
Selamat pagi, Lovelies. Kembali sama Rossie dan Jeffry di pagi hari ini…. Selamat membaca ^^
SPOILER :
Sejak satu jam tadi Jeffry mondar-mandir di pantry sambil mengamati pintu Rossie yang masih tertutup rapat. Bahkan sudah tidak terhitung berapa air yang diteguk oleh Jeffry. Sekarang perut Jeffry rasanya penuh.
Suara engsel pintu yang terbuka membuat Jeffry buru-buru membuka kulkas untuk berpura-pura mencari sesuatu.
"Kamu cari apa, Jef?" tanya Rossie dalam balutan gaun lengan panjang dan...

BAB 14
"Jef...." Rossie berusaha melepaskan tautan bibir mereka sembari mengais oksigen untuk bernapas. Ia memukul dada Jeffry untuk menjauh, tetapi rengkuhan Jeffry lebih kuat.
Kecupan singkat itu lantas dilepaskan oleh Jeffry. Ia bisa merasakan debaran jantung Rossie yang bertalu tidak karuan. Sementara itu Rossie menunduk dalam untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah.
"Kenapa kamu gemetar?" tanya Jeffry saat melihat bibir ranum Rossie bergetar setelah mendapatkan kecupan darinya.
Rossie tidak langsung menjawab. Ia mencari kata yang tepat untuk diberikan kepada Jeffry.
Masih menunduk sambil mengepalkan tangan yang bersandar di dada bidang sang mantan kekasih, Rossie berucap, "aku gugup."
"Terserah nanti kamu akan marah atau bagaimana...." Jeffry menahan ucapannya sebentar.
Alih-alih melanjutkan kalimat yang terjeda, tangan kekar Jeffry justru meraup tengkuk Rossie agar wajahnya sedikit menengadah. Rossie secara spontan menahan napas saat wajah mereka tidak berjarak. Hidung mancung mereka saling menempel dan membuat Rossie menantikan gerakan selanjutnya dengan jantung berdebar.
Tanpa aba-aba ia kembali melumat bibir Rossie sambil memejamkan matanya perlahan. Pun Jeffry mendorong tubuh Rossie hingga menyentuh tembok.
Bibir Rossie masih tidak bergerak untuk membalas pagutan yang diberikan oleh Jeffry. Namun, tubuhnya yang menegang bisa dirasakan oleh Jeffry.
Beberapa detik kemudian, kedua mata Rossie ikut terpejam sembari meneteskan air dari sudut matanya. Lengan Rossie masih pasrah bertengger di dada Jeffry. Sementara itu tubuh Jeffry semakin mendekat hingga menempel tanpa jarak berarti. Datu tangan Jeffry masih memegang tengkuk, memastikan jika kepala Rossie tidak akan menjauh. Lalu tangan yang lain senantiasa mencengkeram gemas pinggang ramping sang mantan kekasih.
Pagutan Jeffry seperti menggetarkan seluruh saraf tubuh Rossie. Bulu kuduknya meremang serentak. Pun jantung Rossie tidak mampu dikendalikan. Kecupan itu seolah mengingatkan Rossie pada kecupan pertama mereka. Saat dengan malu-malu, Jeffry meminta izin terlebih dahulu sebelum mencecap manis bibir Rossie yang memiliki jejak perasa stroberi.
Gerakan bibir Jeffry semakin intens, seolah ingin mengeksplorasi semua bagian bibir Rossie dan tidak tertinggal satu inchi pun.
Merasakan air yang membasahi pipinya, Jeffry melepaskan tautan bibir mereka. Rossie menangis.
Seperti dicubit benda tidak kasat mata, hati Jeffry terasa nyeri. Apa ia sudah melakukan kesalahan? Apakah ciumannya seburuk itu hingga Rossie menangis? Tidak mungkin! Dari sekian banyak wanita yang dicium oleh Jeffry hampir 100% menginginkan pagutan itu lagi dan lagi. Bahkan meskipun ini terkesan sombong, Jeffry adalah Good kisser. Namun, sekarang melihat Rossie menangis membuat Jeffry tidak bisa berkata apa-apa.
"Maafin aku, Jef," ucap Rossie dengan kepala masih tertunduk lesu. "Seharusnya aku nggak ninggalin kamu di malam itu. Really sorry... aku nggak tahu."
Kaki Jeffry mundur beberapa langkah setelah mendengar penuturan Rossie. Mungkinkah Rossie sudah tahu kejadian malam itu? Jika sudah tahu berarti ciuman tadi tidak berarti. Hanya sekedar penyatuan bibir tanda penyesalan.
Begitulah isi kepala Jeffry yang bermunculan tidak terkendali. Bersamaan dengan itu perasaan yang bercokol dalam hati Jeffry juga sulit untuk diterka. Pertama melihat Rossie, ia masih merasakan amarah karena ditinggalkan seperti sampah tanpa arti. Namun, di sisi lain masih ada rindu yang tertinggal di hati.
Tidak ingin bertanya lebih lanjut, Jeffry memilih pergi seperti pengecut. Ia menaiki tangga menuju ke kamarnya dan kabur.
Melihat bayangan Jeffry yang semakin menjauh dan berakhir menghilang, Rossie mendongakkan wajah. Air mata masih senantiasa melindas kedua pipi. Dengan bibir bergetar, Rossie berucap, "aku masih mencintaimu, Jef. Itu jawabannya."
***
"Malam pertama so nice! Bini gue emang is the best!" celetuk Aryan diikuti gerakan tawa dari dua temannya.
"Malam pertama your ass! Gue yakin sebelum nikah lo udah nabung dulu sama Vanilla." Vincent yang biasanya memilih diam kini bersuara.
"Itu udah jelas. Meskipun udah nggak sebrengsek dulu, Aryan tetaplah Aryan! Bastard!" Mahendra menimpali sambil meneguk minuman bersoda tanpa kandungan alkohol.
"Lo tumben Hen nggak minum? Kenapa lo? Tobat?" Melihat Mahendra yang sejak duduk di meja VVIP salah satu klub malam milik keluarga Aditama, Aryan bertanya heran.
"Besok pagi gue mau pura-pura olahraga pagi terus nyamperin gebetan gue," cerita Mahendra sambil menggerakkan kedua alisnya naik turun.
"We, si Brengsek mulai tebar jala," celetuk Aryan.
"Kali ini gue serius, Yan." Mahendra mendesah seraya menggaruk dagunya yang tidak gatal. "Rasanya kayak yes, She's the one! You know What i mean?"
"Halah, paling juga seminggu lagi perasaan lo berubah." Vincent menimpali.
"Kalian lihat temen mau tobat malah begitu." Mahendra berdecak kesal.
"Hen, Vincent yang keliatan kalem aja penjahat wanita. Apalagi lo! Udah berapa mulut yang suka mainin belalai lo itu? Seperti rumus lingkaran, tidak terhingga," tambah Aryan.
"Sialan!"
"Lo kenapa Jef? Sakit?" Melihat Jeffry yang sedari tadi tidak bersuara, Aryan melemparkan atensi ke sahabatnya itu.
Jeffry masih terdiam. Meskipun sedari tadi suara musik yang berisik serta celetukan ketiga sahabatnya merasuk ke rungu, tetap saja pikiran Jeffry tidak bisa terlepas dari Rossie.
Setelah kejadian semalam, Jeffry berusaha membuat jarak dari Rossie. Ia langsung pergi setelah memberikan kecupan singkat untuk Megumi. Tidak ada sepatah kata yang terucap kepada wanita itu. Jeffry berusaha mencari jawaban dari isi hatinya sendiri.
"Nggak," jawab Jeffry sekenanya. Ia lalu mengambil ponsel untuk membuka cctv rumah. Tiba-tiba saja ia ingin memeriksa apa yang sedang dilakukan Rossie.
Tidak mendapatkan rupa Rossie yang kemungkinan berada di kamar, Jeffry membuka rekaman lama. Dalam rumah Jeffry hanya bagian kamar yang tidak dipasang cctv. Wilayah itu cukup privasi sehingga tidak perlu ada kamera pengintai. Ah, ada satu di box bayi Megumi untuk memastikan sang putri berada dalam pengawasan.
Ketika sedang mengamati rekaman cctv, ekspresi yang ditunjukkan oleh Jeffry masih datar. Sampai ketika melihat rupa Mahendra, Jeffry terbeliak. Ia melemparkan tatapan pada Mahendra yang sedang berceletuk riang dengan Aryan dan Vincent.
"Hen!" panggil Jeffry.
"Kenapa?" Mahendra langsung menoleh.
"Lo kemarin ke rumah gue?" Pertanyaan dari Jeffry cukup membuat Mahendra terkesiap hingga tersedak.
"Iya," jawabnya sambil meringis.
"Nemuin Rossie?" tanya Jeffry selanjutnya. Aryan dan Vincent sing melemparkan tatapan.
"Iya, gue nemuin dia." Mahendra melihat ke arah Aryan dan Vincent. "Nggak masalah 'kan deketin mantan pacar temen kita sendiri?"
"Gue nggak ikutan," ucap Vincent berusaha tidak ikut campur. Sementara Aryan hanya mengendikkan kedua bahunya.
"Jef, lo bilang udah nggak suka sama Rossie 'kan? Berarti dia free dong?"
"Terserah, gue nggak peduli," tukas Jeffry sambil bangkit dari duduknya dan pergi begitu saja.
"Jef! Lo mau balik?" seru Aryan yang diabaikan oleh Jeffry.
"Kenapa sih tu orang?" Mahendra meminta jawaban dari Aryan dan Vincent.
"Udah biarin aja, paling lagi banyak kerjaan," tukas Vincent.
***
Rossie berjalan mondar mandir sambil menenangkan Megumi yang sejak pagi menangis tanpa henti. Semalam pun Megumi tidak bisa tidur dengan nyenyak. Mungkin ia ikut gelisah karena Jeffry tidak pulang semalaman. Berulang kali Rossie menghubungi juga tidak bisa. Sudah mencari tahu lewat Aryan juga tidak mendapatkan jawaban yang pasti.
Semalam Rossie bertanya kepada Aryan lewat Vanilla. Aryan berkata jika Jeffry pulang terlebih dahulu ketika mereka sempat berkumpul. Selanjutnya Aryan tidak tahu kemana Jeffry pergi.
"Aduh, Me...tenang ya," ucap Rossie terus menimang Megumi seraya memanjangkan leher ke arah pintu garasi, berharap pribadi Jeffry tiba-tiba muncul dari sana.
"Uh ... sayang minum ya?" Rossie memberikan dot kepada Megumi, tetapi bayi itu menggeleng sambil merengek. "Kamu kenapa Megumi?"
Selang beberapa saat kemudian, suara mobil Jeffry terdengar memasuki garasi. Kepala Rossie buru-buru menoleh sambil setengah berlari keluar untuk memastikan kedatangan pemililk rumah.
Benar, pribadi Jeffry lantas muncul dari pintu garasi dan melenggang masuk menuju rumah. Pria itu terlihat kacau dengan kemeja lecek yang dikancingkan asal. Rambutnya yang acak-acakan membingkai wajah lesu menahan kantuk.
"Jef, kamu dari mana aja?" Ekspresi lega sekaligus khawatir tidak bisa ditutupi dari wajah Rossie. Ketika ia mendekat, aroma alkohol yang menyengat lantas menusuk hidung.
Jeffry berhenti sebentar lalu menggoyangkan daun telinga ketika tangis Megumi semakin menjadi. "Bisa nggak kamu bikin dia diem?"
"Shhh, Sayang tenang dulu ya." Rossie mengusap punggung Megumi sambil menggoyangkan tubuhnya. "Jef, Megumi semalaman gelisah karena kamu nggak pulang. Kamu kemana aja?"
"Bukan urusan kamu!" jawab Jeffry ketus. Ketika melihat wajah Rossie, Jeffry teringat celetukan Mahendra semalam, menambah tingkat kekesalannya. Tanpa bicara, Jeffry lantas melenggang pergi.
"Da...Daddy." Panggilan yang terdengar samar iru menghentikan langkah Jeffry. Tidak hanya Jeffry yang terkejut dengan panggilan itu, Rossie juga ikut terbeliak.
"Megumi? Tadi ngomong apa?" tanya Rossie sambil menatap Megumi yang sudah tenang tetapi dadanya masih naik turun sebab napas tersengal karena cukup lama menangis.
"Da...ddy," ucap Megumi sekali lagi.
Panggilan pertama yang terucap saat bayi itu menuju usia 5 bulan diperuntukkan sang ayah. Rossie tersenyum lebar lalu melemparkan tatapan kepada Jeffry. "Jef, she call you."
Cukup mengejutkan sebab Megumi bisa menyebutkan kata tersebut lebih awal dari bayi pada umumnya meskipun masih belum jelas. Megumi sedang mengalami fase babbling atau berceloteh. Mungkin perkembangan bicara yang lebih cepat itu karena ia mengikuti stimulasi dari dokter spesialis anak setelah satu minggu tinggal di rumah Jeffry. Pun selain itu Rossie selalu telaten mengajak Megumi mengobrol dan memijat wajahnya agar cepat berbicara.
"Megumi panggil Daddy?" Bibir Jeffry bergetar ketika menanyakan hal tersebut. Ini cukup mengejutkan, pertama kali Jeffry mendapatkan panggilan Daddy dari mulut bayi mungilnya.
TO BE CONTINUED....
BAB 15
Lara dalam hati Jeffry sementara sirna dengan panggilan yang terdengar merdu itu. Kedua sudut bibir Jeffry tertarik ke atas dan menciptakan senyuman yang lebar. Ia segera mendekat untuk mendekap Megumi, tetapi tertahan saat menyadari jika tubuhnya bau alkohol yang menyengat.
"Megumi bentar ya. Daddy mandi dulu," ucap Jeffry dengan girang. Ia buru-buru menaiki tangga untuk segera membersihkan diri.
BRUUKKK!
"Jef, kamu baik-baik aja?" Rossie terkesiap ketika melihat Jeffry tersandung di anak tangga.
"I'm okay." Pria itu masih bisa tersenyum meskipun tulang keringnya terbentur tepi anak tangga. Kemudian ia segera bergegas naik ke lantai dua.
Rossie ikut tersenyum bahagia lalu mencium kedua pipi Megumi secara bergantian. "Megumi pinter banget udah bisa panggil Daddy."
Panggilan dari Megumi berhasil meleburkan rasa canggung yang sempat tercipta antara Jeffry dan Rossie. Setelah meminta saran dari kedua sahabatnya, Rossie memutuskan untuk menyimpan rapat rasa yang masih tersisa itu. Ia tidak ingin berharap terlalu banyak. Ucapan Jeffry saat pertemuan pertama mereka kembali mengusik rungu.
'Hari gini masih bermimpi menjadi Cinderella?'
Selain itu celetukan Amber juga membuat Rossie memilih untuk mengubur rapat perasaan yang tersisa.
'Chie, kalau sampai nanti ibu aslinya Megumi datang terus mereka memutuskan hidup bersama lagi gimana?'
Ah, bagaimanapun juga dulu Rossie yang memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan Jeffry. Sekarang mereka sudah memiliki jalan hidup masing-masing. Jeffry dengan kehidupannya yang baru serta ia juga akan memulai lembaran baru.
"Jef," panggil Rossie kepada Jeffry yang tengah asik bercanda dengan Megumi. Hari ini ia tidak memiliki jadwal bertemu klien atau memeriksa perkembangan proyek yang tengah berjalan. Entah mengapa setiap melihat Megumi, Jeffry ingin tinggal di rumah saja sambil mengendus bau khas seorang bayi.
Parfum bayi yang bercampur dengan aroma seperti susu membuat Jeffry betah untuk mengendus Megumi. Rasa bahagia seketika membuncah setiap melihat tawa Megumi yang renyah.
"Ya?" Senyuman Jeffry lantas surut ketika menoleh pada Rossie.
"Nanti malam boleh aku izin keluar sebentar?" tanya Rossie setelah mengumpulkan keberanian.
"Sure," jawab Jeffry sesingkat-singkatnya. Meskipun dalam hati ia penasaran Rossie akan pergi kemana dan dengan siapa. "Tapi setelah memastikan Megumi tidur."
"Oke, makasih," jawab Rossie sambil memutar tubuh.
"Jangan lupa siapkan susu juga buat Megumi sebelum pergi. Jaga-jaga kalau dia kebangun," tambah Jeffry membuang muka dari Rossie.
"Iya, nanti aku siapkan."
"Popoknya juga siapkan di tempat yang mudah dijangkau," celetuk Jeffry sambil memutar otak dan mencari bahan pembicaraan.
"Semua keperluan Megumi ada di lemari yang mudah dijangkau, Jeff," jawab Rossie.
"Oh, oke."
"Ada lagi?" tanya Rossie sambil menelengkan kepala.
"Nggak ada," jawab Jeffry singkat.
Saat pribadi Rossie menjauh, Jeffry kontan melemparkan tatapan mendelik. Segala dugaan melintasi benak. Sudah pasti wanita itu pergi dengan Mahendra. Siapa lagi?
***
Sejak satu jam tadi Jeffry mondar-mandir di pantry sambil mengamati pintu Rossie yang masih tertutup rapat. Bahkan sudah tidak terhitung berapa air yang diteguk oleh Jeffry. Sekarang perut Jeffry rasanya penuh.
Suara engsel pintu yang terbuka membuat Jeffry buru-buru membuka kulkas untuk berpura-pura mencari sesuatu.
"Kamu cari apa, Jef?" tanya Rossie dalam balutan gaun lengan panjang dan V neck dengan potongan ke bawah. Gumpalan dadanya yang sekal agak mengintip dari balik sana.
"Cari mie instan," ucap Jeffry asal.
"Mie instan ada di rak atas, Jef. Sejak kapan mie instan ada di kulkas?" Rossie memberi tahu.
"Ya siapa tahu biar tetep renyah ditaruh dalam kulkas, nggak ada salahnya." Jeffry menutup pintu kulkas lalu terpana saat memeta penampilan Rossie dari ujung kaki hingga puncak kepala.
Kaki jenjang dengan kulit seputih susu itu terkespos dengan jelas. Warna hitam pada gaun yang dikenakan tampak kontras dengan kulit Rossie. Heels setinggi 7 cm membungkus kedua kaki dan membuatnya terlihat semakin menjulang.
Kali ini Rossie memilih untuk mengikat seluruh rambut, hingga leher dan tulang selangka terlihat secara jelas. Tidak ada kalung berlian yang menghias di leher atau anting mahal tersemat di telinga. Namun, meskipun begitu Rossie terlihat begitu memesona.
"Jef, katanya mau cari mie? Ada di rak atas kamu," kata Rossie sambil menunjuk rak di tas kepala Jeffry.
"Oh ya." Jeffry langsung membalik tubuh dan mulai mencibir dengan suara teramat lirih, "ngapain dia malam-malam pakai baju kayak gitu? Nggak takut masuk angin apa?"
"Megumi udah tidur, terus cara buat susu dan takarannya udah aku tulis di kaleng," terang Rossie sambil berjalan mendekat dan menujukkan kaleng susu dengan catatan kecil darinya. "popok, tisu dan krim anti iritasi udah aku siapin di rak Megumi. Nanti kamu tinggal lakuin kayak dulu aja kalau Megumi pipis atau buang air besar. Kamu masih ingat 'kan tahapannya?"
Jeffry menggerutu dalam batin, "banyak banget yang disiapin, padahal cuma pergi beberapa jam. Emang dia mau nggak pulang? Nginep sama Mahendra gitu?"
"Jef!" panggil Rossie.
"Iya iya iya, aku paham. Udah sana kalau mau pergi." Jeffry lantas melewati tubuh Rossie dan masuk ke kamar untuk mengawasi Megumi.
"Katanya mau msak mie, nggak jadi? Mau aku buatin aja?" Rossie menawarkan.
"Udah kenyang," jawab Jeffry asal.
Dering ponsel dalam tas membuat Rossie segera mengambilnya dan menggulirkan tombol hijau di layar. "Halo... oke aku keluar."
Mendengar suara pintu ditutup dari luar, Jeffry mengintip dari balik gorden kamar dan mengamati Rossie yang setengah berlari menuju ke luar garasi. Tidak ingin kehilangan jejak Rossie, Jeffry langsung menghubungi seseorang.
"Halo, Pak Ketut cepat ikuti mobil di luar rumah saya ya!"
["Siap Pak Bos, segera saya ikuti. Nanti lokasinya saya kirim ke Pak Bos."]
"Jangan sampai kehilangan jejak."
["Siap laksanakan Pak Bos!"] Panggilan terputus, Jeffry yang melakukannya.
Sejak Rossie meminta izin tadi siang, Jeffry segera membuat rencana dengan Pak Ketut. Lantas ia mengemasi barang-barang Megumi dan bergegas ke rumah Aryan untuk menitipkan Megumi.
Segera Jeffry melajukan mobil dengan Megumi yang terlelap di car seat baby. Entah mengapa ia sulit membendung rasa ingin tahu kemana Rossie dan Mahendra pergi. Ia hanya memerlukan waktu 20 menit untuk tiba di kediaman Aryan. Kebetulan pria itu sekarang menetap di Jimbaran bersama keluarganya.
"Astaga! Gue kira maling lo!" Aryan berjingkat kaget ketika melihat Jeffry menggunakan topi, masker dan kacamata hitam. Wajahnya nyaris tidak terlihat.
"Titip Megumi ya! Nanti gue jemput," ucap Jeffry sambil menyodorkan tas Megumi.
"Jangan lama-lama! Lo ganggu malam gue sama Vanilla aja," ketus Aryan.
"Astaga sekali doang." Jeffry Mendengus kesal.
"Gue juga ogah kalau keseringan."
"Udah, kamu apaan sih." Vanilla muncul dari belakang Aryan sambil mengikat rambutnya. "Sini biar aku gendong Meguminya."
"Makasih banyak ya Van," tutur Jeffry.
"Jangan sungkan, Jef."
"Gue duluan." Jeffry langsung berlari tunggang langgang.
"Hey Jef! Inget jangan lama-lama," seru Aryan memperingati.
"Udah ah," ucap Vanilla dengan nada lembut.
Jeffry memacu kecepatan mobilnya dengan maksimal dan menuju ke alamat yang dikirimkan oleh Pak Ketut. Ia sudah memberikan imbalan cukup banyak kepada Pak Ketut untuk tugas rahasia itu, sekaligus uang tutup mulut.
Setelah mendapatkan tempat parkir yang pas, Jeffry buru-buru masuk ke dalam restoran sambil mencari keberadaan Rossie. Ia celingukan ke kanan dan ke kiri.
"Selamat datang, Pak. Apa sudah reservasi sebelumnya?" tanya seorang pelayan dengan seragam cokelat susu dan celemek warna merah terikat di pinggang.
"Belum," jawab Jeffry sambil memanjangkan leher.
"Baik, saya carikan meja yang kosong. Untuk berapa orang, Pak?" tanya pelayan itu dengan ramah.
"Ehm, pesan VIP room saja dengan makanan paling spesial di sini." Mata Jeffry melebar ketika melihat pribadi Rossie berjalan menuju ke lorong VIP room seorang diri.
"Baik, Pak. Saya siapkan untuk berapa porsi, Pak?"
"Dua orang. Em, saya bisa ke toilet sebentar?" Jeffry mengalihkan pembicaraan sebab tidak ingin kehilangan jejak Rossie.
"Baik, Pak. Sebelah sana untuk toiletnya." Pelayan itu menunjuk ke sebelah kiri, sementara Jeffry berjalan ke kanan membuntuti Rossie.
Wanita berambut pirang itu masuk ke dalam private room dengan dinding tidak masif seperti partisi yang disebut shooji bermotif bunga sakura. Ruangan dalam restoran itu didominasi warna cokelat yang memiliki karakteristik hangat dan kenyamanan.
Jeffry buru-buru bersembunyi di balik tiang, ketika Rossie menoleh dan merasa dirinya diikuti. Lalu masuk ke salah satu private room.
"Mahendra udah gila ya ngajak Rossie ke tempat tertutup kayak gini. Mau ngapain mereka? Kenapa nggak di hotel sekalian kalau mau mesum?" Jeffry menggerutu kesal. Well, sebenarnya ia tidak berhak untuk melarang Rossie pergi dengan siapapun dan mau berbuat apa.
"Permisi, Pak." Suara seorang pelayan sukses membuat Jeffry terkejut. "Maaf untuk ruangan Bapak ada di sebelah sini," lanjut pelayan tersebut sambil menunjukkan VIP room yang dipesan Jeffry.
Segera Jeffry merogoh saku dan mengeluarkan satu kartu unlimited. "Saya bayar semuanya."
"Silahkan ke kasir, Pak."
Tidak ingin membuang waktu, Jeffry menyelesaikan pembayaran kemudian bergegas mengintai Rossie. Ia berjalan di area depan private room sambil mencuri dengar. Hening dan membuat Jeffry semakin penasaran.
Jeffry yang tidak bisa menahan diri langsung menggeser pintu shooji tempat Rossie masuk tadi. Ia tidak ingin Mahendra yang mesum berbuat yang senonoh kepada Rossie.
"Jeffry, kamu ngapain?" Rossie terkesiap ketika Jeffry tiba-tiba saja masuk seperti tamu tidak diundang.
Lantas iris Jeffry mengedar ke sekeliling ruangan dan hanya mendapati dua wanita yang ikut terkejut karena kehadiran Jeffry. Tidak ada satu pun pria di sana, hanya ada Rossie dan dua wanita saja.
TO BE CONTINUED....
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
