Poor Keyla (bab 1-7)

6
0
Deskripsi

Isi sesuai judul

Bab 01 - Orang-Orang Jahat

"Ups, nggak sengaja!" pekik seorang gadis dengan nada bicara yang dibuat-buat setelah dengan sengaja menumpahkan segelas jus alpukat tepat ke kepala gadis lain yang tengah duduk membelakanginya.

Sembilan puluh persen orang yang melihat aksi itu tertawa, seakan apa yang baru saja mereka saksikan adalah pertunjukan paling menyenangkan di dunia. Tentu tidak bagi gadis malang yang menjadi bahan aksi tersebut, gadis itu hanya terdiam dengan tatapan kosong karena terlalu terkejut saat secara tiba-tiba benda dingin nan lengket jatuh menuju kepala, wajah, bahkan baju putihnya, terlebih suara tawa mengejek silih berganti merongrong indra pendengaran.

Lagi dan lagi, dirinya berhasil dipermalukan oleh gadis itu di hadapan banyak orang.

Bohong rasanya jika saat ini ia mengaku tidak marah. Bohong rasanya jika saat ini ia mengaku tidak ingin membalas perbuatan gadis itu. Dirinya sangat ingin membalas, tetapi sadar diri hal itu hanya akan membuatnya tambah menderita dan tidak akan ada satu orang pun yang membelanya. Justru mungkin orang-orang akan semakin membully.

Keyla hanya bisa mengepalkan kedua tangan dengan erat saat ini untuk meredam emosi. Namun tampaknya, hal kecil yang Keyla lakukan supaya dirinya tidak meledak itu dipandang salah oleh orang yang melihat.

Viola. Gadis pertama yang membuat ulah itu membekap mulut sendiri, seakan terkejut melihat respons Keyla. "Guys, gimana dong, Keylanya marah nih!!"

"Jaga diri guys, sebentar lagi ada yang mau ngamuk!!" sahut gadis lain berstatus sahabat Viola.

Ucapan kedua gadis tersebut sontak mengundang tawa dan sahutan-sahutan lain berisi tentang peringatan mengenai Keyla yang mereka sangka sebentar lagi akan marah.

Sementara gadis yang tengah dirundung itu, menarik napas panjang kemudian mengembuskannya secara perlahan. Ia menyeka cairan berwarna hijau yang hampir menghalangi pandangannya dengan punggung tangan, kemudian bangkit hendak meninggalkan makanan yang bahkan baru ia makan satu suap, meninggalkan tempat yang dipenuhi oleh orang-orang yang merasa puas melihat dirinya dikerjai.

Orang-orang itu bergidik jijik serta kontan mundur beberapa langkah saat Keyla berjalan melewati mereka. Keyla yang semakin merasa malu, mempercepat langkahnya. Tujuannya saat ini yaitu loker tempatnya menyimpan baju cadangan serta toilet untuk membersihkan tubuh kotornya.

Hal seperti ini sering ia terima, setidaknya satu minggu sekali Viola akan membuatnya malu semalu-malunya di hadapan para murid sekolahnya.

Pekikan jijik dari dua orang gadis menyambut kedatangan Keyla di toilet. Sepertinya hari ini adalah hari sialnya, hari sial yang Viola ciptakan untuknya. Bagaimana tidak jika gadis itu kini menempatkan dua sahabatnya di toilet yang Keyla datangi, seakan Viola tahu bahwa toilet yang inilah yang akan ia kunjungi hari ini dan perundukan jilid selanjutnya pun pasti akan dimulai.

Aylsa dan Megan menyeringai menatap Keyla.

"Lo tahu apa yang lebih menjijikan daripada sampah?" tanya Alysa.

Keyla tidak menjawab walau ia tahu bahwa pertanyaan itu ditujukan untuknya. Keyla hanya menatap kedua orang gadis itu dengan tatapan kosong, dengan wajah tanpa ekspresinya. Keyla tahu, tanpa menjawab pertanyaan itu pun mereka akan menjawab pertanyaannya sendiri, ia tidak perlu repot-repot membuka mulut.

"Lo, Keyla!" jawab Megan. "Hal yang lebih menjijikan daripada sampah itu adalah lo!"

Selanjutnya, benda-benda yang sudah mengeluarkan aroma tidak sedap menghujani tubuh gadis itu.

Keyla terpaku. Sementara kedua gadis itu tertawa puas merayakan keberhasilan mereka dalam menyiram Keyla dengan satu tong besar sampah.

"Yuk ah kita pergi, di sini bau, ada manusia sampah!" ucap salah satu dari kedua gadis tersebut, kemudian mendorong tubuh Keyla yang menghalangi jalan mereka hingga terjatuh.

Kini hanya ada Keyla, dan hanya Keyla karena Viola sudah memerintahkan kepada siapa pun untuk tidak memasuki tempat itu, ia tahu, seperti setelah perundungan sebelum-sebelumnya.

Gadis itu menghela napas berat, kemudian mencoba membangkitkan tubuh lemasnya dengan berpegangan pada benda apa pun yang dapat menahan bobot tubuhnya.

Jam istirahat beberapa saat lagi akan berakhir, Keyla dengan cepat membersihkan tubuhnya dan berganti pakaian. Walau rambutnya basah dan masih ada sedikit aroma kurang menyenangkan yang menempel di tubuhnya, tetapi kini keadaannya sudah jauh lebih baik.

Gadis itu kembali menghela napas, mengumpulkan kembali kepercayaan dirinya yang sudah terkikis habis, dan menetapkan hati untuk keluar dari toilet untuk kembali ke kelas.

Keyla berjalan di bawah orang-orang yang menatapnya sinis juga beberapa tatapan kasihan, sehingga ia melangkah seraya menundukan kepalanya. Sungguh, menjadi pusat perhatian bukan keinginanya. Apalagi menjadi pusat perhatian bukan karena ia populer seperti Viola, tetapi karena ia adalah target gadis itu.

Sudah ada Viola dan sahabat-sahabatnya di kelas saat Keyla masuk. Entah apa yang sedang gadis itu bicarakan atau rencanakan di kelasnya. Keyla tidak peduli walau keempat gadis itu langsung menatapnya tajam begitu ia datang, ia memutuskan untuk langsung duduk di bangkunya dan mengeluarkan buku yang akan dipelajari setelah ini.

"So guys, kalian yang gue undang wajib banget datang ke acara pesta ulang tahun gue!" pekik Viola dengan binar kebahagiaan yang terpancar dari matanya.

Seseorang mengangkat tangannya. Viola menatap orang itu.

"Keyla diundang juga nggak?" tanyanya. "Kalau Keyla nggak diundang, gue males ah datang!"

Mendengar namanya secara tiba-tiba disinggung, Keyla semakin menundukan kepalanya. Ia tahu, teman sekelasnya bertanya seperti itu bukan karena ingin membela atau bukan karena menginginkannya untuk datang ke pesta Viola, tetapi lagi-lagi tentu saja ingin mengejeknya.

"Gue juga nggak mau!"

"Gue juga!"

"Gue juga!"

Mendengar itu, Viola sontak tertawa. Gadis itu kemudian menatap Keyla. "Gimana Key, lo mau datang nggak?"

"Eh, nggak usahlah ya, masa orang cupu kayak lo datang ke pesta gue, yang ada nanti kita semua ketularan cupu, lagi!"

Keyla tidak tahu di mana letak kelucuan dari kalimat yang diucapkan Viola, tetapi tawa itu kembali terdengar berbondong-bondong memasuki indra pendengarannya. Tidak ada satu pun manusia di ruangan itu yang tidak tertawa, menertawakan Keyla.

Rasanya Keyla ingin menghilang saja saat ini. Ia sudah tidak kuat lagi menerima perlakuan jahat dari orang-orang di sekitarnya.

Terkadang ia berpikir, mengapa mereka begitu membencinya, padahal ia tidak melakukan apa pun. Namun tentu, ia sangat tahu kebencian mereka yang begitu besar itu hasil dari perbuatan seseorang.

Seseorang yang dari dulu hingga sekarang selalu mengubah hal sekecil apa pun menjadi neraka untuknya, Viola.

 

Bab 02 - Bertemu Calon Suami Bibi

Keyla memberikan uang lebih kepada driver ojek online yang ditumpanginya sebagai ucapan rasa terima kasih karena driver ojek online itu tidak membatalkan pesanan setelah melihat kondisinya yang mengenaskan.

Padahal ia sudah memesan ojek online dua kali, tetapi keduanya langsung membatalkan saat melihat tubuh Keyla kotor oleh tepung, telur busuk, dan entah cairan apa itu, berwarna hitam mengeluarkan aroma yang akan membuat siapa saja yang menciumnya terserang mual.

Lagi, semua itu ulah Viola.

Gadis itu mengucapkan terima kasih sekali lagi seraya membungkukan badannya, kemudian masuk ke area rumah setelah penjaga membukakan gerbang untuknya.

“Sebentar lagi kita akan menikah, Yasmin. Aku tidak bermaksud mengekangmu, tidak bermaksud melarangmu untuk untuk berteman dengan siapa saja, tetapi aku hanya memintamu untuk jangan terlalu dekat dengan Justin. Dia menyukaimu dan aku cemburu!”

Keyla melambatkan langkah ketika indra pendengarannya tiba-tiba saja menangkap suara seorang pria yang ia kenal. Dylan, calon suami bibinya Yasmin, dirinya juga kerap memanggil pria itu dengan sebutan paman. Keyla yakin bahwa mereka tengah mengobrol di tempat satu-satunya akses yang bisa ia lewati untuk ke kamar, yaitu di depan pintu kamar bibinya yang juga di depan pintu kamarnya karena kamar mereka bersebrangan.

“Omong kosong, selama ini kamu memang selalu ingin mengatur hidupku!”

Gadis itu benar-benar mengentikan kakinya dan menepi, menyandarkan sedikit punggungnya di tembok penghalang kemudian memejamkan mata. Keyla bingung, apakah dirinya harus menyingkir dari sekitar mereka atau tidak.

Namun jika menyingkir, ia harus ke mana? Di rumah itu, setiap seseorang yang berpapasan dengannya bahkan akan menutup hidung karena tidak sengaja menghirup aromanya.

Keyla ingin cepat-cepat ke kamar, ingin membersihkan tubuhnya, tetapi ia tidak enak jika harus melewati mereka begitu saja. Dari obrolan yang terdengar, sepertinya mereka tengah membicarakan persoalan serius.

“Aku hanya ingin melakukan yang terbaik untukmu, apa aku salah?”

“Salah! Aku tak suka, aku tak menyukainya, aku terganggu dan aku merasa sangat terkekang!” Pekikan bibinya kembali menggema. “Dengar, aku dan Justin sudah berteman dari kami masih kanak-kanak, jauh sebelum aku mengenalmu, kami bersahabat. Tidak mungkin Justin menyukaiku, aku pun tak mungkin menyukainya, jika sikapmu seperti ini terus, aku akan memikirkan ulang tentang hubungan kita dan rencana yang telah telanjur kita buat!!"

“Maksudmu, kamu berniat membatalkan rencana pernikahan kita?!”

“Ya karena aku sudah lelah dengan sikap kekanakanmu!!”

"Kamu tidak akan pernah bisa membatalkannya, kita akan tetap menikah!"

"Terserah kamu saja, aku benar-benar lelah, sebaiknya kamu pulang, Dylan!"

"Tidak—"

"Kalau begitu aku yang akan pergi dari sini!"

"Baiklah aku akan pulang, tapi ingat satu hal, kamu harus menjaga jarak dengan Justin!"

Keyla membuka matanya paksa, menjauh selangkah dari benda yang disandarnya saat mendengar langkah terburu-buru dari seseorang. Gadis itu sedikit kesulitan bernapas dan kakinya terasa berat untuk digerakan karena terlalu gugup, ia takut ketahuan sudah menguping pembicaraan kedua orang dewasa itu.

Terlambat menghindar, Keyla mendengar suara tajam itu. Suara tajam yang tidak lain dan tidak bukan ditujukan untuknya.

"Apa yang sedang kamu lakukan di sana?" ucap Dylan menatap gadis kotor di hadapannya dengan mata yang berkilat-kilat tajam. "Menguping?!"

Keyla yang tadinya menunduk, kini memberanikan diri menatap pria itu, tetapi tidak kurang satu detik ia langsung menundukan kembali kepalanya. Nyali Keyla langsung menciut hanya dengan tatapan Dylan saja.

"Maaf," cicit gadis itu.

Dylan hanya mendengus mendengarnya, kemudian kembali melangkah walau cukup kesal. Hari ini cukup Yasmin saja yang membuatnya harus mengeluarkan banyak emosi, tidak untuk gadis penguping itu.

 

Bab 3 - Mama yang Tidak Peduli

Keyla memeluk kedua kakinya yang ditekuk, kepalanya dibiarkan terkulai di atas lutut, sementara matanya asyik menatap orang-orang yang tengah berlalu-lalang menyiapkan acara pesta ulang tahun sepupu dan bibinya. Keduanya terlahir di bulan dan tanggal yang hampir bersamaan.

Sepupunya lahir di tanggal yang lebih dulu, sementara bibinya terlahir di tanggal yang kemudian. Pada akhirnya, setiap tahun keluarganya akan merayakan acara ulang tahun untuk dua orang pada tanggal sepupunya lahir.

Seperti biasa, pesta diadakan secara megah dan mewah di kediamannya. Keyla terkadang iri kepada sepupu dan bibinya karena ada banyak orang yang merayakan dan memperingati hari kelahiran mereka. Berbeda dengan dirinya, jangankan dirayakan, orang-orang ingat ataupun mengetahui hari kelahirannya pun dirinya sangsi.

"Keyla buka!" teriakan seseorang dari luar kamarnya terdengar, disertai gedoran kuat.

Gadis itu tersentak dari lamunannya, kemudian buru-buru bangkit dan berlari menuju pintu saat orang yang memanggil dan menggedor pintu kamarnya terdengar semakin tak sabar.

Keyla disuguhi ekspresi tidak menyenangkan dari sepupunya setelah berhasil membuka pintu. Sepupu yang seumuran dengannya itu mendorongnya masuk kembali ke kamar, kemudian menutup pintu hingga terdengar bunyi debam.

"Ada apa, Viola?" tanya Keyla seraya menatap gadis itu dengan mata sayu, menandakan bahwa ia sudah lelah menghadapi sepupunya itu.

Viola, sepupunya, gadis yang sama dengan gadis yang sengaja menumpahkan jus alpukat ke kepalanya, gadis yang sama yang tertawa bahagia melemparinya telur busuk dan air comberan ke tubuhnya, gadis yang sama dengan gadis yang menjadikan 12 tahun sekolahnya bagai neraka.

Viola melipat kedua tangan di atas dada, kemudian memiringkan kepala menatap Keyla dengan senyum sinis andalannya ketika menatap gadis itu.

Viola tidak suka ekspresi yang ditampilkan Keyla saat ini, baginya sangat menjijikan. Setelah puas mengamati dan menghina Keyla melalui tatapan matanya, gadis itu kembali menegakan tubuh, melangkah lebih dekat ke arah sepupunya.

"Nanti malam pesta ulang tahun gue, masih inget kan perintah gue yang selalu gue ucapin setiap tahun?!"

Ragu-ragu Keyla menatap Viola, kemudian mengangguk. "Iya Vio, Keyla ingat."

"Ingat-ingat!" ulang Viola dengan nada mengejek, menatap Keyla seakan ia ingin menerkamnya membuat tubuh Keyla mengkerut takut. "Inget nggak apa yang lo lakuin tahun lalu, lo keluar dari kamar hampir bikin semua orang tahu kalau kita itu sodaraan!!"

Keyla tentu tidak akan pernah melupakan kejadian itu. Lagipula hal itu tidak sengaja ia lakukan, bukan ingin sengaja membuat semua orang tahu bahwa mereka bersaudara bahkan tinggal di rumah yang sama.

Setelah kejadian itu, Viola mengurungnya di gudang selama seharian. Maka sebisa mungkin, malam nanti ia tidak akan keluar dari tempatnya sama sekali, ia akan menyiapkan diri dengan membawa segala keperluan yang dibutuhkannya, seperti minuman atau makanan.

"Pokoknya lo jangan berani-berani keluar dari sini nanti malem, kalau nggak ...." Viola menjeda ucapannya, tangannya mencengkram pergelangan tangan Keyla dengan erat. "Abis lo sama gue!"

Keyla memegang pergelangan tangannya sendiri bekas cengkraman yang baru saja Viola lepaskan. Gadis itu meringis kesakitan, sementara yang melakukan tersenyum puas.

Viola kemudian meninggalkan kamar Keyla setelah sebelumnya menabrak bahu sepupunya itu terlebih dahulu, menutup kamarnya dengan membanting.

Keyla mengusap kedua matanya dengan punggung tangan, tiba-tiba saja ia merasa sangat sedih dan indra penglihatannya mengeluarkan air. Dirinya benar-benar merasa sangat sedih.

***

Keyla menyunggingkan kedua sudut bibirnya secara lebar sehingga membuat matanya sedikit menyipit kala menatap seseorang di hadapannya, gadis itu melangkah lebih dekat. Sementara yang didekati hanya menatapnya dengan sebelah alis terangkat.

"Mama?!" pekik gadis itu, sudah lebih dari tiga hari dirinya tidak melihat wanita yang sudah melahirkannya itu di rumah sehingga saat melihatnya lagi ia begitu bahagia. "Mama udah pulang, dari mana aja?"

"Memangnya ada apa?" tanya wanita bernama Tania itu alih-alih menjawab pertanyaan yang diajukan putrinya.

Keyla menggeleng dengan senyum yang masih menghiasi wajah walau respons yang diberikan Tania cukup menggores hatinya.

"Keyla kangen Mama."

"Nggak usah lebay, Mama cuma pergi beberapa hari aja kemarin!" Wanita itu mengamati apa yang tengah Keyla bawa, yaitu beberapa botol air dan beberapa bungkus makanan, kini mereka tengah berada di dapur rumah besar itu. "Apa yang akan kamu lakukan?"

"Enggak ada, kok, Ma. Keyla cuma haus sama lapar aja, makanya bawa ini," jawab gadis itu seraya menunjukan beda yang baru saja mamanya perhatikan.

Wanita itu hanya mengangguk setelah mendapat jawaban, kemudian membuka lemari pendingin dan mengambil air di dalamnya, meneguknya beberapa kali untuk menghilangkan rasa dahaga. Keyla masih mengamati Tania, tetapi wajah wanita itu tampak menampilkan raut tak suka saat menyadari apa yang tengah putrinya lakukan.

"Ada apa lagi?" tanya wanita itu ketus membuat Keyla sedikit tersentak kemudian menggeleng. "Ya udah sana pergi!"

"Iya Ma, kalau begitu Keyla ke kamar dulu."

Tahu mamanya tidak akan merespon lagi, Keyla melangkah meninggalkan tempat itu, melewati ruangan-ruangan rumah yang sudah didesain sedemikian rupa untuk acara ulang tahun sepupu dan bibinya. Tinggal beberapa jam lagi acara itu akan dimulai dan sudah mulai banyak orang yang berlalu-lalang di rumah mematangkan persiapan acara itu. Entahlah, Keyla tak paham, yang ada dirinya pusing dan mual melihat begitu banyak orang.

Dirinya harus segera sudah mengunci diri di kamar, sebelum Viola kembali marah-marah kepadanya.

 

Bab 4 - Pesta Ulang Tahun

Gadis itu telentang di atas ranjang, tubuhnya tertutup oleh selimut sebatas bahu, sementara matanya masih terbuka lebar dengan jarak penglihatan yang minim. Keyla sengaja mematikan lampu kamar, mengandalkan cahaya dari hiasan yang akan bersinar ketika gelap-gulita, agar dirinya bisa segera tidur.

Namun nyatanya, suara bising dari lantai bawah merambat masuk menuju kamar membuat dirinya enggan terlelap sama sekali bahkan menutup mata, apalagi semakin malam musik kian menggema.

Keyla mengintip jam digital yang terdapat di meja sebelah ranjang. Gadis itu kemudian mengembuskan napas panjang seraya mengubur seluruh tubuh saat benda itu masih menunjukan pukul sebelas, dirinya yakin bahwa pesta di bawah tidak akan berakhir dengan cepat, setidaknya beberapa jam lagi ia harus menunggu jika ingin tertidur nyenyak.

Beberapa saat kemudian, Keyla kembali menyingkirkan selimut yang membungkus seluruh tubuhnya saat dirasa pasokan udara dalam paru-parunya menipis. Gadis itu memutuskan untuk mengubah posisi tubuhnya menjadi terduduk, mengurungkan niatnya untuk tidur lebih awal.

Turun dari ranjang, Keyla mulai melangkahkan kaki menuju pintu balkon, kemudian membuka kain penghalang. Dirinya tidak berniat untuk membuka benda itu, ia hanya ingin mengintip saja apa yang tengah mereka lakukan. Namun tentu saja, tidak ada satu pun manusia yang terlihat, yang ada hanya lamp berkerlap-kerlip berwarna-warni saja yang ia lihat.

Selama delapan belas tahun dirinya hidup, belum pernah sekali pun ia merayakan hari kelahirannya. Keyla membayangkan bahwa dirinyalah yang kini tengah merayakan hari ulang tahun itu, rasanya pasti sangat menyenangkan, berkumpul bersama keluarga dan teman-teman, rasanya pasti hangat.

Gadis itu menghela napas berat, mengusir bayang-bayang itu karena dirinya sadar, apa yang ia bayangkan sangat jauh dari kenyataan hidupnya. Keyla sadar ia tidak memiliki satu pun teman, keluarganya bahkan bersikap tak acuh.

Sangat menyakitkan dan lebih menyakitkan lagi saat membayangkan mungkin saja mama dan papanya ikut berpesta di bawah, berbahagia, dan apa pun hal-hal yang menyenangkan lainnya. Sementara dirinya di sini, Keyla hanya mampu memejamkan mata, bersandar pada pintu kaca itu seraya meresapi perasaan sesak di dalam hatinya.

Di satu sisi, hiruk-pikuk manusia menikmati pesta di rumah besar itu. canda, riang dan tawa berjalan seiring dengan musik yang mengalun.

Yasmin dan Viola, si pemilik pesta, tengah sibuk menyapa tamu masing-masing yang hadir, dan walaupun perayaan ulang tahun mereka dilakukan secara bersamaan, tidak membuat keduanya salah menyapa.

Para tamu sudah menggunakan dress code yang ditentukan, yaitu pakaian hitam dan putih untuk tamu Yasmin, sementara merah muda dan biru untuk tamu Viola.

Viola, gadis yang kini menggunakan gaun berwarna ungu itu tersenyum lebar saat melihat ketiga sahabatnya menghampiri dengan membawa kado di tangan masing-masing.

"Selamat ulang tahun, Sayang!!" ucap ketiga gadis itu serempak, membawa Viola ke tengah mereka dan memeluknya penuh kasih.

"Selamat ulang tahun, Viola. Semoga lo makin pinter ....

Makin cantik ....

Makin hitz!"

Ucapan itu dimulai dari Megan, disahuti oleh Alysa, kemudian Alice.

"Makin plus-plus pokoknya!" Lagi, ketiga gadis itu kompak berbicara membuat mata Viola sedikit berkaca.

Mereka memang sahabat terbaik Viola sedari kecil hingga saat ini, jadi wajah saja jika mereka terlihat seperti satu kesatuan, sejiwa.

"Oh, ya, ini hadiah buat lo!" ucap Alice seraya memberikan barang bawaannya, disusul dua orang lainnya yang kemudian diterima Viola.

"Ya ampun, makasih banget!" ucap gadis itu. "Gue kan udah bilang, hadirnya kalian itu udah jadi hadiah banget buat gue!"

Di sisi lain. Yasmin, wanita itu tampak lesu dan tidak bersemangat. Namun harus memaksakan senyum dan menyapa para tamu walau sebenarnya enggan.

Pertengkarannya dengan Dylan sangat mempengaruhi suasana hatinya hingga saat ini. Suasana hatinya masih sangat buruk dan lebih buruk saat pria itu tidak kunjung datang.

Yasmin bertanya-tanya. Ke mana perginya pria itu, mengapa tidak memberinya kabar seharian ini, apakah mungkin pria itu hendak memberinya kejutan?

Namun Yasmin ragu, Dylan memang memiliki sifat posesif, tetapi jelas bukan tipe pria yang akan secara tiba-tiba memberikannya hal romantis. Dylan adalah tipe pria dingin dan cuek, hanya saja saat dirinya sudah merasa terusik, maka pria itu akan bereaksi.

Seperti saat Yasmin dekat kembali dengan sahabat masa kecilnya, pria itu dengan berlebihan menyuruhnya untuk menjaga jarak. Padahal mereka hanya berteman.

"Apa yang sedang kamu pikirkan, Princess?" bisik seseorang tepat di telinganya membuat Yasmin tersentak.

Wanita itu langsung berputar, menghadap orang yang nyaris membuat jantungnya berhenti berdetak. Justin, Yasmin langsung memukul bahunya.

"Kamu bikin aku kaget!" pekiknya sementara pria bertubuh tinggi itu terkekeh.

"Princ—"

"Stop Justin, jangan panggil aku dengan sebutan itu lagi!" potong Yasmin kesal, sekaligus geli karena Justin masih saja memanggilnya dengan panggilan kecil mereka. "That's so disgusting"

"No, itu lucu. Cocok disematkan di antara namamu, Yasmin. Princess Yasmin!"

"Nggak Justin, itu menjijikan!" seru wanita itu diikuti kekehan, entah mengapa perkataan Justin menjadi sangat lucu untuknya. "Aku sudah tua sekarang, serius, tidak cocok lagi dipanggil seperti itu!"

"Baiklah, karena kamu tertawa, aku nggak akan memanggilmu seperti itu lagi." Justin tersenyum lebar, merasa lega karena kini Yasmin menunjukan ekspresi menyenangkannya, tidak hanya terbengong seperti saat pertama kali dirinya datang. "Kamu lebih cantik jika tertawa seperti itu."

"Aku memang terlahir cantik, Justin!" kilah wanita itu. "Ngomong-ngomong, terima kasih sudah menyempatkan diri untuk datang ke acara ulang tahunku."

"Tentu, aku tidak akan pernah lagi melewatkan hari perayaan hari kelahiranmu," ucap Justin. "Oh, ya, aku punya sesuatu untukmu, kamu harus memakainya sekarang, aku yakin kamu pasti akan semakin cantik!"

Pria itu mengeluarkan benda persegi dari saku jasnya, kemudian mengeluarkan isinya yang ternyata sebuah kalung. Mata Yasmin langsung berbinar ketika melihat benda itu memiliki liontin berbentuk kupu-kupu kecil, hewan favoritnya.

"Aku pakaikan sekarang, ya?"

Yasmin mengangguk antusias, kemudian kembalikan kembali tubuhnya hingga membelakangi pria itu. Justin kemudian memasangkan hadiahnya ke leher jenjang wanita itu.

Benar saja, Yasmin semakin cantik dan semakin bersinar di antara wanita-wanita lain yang ada di sana.

Namun setelah itu, siapa sangka. Seseorang yang sedari tadi menahan emosi melihat interaksi mereka, kini tidak bisa mengendalikan dirinya lebih jauh lagi.

Dylan keluar dari tempat persembunyiannya, kemudian melangkah menghampiri mereka dengan langkah tegas dan kedua tangan mengepal.

Pria itu menarik Yasmin ke belakang tubuhnya, kemudian melayangkan satu pukulan ke wajah Justin, membuat orang-orang di sekitar mereka memekik terkejut atas semua yang telah terjadi.

 

Bab 5 - Pertengkaran

Yasmin menutup mulut, terkejut saat menyaksikan dengan mata dan kepalanya sendiri bagaimana Dylan memberikan Justin —sahabat masa kecilnya yang baru-baru ini kembali— dua pukulan telak di wajahnya hingga tersungkur.

Wanita itu menjerit saat calon suaminya ingin kembali memberikan tinjuan, membuat orang-orang semakin tertarik untuk menyaksikan apa yang terjadi. Namun, dirinya segera menarik tubuh pria itu menggunakan seluruh tenaga yang ia miliki hingga pria itu mengurungkan niatnya.

Beberapa saat kemudian, kedua orang tua serta seluruh keluarga pemilik pesta itu menghampiri kerumunan yang sudah tercipta, membuat manusia-manusia yang membentuk lingkaran itu secara perlahan membubarkan diri, kembali menikmati suasana. Sementara Justin kembali bangkit dan menegakan tubuhnya.

"Ada apa ini?" tanya seorang pria yang paling tua di sana. "Apa yang sudah terjadi?"

"Hanya insiden kecil saja Ayah," jawab Yasmin, bibirnya bergetar, masih terlalu terkejut karena kejadian beberapa saat yang lalu. "Tidak ada apa-apa."

Pria bernama Bagaskara itu mengangguk sekilas walau dirinya tahu bahwa putrinya kini tengah berbohong, dirinya percaya bahwa putri bungsunya itu bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.

"Ya sudah, jangan sampai kejadian tadi terulang lagi!"

Bagaskara kemudian menatap calon menantunya, secara bergantian menatap pria yang ia ketahui adalah teman putrinya. Setelah itu meninggalkan putrinya dan kedua pria itu, beserta istri dan anak-anaknya yang lain.

Yasmin kini fokus menatap Dylan yang masih diselimuti amarah, terlihat dari kedua tangannya yang masih mengepal erat dan napasnya yang terdengar memburu.

"Ikut aku!" ujarnya seraya menarik lengan pria itu sekuat tenaga dan melangkah dengan tujuan ke tempat yang sepi.

Namun di tengah perjalanan, Dylan berbalik mencengkram lengan Yasmin, menyeretnya supaya lekas sampai di tempat tujuan mereka. Lagi, di lantai dua di depan kamar wanita itu yang memang tidak dijadikan area pesta. Walau kewalahan, tidak sedikit pun Yasmin memprotes atas apa yang pria itu lakukan kepadanya.

Dylan menghempaskan lengan Yasmin setelah mereka berada di tempat sepi tersebut. Wanita itu langsung memegangi lengannya dan meringis kesakitan, tetapi Dylan tidak begitu peduli, yang terpenting sekarang adalah, dirinya perlu mengetahui alasan mengapa calon istrinya tidak menghiraukan sama sekali ucapannya tempo hari.

"Kenapa kamu masih berdekatan dengan pria itu?!"

"Memangnya kenapa? Sudah kubilang kan kalau Justin itu sahabatku!" jawab Yasmin membuat rahang Dylan semakin mengetat.

Pria itu tak suka karena calon istrinya itu terkesan membantahnya, padahal apa yang susah dari hanya menjauhi seseorang, terlebih itu perintah dari calon suami sendiri.

"Harusnya aku yang bertanya saat ini, kenapa kamu melakukan hal itu, kenapa kamu memukul Justin, kamu ingin membuat malu, kamu ingin menghancurkan pestaku?!" Napas wanita itu memburu, matanya menyorot tajam. Benar-benar marah atas kelakuan kekanak-kanakan calon suaminya.

"Aku tidak bermaksud begitu, sudah kubilang aku tak suka kamu berdekatan dengan sahabat masa kecilmu, dia menyukaimu, apa kamu tidak sadar juga?!"

"Kenapa kamu selalu mengucapkan omong kosong itu?!" tanya Yasmin bosan, kesal secara bersamaan.

Dirinya percaya bahwa Justin tidak seperti apa yang Dylan katakan, dirinya lebih tahu mengenai pria itu.

Lagipula Yasmin sadar, sesadar-sadarnya bahwa ia sudah memiliki calon suami, sebentar lagi ia akan menikah. Tidak mungkin ia akan membakar dirinya sendiri dengan bermain api di belakang calon suaminya.

Dylan saja yang menanggapi secara berlebihan kedekatannya dengan Justin, padahal di antara mereka tidak ada hubungan yang spesial sama sekali kecuali memang sudah mengenal lama. Tidak hanya dengan Justin saja, tetapi kepada pria lain juga. Seolah di sini, dirinya adalah wanita murahan yang menjajakan cinta kepada siapa saja.

Pernikahannya akan dilangsungkan sebentar lagi, segala sesuatunya sudah dipersiapkan dan hampir matang. Jika Dylan seperti itu terus, dirinya akan benar-benar mempertimbangkan hubungan mereka, tidak hanya sekadar ancaman seperti tempo hari.

"Karena aku mencintaimu, karena aku cemburu kamu berdekatan dengan pria lain, apakah menurutmu itu omong kosong juga?!"

 

Bab 6 - Kekecewaan

Yasmin melangkah mundur, menjauh beberapa senti dari tubuh tegap di hadapannya, nada bicara pria itu sedikit menggores hatinya.

"Aku, aku benar-benar lelah, Dylan." Matanya memanas, beberapa saat lagi mungkin butiran bening akan meluncur dari sana. "Aku benar-benar akan mempertimbangkan pembatalan rencana kita."

Tubuh Dylan menegang, sorot matanya semakin tajam menatap Yasmin. Pria itu tidak menyukai kalimat terakhir yang diucapkan calon istrinya, kalimat yang membuat emosinya benar-benar bergejolak.

"Kamu tahu sendiri, tidak akan mudah membatalkan rencana, apalagi memutuskan hubungan di antara kita," ujar pria itu dingin. "Jangan harap, Yasmin. Cukup turuti saja apa yang aku katakan, maka aku tidak akan berperilaku yang membuatmu tak suka seperti ini lagi."

"Dalam keadaan salah pun, kamu masih menyalahkanku?" balas wanita itu diakhiri kekehan, tak habis pikir dengan pola pikir pria di hadapannya.

Perilaku Dylan tergantung sikapnya, itu artinya pria itu menyalahkan dirinya kan?

"Aku semakin yakin, lihat saja nanti aku akan katakan kepada ayah supaya membatalkan perjodohan kita!"

"Silakan, akan kuberi hadiah jika kamu berhasil!"

Dylan memberikan tatapan sinisnya, membuat Yasmin mengepalkan kedua tangan seraya menatap pria di depannya dengan sorot benci.

Wanita itu berusaha meredam hasratnya yang ingin sekali meneriaki Dylan tepat di wajahnya.

"Aku benci kamu!" seru wanita itu seraya berlalu pergi, tidak peduli bahwa kini pria itu tengah berteriak memintanya untuk kembali.

Lihat saja, sampai kapan pun ia tidak akan pernah menuruti perkataannya. Ini hidupnya, selama mereka belum terikat hubungan di hadapan Tuhan, maka ia akan bebas melakukan apa pun yang ia mau.

Yasmin mempercepat langkahnya menuju area pesta. Sementara Dylan berteriak kesal seraya menarik rambut dengan kedua tangannya, benar-benar merasa jengkel atas ulah calon istrinya itu.

Pria itu kemudian memutuskan untuk kembali juga, menyusul Yasmin yang sudah hilang di indra penglihatannya.

Semakin larut, pesta semakin meriah. Lampu yang menyorot berwarna-warni, serta musik yang memekakan telinga semakin menyemarakkan ingar-bingar acara itu.

Dylan berusaha mendekati Yasmin, tetapi tentu sulit baginya karena wanita itu selalu menghindar saat jarak di antara mereka bahkan beberapa meter. Yasmin justru asyik dengan teman prianya. Sungguh, Dylan ingin kembali memberikan bogeman kepada pria itu, tetapi ia masih ingat dengan pesan calon mertuanya yang tidak ingin ada keributan lagi, juga ia tidak ingin membuat Yasmin semakin membencinya dan semakin ingin membatalkan rencana yang sudah dipersiapkan.

Dylan sungguh mencintai wanita itu walau pada awalnya hubungan mereka yang sekarang adalah hasil dari perjodohan.

Pria itu memutuskan untuk mengawasi calon istrinya dari kejauhan. Ia duduk di sebuah tempat yang sudah dipersiapkan di area itu, tempat yang dipisahkan oleh meja panjang seperti bar antara para tamu undangan dengan para penjaga yang bertugas untuk melayani.

"Ingin minum?" tanya seseorang membuat Dylan yang tengah memperhatikan Yasmin menoleh ke sumber suara.

"Ya," jawabnya singkat kemudian kembali menolehkan kepalanya kepada Yasmin yang kini justru tertawa riang bersama pria lain.

Dylan menggeram marah.

"Beralkohol atau?" tanya wanita yang hanya terhalang meja tipis dengan Dylan itu setelah memperhatikan penampilannya, serba hitam dengan aura dewasanya, sudah pasti ia adalah tamu Yasmin.

"Ya." Pria itu tidak terkejut ada minuman beralkohol di pesta calon istrinya, seperti pesta sebelum-sebelumnya. Sebab itu juga walau pesta Yasmin dan keponakannya dirayakan secara bersamaan, tetapi tamu mereka dipisahkan oleh pakaian yang mereka gunakan.

Sudah tidak terhitung berapa gelas minuman beralkohol yang pria itu konsumsi, padahal para tamu hanya dikenankan meminum beberapa gelas saja. Namun berhubung para pelayan mengetahui siapa Dylan, mereka menurut saja saat pria itu kembali meminta.

Dylan benar-benar melampiaskan emosinya pada cairan itu, rasa cemburunya karena Yasmin lebih memilih bercengkrama dan bersenda-gurau dengan pria lain mengalahkan akal sehatnya.

Wanita itu tersenyum serta tertawa, terlihat bahagia jika dengan orang lain. Sementara dengan dirinya, hanya menyunggingkan sedikit kedua sudut bibir saja sepertinya terlihat berat.

Dylan tertawa miris. Pria itu meletakan gelas terakhirnya dengan sedikit kasar, kemudian bangkit dari tempatnya yang sedari tadi digunakan untuk mengawasi Yasmin, melangkah sempoyongan meninggalkan area pesta tanpa seorang pun yang menyadarinya.

Kepalanya terasa berputar dengan pandangan yang sedikit mengabur. Dylan hanya mengikuti ke mana kakinya akan melangkah, dirinya tidak memiliki tujuan sama sekali saat ini.

 

Bab 7 - Harta yang Terenggut

Keyla terlonjak dari tempatnya termenung saat mendengar suara ketukan pada pintu kamar. Tidak, alih-alih ketukan, bisa dikatakan suara yang dihasilkan adalah dari sebuah gedoran atau barangkali dobrakan.

Gadis itu menghela napas lelah seraya melangkahkan kaki menuju sumber suara. Tidak perlu ditanya lagi siapa yang melakukan hal itu, Keyla sudah yakin bahwa itu adalah perbuatan sepupunya.

Pesta sedang berlangsung dan dirinya tidak keluar sama sekali dari tempat persembunyiannya. Viola akan mengapakan lagi dirinya, apa kesalahannya kali ini hingga Viola merepotkan diri menghampirinya di kamar padahal cukup jauh dari area pesta?

Keyla membuka kamarnya lebar-lebar, tidak peduli bahwa nanti sepupunya itu akan marah besar.

Namun, Keyla mengerutkan keningnya saat melihat bukan Violalah yang ada di depan kamarnya. Melainkan ... Dylan?

"Paman?" tanya gadis itu heran, tetapi secepat kilat rasa heran itu berubah menjadi takut saat pria di depannya tiba-tiba menyeringai.

"Yasmin?" ujar Dylan tidak begitu jelas. Gadis itu merasakan aura yang tidak menyenangkan dari pria di hadapannya.

Keyla memundurkan langkah, hendak menutup kembali kamarnya kalau saja pria itu tidak buru-buru masuk dan tiba-tiba saja memeluknya.

Keyla yang terkejut dan kontan menjerit histeris, berusaha mendorong tubuh pria itu. Namun, Dylan justru semakin mengeratkan pelukannya saat mendengar jeritan itu.

"Psst, Sayang, diam!"

Tubuh Keyla bergetar ketakutan, apalagi saat mencium aroma aneh dari tubuh calon suami bibinya itu.

Dylan melepaskan pelukannya, kemudian dengan kesadarannya yang minim itu menutup pintu dan memutar kunci, mencabut benda itu dari tempatnya dan melemparkannya ke sembarang arah.

Tidak sempat menghindar, Dylan kembali memeluk Keyla membuat Keyla harus kembali bersusah payah mendorong pria itu.

"Ini Keyla, Paman. Bukan Bibi Yasmin!"

"Sayang, mengapa kamu terus menghindariku, kenapa kamu lebih memilih bersama pria lain dibanding dengan calon suamimu?" racau pria itu, jelas tidak sadar dengan kalimat yang diucapkan seseorang di hadapannya.

"Aku mencintaimu, sungguh mencintaimu, tetapi mengapa kamu tidak pernah mau mendengarkanku, aku cemburu saat melihatmu dengan pria lain!!"

"Aku juga marah saat kamu berkata ingin membatalkan rencana pernikahan kita, aku sangat marah saat kamu berkata akan meminta ayahmu untuk membatalkan perjodohan kita!"

"Paman, ini Keyla!" jerit gadis itu setelah pria di hadapannya berhenti meracau, berharap pria itu segera tersadar dari apa yang kini pria itu lakukan kepadanya.

Keyla sungguh tidak mengerti apa yang Dylan katakan, tetapi jelas Keyla sadar bahwa pria itu kini tengah mabuk. Kalau tidak seperti itu, mana mungkin Dylan masuk ke kamarnya dan menyangka bahwa dirinya adalah Yasmin.

Keyla benar-benar ketakutan dan tidak tahu harus berbuat apa selain terus menghindar seraya mencari kunci kamarnya yang sudah pria itu lempar.

"Yasmin ...." Dylan berhasil meraih pergelangan tangan Keyla yang secepat kilat Keyla tarik, tetapi tentu saja tidak berhasil karena genggamannya terlalu erat.

Dylan menarik lengan Keyla dan mendorong tubuhnya hingga punggungnya menabrak tembok secara kasar. Gadis itu mengerang kesakitan, juga semakin bergetar ketakutan saat Dylan menangkup kedua sisi wajahnya.

Gadis itu menggerakan kepalanya ke kanan dan ke kiri, membuat Dylan menggeram kesal kemudian mencengkramnya hingga kepala Keyla tak sanggup lagi bergerak dan meringis kesakitan.

"Paman, ini Keyla, bukan Bibi Yasmin," ucap gadis itu sebelum sebuah benda kenyal berlabuh di bibirnya.

"Paman ...."

Air mata mulai mengalir di kedua pipi Keyla, Dylan benar-benar mengunci seluruh tubuhnya hingga dirinya tidak mampu bergerak sama sekali. Keyla sangat ketakutan, ia tidak bisa membayangkan nasibnya setelah ini. Dirinya tidak tahu apa yang akan Dylan lakukan, Keyla hanya bisa berdoa semoga pria itu tidak melakukan hal yang lebih dan semoga pria itu secepatnya sadar.

Namun, seperti nasib dirinya sebelum-sebelum ini. Tidak pernah sekali pun nasib baik menghampirinya, Keyla menangis dengan tubuhnya yang lemas saat pria itu mengunci kedua tangannya di atas kepala kemudian mulai melucuti seluruh pakaiannya.

Semua usahanya tidak pernah ada yang berjalan baik-baik saja, dorongan demi dorongan, berontakan, dan teriakan. Semua yang ia lakukan hanya sia-sia, harta satu-satunya yang ia miliki kini sudah direnggut.

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
Poor Keyla
Selanjutnya Poor Keyla (bab 8-20)
6
0
isi sesuai judul
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan