Indomie dan Kenangan #CeritadanRasaIndomie

1
0
Deskripsi

Perjalanan pulang memang terasa mengasyikkan, dan terasa sangat singkat meskipun sebenarnya lama. Jam 8 malam saya baru sampai di hutan jati Balapulang, dikarenakan beberapa kali vespa mengalami kemacetan. Masih sekitar satu jam lagi sampai ke rumah.

"Mudah-mudahan jangan mogok di tempat ini," batin saya.

Jalanan begitu sepi, hanya ada beberapa mobil yang lewat, itupun dengan kecepatan tinggi. Hutan jati Balapulang memang terkenal akan keangkerannya sejak dulu, berbagai cerita horor tersebar dari satu mulut ke mulut. Jarang sekali yang berani lewat di jalan tersebut, orang banyak yang lebih memilih memutar ke jalan lain, meskipun jaraknya jauh.

Bukan setan sebenarnya yang saya takutkan, tetapi begal. Di hutan jati Balapulang memang sering terjadi pembegalan, sudah banyak memakan korban jiwa. Kekhawatiran saya benar-benar terjadi, vespa yang saya naiki kembali mogok. Jalanan begitu sunyi hanya suara jangkrik yang memecah kesunyian.

Sebenarnya saya pernah mengikuti pencak silat, tetapi itu sudah sangat lama sekali. Tentu bukan sebuah pilihan yang tepat seandainya ada begal, lalu melakukan perlawanan. Dari pinggir hutan nampak ada sorot senter mengarah ke saya, keringatpun bercucuran, saya terus berusaha untuk menstarter vespa. Siapa tahu tiba tiba menyala, namun hingga senter tersebut mendekat vespa tidak kunjung juga menyala.

"Mogok dek?" ternyata orang tersebut adalah polisi hutan, sempat tadi saya ingin berlari meninggalkan vespa. Tetapi setelah saya pikir-pikir kita harus mempertahankan harta yang kita miliki.

"Mari saya temani keluar dari hutan ini, ouh ya nama saya Luki.

"Saya Agus."

Sepanjang perjalanan kami mengobrol banyak hal, ternyata kami seumuran. Obrolan kami berkaitan dengan kenangan masa kecil, kami silih berganti mengobrol. Salah satu obrolan Luki berkaitan dengan Indomie. Ternyata ia pecinta Indomie, sama seperti halnya dengan saya. Bahkan kalau boleh saya bilang ia adalah pecinta Indomie nomor satu. Dirinya bercerita bahwa ia sampai mengoleksi bungkus Indomie dari tahun ke tahun. Sungguh kecintaan yang luar biasa. Bahkan Luki telah mencoba berbagai macam varian rasa dari Indomie. 

Saking asyiknya ngobrol tidak terasa kami sudah keluar dari hutan jati Balapulang. Sebagai ungkapan terima kasih, saya pun mentraktir Luki untuk makan Indomie. Pas saya coba menstarter vespa ternyata bisa dinyalakan. 

Lalu kami pun menuju sebuah warkop, Luki memesan Indomie rasa soto dengan telur matang, dan segelas es teh. Sementara saya memesan Indomie goreng dengan telur matang, dan segelas es jeruk. Kalau perut tidak keroncongan saja makan Indomie terasa nikmat, apalagi saat perut sedang lapar-laparnya. Wow begitu nikmat sekali.

Sambil menikmati Indomie, saya mengingat kembali kenangan-kenangan saya tentang Indomie. Dulu sewaktu saya berangkat mondok, pasti selalu dibawakan Indomie oleh ibu saya. Nantinya Indomie tersebut dimasak di sebuah warung, saya cukup membayar ongkos masak saja. Jika uang kebetulan sedang habis, maka saya meminta air panas di dapur pondok. Lalu memasaknya dengan air panas tersebut. Rasanya pun sama, yaitu sama sama nikmat.

Jika saat itu tidak ada Indomie yang saya miliki, maka saya ditemani adik angkat saya di pondok makan mie goreng di sebuah warung kopi dekat dampar (rel kereta api). Adik angkat saya di pondok seringkali mentraktir saya mie goreng di warung kopi tersebut, ingat yah saya tidak meminta akan tetapi dikasih gratis. Tetapi ada syaratnya juga, yaitu saya membela dia dari teman yang nakal, yah semacam bodyguard lah. Kadang juga dimakan tanpa dimasak, dan rasanya pun sama tetap enak.

Sembari melahap Indomie kami masing-masing, kami mengobrol perihal Indomie bisa diolah menjadi berbagai macam jenis olahan. Luki bercerita bahwa dirinya pernah mengolah Indomie menjadi martabak telur, lalu spaghetti, dicampur nasi goreng.

"Pokoknya Indomie diolah seperti apapun, rasanya tetap enak, begitulah Indomie. Indomie seleraku," ujar Luki.

"Indomie sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari masyarakat Indonesia, coba tanya anak kecil saja pasti mengenal yang namanya Indomie," imbuh Luki.

Apa yang dikatakan oleh Luki memang benar, saya masih ingat betul sewaktu saya duduk di bangku taman kanak-kanak. Ibu selalu membawakan bekal saya Indomie goreng. Alahasil teman teman saya yang lain pun jadi ikut-ikutan membawa bekal berupa Indomie goreng. Begitu juga ketika saya duduk di bangku sekolah dasar pasti bekal saya juga Indomie.

Setiap ke Tanjung Priok pasti saya selalu nongkrong di warung kopi tidak jauh dari kontrakan paman saya.

Warung kopi tersebut dijaga oleh dua orang, dilihat dari wajahnya sih nampak mirip, mungkin saja kakak beradik. Saya biasanya memesan indomie goreng dengan telur setengah matang, untuk minumannya kadang milo, kadang tea jus. Kalau misalnya saya nggak memesan indomie, biasanya saya memesan bubur kacang hijau. Di warung kopi tersebut jarang ada anak muda yang nongkrong, lebih banyak bapak-bapak.

Setelah sekian lama tidak berkunjung ke tempat tersebut sekitar 2 tahun akibat pandemi, kemarin saya kembali mengunjungi warung kopi tersebut. Kali ini ada yang berbeda kalau dulu dijaga oleh dua orang bapak-bapak. Kali ini dijaga oleh satu bapak-bapak, dan juga satu anak muda. Untuk cita rasanya pun masih sama, yaitu sama sama enak. Saya sering memesan Indomie goreng, dan es jeruk peras untuk harganya sendiri hemat di kantong.

"Mendengar cerita kamu tentang warung kopi di Tanjung Priok bikin saya ngiler, kapan-kapan ajak saya lah," ucap Luki.

"Siap"

Setelah selesai menikmati Indomie, kami berjabat tangan. Luki akan kembali ke kantornya, sementara saya akan melanjutkan perjalanan.


 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya KTP (Kemayoran, Tanjung Priok, Pasar Senen) Cerita Anak Pedagang Siomay yang Merantau ke Ibu Kota Bagian 11 (Bapak Dipecat)
1
0
Cerita mengenai bapak saya yang dipecat dari pekerjaannya.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan