Luka Pernikahan 1 dan 2

2
0
Deskripsi

Risma adalah istri yang berbakti kepada suami. Dia juga mengerjakan tugasnya sebagai istri dengan baik. Akan tetapi karena belum memberikan keturunan, sang suami diam-diam memadunya. Di usia kandungan istri muda suaminya yang menginjak 5 bulan, sang suami membawa istri muda ke rumah mereka. Hancur lebur hati Risma mendapati kenyataan itu.

Sebelum lanjut baca, jangan lupa follow akun karya karsa authornya agar nanti dapat notifikasi bila author update cerita terbaru. Thanks.πŸ™

Bab 1

Sepasang suami istri yang baru menikah enam bulan lalu, terlihat menikmati perjalanan dengan bahagia. Tangan kiri Kendra sang suami yang terlihat kokoh, memegang tangan Eva, istrinya. Sementara satu tangannya yang lain tetap mengendalikan kemudi. Meskipun sepanjang perjalanan mereka sering melempar senyum dan melakukan gerakan romantis, Kendra masih fokus dengan jalanan di depannya.
Eva yang merasa beruntung bersuamikan Kendra, mengelus perutnya yang sedang hamil 5 bulan. "Mas, apa iya istri pertama mas bisa menerima aku sebagai madunya? Bagaimana kalau dia marah? Tidak ada lho wanita yang mau di duakan oleh suaminya di dunia ini."
Kendra menoleh pada Eva sekilas. "Awal-awal mungkin dia akan ngambek sedikit. Tapi nanti jika sudah dirayu, pasti akan menerima juga. Selama ini Risma itu adalah istri yang penurut dan tidak banyak protes sama aku. Jadi bisa dipastikan dia juga tidak akan komplain ketika aku memperkenalkan kamu sebagai istri keduaku."
"Mas yakin Risma seperti itu? Aku sangsi lho mas. Istri yang penurut sekali pun bisa jadi tidak mau dimadu. Mungkin hanya ada satu dari seribu istri yang bersedia berbagi suami."
"Iya, mas yakin. Mas 'kan sudah bilang, kalau awal-awal bisa saja dia menolak, tapi tidak akan bertahan lama. Hidup dia itu bergantung kepadaku. Kalau dia tidak menurut padaku, dia bisa apa? Dia tidak pernah bekerja dan setiap hari hanya di rumah saja. Jadi kamu tidak usah khawatir."
Kendra lalu mengusap perut Eva yang buncit. "Lagian, dia itu 'kan belum bisa kasih aku anak. Dia nantinya bakal berfikir pria mana yang mau menikahi wanita mandul seperti dirinya selain aku."
"Memangnya dia beneran mandul, mas?” Tanya Eva ragu. β€œBaru dua tahun lho kalian menikah?" Selama mereka dekat, Kendra kerap menggembar-gemborkan perihal kemandulan Risma. Baik kepadanya maupun kepada kedua orangtuanya. Itu sebabnya, akhirnya kedua orangtuanya menyetujui hubungannya dengan Kendra dan setuju juga untuk dinikahi oleh pria beristri tersebut. Dari pertama kali kenal, Kendra sudah jujur dengan statusnya. Eva sendiri tidak memperdulikan status. baginya yang penting Kendra adalah pria mapan.
"Kalau tidak mandul terus apa?" Kendra menanggapi keraguan Eva. "Dua tahun itu bukan waktu yang singkat. Itu lama. Kedua orangtuaku sudah tidak sabar ingin punya cucu. Aku ini anak tunggal. Jadi kami sudah gelisah kalau aku belum ada keturunan. Siapa kelak yang akan mewarisi harta kami? Mumpung masih muda, mumpung aku masih bisa memilih. Dan yang terpenting adalah mumpung kedua orangtuaku masih hidup."
Eva tersenyum penuh arti. Mendengar kata harta, pikirannya sudah melambung jauh. Mempunyai rumah mewah, kendaraan sendiri, dan tempat usaha yang besar adalah impiannya. Itu sebabnya dia mau menikah dengan Kendra. Pria yang telah menikahinya secara siri ini bisa dijadikan jembatan untuknya mencapai keinginannya itu.
