans karena ada urusan penting yang sangat mendadak, jawaban Dokter Camilla membuatnya terkesiap. Kau bisa bertanya pada Suster Ane jika membutuhkan sesuatu, atau butuh dihubungkan dengan pihak farmasi, wanita itu melanjutkan; tentang apa saja yang harus dilakukan Charlen jika membutuhkan sesuatu.Miss..., Charlen terdengar ragu-ragu, tapi dia tidak punya pilihan lain selain melanjutkan untuk bicara. Sebenarnya aku ingin mengajukan cuti, mungkin akan memakan waktu sekitar satu minggu atau lebih. Ada hal penting yang tidak bisa aku tinggalkan, dia menarik napas panjang setelah kata itu terucap.Baiklah kalau begitu. Semoga urusanmu cepat selesai, jawab Dokter Camilla dengan sedikit terburu-buru, sepertinya wanita itu memang sedang harus menyelesaikan urusan penting.Semoga aku tidak bertemu dengannya.Dia tidak tahu harus bersikap seperti apa, tidak yakin bahwa Devlin bisa mengurus surat ijin cutinya tanpa masalah. Sekalipun pria itu sudah berjanji dan berkata padanya agar jangan khawatir, tapi tetap saja, Charlen tidak bisa merasa tenang jika harus meninggalkan masa magangnya. Dia merasa bahwa tidak ada banyak harapan yang tersisa, lagipula bagaimana mungkin pria itu bisa menjamin dirinya tidak akan di keluarkan dari rumah sakit? Apa pria itu kepala perawat yang mengawasinya? Atau, tidak mungkin jika manusia kutub itu adalah seorang Dokter seperti Miss. Laurent.Kita akan segera sampai, Devlin menutup laptop lalu menyimpannya di tempat khusus—yang sepertinya sengaja dirancang untuk meletakkan benda tersebut—yang ada di samping tempat duduk diantara mereka.Beberapa saat kemudian mereka sudah keluar dari mobil dan berjalan menuju pesawat, Charlen tidak dapat menolak atau pergi untuk melarikan diri. Rasa penasaran dalam dirinya seolah memintanya untuk tetap menurut, dia juga tidak bisa mengabaikan rasa ingin tahu yang terus menggelitik, apakah pria itu berkata benar, atau dia hanya seorang pria tampan yang memiliki kelainan.  Mereka tiba di New Orleans dengan selamat, Charlen bersikeras tidak ingin berbagi kamar dengan Devlin—meskipun dia tahu jika pria itu memang tidak ingin satu kamar dengannya juga—jadi sebelum pria itu menyatakan penolakan, dia memilih untuk terlebih dulu menolak Devlin. Egonya sebagai wanita sangat tidak ingin diperlakukan jauh lebih buruk lagi, sudah cukup pria itu bersikap sangat dingin dan tidak berperasaan.Malam ini Charlen menghabiskannya dengan tidur, setelah sebelumnya dia memesan makanan dari restoran hotel. Kamarnya berada tepat di sebelah kamar Devlin, pria itu beralasan mereka harus tetap berada dekat jika ingin tetap selamat. Saat ini Charlen sedang berbaring telentang, dia menatap langit-langit kamar dengan pandangan nyalang. Semua pemikiran tentang apa yang sedang terjadi, berkelebat dalam benaknya.Dia merasa memiliki kedekatan dengan pria itu—Devlin—seperti telah mengenal pria itu dalam kurun waktu yang sangat lama, Charlen tidak mengerti datangnya pemikiran tersebut. Tapi sesuatu dalam dirinya merasa yakin bahwa pria itu berkata jujur, sementara sisi dirinya yang masih mengandalkan logika, terus berusaha menolak. Tidak mungkin ada orang yang bisa meninggalkan tubuhnya untuk berteleportasi ke tempat lain. Rasanya mustahil.Setelah pikirannya lelah dengan semua hal abstrak tersebut, akhirnya dia tertidur dengan pulas. Dia tidak menyadari bahwa ada sosok lain di dalam kamarnya, sosok itu berjalan tanpa suara saat dia mendekat ke arah ranjang. Sosok itu menatap Charlen yang sedang terlelap, matanya memancarkan kesedihan, seirama dengan tarikan napas gadis di depannya. Ada tusukan nyeri yang merebak di dalam dadanya, saat dia mengetahui fakta bahwa gadis itu memang pantas untuk dipertahankan.Semua orang yang mengetahui pendeskrispian Charlen dalam ramalan; pasti tidak akan ada yang menyangka bahwa dia adalah seorang gadis berusia duapuluh dua tahun. Sangat tidak cocok dengan gelar yang disandangnya sebagai dewi penjaga bulan, kalung yang diberikan oleh nenek gadis itu menjelaskan semuanya. Dia adalah seseorang yang harus dilindungi, karena jika gadis itu mati; maka yang akan menderita bukan hanya Devlin di sepanjang hidupnya, tapi akan ada hal-hal buruk yang terjadi jika kekangan yang sudah dipasang oleh pendahulu mereka terlepas dari tempatnya.Semuanya tidak akan pernah sama lagi, akan ada garis keturunan yang musnah. Penyeimbang alam bisa saja runtuh jika salah satu pondasinya tercabut dari akar, maka Devlin dan Charlen harus bisa menghindar dari bahaya jika ingin menyelamatkan nyawa orang lain yang tidak berdosa. Setelah seharian berkeliling ke sekitar Bourbon Street, pada malam harinya Devlin mengajak Charlen untuk pergi ke pemakaman Saint Louis Cemetery, mereka berjalan di tengah kompleks pemakaman tertua di New Orleans. Yang kabarnya dibangun pada tahun 1789 tersebut.Charlen memperhatikan batu-batu nisan besar yang menarik perhatiannya, batu-batu nisan itu lebih mirip monumen daripada sekadar batu nisan. Di tengah cahaya remang-remang bulan purnama, dia juga memperhatikan seluruh bangunan yang ada di pemakaman tersebut. Bangunannya menjulang di atas permukaan tanah yang dipengaruhi oleh gaya Perancis dan Spanyol. Walau ada yang berteori, bangunan makam semacam itu biasanya untuk menyiasati dataran rendah New Orleans yang kerap dilanda banjir.Well, kabar tentang New Orleans yang sering dilanda banjir sudah diketahui secara luas, Charlen berhati-hati ketika menjejakkan kaki di Basin Street, Devlin semakin membawanya masuk ke area di mana Saint Louis Cemetery berada, situasi di sana lebih sepi—suasana sepi yang terasa mencekam—hingga membuat Charlen berkali-kali harus memegang kalung yang dipakainya dengan sangat kuat. Dia bermaksud mencari perlindungan, mengingat sangat tidak mungkin jika dirinya menempel pada manusia kutub yang saat ini berjalan santai di hadapannya.Dasar tidak berperasaan!Oh, ya ampun, Charlen menghela napas jijik saat dia melihat botol minuman keras yang berserakan di trotoar Basin Street. Botol-botol itu mengeluarkan bau yang menyengat. Hey! Apa kita akan terus berjalan ke arah sana? Dia bertanya setelah berjalan di samping Devlin. Perubahan suasana membuatnya sangat tidak nyaman, terlebih saat ini hanya ada mereka berdua yang berjalan di area tersebut.Charlen pernah mendengar jika pemerintah kota New Orleans sebenarnya telah berupaya keras untuk menebar patroli polisi di French Quarter, namun dia juga pernah mendengar dari salah satu temannya yang pernah berkunjung. Adakalanya ketika wisatawan menikmati alunan musik jazz dari musisi jalanan, terkadang tetap ada satu atau dua orang yang tiba-tiba tanpa kejelasan meminta sebatang rokok.Setiap kali dia teringat cerita tersebut, menurutnya yang paling meneror dari Saint Louis Cemetery bukan hanya makam legendaris di kapling 347, karena di sana bersemayam penyihir dan Ratu voodoo, Marie Laveau, sejak 16 Juni 1881, dan juga goresan huruf X pada dinding mousoleum Marie Laveau, tetapi juga kengerian lain yang ditimbulkan dari kisah-kisah kriminal yang dilakukan oleh penduduk lokal.Dia berhenti dan berusaha memasang telinga saat ada suara wanita yang meminta tolong, lalu dia melirik Devlin. Pria itu juga berhenti sambil mengedarkan pandangan ke sekitar. Apa kau mendengarnya? Charlen bertanya sambil terus memperhatikan sekitar.Ya, jawab Devlin singkat.Apa menurutmu itu hantu? Dia menangkap gambaran beberapa orang pria yang sedang bergerombol menuju tempat yang jauh lebih gelap. Ya Tuhan..., Charlen menutup mulut karena terkejut, dia melihat Devlin melesat secepat kilat ke arah gerombolan tersebut. Aku mengikuti hantu! Dia bergumam dengan tubuh setengah terhuyung, sekalipun dia pernah dibawa oleh pria itu dengan kecepatan di luar nalar.Tapi saat melihat pria itu melesat seperti kilat yang menyambar—tetap saja membuat kepalanya pusing—dia merapatkan tubuh ke dekat batu nisan saat berjalan mendekat, telinganya mendengar erangan kesakitan dari beberapa pria. Setelah dia berada cukup dekat, matanya menatap empat pria bertubuh besar yang sudah terkapar di atas tanah.Apa kau baik-baik saja? Charlen melirik Devlin yang sedang membantu seorang wanita berpakaian minim untuk berdiri. Lalu kepalanya kembali terasa berdenyut dengan keras saat melihat siapa wanita tersebut.Astaga, Dokter, apa yang sedang kau lakukan di sini? Charlen menatap wanita itu dengan mata terkejut.Seolah baru menyadari kehadiran Charlen, wanita itu memutar kepala dan menatapnya hingga beberapa saat. Lalu wanita itu menggelengkan kepala seraya menjawab. Apa yang kau lakukan di sini? Apa kau mengambil ijin cuti hanya untuk mengelilingi pemakaman di malam hari? Wanita itu tidak kalah terkejut, saat melihat perawat magang yang ada di bawah pengawasannya berkeliaran di tempat seperti itu.Charlen hanya meringis saat melihat Camilla yang menatapnya dengan tatapan penuh intimidasi. Eum... Begini, sebenarnya aku—Aku membutuhkan bantuannya, aku sudah mengirim surat ke rumah sakit untuk membawanya selama membantuku, Devlin menjawab pertanyaan Camilla dengan sangat baik. Pria itu sepertinya memang sudah memikirkan jalan keluar tentang masa magang Charlen yang terganggu. Gadis itu bisa dikeluarkan karena mengambil ijin cuti, padahal dia belum menjadi pegawai tetap di rumah sakit tersebut.Bagi Devlin hal itu bukanlah masalah besar, dia bisa tetap mengembalikan Charlen ke pekerjaaanya jika semua masalah ini sudah selesai. Yang terpenting saat ini adalah menemukan pelindung gadis itu, pelindung yang sekarang entah berwujud seperti apa. Devlin sangat yakin jika pelindung Charlen memang sengaja tidak ingin ditemukan, bahkan setelah satu hari berada di New Orleans dia belum merasakan tanda-tanda jika sosok itu akan mudah untuk ditemukan.Penjaga Charlen sepertinya sengaja menutupi kekuatannya agar tersembunyi, hal tersebut membuat siapapun yang berusaha melacak keberadaannya akan kesusahan. Jalan satu-satunya untuk menemukan sosok tersebut, hanya dengan cara bertatap muka secara langsung. Sekalipun dia mewujud menjadi batu nisan, pohon, atau hewan sekalipun, jika sudah ada di depan mata, maka Devlin pasti mengenalinya.                        BAB 3   Charlen tidak menyangka jika Dokter Camilla ternyata pergi bersama pria sexy itu. Wanita itu masih tetap berusaha menyangkal perasaannya, Charlen sangat yakin dia melihat ada sesuatu dalam tatapan Dokter berambut pirang itu, seperti ada hal yang membuat Camilla sengaja menghindari Spencer, mungkin jika dipikir-pikir selama ini dokter Camilla memang sangat tertutup jika itu menyangkut kehidupan pribadinya.Semoga wanita itu bisa bahagia, gumam Charlen saat dia keluar dari lift. Dia baru saja melarikan diri dari dua orang yang saling menyukai, namun salah satunya bersikeras menyangkal perasaan tersebut. Charlen mengedarkan pandangan ke sekitar, dia berusaha untuk mencari kendaraan yang akan dipilih untuk kembali ke hotel. Well, sebenarnya Devlin bersikeras untuk ikut. Tapi dia sedang tidak ingin berdekatan dengan pria itu untuk beberapa saat. Akal sehatnya masih dalam masa pasca trauma, menyaksikan pria itu berlari secepat kilat—demi Tuhan itu masih membuat jantungnya seperti ingin melompat keluar.Charlen tidak yakin bagaimana dirinya bisa mengikuti pria itu seperti itu. Bahkan jika dia ditipu dan dijadikan persembahan untuk ratu vodoo, pasti tidak akan ada yang membantu, dan yang lebih buruk lagi, tidak akan ada yang mengetahui kejadian yang sebenarnya. Dia menemukan taxi dan segera melompat masuk saat taxi itu berhenti. Charlen menyebutkan alamat tempatnya menginap, dia bermalam di Le Richelieu in the French Quarter, dia harus sampai di sana sebelum Devlin menyusul dan membawanya pergi dengan kekuatan yang bahkan dia sendiri tidak tahu harus menyebutnya apa.Sesampainya di hotel, Charlen lupa harus berjalan arah mana. Aku harus ke arah mana ya? Dia berdiri sambil menatap ke sekelilingnya, perlahan dia berjalan sambil menatap deretan angka yang ditempel di setiap pintu, dia ingat nomor kamar yang ditempatinya, hanya saja... hanya saja dia lupa harus berjalan ke arah mana. Saat tadi pergi, dokter Camilla menariknya dengan terburu-buru, jadi dia tidak sempat memperhatikan sekitar.Charlen berjalan sambil terus mendongak untuk melihat semua nomor kamar yang ada di pintu. Tiba-tiba langkahnya terhenti, dia memiringkan kepala sambil menatap sesuatu yang tampak berwarna putih melayang di udara. Dia berusaha memusatkan pandangan agar dapat melihat hal tersebut dengan lebih jelas, seketika napasnya tercekat, detak jantungnya meningkat dengan kecepatan luar biasa.Demi segala yang ada di dunia, Charlen berani bersumpah bahwa sosok tersebut tampak seperti manusia. Namun tubuhnya terlihat transparan dan melayang di udara, Hai, apa kau bisa melihatku? Tanya sosok tersebut yang tampak seperti seorang pria berusia awal duapuluhan.Charlen menjerit sekuat tenaga, namun yang keluar dari bibirnya hanya rengekan yang tidak jelas. Sosok itu saat ini sudah berada tepat di hadapannya, memiringkan kepala dan memperhatikan Charlen dengan seksama. Jika kau bisa melihatku, tolong jangan abaikan aku ya, sosok itu tersenyum dan berkata dengan riang. Ayo kita berkenalan, namaku Jhony, kau siapa?Dan setelah hantu itu mengajaknya berkenalan, Charlen berlari sambil sesekali tersaruk. Berkali-kali dia memutar kepala untuk mengintip melalui bahunya, dia melihat ke arah sosok transparan yang ada di di belakangnya. Sekalipun wajahnya tidak tampak terlalu jelas, tapi Charlen merasa yakin bahwa dirinya; seperti baru saja menatap wajah hantu yang menunjukkan ekspresi terluka. Kenapa aku bisa melihat hal semacam ini? Charlen mengumpat sambil tertatih, kakinya sudah menabrak kursi hingga lututnya terasa gemetaran. Dan dia ketakutan setengah mati!Oh, syukurlah, dia mendesah lega dengan dramatis, memutar kenop setelah menemukan kamar yang ditempatinya. Beruntung dia ingat nomor kamar tersebut, karena jika tidak. Well, bisa saja saat ini dia sedang bercengkrama dengan sosok transparan yang nyaris membuat jantungnya lepas itu.Charlen terengah saat dia berlari menuju dapur, dia mengambil air putih dari lemari pendingin. Memutar penutup botol dan menenggak isinya dengan cepat. Apa yang telah kau lakukan?Semua air yang ada dalam mulutnya berhamburan keluar, dia melompat mundur saat mendengar suara tanpa wujud tersebut, tubuhnya kembali bergetar, sementara wajahnya menunjukkan ekspresi ngeri yang tidak dibuat-buat. Jangan ikuti aku! Pergi kau! Aku tidak ingin bertemu denganmu lagi! Charlen mendekap botol tempat air minum di dadanya. Matanya bergerak mengawasi sekitar, berharap menemukan sosok atau apapun itu. Letakan botol minumnya! Suara itu memberi perintah, dan membuat Charlen merasa semakin paranoid. Dia dapat mendengar dengan jelas bahwa suara itu berasal dari ruangan tersebut, ternyata hanya mendengar dan tidak melihat wujudnya itu jauh lebih mengerikan. Dia bersandar pada lemari pendingin yang terletak di samping konter dapur, tempat tersebut berseberangan dengan tempat mencuci piring.Kenapa kau terlihat seperti orang ketakutan! Rambut hitam lengkap dengan kepala perlahan muncul di sampingnya, dengan refleks Charlen melempar botol yang ada di tangannya ke arah sosok tersebut. Dia benar-benar sangat terkejut, namun seketika hatinya mencelos saat menatap Devlin yang sedang menatapnya dengan pandangan menusuk. Ya Tuhan, yang barusan muncul dari bawah konter bukanlah hantu seperti yang dia duga. Kepala pria itu basah oleh air, botol minum yang terbuat dari kaca menghantam kepalanya, dan Charlen tidak meleset sedikitpun.Bagus! Dia akan diamuk oleh beruang kutub.Devlin tidak sempat menghindar karena tidak menyangka jika Charlen akan melakukan hal seperti itu. Ya Tuhan, kau berdarah! Charlen bergerak mendekati Devlin, tapi tatapan pria itu seolah mengatakan diam-di-sana-atau-aku-akan-membalasmu. Maafkan aku, aku tidak sengaja, sungguh, Charlen tidak bisa berpura-pura menyesal. Dia malah mendongakan kepala sambil melanjutkan. Untuk apa kau bicara dengan seseorang tapi tidak menunjukkan wajahmu! Saat ini Devlin sedang mencuci rambut di washtafel, air yang mengalir berubah merah setelah menyentuh kepala pria itu. Hey, ke sini biar aku obati, Charlen memasang senyum paling manis yang dimilikinya. Tapi Devlin hanya berlalu dan tidak meliriknya sedikitpun, pria itu berjalan keluar dari kamar tersebut tanpa mengatakan apa-apa.Hey! Aku sudah berniat baik untuk membantu mengobati lukamu! Teriak Charlen saat Devlin membuka pintu. Jangan salahkan aku jika tengkorakmu pecah dan kau merusak otakmu! Tambahnya, tepat setelah Devlin menutup pintu. Sial! Dasar manusia kutub, dengusnya sambil berbalik untuk menuju kamar mandi.Astaga! Dia terhuyung mundur setelah menatap kamar yang di tempatinya dalam keadaan sadar—secara mental dia sudah pulih dari ketakutan setelah melihat hantu—Charlen menatap kamar tersebut dengan pandangan ngeri, ada beberapa benda berbentuk bulat yang diletakkan di beberapa tempat, lalu ada patung berbentuk seperti kucing yang diletakkan di samping tempat tidurnya.Akan kubunuh manusia kutub itu jika nanti aku bertemu dengannya! Charlen sibuk mencari kain untuk membuang patung tersebut ke tempat sampah. Dia sangat benci kucing dan anjing, meskipun hanya sebuah patung dia tetap tidak ingin melihatnya. Saat dia sudah mengambil handuk untuk memindahkan patung tersebut, seketika Charlen berhenti bergerak. Seperti ada seseorang yang bicara dalam kepalanya.Jangan pindahkah benda itu dari sana, dia akan menjagamu jika memang ada musuh yang datang. Dasar bodoh, Charlen memukul kepalanya dengan telapak tangan. Tidak mungkin kau bisa mendengar suara manusia salju itu, Charlen mengenyahkan pikiran tentang suara tersebut. Lalu dia perlahan kembali mendekat untuk membuang patung seukuran kepalan tangan orang dewasa, benda itu membuatnya merasa sangat terganggu.Aku memang bicara padamu, patung itu akan menjagamu dari musuh yang ingin membunuhmu. Dia akan menghalangi para mahluk itu, sebelum mereka bisa menyentuhmu.Sial! Charlen bertolak pinggang sambil berjalan mondar mandir. Dengar ya! Aku benci kucing dan anjing, kenapa kau meletakkan benda berbentuk seperti itu di sini? Sekalipun merasa seperti orang gila, tapi mau tidak mau, pada akhirnya Charlen berteriak dan dia juga tidak tahu kata-katanya ditujukan untuk siapa, namun suara yang mirip seperti suara Devlin itu kembali mengaum dalam kepalanya.Lebih baik biarkan dia dalam keadaan seperti itu, karena aku tidak bisa menjamin jika kau menyentuhnya. Hey! Apa maksudmu? Kenapa kau membuat aku menjadi seperti ini? Aku benar-benar merasa seperti orang gila saja! Charlen mengacak rambut hitam kecokelatannya dengan frustasi. Jangan menyentuhnya, aku juga meletakkan yang berbentuk anjing di depan pintu kamar mandi.Apa?! Charlen berteriak, lalu dia mengeluarkan sumpah serapah yang tidak layak didengar oleh anak dibawah umur. Bagaimana jika anjing itu mengintip saat aku mandi? Dia merasa Devlin tidak menghargai privasi nya, bagaimana jika pria itu bohong? Bagaimana kalau patung tersebut dipasangi kamera tersembunyi.Tidak ada yang perlu dilihat darimu, aku tidak perlu mengintip sesuatu yang bahkan menurutku tidak menarik.Seketika Charlen merasa pusing, Hey kau manusia salju! Apa orangtuamu tidak pernah mengajari sopan santun? Sekalipun kau memiliki kekuatan supranatural, yang menurutku sangat mengerikan, tapi tetap saja kau tidak berhak mengintip isi kepalaku, dia mengomel sambil menatap langit-langit kamar, dan sesekali menatap dinding yang ada di hadapannya.Aku tidak suka jika dituduh melakukan hal yang tidak seharusnya.Apa maksudmu? Charlen berhenti bergerak, dia menatap dinding dengan pandangan membunuh. Seolah-olah dinding tersebut adalah Devlin yang sedang berbicara dengannya.Tidak ada yang perlu dilihat darimu, untuk apa aku harus mengintip?Charlen terus mengomel dan memaki Devlin. Dia berharap suara pria itu akan kembali terdengar, namun semua usahanya sia-sia. Bahkan dia juga sudah menendang tembok, mencakar dinding dan melempar benda-benda ke arah beton tersebut. Dia berharap Devlin akan kesal dan mendatanginya, namun semua harapannya sia-sia, tenaganya sudah habis terkuras untuk mengamuk, tapi suara pria itu tidak juga terdengar. Manusia salju sialan!  Setengah jam kemudian Charlen sudah berbaring di tempat tidur, dia mandi dengan perasaan gelisah, takut jika sewaktu-waktu patung di depan kamar mandi akan melompat masuk dan menyerangnya. Dia juga masih merasa paranoid dengan sosok yang ditemuinya di lorong tadi, bahkan Charlen merasa tidak bisa mandi dengan leluasa karena takut ada yang memperhatikan.Dia bergelung di bawah selimut sambil terus menguap, rasa kantuk sudah mulai menghinggapinya. Terlebih dia juga merasa cukup letih, pengalaman bertemu dengan mahluk transparan seperti tadi, hal itu sudah cukup banyak menyita tenaganya. Charlen menatap sekeliling tempat tidur untuk yang terakhir kali, dia merasa sangat mengantuk, tapi di sisi lain ketakutan masih menguasai akal sehatnya.Setelah beberapa waktu berselang, pada akhirnya rasa kantuklah yang menang. Dia tergelincir ke alam mimpi, membaur bersama jutaan manusia lain yang tengah terlelap. Dia merasa sangat lelah, banyak hal baru yang dia temui sejak kehadiran Devlin. Terkadang dia berpikir, bagaimana bisa kepalanya tidak pecah? Padahal semua kenyataan yamg ada di hadapannya tidak dapat dijangkau oleh logika. Tapi sesuatu dalam dirinya seolah merasa kuat, merasa seperti dapat menerima semuanya—meski terasa seperti di luar nalar—dan yang paling membingungkan adalah perasaannya, dia merasa seperti sudah sangat lama mengenal Devlin. Meskipun pada kenyataannya mereka baru berjumpa beberapa waktu terakhir. Pria itu seolah pernah hidup bersamanya dalam kurun waktu yang sangat lama, dan Charlen tidak dapat mengenyahkan pemikiran tersebut.  Devlin duduk di dalam kamar dengan suasana gelap gulita, kepalanya menyaring suara-suara yang ada di sekitarnya. Dia berusaha memfokuskan pikiran hanya pada Charlen, dia tidak boleh kehilangan gadis itu selama mereka berada di New Orleans. Penjaga Charlen bisa datang sewaktu-waktu, sekalipun Devlin sudah memasang dua penjaga di dekat gadis itu. Namun dia tetap harus waspada dan siaga, karena jika saat patung anjing dan kucing itu berubah wujud, maka sesuatu yang berbahaya pasti tengah terjadi di sana.Devlin mendengarkan Charlen yang sedang menuju ke alam mimpi, deru napasnya masih seperti biasa. Lalu beberapa saat kemudian, napas Charlen sudah berubah teratur, Devlin duduk sambil bersandar pada pilar ranjang. Dia hanya memusatkan perhatian untuk dapat melihat seperti apa wajah gadis itu saat terlelap. Dia berusaha untuk menembus dinding, namun pikirannya terpantul hingga dia kembali ke tempatnya semula. Ada sesuatu yang salah di sana.Detik berikutnya Devlin mendengar Charlen bergerak gelisah dalam tidurnya. Berkali-kali dia mendengar kaki gadis itu bergerak memukul permukaan kasur, tubuhnya yang terus meronta bergesekan dengan selimut. Brengsek! Devlin menggeram, dalam secepat kilat, tubuhnya sudah menembus dinding, dia terpaksa melakukan hal tersebut meskipun sudah tahu resikonya.Sesampainya di kamar yang Charlen tempati, Devlin mendapati seorang wanita yang sedang berdiri di samping gadis itu. Devlin mengirimkan serangan melalui pikirannya hingga membuat wanita itu tersentak, wanita itu sedang mengirimkan mimpi untuk mempengaruhi pikiran Charlen. Devlin dapat merasakan bahwa mimpi yang dialami Charlen bukanlah sesuatu yang baik, dia bisa merasakannya saat menyerang wanita itu barusan. Seperti ada aliran listrik berkekuatan besar yang memantul untuk menyerangnya.Kenapa kau melakukan hal seperti ini padanya? Devlin bertanya pada wanita tersebut, lalu dia melirik Charlen yang sudah kembali tidur dengan damai.Untuk apa kau peduli padanya? Bukankah dulu kau juga nyaris membuatnya mati? Wanita itu tersenyum sinis. Lantas untuk apa kau menjaganya sekarang? Wanita itu menatap Devlin sambil menunjukkan tatapan penuh cemooh, sorot matanya menunjukkan kebencian yang tidak ditutup-tutupi.Pantas saja dua Arcadia[3] , penjaga yang dia tempatkannya tidak berubah wujud, karena yang datang saat ini adalah penjaga Charlen. Wanita itu sepertinya memang tidak bisa memaafkan Devlin atas apa yang pernah dia lakukan di masa lalu, dan Devlin sudah membuat wanita itu sakit hati. Semuanya berujung pelik, karena wanita itu juga meninggalkan kewajiban untuk menjaga Charlen. Hal yang diperbuat Devlin memang membuat pasangan yang telah bersama selama ratusan tahun harus berpisah.Ikutlah dengan kami, aku harap kau bisa melupakan kesalahanku untuk sebentar saja, Devlin melipat tangan di depan dada, sekalipun dia terlihat santai, namun tidak sedikitpun dia mengendurkan kewaspadaan. Bisa saja sosok itu menyerangnya secara tiba-tiba. Gadis itu membutuhkan penjaganya.Kau sudah membuatku mengambil keputusan untuk menjauh, aku juga membenci penjagamu! Wanita itu menggeram, sorot matanya menampilkan kemarahan yang sangat besar. Seharusnya kau malu karena masih berani menemuiku, tambah wanita itu.Aku akan menerima apapun hukuman yang ingin kau berikan. Tapi tolong jaga dia agar tetap aman! Untuk pertama kalinya dalam hidup, Devlin tidak pernah memohon pada seseorang, namun demi Charlen, Devlin ingin melakukan segalanya, dia ingin menebus dosa masa lalu hingga selesai.Apa kau berpikir bisa semudah itu? Kenapa kau tidak mendengarkan penjagamu? Kenapa kau membuat kami harus berakhir seperti ini? Wanita itu benar-benar marah, dia tidak bisa kembali dan menjaga Charlen. Devlin telah membuat sisi iblis dalam dirinya terbangun, dia tidak ingin dan tidak bisa kembali ke sisi Charlen begitu saja, Devlin harus berusaha mengalahkan sisi iblis yang telah tumbuh dalam sosok penjaga Charlen.Kesalahan yang dia lakukan bukan hanya berimbas pada keselamatan Charlen, penjaga itu pergi karena ada hal yang membuatnya terluka. Seharusnya Devlin mendengarkan saat penjaga pria itu memberi nasehat, tapi saat itu dia sudah terjerat oleh pesona wanita yang kini mengikat jiwanya, wanita yang telah membuat keadaan menjadi semakin rumit. Sekalipun tubuh wanita itu telah menjadi patung batu, tapi jika Charlen atau penjaganya tidak selamat. Maka... Semuanya selesai.Jika kau berada di sini, apa mahluk yang mengincar Charlen juga sudah mengetahui keberadaanmu? Devlin memusatkan pikiran ke seluruh ruangan, dia melindungi ruangan tersebut dengan kekuatan pikiran. Jika ada mahluk jahat yang berusaha untuk masuk ke sana, maka mereka hanya akan menembus dinding tak kasat mata yang seperti tembok kokoh.Aku akan lebih senang jika gadis itu ikut denganku. Penjaga Charlen berusaha kembali masuk ke dalam mimpi gadis itu, namun Devlin tidak bisa membiarkannya. Dia memecah kekuatan untuk menghalangi kekuatan wanita itu, hal tersebut membuat tenaga Devlin semakin terkuras, menembus tembok saja sudah cukup besar menarik tenaganya. Dan saat ini seluruh tubuhnya terasa seperti tercerai berai, dia merasakan sakit yang luar biasa. Setelah beberapa saat adu kekuatan dengan penjaga Charlen, pada akhirnya wanita itu menyerah. Sosoknya menghilang sambil menunjukkan tatapan yang sulit untuk dibaca, penjaga Charlen telah berubah, dia bukan lagi wanita penuh kasih seperti yang pernah Devlin lihat dulu. Wanita itu berubah karena dirinya, berubah karena ulah yang telah dia perbuat.Aku harus memperbaiki keadaan. Devlin ambruk dengan tubuh seperti tidak memiliki tulang, dia berusaha bangkit dan berpegangan pada tepi ranjang. Berniat untuk kembali ke kamarnya, namun sisa tenaga yang dia miliki nyaris tidak tersisa. Karena selanjutnya dia ambruk dan terbaring di sisi Charlen yang sedang terlelap.Gregor, Lucas, berjagalah! Tepat setelah kata itu terucap, kesadaran Devlin direnggut oleh rasa letih yang luar biasa hebat, dia tidak mampu melawan keinginan untuk menutup mata. Seluruh tenaga yang dimilikinya telah habis terkuras, dia perlu mengisi tenaga dengan tidur. Jika sampai dia tidak memiliki tenaga dalam waktu lama, maka para musuh yang mengincar Charlen bisa memanfaatkan hal tersebut. Dia tidak bisa melindungi gadis itu jika tubuhnya seperti saat ini.Tepat setelah kesadaran Devlin menghilang, patung yang ada di samping tempat tidur berubah wujud menjadi seekor kucing besar—dan lebih mirip seperti seekor macan—kucing besar itu mengibas ekornya sambil mengelilingi tempat tidur, sementara di sisi lain, seekor anjing dengan postur tegap dan mata tajam berkeliling mengitari setiap sudut ruangan. Mereka berdua adalah mahluk Arcadia yang bertugas untuk menjaga Devlin dan Charlen, sekalipun bangsa mereka membenci dua anak manusia itu.  Tapi mereka berdua adalah Arcadia terpilih, mereka bebas berada di bumi dan tidak terkekang di belakang portal. Portal yang sangat tidak boleh retak apalagi terbuka, para musuh yang mengincar Charlen adalah mahluk yang sebangsa dengan dua penjaga tersebut. Jika gadis itu mati dan berhasil menjadi persembahan, maka keseimbangan alam akan musnah. Mahluk buas dari alam lain bisa menyeberang ke dunia manusia dan membuat kekacauan, tidak ada yang berani membayangkan jika hal tersebut memang benar terjadi.            BAB 4   Ketika matahari menyentuh wajah Charlen dari tirai jendela yang tipis, dia merasakan kehangatan serta dorongan kuat yang menyuruhnya untuk segera bangun. Sekelebat ingatan tentang kejadian semalam membuatnya meringis, hal pertama yang muncul dalam benak Charlen adalah sosok transparan yang ditemuinya di lorong.Tanpa sadar tubuhnya bergidik, dia tidak pernah membayangkan jika akan bertemu mahluk seperti itu. Selama ini dia tidak percaya pada hal-hal yang ada di luar logika, tapi setelah melihat hantu di depan matanya sendiri. Rasanya Charlen harus menata ulang isi kepalanya. Bagaimana bisa dia terjebak dan berada pada situasi seperti ini?Charlen merasa dilemparkan pada twilight zone, kehidupannya yang normal sedang dipertaruhkan. Dan kebersamaannya dengan Devlin seolah membentangkan spanduk 'selamat datang di zona berbahaya'. Yeah, kata berbahaya sepertinya cukup untuk merangkum semua kejadian, dia harus melihat hal di luar nalar, dan juga berhubungan dengan manusia aneh yang mengaku harus melindunginya.Mana yang lebih aneh? Manusi kutub—Devlin—itu? Atau dunia lain yang tampak seperti omong kosong? Well, Charlen mengerjap setelah berusaha mengumpulkan kesadaran. Dahinya mengernyit saat merasakan tangan seseorang melingkari tubuhnya. Dia memutar kepala dengan perlahan saat merasakan seperti ada sesuatu yang tidak biasa.Astaga!Charlen memekik tertahan saat mendapati Devlin yang tengah terlelap satu ranjang dengannya. Dia berhasil mengendalikan diri, meski sejujurnya dia ingin menarikan tarian selamat datang. Well, Charlen bukannya senang karena pria itu tidur satu ranjang dengannya. Tapi dia merasa bangga karena sudah membuat manusia kutub itu mengendap dan lupa diri, sepertinya Devlin lupa untuk kembali ke kamar, setelah puas memandangi wajahnya yang tengah terlelap.Begitulah isi kepala Charlen, saat ini dia berbaring menyamping dengan perlahan. Matanya menelisik garis wajah Devlin yang tampak kokoh, hidung mancung yang terlihat tegas, alis hitam tebal, serta rahang persegi yang tampak menawan. Ugh, pria di hadapannya memang benar-benar luar biasa menggoda, Jika dikategorikan ke dalam golongan pria menawan, maka Charlen akan memasukkan Devlin ke dalam golongan pria dingin yang mampu membuat wanita terbakar.Perlahan tangannya terulur untuk menyentuh rambut sewarna mahoni milik Devlin, yang saat ini menutupi dahi pria itu, dia menyentuh dengan garakan pelan, namun sial! Mata Devlin secepat kilat terbuka, lalu menggulingkan serta memerangkap tubuh Charlen hingga berada di bawah pria itu. Mata mereka saling menatap, Charlen merasa jantungnya memukul dengan sangat keras, mata seperti lautan lepas itu seolah ingin membawa Charlen untuk tenggelam di dalamnya.Devlin si manusia kutub tampak menggoda dengan rambut berantakan serta wajah yang baru bangun dari tidur. Dia berharap akan terjadi sesuatu yang akan membuat mereka menjadi dekat, tapi Charlen harus menahan diri saat kata yang meluncur dari mulut Devlin menghancurkan harapannya.Apa yang kau lakukan?!  Devlin merasakan sentuhan di pelipisnya, hal tersebut sontak membuat matanya terbuka. Alarm pengingat bahaya dalam dirinya memekik keras, dia sudah terbiasa hidup dalam kewaspadaan. Sejak dirinya diberitahu mengenai apa yang ada dalam tubuhnya, sejak saat itu pula Devlin terus dihantui rasa takut, waspada, dan berbagai macam hal yang mengharuskannya untuk tidak kehilangan kesadaran secara penuh.Tapi tadi malam... Dia benar-benar tidak bisa untuk tetap terjaga, semua kekuatan yang dimilikinya terkuras habis. Kekuatannya tidak stabil setelah dia mengambil resiko untuk menembus dinding, cara mengurai diri seperti itu selalu membuatnya kelelahan. Sekalipun dirinya memiliki kekuatan yang tidak dimiliki oleh manusia lain, tapi tubuhnya tetaplah terdiri dari tulang dan daging, serta partikel-partikel lain—sama seperti yang terdapat pada tubuh manusia lainya.Karena hal itulah dia selalu kehabisan tenaga, kekuatannya untuk mengurai diri saat menembus dinding memang cukup berbahaya. Tapi tadi malam dia tidak bisa mengambil resiko jika harus kehilangan Charlen, dan semua tenaga yang dia miliki semakin terkuras saat harus melawan wanita yang menjadi penjaga gadis itu.Mungkin tadi malam adalah sebuah keajaiban, mengingat dirinya masih bisa melawan wanita itu meski dengan sisa tenaga yang melemah. Devlin tahu keadaan mulai menjadi semakin rumit, jika wanita itu sudah berani mendatangi Charlen dan menunjukkan diri. Maka dapat dipastikan, bahwa portal yang harusnya tertutup sedang menunggu waktu saja untuk dapat terbuka.Makhluk-makhluk yang ada di seberang portal tersebut bisa menyeberang ke alam manusia untuk mencari Charlen. Jika Charlen tertangkap dan dijadikan tumbal, maka selamanya dunia tidak akan pernah menjadi aman. Makhluk-makhluk itu bisa berkeliaran bebas dan melakukan hal-hal yang tidak akan pernah dapat dibayangkan oleh manusia. Charlen harus selamat! Devlin harus melawan, dan tetap fokus untuk menjauhkan berbagai bahaya yang mengintai gadis itu. Bukan hanya makhluk dari portal dunia lain yang bisa membuat Charlen terluka, tapi penjaga wanita itu juga telah berubah arah untuk memberi pengaruh buruk.Devlin sadar jika semua itu adalah salah dirinya, dia menambahkan masalah lain—pada masalah yang sudah jelas sangat rumit. Dia harus bekerja keras untuk melawan segala hal yang akan membuat gadis itu tewas. Prioritasnya bukan hanya Charlen, tapi juga nyawa orang-orang yang seakan bergantung padanya.Devlin merasa seperti tengah memegang bola api di tengah hutan yang pohon dan daunnya telah mengering, jika bola itu jatuh; maka semua yang ada di sekitarnya akan habis terbakar, jika itu terjadi, maka tidak akan pernah ada lagi musim semi yang indah. Tapi jika dia tetap memegang bola tersebut, maka dirinyalah yang akan terbakar secara perlahan.Air, hanya air yang bisa menolongnya. Sekalipun dia belum menemukan air tersebut, Devlin yakin dirinya bisa menemukan sumber mata air yang bisa menolongnya dari situasi ini.Dan saat ini Devlin sedang menatap mata hazel yang terbelalak di bawah tubuhnya, gadis itu terlihat cantik, dia tampak bersinar meski baru terjaga. Devlin merasakan seperti ada sengatan listrik yang mengalir di sekujur tubuhnya—saat dia menatap Charlen cukup lama. Ini bukan pertanda baik.Apa yang kaulakukan? Devlin bertanya dengan suara berat, sejujurnya dia tidak terlalu suka jika disentuh oleh orang lain.Perangai Charlen berubah, gadis itu menunjukkan wajah keras sambil memutar mata. Seharusnya aku yang bertanya seperti itu! Dia berusaha untuk melepaskan diri, namun Devlin tetap menahan tubuhnya, agar tetap terhimpit di bawahnya. Lepaskan aku! Apa yang kaulakukan di sini? Charlen memiringkan kepala sambil memincingkan mata. Apa kau berusaha menyelinap dan ingin tidur denganku saat aku tidak sadar, lalu kau lupa untuk kembali ke kamarmu?Setelah mendengar perkataan Charlen tersebut, Devlin menarik diri sambil tetap memasang wajah datar. Dia beranjak dari tempat tidur dengan wajah sedingin lautan beku, berjalan keluar dari kamar tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Hey! Manusia kutub! Jawab pertanyaanku! Charlen melempar selimut, lalu bergegas untuk mengejar Devlin. Benar ‘kan, kau diam-diam ingin tidur satu ranjang denganku? dia berkata dengan nada mencibir. Mengaku saja, kau sudah ketahuan, karena tidak akan ada gunanya terus berpura-pura seperti itu.Charlen yang sedang berjalan tergesa-gesa, sontak menabrak punggung Devlin saat pria itu berhenti secara mendadak. Argh! Sial hidungku! dia menggosok hidungnya yang terasa sakit. Sialan, badanmu keras sekali, dia mengumpat sambil menahan nyeri, dia berani bersumpah kalau tubuh Devlin benar-benar sangat keras.Aku rasa dia bukan manusia!Devlin memutar tubuh untuk menghadap Charlen, kini wajah gadis itu berada persis di depan dadanya. Posisi yang pas untuk memeluk seseorang jika mereka adalah sepasang kekasih, Devlin menjalankan matanya untuk menelusuri lekuk tubuh gadis itu, wajahnya yang tanpa ekspresi membuat Charlen merasa tidak nyaman.Apa? Charlen mendongak, dia tidak mau mengikuti tatapan Devlin yang baru saja menelisik tubuhnya dengan seksama.Maaf, kau bukan tipeku, Devlin berkata datar, sebelum akhirnya dia berbalik dan berlalu pergi.Apa maksudnya itu?Apa yang kau katakan?! Charlen berteriak sambil meletakkan kedua tangannya di pinggang.Devlin menjawab sambil terus berjalan, bahkan dia tidak melirik lagi ke arah Charlen. Baju tidurmu memang cocok jika kau gunakan untuk menggoda pria, tapi sayangnya pria itu bukan aku.Charlen membeku, dengan sangat perlahan dia menunduk untuk menatap pakaian apa yang dia kenakan. Seketika dia menjerit dalam hati saat menatap baju tidur model lingerie, dengan bahan tipis yang hanya sebatas paha dengan bagian atas cukup terbuka. Bajingan arogan! Manusia kutub brengsek! 
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan