
Jumpa lagi dengan karya terbaru aku ya. Cuss baca. Semoga suka.☺️
Bab 1
"Kita kalah. Kita kalah, Bu. Tuan Roger resmi menjadi pemilik tanah panti ini. Secepatnya kita harus pergi dari sini."
Bukan mudah saat Najma menyampaikan ini pada Aliyah, pemilik panti. Tapi mau bagaimana lagi, ini adalah sebuah kenyataan pahit yang harus mereka terima. Namun, dia tidak pernah mengira dampaknya. Rasa cinta yang begitu besar kepada panti membuat Aliyah tak mampu kehilangan. Akibatnya, wanita paruh baya ini langsung lemas tak sadarkan diri.
***
BLACK EAGLE CORPORATION.
Najma menatap nama itu dengan sedikit mengangkat wajahnya. Maklumlah, tertempel di atas sebuah gedung dimana dirinya kini berdiri di luar pagarnya.
Sesudah menyakinkan diri kalau ini benar perusahaan milik Roger, dia pun melangkah masuk ke pelataran perusahaan. Baru beberapa langkah melewati pintu pagar, seorang satpam berjalan cepat ke arahnya. "Eh, dek! Dek! Mau ketemu siapa?"
Suara teriakan itu cukup kuat tertangkap oleh indera pendengar. Najma pun menoleh. Langkahnya langsung terhenti begitu mendapati satpam tadi mendekat.
"Mau bertemu dengan Tuan Roger, pak." Lugu sekali memang Najma ini. Mengatakan maksudnya tanpa mencari tahu siapa Roger. Menyampaikan ingin bertemu Roger seperti ingin bertemu dengan temannya.
Satpam tadi memperhatikan Najma dari ujung kepala hingga ujung kaki. Penampilan Najma sungguh tidak menyakinkan. "Memangnya adek sudah punya janji dengan Tuan Roger?"
Najma menggeleng samar. Wajah cantiknya terlihat bingung. "Belum, pak. Memangnya harus buat janji dulu kalau mau bertemu sama dia?"
"Aduh... tentu saja." Satpam ini seperti orang kebingungan menghadapi Najma. "Tuan Roger tidak bisa ditemui oleh sembarang orang. Hanya orang-orang tertentu yang bisa bertemu dia. Memangnya ada keperluan apa sih adek mau ketemu dia?"
"Keperluan__" Najma menggaruk keningnya. Tampak sekali sedang berpikir. "__penting, pak. Iya, keperluan yang penting." Apakah dia harus mengutarakan maksudnya pada seseorang yang baru dia temui?
"Siapa pun kalau ingin bertemu Tuan Roger pasti bilangnya penting. Nggak penting aja dipenting-pentingin." Nada bicara yang terkesan sinis. Namun ini benar adanya.
"Tapi ini beneran penting, pak. Saya tidak bohong." Najma mengatakan itu dengan nada memohon. Takut satpam di depannya ini mengusirnya.
Satpam itu berdecak. "Iya, tapi masalah apa? Tuan Roger tidak akan mau sembarangan menemui orang. Apalagi belum membuat janji dengannya. Kedatangan adek ini sia-sia saja kalau tanpa janji."
Untuk sesaat Najma terlihat gelisah. Merasa ragu untuk mengatakan perihal sebenarnya pada seorang satpam yang tidak ada sangkut pautnya dengan masalah ini. Tapi daripada diusir sebelum bertemu dengan orang yang jadi tujuan?
"E... ini masalah tanah panti asuhan yang akan dibangun hotel oleh Tuan Roger di atasnya." Najma mulai bercerita. Terpaksa sih. "Kasihan adik-adik saya tidak punya tempat tinggal lagi. Padahal kami membangun panti asuhan di atas tanah itu atas seizin yang punya tanah dan yang punya tanah sudah memberikannya kepada kami. Hanya saja, kami memang belum memegang sertifikatnya dengan alasan tanah belum dipecah-pecah. Katanya putranya yang akan mengurus. Tapi yang terjadi kemudian, yang memberi tanah meninggal. Ternyata putranya tidak amanah. Dia menjual semua tanah ayahnya itu tanpa memperhitungkan kami. Lalu dibeli oleh Tuan Roger. Kira-kira ceritanya seperti itulah, pak. Makanya saya mau ketemu sama beliau. Siapa tau mau berbaik hati untuk kami."
Setelah berpikir untuk sekian detik, akhirnya satpam itu memberi solusi. "Begini saja, kamu masuk ke lobby. Bilang resepsionis ingin bertemu dengan Tuan Roger. Lalu ceritakan pada resepsionis cerita yang barusan kamu ceritakan kepadaku. Tapi kamu tidak bisa berharap apapun. Aku tidak yakin Tuan Roger mau bertemu kamu untuk membahas ini. Kalaupun dia bersedia bertemu kamu, paling-paling membuat janji dulu dan tidak hari ini."
"Iya, pak. Tidak apa-apa. Yang penting saya diizinkan masuk dan berusaha dulu. Untuk hasil... bagaimana nanti saja, pak."
"Ya, sudah. Masuklah!"
Setelah mengangguk dan mengucapkan terima kasih, Najma langsung melangkah menuju gedung. Dia mengikuti ucapan satpam dengan mengatakan kepada resepsionis maksud kedatangannya ke perusahaan ini.
"Saya coba untuk hubungi assisten pribadinya dulu ya, mbak," tanggapan resepsionis ramah. Jemari lentik resepsionis itu mengangkat telpon, lalu memencet beberapa nomer. Beberapa detik kemudian wanita itu terlibat obrolan di telepon sebelum akhirnya menaruh kembali teleponnya." Maaf mbak, tapi kata Pak Wilson persoalan tanah itu sudah selesai. Itu jelas milik Tuan Roger karena beliau membeli dari pemiliknya langsung dan memegang sertifikat atas tanah itu. Jadi tidak perlu dibicarakan lagi."
Najma menggeleng tidak terima. "Tidak begitu mbak. Pemilik aslinya memberikan tanah itu kepada kami. Tapi putranya yang tidak amanah menjualnya pada Tuan Roger. Sehingga kini__"
"Mbak, mbak. Saya tidak tau menahu soal ini." Resepsionis menginterupsi. "Pak Wilson mengatakan apapun berdasarkan perintah Tuan Roger. Kalau jawabannya seperti tadi, artinya Tuan Roger tidak mau bertemu mbak."
Najma panik. Bahkan sampai kesulitan menelan saliva sendiri. "Terus saya harus bagaimana mbak?"
Resepsionis menggedikkan bahunya. "Mana saya tau, mbak. Tapi yang pasti Tuan Roger tidak mau bertemu mbak. Jadi menurut saya , mbak pulang aja. Percuma kan tetap di sini?"
Najma tetap berada di tempatnya meskipun sudah diusir secara halus oleh resepsionis. Dari sorot matanya yang sayu tapi tegas, terlihat sekali dia belum akan menyerah. "Gini aja mbak, besok saya akan datang ke sini lagi. Barangkali Tuan Roger berubah pikiran dan mau bertemu dengan saya."
Resepsionis menipiskan bibir. "Percuma mbak karena__"
"Terserah kata mbak, tapi saya akan tetap datang besok," sela Najma tegas. "Kalau masih tak ada hasil, maka saya akan datang besoknya lagi. Besok dan besok lagi sampai Si Tuan Roger itu mau bertemu dengan saya untuk membicarakan ini." Najma langsung membalikkan badan dan berjalan keluar tanpa menunggu respon resepsionis.
***
Najma dikenal sebagian orang sebagai gadis yang polos. Tak banyak tingkah dan tak pernah terlihat menjalin hubungan dengan pria mana pun. Sebagian lagi, mengenalnya sebagai gadis lembut, baik hati, dan ramah. Dia disukai banyak orang karena sifatnya itu.
Tapi tak banyak orang yang tahu dengan kepribadiannya yang tangguh dan tidak mudah menyerah. Karena itu, penolakan Roger di hari itu tak lantas membuatnya patah arang. Najma membuktikan ucapannya pada resepsionis. Esok harinya dia kembali datang ke perusahaan yang sama untuk mengungkapkan maksudnya. Meskipun mendapatkan penolakan yang sama seperti kemarin, hari-haru selanjutnya dia tetap datang. Sampai membuat resepsionis capek.
"Pak, kalau gadis itu datang lagi, tolong jangan biarkan masuk. Usir saja. Saya sudah capek menghadapinya." Pesannya pada satpam yang menjaga pintu gerbang.
Maka sejak saat itu, langkah Najma tertahan di pintu pagar saja.
Namun, lagi-lagi Najma belum menyerah pada keinginannya untuk bertemu dengan Roger. Setiap hari gadis itu datang. Tidak diperbolehkan masuk oleh satpam. Berdiri berjam-jam di dekat pintu pagar tak kenal panas dan hujan. Kalau capek berdiri dia akan duduk. Sesekali merengek pada satpam untuk membiarkannya masuk sampai membuat indera dengar satpam lelah.
Begitu setiap hari.
Najma akan datang di pagi hari ke perusahaan itu dan pergi saat siang datang karena harus bekerja.
Membuat para satpam hampir menyerah menghadapinya.
Hingga kegigihannya sampai juga ke telinga Wilson. Pria tersebut akhirnya menyampaikan hal ini pada bosnya, Roger.
"Jadi begitu?" Ini respons Roger setelah mendengar berita tentang Najma dari Wilson.
"Ya, tuan," jawab Wilson dengan kedua tangan di depan. Tangan kiri menangkup tangan kanan.
"Gadis yang__" Roger menarik senyum penuh arti di sudut bibir kirinya. "__ cukup menarik."
Wilson sengaja diam. Menunggu Roger melanjutkan kalimatnya.
"Kalau begitu... jika dia datang lagi besok, bawa dia menemui aku."
Wilson mengangguk cepat. "Baik tuan."
Bersambung.
Bab 2
Najma menghela nafas berat saat menatap dirinya di cermin. Wajah gadis dengan sepasang mata lelah terlihat di sana. Dia sudah membayangkan bagaimana capeknya menjalani hari ini. Berdiri di depan gerbang Black Eagle Corporation hingga siang hari sebelum kemudian dia berangkat ke tempat kerjanya.
Sungguh dia lelah sekali. Tapi tak akan menyerah sampai Roger memberinya waktu untuk bertemu.
Setengah jam kemudian, dia sudah sampai di sana. Seperti kemarin-kemarin, setiap kali datang dia akan memberikan senyum terbaiknya untuk para satpam yang berjaga di pos. "Pagi pak, mas. Apa saya sudah boleh masuk?"
Semua satpam menggeleng dengan cepat. Lalu kembali sibuk dengan tugas mereka tanpa memperdulikan Najma lagi.
Beberapa jam kemudian, Najma melirik jam yang melingkari pergelangan tangannya. Pukul 11.19. Namun tak ada tanda-tanda para satpam akan mempersilahkannya masuk.
Najma mulai lelah berdiri. Maka dia mengambil duduk di tepi trotoar setelah sebelumnya memberi alas duduk dengan selembar tisu agar celana berbahan crincle-nya tidak kotor.
Belum sepuluh menit pinggulnya mendarat di tisu tersebut, seorang satpam mendekati. "Dek, doa kamu terkabul tuh." Tapi cara penyampaiannya terdengar tidak ikhlas.
Najma yang belum paham, mengangkat wajah demi menatap satpam tersebut. "Ya?"
"Barusan aku dapat perintah untuk mengizinkan kamu masuk karena Tuan Roger mau bertemu."
Najma berdiri dengan setengah melompat "Benarkah, pak? Benar Tuan Roger ingin bertemu saya?"
"Iya. Cepatan masuk!"
Najma mengusap wajah kasar. "Alhamdulillah." Lalu lari melewati satpam tadi menuju pintu gedung. Membuat satpam itu geleng-geleng kepala.
"Dasar anak keras kepala."
Di lobby, Najma bingung. Dia harus kemana untuk bisa bertemu dengan Roger. Resepsionis lalu mengarahkannya untuk masuk ke lift dan berhenti di lantai 10. Setelah mengucapkan terima kasih, Najma langsung mengikuti arahan resepsionis.
Singkat cerita, Najma sudah berada di lantai 10 dan bertemu dengan Wilson.
"Ikut saya."
Hanya dengan satu perintah itu, Najma mengikuti langkah assisten pribadi Roger tersebut. Sesekali dia mengelus dada untuk menghilangkan kegugupan yang melanda. Maklum dia belum pernah bertemu dengan pria yang bernama Roger itu, apalagi melihat wajahnya. Dia hanya pernah mendengar kalau Roger adalah pria yang ... dingin.
Kini langkah mereka sudah berada di depan sebuah pintu kayu mengkilat berwarna coklat muda. Ada papan tipis bertuliskan RUANG PRESIDEN DIREKTUR yang tertempel di bagian atas pintu. Tulisan itu membuat jantung Najma berdegup kencang. 'Tuhan, bantulah aku.' Doanya.
Wilson membuka pintu coklat mengkilat itu. Menimbulkan suara derit yang membuat Najma susah menelan ludahnya sendiri karena kegugupannya semakin menjadi. Kedua kakinya lalu bergerak mengikuti langkah Wilson masuk ke dalam ruangan yang... harum, sejuk, dan bernuansa maskulin.
"Duduklah." Wilson menunjuk sofa yang berada tak jauh dari pintu masuk dan terletak di sebelah kiri ruangan.
Najma mengangguk. Lalu melangkah mendekati sofa sebelum akhirnya mengambil duduk di sana. Dia sempat melirik pada pria tampan yang berada di balik meja kerja. Tidak salah lagi itulah Roger yang dia cari. Tak menyangka saja kalau ternyata masih muda, tampan, dan... berwajah bule.
Setelah hening selama beberapa detik, terdengar langkah mendekati sofa. Membuat telapak tangan dan kaki Najma berkeringat dan dingin karena kegugupannya menjadi kian parah. Suara langkah itu lalu berhenti di sofa yang paling panjang di depan Najma. Meskipun menunduk, Najma menangkap sosok yang mengambil duduk di sana. Mereka hanya terhalang oleh meja.
"Katakan maksudmu yang begitu ingin menemuiku." Suara itu bernada rendah, tapi entah mengapa terasa mengintimidasi.
Najma yang sedari tadi menunduk, kini memberanikan diri menatap wajah pria di depannya. Subhanallah, indahnya ciptaan-Mu.
Najma mengedipkan mata demi mengembalikan fokusnya. "Maaf tuan mengganggu waktu. Kenalkan nama saya__"
"Langsung saja ke hal yang ingin kamu sampaikan." Roger menginterupsi. Dia tidak suka dengan basa-basi."
"Ah, iya." Najma mulai bercerita, bahwa belasan tahun lalu Haji Sulaiman telah memberikan tanah yang sekarang sudah dibangun panti kepada panti asuhan. Tapi karena saat itu kondisi Haji Sulaiman sudah sakit-sakitan dia belum bisa memecah tanah tersebut dan memberikan bagian panti serta membuatkan sertifikatnya. Beliau mengatakan kalau putranya yang akan mengurus pembuatan sertifikat tanah. Namun hingga Haji Sulaiman meninggal, pemilik panti tidak juga menerima sertifikat tanah tersebut. Malah diam-diam putra Haji Sulaiman menjual tanah tersebut.
"Bukan hanya persoalan tanah saja, tuan. Ada banyak kenangan di atas tanah itu. Selain kenang-kenangan bersama anak-anak yang pernah tinggal di sana, ada juga kenangan Ibu Aliyah bersama almarhum suaminya. Ibu Aliyah syok berat ketika mendapati kenyataan bahwa dia harus meninggalkan tempat tinggal yang selama ini menjadi tempat berteduh, berbagi kasih sayang, dan mengukir kenangan. Karena itu, saya datang untuk memohon pada anda mengikhlaskan tanah itu untuk kami karena Haji Sulaiman pemilik aslinya sudah memberikan tanah itu kepada kami."
Roger tak langsung menanggapi permohonan Najma meskipun dia melihat gadis itu hampir menangis. Dia terdiam lama. Merenungi. Tak mau cepat-cepat mengambil keputusan sembari memperhatikan Najma dari atas kepala hingga ujung kaki.
"Sebenarnya mudah saja bagi saya untuk memberikan tanah itu kepada panti jika letak panti ada di paling pinggir." Roger mulai menyuarakan pemikirannya. Yang jadi masalah adalah panti itu berdiri di tengah-tengah tanah itu. Tidak mungkin pembangunan hotel di potong jadi dua, kanan dan kiri lalu di tengah ada pemandangan aneh yaitu, panti?"
Ya, benar. Hati Najma membenarkan. Alasan yang dikemukakan Roger masuk akal. Tapi Ibu Aliyah?
"Bukan murah aku membeli tanah itu. Puluhan milyar. Kalau aku membiarkan panti itu tetap tegak berdiri di sana karena mengabulkan permintaanmu, maka otomatis pembangunan hotel tidak jadi. Kata lainnya, aku rugi besar. Apa kamu bisa memberi solusi untuk hal ini?"
Najma menelan saliva. Tentu saja dia tidak bisa. Untuk mengganti rugi, lebih tidak mungkin lagi. Seumur hidup bekerja juga belum tentu bisa terkumpul uang sebanyak itu.
Roger tersenyum miring mendapati diamnya Najma. Lalu dengan gaya angkuh seorang presiden direktur yang kaya raya, dia menyandarkan punggung di penyangga sofa. Lalu menyilangkan kaki kanan ke atas kaki kiri. "Sampai di sini kamu sudah mengerti bukan?"
Najma mengangguk samar. Namun hati belum bisa mengikhlaskan. Pertanyaan Roger barusan seolah memintanya untuk menyerah dan... pulang.
Najma mengangkat wajahnya yang sedari tadi menunduk dalam. Dengan beraninya dia menatap mata Roger yang tajam. "Maaf kalau ini lancang. E... bagaimana jika anda menjual tanah itu dan membeli tanah yang lain. Tanah panti anda ikhlaskan untuk kami."
Kedua alis tebal Roger bergerak ke atas, lalu dia terkekeh. "Sepertinya kamu mau enaknya saja ya? Mana bisa main perintah seperti itu? Kamu pikir aku siapa? Kakak kamu?" Roger mengangkat tangan kanannya ke depan dan mengibas-ngibaskan kelima jarinya. "Sudah, lebih baik kamu pulang. Aku memiliki banyak pekerjaan. Waktuku sudah terpotong untuk meladenimu."
Roger beranjak dari duduknya, hendak kembali ke balik meja kerja. Tapi tiba-tiba Najma bersujud di depan kakinya yang membuat langkahnya otomatis berhenti. "Tuan aku mohon kemurahan hati anda. Jika anda mengabaikan ini, kami bagaimana?"
Roger memasukkan kedua tangannya ke kantung celana. Mau berjalan tidak bisa karena Najma menghalangi langkahnya. Pandangan dia buang ke dinding ruangan yang terbuat dari kaca. "Mau bagaimana kalian, itu bukan urusanku. Kenapa aku jadi seperti harus bertanggung jawab pada kalian? Harusnya kalian marah pada putra Haji Sulaiman yang menjual tanah itu."
"Saya tau, tuan. Saya tau anda tak harus bertanggung jawab untuk ini. Tapi hanya tuan yang bisa membantu kami. Kasihanlah kami, terkhusus Ibu Aliyah yang terbaring di rumah sakit."
Roger mendengkus kasar. Dia menyesal telah memberi waktu pada Najma untuk berbicara dengannya karena gadis ini sangat keras kepala. Sepertinya tak akan menyerah sampai dia mengabulkan keinginannya. "Sepertinya kamu sangat memaksa. Agar aku tidak rugi, bagaimana kalau kamu membayar tangan itu dengan tubuhmu?"
Bersambung.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
