
Rombongan orang yang keluar dari rumah majikannya itu tak luput dari perhatian para pelayan dan pengawal di kediaman Xavier. Apalagi sang majikan bahkan membawa seorang wanita yang bukan istrinya di pelukannya. Namun melihat mulut wanita itu yang dibekap oleh salah satu pria di sana, mereka hanya dapat menebak bahwa wanita tersebut adalah salah satu dari korban majikannya.
Namun para penonton berubah terkejut saat sang majikan bukannya melempar wanita tersebut ke Bekasi, namun malah mendudukkan wanita itu di kursi penumpang dengan amat sangat lembut.
Pemikiran para penonton berubah, Apakah akan adegan Nyonya Cilik menjambak rambut Xavier lagi?
"Lepaskan. Apakah kau akan terus membekapnya?!" sinis Xavier saat Baron tidak melepaskan tangannya dari mulut Ariel sama sekali.
Baron segera melepaskan tangannya dan memelototi Xavier dengan sebal. "Kau menyuruhku untuk membekap mulutnya!"
"Hanya sampai dia sudah bisa bernapas dengan benar! Apakah kau buta? Tidak bisa melihat Ariel sudah bisa bicara, sekarang?"
"Aku tidak tahu kapan harus melepasnya!"
"Apakah kau bodoh? Itu pengetahuan dasar! Sangat dasar!"
"Bajingan!! Sejak kapan itu menjadi pengetahuan dasar?!"
"Pengetahuan dasarmu saja yang kurang! Itu berarti kau bodoh!"
Baron membuka mulutnya lebar-lebar dan tertawa dengan penuh ketidakpercayaan atas ucapan Xavier. "Wah! Aku baru mendengarnya sekarang! Kau bilang apa tadi? Bodoh? BODOH?!" Baron berkata sinis sambil menggerak-gerakan tangannya, seolah sedang pemanasan. "Baiklah ayo kita bertarung! Bertarung sekararang! Kau pikir aku takut padamu?! HUH?! Ayo kita—augh!"
"Berisik sekali!" Kesal Disney yang tiba-tiba muncul dan mendorong Baron menjauh. Raut wajah Disney yang tadinya penuh dengan kerutan kesal, seketika berubah saat melihat wajah pucat kakaknya. Raut wajahnya kini sangat memelas dan dia meraih wajah sang kakak dengan lembut. "Kakak, apa kau baik-baik saja? Aku sangat khawatir saat melihatmu seperti itu ... hiks ..."
Baron segera menatap Xavier yang juga menatapnya. Tatapan mereka seolah mengetahui bahwa Disney sedang berakting lagi, jadi Xavier hanya berdeham dan mengalihkan pandangannya dari Disney dan Ariel.
Ariel hanya tersenyum tipis dan menepuk lembut tangan Disney. "Aku tidak—UHUK!"
"ARIEL!"
"Hey, kau tidak apa-apa?"
Ariel berjengit saat mendapatkan respons tidak terduga seperti itu. Dia hanya batuk karena tenggorokannya kering, namun kedua pria yang baru dilihatnya hari ini itu malah bereaksi seolah-oleh Ariel sedang sekarat.
Melihat Ariel yang menataop mereka dengan. Heran dan disusul dengan pelototan dari Disney, kedua pria itu segera menelan ludah. Xavier bereaksi dengan memelototi Baron juga dan berseru. "Kenapa kau berteriak?!" Serunya, menepuk bahu Baron.
Baron yang disalahkan dari kedua sisi hanya bisa tertawa canggung dan tidak tahu berkata apa. Belum selesai kecanggungan di antara mereka, sebuah selimut tiba-tiba muncul dari tangan seorang pria mungil yang tadi entah ke mana.
"Cuaca saat ini sangat buruk. Aku mencurinya dari Emilie, jadi pastikan untuk mengembalikannya padaku. Aku tidak menerima paket jadi kau harus mendatangiku langsung," kata Bastian sembari merapikan selimut di sekitar paha Ariel. Bastian mengangkat wajahnya saat dia selesai merapikan selimut, dan melanjutkan berkata, "Kau mengerti?"
Kedua pria di sana terdiam mendengar ucapan Bastian pada Ariel. Memang benar. Saat ini, yang lebih dewasa dari mereka malah Bastian di tubuh umur 12 tahunnya. Tanpa harus mengatakannya lantang-lantang pun, Xavier dan Baron sudah mengerti arti di balik ucapan Bastian. Harapan agar mereka kembali bertemu lagi. Dengan selimut orang lain yang disampirkan Bastian di tubuh Ariel.
Ariel sendiri, walaupun merasa canggung dengan perhatian anak kecil yang tidak dikenalnya itu, hanya dapat menatap anak itu dan tersenyum tipis. "Terima kasih. Kau baik sekal," ucapnya dengan lembut.
"E-ekhem." Xavier tiba-tiba berdeham. "Jika itu selimut Emilie, maka Ariel harus mengembalikannya padaku, Nak."
Bastian menatap Xavier dengan tajam. "Jika kau menyebutku seperti itu sekali lagi, aku akan membunuhmu saat kau tidur."
Ariel yang mendengarnya hanya dapat menatap Disney dengan syok.
Disney hanya nyengir dan menepuk-nepuk bahu Ariel. "Tidak apa-apa. Itu hanya candaan California."
"Ini dompetku." Baron memberikan dompetnya pada Ariel sambil nyengir lebar. "Kau boleh menggunakan black cardku sepuasnya. Tenang saja, cicilanmu padaku itu seumur hidup tanpa bunga. Tapi aku hanya menerima cash."
Ariel yang diberikan dompet dan isinya pun menjadi semakin bingung. "A-apa—?"
Disney segera bertindak. Dia meraih dompet milik Baron, memukul perut Baron hingga pria itu mundur dan mengaduh, memasukkan dompet milik pria itu ke mulut Baron dan menendang tumit kaki Baron hingga pria itu terjatuh kesaktitan.
Ariel semakin syok melihat tingkah laku adiknya. Sementara Xavier dan juga Bastian bergidik ngeri melihatnya.
Bastian mendesah. "Guys, bukankah seharusnya kita cepat-cepat pergi? Badjingan di dalam mungkin akan bertindak jika kita terlalu lama di sini."
Ariel berkedip saat mendengar ucapan Bastian. Siapa pun di sana sudah tahu badjingan mana yang Bastian maksud. Ariel hanya menelan ludahnya dan terdiam, sementara Disney dan Baron sudah berhenti bertengkar. Teringat sesuatu, Ariel segera menatap Bastian. "Ah, apa kau baik-baik saja?" Tanya Ariel pada Bastian. Bastian segera menatapnya, dan Ariel melanjutkan maksud dari pertanyaannya. "Kau tadi dibanting sangat keras. Maafkan aku."
Bastian mengernyit kesal mendengarnya.
"Kenapa kau yang meminta maaf?!" Bukan hanya Bastian, tapi ketiga orang lainnya serempak memarahi Ariel dengan pertanyaan yang sama, dan membuat Ariel terkejut mendengarnya.
"Tidak usah meminta maaf jika itu kesalahanmu," kesal Bastian. "Dan jangan berani-beraninya menanggung kesalahan badjingan itu. Dia yang berbuat salah. Bukan kau."
"Dan kenapa hanya Bastian yang ditanya? Aku juga terluka!" Kata Baron sambil menunjuk wajahnya yang dipukuli.
Ariel menatap Baron. "A-ah, maaf."
Xavier, Bastian dan Disney segera menatap Baron. "KENAPA KAU MEMBUATNYA MEMINTA MAAF?!"
"AKU TIDAK BERPIKIR REAKSINYA AKAN SECANGGUNG ITU!" Teriak Baron, membela diri. Ekspektasi Baron adalah agar Ariel menjitaknya dan berkata sambil bercanda, seperti, Apa kau anak kecil? Namun yah Baron lupa jika hal itu terjadi di kehidupan sebelumnya dan bukan Ariel yang penuh dengan kepasrahan ini.
"Baiklah, kita berhenti di sini," kata Disney, berdiri di hadapan ketiga pria di sana dan membuat mereka menghalangi pandangan Ariel. "Jauhkan badjingan itu dari Ariel," katanya.
Baron mendelik. "Tanpa kau suruh pun kita di sini untuk membumi hanguskan pria itu dari Ariel, tahu!"
Disney bersedekap. Dia menarik pintu mobil dan segera menutup pintu yang berisi Ariel di dalamnya. Disney menatap mereka dengan curiga. "Jangan lupa meminta izinku jika ingin bertemu Ariel. Jangan menemuinya langsung. Kita tidak tahu mungkin saja badjingan itu mengancam salah satu dari kalian dan kalian berkhianat."
Xavier mendelik, sementara Baron mengangkat kepalan tangannya, seolah ingin memukul Disney.
"Jaga dia baik-baik," salam Bastian.
Disney nyengir lebar. "Baik, kakak ini pasti akan menjaga kakakku sendiri dengan baik," candanya sambil menepuk kepala Bastian dengan gemas.
Bastian mengepalkan tangannya di kedua sisi tubuhnya. Jika dia tidak membutuhkan koneksi dar Disney, dia mungkin sudah menghajar wanita itu segera.
Disney yang dapat melihat betapa marahnya Bastian pun hanya tertawa kencang dan memutari belakang mobil untuk duduk di samping Ariel.
Belum lama Disney pergi, kaca mobil tempat Ariel duduk pun diturunkan, membuat ketiga pria di sana akhirnya dapat melihat Ariel kembali. "Aku belum mengucapkan terima kasih pada kalian," kata Ariel menatap Bastian, Baron dan Xavier. "Dan maaf sudah menendangmu tadi."
Xavier mendengus geli mendengarnya. "Tidak, kau seperti kucing liar daripada bunga yang layu, kemarin."
Ariel tidak mengerti maksud ucapan Xavier namun tetap tersenyum tipis. "Dan semoga pertemanan kalian dengan Disney berlangsung lama. Disney sangat beruntung memiliki teman seperti kalian."
Ekspresi ketiga pria itu berubah menjadi mengernyit tidak suka. Dan Baron bahkan tidak sungkan untuk berkata, "Ew ..." jijiknya. Dia segera mendekati Ariel dan berkata, "Ariel, kita—"
"Pak! Kita berangkat sekarang!"
Baron menatap sumber suara, yaitu Disney, lalu menatap supir yang sudah menjalankan mesin, dan kembali menatap Ariel dengan gelagapan. "Tidak, tunggu!" Serunya, namun mobil tetap melaju pelan. "Disney! Kau!! Hey!!" Pada akhirnya Baron tidak sempat mengatakan apa pun ketika mobil yang ditumpangi Ariel melaju dengan sangat cepat. Suara tertawaan di belakangnya bahkan lebih mengesalkan.
"Benar-benar memalukan," kata Xavier yang bersedekap sambil tertawa mengejek Baron. Bastian hanya geleng-geleng kepala dan berbalik, berniat memasuki rumah.
Xavier juga ikut berbalik, masih tertawa dan mengejek Baron dalam tawanya
"Badjingan apa kau tidak akan berhenti tertawa, huh?!" Seru Baron tidak terima, segera mengejar Xavier dan menaiki punggungnya dengan benturan yang kuat, membuat Xavier mengaduh.
"TUAN!! TUAN!!"
Teriakan melengking yang disusul oleh suara deru mobil yang melaju kencang pun membuat Xavier yang masih menggendong Baron pun menoleh pada anak buahnya. Xavier dapat melihat anak buahnya yang sudah bersimbah darah, tertatih-tatih sambil menunjuk ke arah gerbang utama yang masih terbuka lebar selepas kepergian mobil yang ditumpangi Ariel.
Melihat situasi anak buahnya yang dibanjiri darah, Xavier dan Baron pun menatap satu sama lain dengan pemikiran yang sama.
"PRIA ITU! PRIA ITU KABUR!"
Sialan.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
