
Buat makanan yang enak dan disajikan untuk keluarga adalah hal yang sebenarnya aku inginkan. Namun kenyataannya, aku hanya bisa memasak untuk diriku sendiri. Menghalau suhu tubuhku yang mendadak hangat dan pusing yang mendera aku tetap memaksakan diri untuk memasak. Masakanku malam ini cukup simpel hanya soup ayam dan bakwan jagung. Aku memang lagi ingin makan yang berkuah.
Pagi tadi sehabis pulang dari Mama aku memutuskan untuk istirahat dan aku izin dari kantor dengan alasan sakit. Memang benar, aku merasa tubuhku lelah dan kepalaku berat. Siangnya aku tetap melaksanakan rapat secara daring dengan atasan yang kebetulan juga hanya bisa menghadiri rapat secara daring.
Malamnya aku memasak, syukur syukur Ega mau memakan masakanku. Bukannya apa, dia memang terkadang pulang terlalu larut malam sehingga tidak makan malam dirumah. Tapi malam ini aku benar benar berharap dia pulang dengan cepat, kami duduk bersama dan makan bersama.
Aktivitas seperti itu sudah lama sekali tidak aku rasakan. Awal awal pernikahan memang iya, namun semakin beranjaknya usia pernikahan waktu yang kami habiskan bersama juga semakin terbatas.
Dulu aku selalu bercerita banyak, begitupun yang Ega lakukan. Malam adalah hal paling romantis buat kami karna kami selalu menghabiskan malam dengan saling berbagi isi kepala dan hati. Kami bisa menghabiskan berjam jam bercengkrama sembari menonton kdrama kesukaanku. Kami bisa begadang sampai dini hari dan bangun dengan kelabakan karna terburu buru berangkat kerja. Namun momen seperti itu hanya kami habiskan diawal awal pernikahan, tepatnya saat Ega mendapati kenaikan pangkat dan aku yang sibuk mengikuti ujian kenaikan pangkat maka waktu kami bersama berkurang. Kami sama sama sibuk mengejar karir kami dan kami melupakan hal yang sebenarnya menjadi prioritas kami yaitu hubungan pernikahan kami.
Semenjak aku tak kunjung dikaruniai buah hati, aku semakin menarik diri dari kehidupan dan orang orangnya termasuk Ega. Rasa kecewa dan rendah diri membuatku tak kuasa membentuk benteng tinggi untuk melindungi perasaanku. Aku terluka dan sangat terluka pada saat aku mengetahui bahwa keluarga kami menaruh harap besar pada pernikahan kami yaitu dengan hadirnya sang cucu ditengah tengah keluarga kami. Namun aku tak kunjung bisa mengabulkan keinginan mereka. Aku capek dan lelah menghadapi isi hati dan kepalaku yang terus terusan bertanya kenapa aku tak kunjung diberi buah hati? Apa aku belum pantas menjadi seorang Ibu?
Hal hal seperti ini yang membuat nyaliku semakin menciut dan aku semakin redup. Aku tak lagi menggebor-geborkan hubungan kami kepada orang orang. Aku sudah mulai meninggalkan aktivitasku yang suka membagikan momen bersama dengan pasangan di media sosial. Aku tak lagi menyombongkan rasa cinta kami. Karna bagiku, semuanya hanya perihal waktu. Perihal waktu bagi aku dan Ega untuk sama sama sadar bahwa hubungan kami tak lagi sama, dan rasa juga bisa berubah kapan pun.
Aku hanya menjalani hari seperti biasanya. Kesibukan yang semakin gencar aku dapatkan karna berdalih bisa mengesampingkan isi pikiranku. Dan lama lama aku terbiasa. Mungkin memang harus, bila nanti hubungan kami benar benar berakhir.
Ini semua adalah hal hal yang yang mungkin terjadi. Aku tidak sekalipun menutup kemungkinan ini. Aku menerimanya. Hubungan itu hanya perihal perjuangan dan pengorbanan kan? Kalau kita sudah berjuang letak akhirnya selalu tentang pengorbanan kan?
Aku tidak mau egois. Jika memang hubungan kami sudah tidak sama sama kami dapatkan rasa nyaman dan bahagianya maka memang perpisahan adalah jalan terbaiknya.
Aku selalu menyayangi Ega dan seterusnya akan sama. Tapi rasa sayang aja tidak akan pernah cukup untuk mempertahankan hubungan kami. Dan memang aku pikir pikir kami sudah sama sama lelah dengan semua ini. Aku tahu perasaan Ega, aku bisa melihat dari matanya. Dia terlalu lelah menjalani hubungan ini. Sikap dan tingkah lakunya aku bisa membacanya.
Maka keputusan yang akan aku buat nanti setidaknya akan meringankan beban kami masing masing. Ega terlihat sangat terkekang dalam hubungan ini dan aku benar benar ingin membebaskannya.
Maka dari itu setelah aku melihat Ega menaiki tangga tanpa menatapku sama sekali yang sedang berdiri menatap punggungnya yang semakin jauh. Aku tahu memang keputusanku sudah benar.
Aku memutuskan mengikuti Ega menaiki tangga dan memasuki kamar kami. Aku membiarkannya membersihkan dirinya dan aku membereskan tas kerjanya. Aku rasa hal hal seperti ini tidak akan pernah aku rasakan lagi.
Setelah memastikan Ega sudah selesei dengan semua urusannya dan bersiap tidur aku langsung beranjak mendekatinya. Melihat gerak gerikku Ega langsung duduk dengan tegak.
"Na, kalau mau ngomong bisa besok aja? Aku bener bener lagi capek sekarang."
Menarik nafas panjang, sambil menguatkan diri dengan lirih aku berkata. "Aku cuma mau ngomong sebentar dan gaakan lama. Promise."
Ega terlihat enggan tapi tetap kembali duduk menghadapku. "Kamu mau ngomong apa?"
"Kamu cape kan, Ga?" Selaku cepat.
Ega terdiam.
"Kita tuh kayanya sama sama cape ya, Ga?"
"Na..."
"Kamu tahu kan, Ga. Aku tuh sayang banget sama kamu. Kamu tuh laki laki satu satunya yang selalu ada buat aku dan kamu laki laki yang baik. " Aku menghapus air mataku dengan cepat, berat banget ya untuk ngelakuin ini.
"Rayana.."
"Kamu laki laki bertanggung jawab, Ga. Dan sedikitpun aku gapernah nyesel milih kamu sebagai pendamping hidupku. " Lagi, aku kembali mengusap air mataku, "Kamu sayang sama Mama dan Adik aku. Kamu membahagiakan aku. Dan aku bersyukur untuk itu semua."
Ega mengambil tanganku, "Jangan diterusin. Oke?. Na, sayang jangan buat keputusan yang terburu buru. Maafin aku oke? Aku minta maaf sayang." Ega mengecup tanganku dengan sayang.
Tapi bukan itu yang aku inginkan. "Ga..." Aku menggeleng. "Aku gak bisa terus terusan ada buat kamu. Aku terlalu egois dalam hubungan kita. Aku pemaksa dan aku bukan orang yang penyabar Ga. Aku bukan orang yang baik buat kamu."
Ega menghapus air mataku, "Sayang, kamu sangat baik ke aku dan keluargaku. Kamu isteri yang sempurna buat aku. Jangan ngomong yang enggak enggak tentang diri kamu. Karna yang tau kamu cuma aku sayang."
Aku menunduk, menguatkan diri dan meneguhkan hati bahwa keputusan ini adalah yang terbaik buat kami.
"Kita cuma akan saling menyakiti Ga."
Ega menggeleng, "Aku minta maaf. Aku yang salah, Na. Aku yang salah. Aku gapernah sekalipun gak bahagia sama kamu, Na." Ega menghapus air matanya, kan kami memang cuma akan saling menyakiti.
"Ini bukan keputusan yang aku ambil secepat kilat, Ga. Aku sudah lama memikirkan ini. Jadi, Ga..." aku menghadap seluruhnya kearah Ega. Aku menatap matanya dengan gigih. "Kita udahan aja yaaa..." Aku langsung membuang muka, air mataku semakin banyak dan aku benci itu.
Kami sama sama terdiam cukup lama. Masing masing dari kami sibuk dengan pemikiran kami. Aku memberanikan diri menatap Ega. Dia menangis dan aku tahu aku telah menyakiti hatinya begitu besar dan dalam. Maka yang bisa aku lakukan adalah dengan membebaskannya.
"Ga..." Desisku, aku menggigit bibirku tanda aku sedang kalut. "Buat apa kita pertahanin hubungan ini Ga? Kita cuma saling menyakiti."
"Menyakiti apasih, Na. Kamu tahu isi hati aku? Kamu tau apa yang aku rasain? Bahkan rasanya sakit banget denger kamu bilang gitu. " Ega melepaskan genggaman tanganku. "Kamu mau udahan?" Ega menatapku tajam, "Iya, Na?" Tekannya lagi.
Ega bersimpuh dihadapanku. "Kalau memang kamu begini karna aku yang sibuk, aku yang gaada waktu buat kamu, aku yang banyak salah. Aku minta maaf, tapi tolong sayang jangan pernah pisahin aku dari kamu."
Aku kembali memejamkan mata, "Bukan masalah itu Ga. Waktu kamu. kehadiran kamu. aku maklumin. Cuma memang hubungan kita udah gak seperti hubungan suami isteri. Kamu tau Ga, kamu sadar enggak kalau selama ini kita tuh jalan masing masing tau gak. Kamu dengan duniamu dan aku dengan duniaku sendiri."
"Tolong, Ga... ini terlalu menyakitkan buat aku. Jadi tolong, mari kita akhiri ini semua. Aku pengen bebasin kamu dari jerat aku. Aku pengen ngeliat kamu bahagia Ga. Aku terlalu banyak buat aturan buat kamu dan-" Aku menghentikan ucapanku saat Ega mencium bibirku cepat.
Dia menarikku dalam dekapannya dan menyalurkan semua perasaanya saat ini. "Gaada satupun keinginanku buat lepasin kamu Na. Bahkan, Astaga." Ega kembali menarikku semakin mendekat kedalam dekapannya. "Aku gaakan bisa hidup tanpa kamu, Na. Aku sayang kamu. Aku cinta banget sama kamu. Tolong jangan pernah ngomong gitu lagi. Aku disini kepala keluarganya Na. Aku yang akan membenahi hubungan kita. Aku janji setelah ini kita akan baik baik saja."
Aku semakin erat memeluk Ega.
Bahkan, Kamu gaakan pernah tau Ga setelah ini kita akan menjadi seperti apa.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi ๐ฅฐ