"Aku rasa mas memang benar. Untuk apa mas harus menunggu lebih lama buat memiliki anak? Mas itu mampu secara ekonomi. Jadi mas berhak menikahi lebih dari satu wanita bukan?"
"Nah, pola pikir kamu yang seperti ini yang mas suka. Mas memang tidak salah pilih istri. Mas berharap Risma bisa menerima kamu sebagai istri keduaku seperti kamu menerimanya sebagai istri pertamaku."
"Iya dong, mas. Jadi istri itu harus seperti itu. Selama mas bisa memenuhi kebutuhan istri-istri mas, kenapa tidak berpoligami? Aku bersyukur sekali bisa menjadi istri mas."
Kendra tersenyum lebar, puas dengan jawaban Eva. Dia lalu mengusap kepala istri mudanya itu dengan penuh kasih sayang.
***
Risma menata meja makan dengan sangat apik. Sebentar lagi suaminya tercinta akan kembali dari luar kota. Suaminya itu memang kerap bolak-balik ke kota lain karena memiliki cabang bisni di sana. Dan beginilah, setiap suaminya pulang, maka Risma akan menghidangkan makannya di atas meja.
Sup tulang, sambal ikan nila, capcay, dan tempe goreng tepung adalah menu yang dimasak Risma hari ini. Risma masak semuanya sendiri. Meskipun suaminya mampu membayar ART, Risma meminta izin pada suaminya yang tak lain adalah Kendra untuk masak dan mengurus rumah sendiri. Karena selain Risma memang menyukai pekerjaan rumah, dia juga ingin menjadi istri yang berbakti kepada suaminya. Dia merasa bahagia dengan apa yang dikerjakannya.
Risma menatap makanan yang terhidang di atas meja makan sekali lagi dengan mata indahnya yang berbinar. Hm, perfect! Gumamnya dalam hati. Wanita 21 tahun itu lalu melirik jam yang tergantung di dinding, sudah hampir jam satu. Itu artinya sebentar lagi suaminya akan tiba. Kendra memang selalu tiba di jam segitu jika kembali dari luar kota.
Ting-tong!
Ting-tong!
Risma terhenyak mendengar suara bel itu. Wajahnya langsung berubah berseri-seri. Dia yakin yang memencet bel barusan adalah Kendra. Selama ini suaminya itu tidak pernah datang terlambat dari luar kota.Β 
Risma segera merapikan rambut dan pakaiannya. Dia selalu ingin tampil cantik, rapi, dan harum di depan sang suami. Itu sebabnya, Kendra tidak pernah komplain dengan penampilannya. Meskipun ibu rumah tangga, dia harus selalu tampak menyenangkan di depan sang suami.
Tak hanya berusaha untuk cantik, rapi, dan harum saja, seminggu sekali Risma pergi ke klinik kecantikan untuk melakukan perawatan wajah dan tubuh. Uang belanja yang diberikan Kendra selalu berlebih. Dia menggunakan kelebihan uang itu untuk merawat diri dan menabung.
Dengan menyiapkan senyum terindahnya, Risma beranjak meninggalkan meja makan menuju ruang tamu. Dengan senyum yang masih merekah itu, dia membuka pintu. Tapi senyumnya seketika langsung memudar begitu mendapati wanita cantik yang berdiri di samping Kendra. Wanita cantik itu perutnya buncit dan dengan santainya menggandeng tangan Kendra mesra.
Kendra menyunggingkan senyum pada Risma seolah keterkejutan istrinya itu tidak berpengaruh apa-apa padanya. Untuk sejenak dia melepaskan genggaman Eva demi meraih kening Risma buat dikecup.
"Mas pulang kok wajahnya begitu?" ucap Kendra seusai mengecup kening Risma dan dengan setengah berbisik. "Salim dong!" Kendra lalu memberikan tangannya.
Dengan pandangan yang terus tertuju pada Eva, Risma menyalami tangan Kendra.
"Mas, wanita ini siapa?" tanya Risma setelah melepaskan tangan Kendra.
Kendra menoleh pada Eva dengan senyum romantis. "Oh, dia. Namanya Eva. Eva ini adalah istri kedua mas. Sekarang Eva sedang hamil lima bulan. Bagaimana? Eva cantik bukan?"
JEGGARR!!!
Bagai petir di siang hari Risma mendengar itu. Saat itu juga dia merasa ada ribuan panah yang menancap di hatinya. Terkejut dan sakit bersamaan. Bahkan, Risma merasa dunia menggelap dan yang tampak adalah wajah Kendra dan Eva saja.
"I-istri ke-dua?" tanya Risma terbata dan sangat lirih, nyaris tidak terdengar. Β Hati yang tercabik-cabik membuatnya kehilangan daya untuk bersuara. Akan tetapi dia butuh kejelasan. Mungkin saja dia salah mendengar.
"Iya. Ini istri keduaku. Mas sudah menikahinya sejak enam bulan yang lalu," jawab Kendra tegas.
Yang membuat dunia terasa runtuh seketika bagi Risma adalah Kendra mengatakan itu dengan nada bangga. Tidakkah Kendra tahu perasaannya saat ini seperti apa?
"Kenapa mas tidak menceritakan ini kepadaku sebelumnya dan baru memberitahunya sekarang? Harusnya mas bertanya apakah aku setuju atau tidak mas menikah lagi." Risma komplain dengan suara yang gemetar.
"Lho, kenapa aku harus bertanya kepadamu? Aku ini suami, aku bisa menikah tanpa memberitahu istri. Lagian izin kamu itu tidak penting buat mas. Kamu itu hidup dengan menumpang pada mas. Kamu tidak akan jadi cantik dan hidup bergelimang uang jika tanpa mas. Jadi, mas bebas melakukan apapun tanpa persetujuan kamu."
Deg.
Ucapan Kendra seolah melempar jiwanya ke dunia antah berantah. Jadi seperti ini Kendra memandangnya selama ini? Tidak ada harganya dan tidak penting.
"Oh, jadi aku tidak ada harganya di mata mas selama ini?" Entah darimana Risma memiliki keberanian untuk bertanya seperti itu.
"Bukan tidak ada harganya. Kamu jangan salah paham. Aku hanya merasa punya hak untuk menikah lagi tanpa persetujuan istri. Lagian, bukan tanpa sebab aku menikah lagi. Aku menikah karena aku menginginkan seorang anak."
Hati Risma kian terasa semakin tercabik-cabik. Sudah remuk tak berbentuk hatinya saat ini. "Jadi mas mengira aku ini mandul?"
"Ya jelas mandul. Kalau tidak bisa hamil berarti ya mandul."
"Tapi aku belum tentu mandul mas. Kita ini baru dua tahun menikah."
"Dua tahun itu waktu yang lama," sahut Kendra langsung. "Aku tidak mau menunggu lebih lama lagi. Sudahlah, jangan kamu perpanjang. Meskipun aku sudah menikah lagi, aku akan tetap memperlakukan kamu sebagai istriku. Uang belanja kamu tidak akan berkurang. Sekarang, kamu sapa madumu ini." Kendra mendorong pelan tubuh Eva sehingga lebih dekat pada Risma. Eva mengulurkan tangannya.
"Kenalkan aku Eva," ucap Eva dengan senyum penuh arti.
Bukannya menyambut uluran tangan Eva, Risma justru menatap Eva lekat. Wanita di depannya ini memang cantik seperti kata Kendra dan memiliki tubuh yang lebih berisi dirinya. Mungkin karena kecantikan inilah Kendra menikahi Eva.
Dari sosok Eva, Risma mengalihkan pandang pada Kendra lagi. Tak ada sedikit pun aura bersalah di wajah suaminya tersebut. Itu artinya, Kendra merasa benar dengan apa yang telah dilakukannya. Jadi, apakah Kendra mengira dirinya tidak memiliki perasaan?
Tidak sanggup lagi berdiri lama di antara suami dan istri baru suaminya. Risma berlari keluar rumah. Dia masuk ke rumah Rani, tetangganya yang seperti saudara.
Di sana, Risma menangis sejadi-jadinya dengan menangkupkan diri di sofa. Dia menangis himgga bahunya terguncang.Β 
Hancur lebur hatinya hingga tak berbentuk menyadari apa yang baru saja terjadi dengan hidupnya. Ternyata suami yang selama ini sangat dihormatinya, telah menduakannya.

Bab 2

Rani adalah wanita berusia 28 tahun. Rumahnya bersampingan dengan rumah Risma. Jadi Rani ini adalah tetangga Risma. Bukan hanya bertetangga, dua wanita itu sangat dekat. Keduanya seperti saudara. Rani memperlakukan Risma seperti adik sendiri.
Melihat Risma yang datang dan langsung menangis, Rani mendekati Risma. Wanita itu mengusap punggung Risma lembut.
"Kamu kenapa, Ris? Aku tadi mendengar suara mobil suamimu. Dia sudah pulang bukan? Tapi kenapa kamu menangis?"
Mendapati tanya itu, tangis Risma semakin menjadi. Dia tidak menyangka kalau ini bakal terjadi dalam pernikahannya. Dia juga tidak menyangka kalau Kendra dengan tega menduakannya. Tidakkah pria itu bisa mengerti kalau hatinya sakit?
"Ris, ayo cerita pada mbak. Kamu kenapa datang-datang menangis? Terus suami kamu yang baru datang kamu tinggal sendirian begitu saja?" Rani menambahkan.
Risma menghela nafas panjang untuk memberi sedikit kekuatan di hatinya. Dia pun beranjak duduk di samping Rani.
"Mas Kendra tidak sendirian mbak. Di rumah dia bersama dengan seseorang," jawab Risma dengan terbata.
"Maksudmu suamimu datang bersama seseorang dari luar kota?"
Risma mengangguk lemah.Β 
"Lalu kenapa kamu harus menangis? Memangnya orang yang datang dengan suamimu siapa? Ibu mertuamu yang cerewet itu?"
Risma menggeleng. "Bukan ibu mertuaku, mbak. Tapi..." Risma kembali terisak. Pedih sekali hatinya untuk mengatakannya.
"Tapi siapa, Ris?" tanya Rani setengah memaksa karena sudah mencurigai sesuatu. "Katakan sekarang juga pada mbak!"
Perlahan, Risma menoleh pada Rani. Wajah wanita itu basah oleh air mata. "Mas Kendra... dia... dia pulang dengan seorang wanita yang sedang hamil. Wanita itu... wanita itu istri kedua Mas Kendra mbak."Β 
Rani langsung tersentak kaget mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh Risma. Ini seperti sebuah mimpi buruk yang tidak terduga.
"Kamu serius, Ris? Kamu serius mengatakan kalau suami kamu pulang membawa istri kedua?"Β 
Risma mengangguk. "Iya, mbak. Itulah yang menyebabkan aku menangis. Ternyata selama ini di luar kota Mas Kendra sudah menikah lagi dengan diam-diam. Bahkan sudah enam bulan Mas Kendra menikah. Istri barunya sudah hamil lima bulan."
Rahang Rani mengencang mendengar itu. Bukan dia yang mengalami ini, tapi rasa sakit yang Risma rasakan sampai juga pada dirinya. Dia tidak habis pikir kenapa suami tetangganya ini bisa melakukan hal menyakitkan seperti ini kepada istrinya yang dia tahu sangat berbakti dan selalu melakukan tugas rumah dengan baik.
"Sekarang apa yang harus aku lakukan, mbak? Sungguh aku tidak bisa menerima ini. Aku tidak mau dimadu," tambah Risma dengan wajah putus asa dan tersakiti."
Rani memeluk Risma. Meskipun mereka berdua hanya tetangga sebelah, Rani menyayangi Risma seperti adiknya sendiri.
"Lebih baik sekarang kamu tenangkan diri dulu baru berpikir apa yang harus dilakukan selanjutnya. Jika kamu belum ingin pulang karena ada wanita itu, kamu bisa istirahat di kamar Sofi. Tumpahkan semua tangisanmu di sana agar kamu merasa lega. Saat ini mbak juga belum bisa memberi saran apa-apa. Jujur mbak sangat terkejut mendengar ini."
Risma mengangguk. "Baik mbak. Aku mengerti. Tapi... jika aku akhirnya memilih untuk mengakhiri rumah tangga ini, apakah aku salah?"
Rani menggeleng. "Tidak ada yang salah. Kamu bebas menentukan hidup kamu. Hanya saja, jangan mengambil keputusan saat sedang emosi. Itu sebabnya mbak meminta kamu untuk menenangkan diri dulu di kamar Sofi. Jika sudah tenang, kita bicara lagi."
Risma mengangguk sekali lagi sebelum akhirnya wanita itu beranjak meninggalkan sofa menuju kamar Sofi, anak Rani yang duduk bangku kelas 2 Sekolah Dasar.
Sementara itu beberapa saat lalu di rumah sebelah, Kendra tampak tercengang begitu mendapati reaksi Risma. Pria itu tidak menyangka kalau Risma akan marah hingga berlari entah kemana. Padahal selama ini, istrinya itu tidak pernah protes dengan semua yang dia lakukan.Β 
"Kata mas, istri mas tidak akan marah aku dibawa kesini dan dikenalkan sebagai istri muda mas. Tapi lihat tadi, dia marah dan lari."
Kendra menoleh pada Eva. Dia memaksakan diri untuk tersenyum. Disentuhnya bahu Eva lembut. "Kamu tidak perlu khawatir. Berapa kali mas bilang bahwa di awal-awal semua wanita pasti akan marah begitu tau suaminya menikah lagi. Tapi nanti setelah dijelaskan, marahnya pasti reda. Risma pasti akan berpikir bahwa dia tidak akan bisa hidup tanpa aku. Selama ini dia mengandalkan uang pemberian dariku. Bisa dibayangkan susahnya dia jika berpisah dengan suaminya yang kaya ini bukan? Jadi, kamu tidak perlu khawatir soal ini. Dia pasti akan menerima dirimu."
Eva tersenyum penuh arti. Dia sebenarnya tidak perduli apakah Risma mau menerima dirinya sebagai madunya atau tidak, karena yang terpenting buatnya adalah sudah menjadi istri Kendra dan sudah hamil. Dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang dia dapatkan. Anak dalam kandungannya adalah alat untuk mencapai keinginannya.
"Baiklah, aku yakin mas bisa mengendalikan Risma." Eva mengelus perutnya yang buncit. "Mas, aku lapar..." ucapnya manja dengan wajah memelas.
Kendra mencubit pipi Eva gemas. "Kamu ini lapar saja lucu. Ya, sudah. Ayo kita ke dalam. Risma pasti sudah masak untuk kita."
"Memangnya mas tidak mau cari Risma dulu? Tadi dia lari kemana?"
Kendra mengibaskan tangannya. "Sudah, jangan dipikirkan. Palingan juga dia ke rumah tetangga. Sebentar lagi pasti pulang."
"Mas yakin?"
Kendra mengangguk. "Tentu saja, sayang." Kendra memegang tangan Eva dan menariknya pelan. "Sudahlah jangan pikirkan dia lagi. Ayo kita makan. Tunggu apa lagi? Masakan Risma itu enak sekali."
"Baiklah, mas." Dengan berpegangan tangan pada Kendra, Eva mengikuti langkah Kendra. Keduanya lalu menuju meja makan yang di atas mejanya sudah terhidang aneka makanan hasil masakan Risma.

***
Airmata Risma sudah kering sejak setengah jam yang lalu meski rasa sakit hatinya belum kunjung hilang. Ternyata begini rasanya diduakan, sakit luar biasa. Risma tidak bisa membayangkan ada wanita yang mampu hidup dipoligami. Mungkin hatinya sekuat baja.
Lalu kenapa dia tidak sekuat itu?
Risma mengalihkan pandangan pada jendela kaca. Dari jendela ini, dia bisa melihat pagar depan rumah ini. Sedari tadi, tidak muncul pria yang dia harap akan mencarinya sejak dia lari keluar rumah tadi. Dan sekarang hari sudah malam. Apakah Kendra tidak perduli dengan luka di hatinya?
Deg.
Dada Risma sesak menyadari itu. Sepertinya Kendra memang tidak perduli dengan perasaannya. Pria itu sudah nyaman dengan istri mudanya yang sedang hamil lima bulan itu. Mungkin ada dan tidak dirinya saat ini, tidak lagi berpengaruh pada pria itu.
Lalu untuk apa dirinya masih ada di rumah itu?

Bersambung.

Boleh dong komentarnya. ☺️

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi πŸ₯°

Kategori
Luka Pernikahan
Selanjutnya Luka Pernikahan Bab 3 dan 4
1
0
Kendra menatap Risma lekat. Pulang ke rumah ibu? Maksudnya apa?Makin seru 'kan?Follow akun karyakarsa author. Lalu beri komentar ya.πŸ€—
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan