LIVING WITH THE DEVIL - BAB 3 (FREE)

3
0
Deskripsi

(ADULT ROMANCE 20+)

 

Blurb:

Ava Dayne, mahasiswa English literature and theatre yang menjalani harinya cukup menarik. Hidupnya berubah karena ingin menolong kakaknya yang kalah taruhan dan nyaris kehilangan seluruh hartanya, dia harus rela menjalani perjanjian dengan si pria yang memiliki seribu kepribadian. Ya, itulah aku, Ava Dayne.

Mula-mula, aku hanya menyetujui perjanjian pra-nikah dengan Riley D’Arcy, semuanya simple. Mula-mula aku pikir dia seperti iblis, nyatanya tidak. Dia tampan, memesona,...

CHAPTER 3

 

 

 

Malam ini aku tak berhenti memikirkan apa yang harus aku ajukan sebagai perjanjian pra-nikah pada Riley. Aku ingin mempertahankan hubunganku dengan Ethan, aku ingin membiarkan Riley tetap menjalani kebiasaannya atau apa pun. Aku tak ingin peduli dengan pernikahan ini nanti, aku akan tetap membuat ini menjadi rahasia kami. Tetapi aku akan sangat buruk jika mempertahankan hubungan dengan Ethan disaat terikat pernikahan dengan Riley.

“Ava,” panggil Ken.

Aku menoleh dan menggigit buku-buku jariku dengan cemas. “Apa?”

“Riley sudah datang.”

Aku menahan napas sesaat, rasanya begitu menyesakkan, bingung sekaligus mendapat serangan panik. Aku benar-benar panik, berjalan menuju kamar mandi membasuh wajah di wastafel kemudian menatap pantulan diriku sendiri.

“Kau keluar, aku mau ganti pakaian,” kataku.

Ken mengangguk dan menutup pintu kamarku. Aku berjalan ke lemari, membukanya dan mematung tak tahu harus mengenakan apa. Ini hanya perjanjian pra-nikah yang dihadiri kedua pengacara kami, jadi aku akan membuatnya sesederhana mungkin. Dengan begitu berat aku mengambil satu kaos hitam milikku yang sudah kusam, dan midi-skirt berwarna merah. Aku juga mengacak rambutku agak berantakan, lalu mengambil eyeliner pensil dan memulaskannya di sekitar mata agar menghitam. Aku ingin terlihat buruk, sungguh. Aku ingin Riley merasa jijik padaku, lalu melupakan gagasan konyolnya tentang pernikahan.

“Ava?” panggil Ken lagi dari balik pintu.

Aku menarik napas panjang, mengembuskannya. Menariknya lagi, lalu mengembuskannya. Rasanya perutku mual dan melilit, ya ampun aku merasa mulas dan butuh kamar mandi.

“Ava?”

“Iya!” teriakku dengan kesal.

Aku mengatur napas, dan melangkah dengan cemas ke arah pintu. Menguak pintu dan melihat Ken yang berdiri dengan celana bahan hitam dan kemeja putih. Dia terlihat rapi dengan jambang yang dicukur bersih.

What the?” Ken menatapku dengan wajah terkejut bercampur ngeri. Menatap tubuhku dari atas sampai bawah seakan aku orang paling bodoh. “Apa-apaan, Ava?”

Aku menelan ludah sambil meringis pelan. Sepertinya gagasanku kali ini sungguh buruk dan akan membuat Ken malu. Akan tetapi, masa bodoh dengan rasa malu Ken karena dia sendiri telah mengorbankanku.

“Ayo!” kataku mendekat dan menggandeng tangan Ken.

Kami berjalan menyusuri lorong pendek menuju ruang tengah. Di sana, aku melihat punggung dan kepala Riley dari belakang. Di sampingnya ada pria lainnya yang juga mengenakan jas. Malam ini Riley mengenakan jas dan rambutnya disisir rapi. Aku melirik penampilanku dan Ken, dan aku benar-benar berhasil membuat keadaan menjadi buruk.

“Riley,” panggil Ken.

Riley berdiri dan berbalik, tatapannya tajam dan wajahnya dingin. Ketika melihatku ia langsung tersenyum bahkan tak terusik dengan penampilanku yang buruk.

Ready?” tanya Riley dengan senyum bertahan di wajahnya.

Aku tak mau mengakuinya, tapi sungguh harus mengakui bahwa Riley berkali lipat lebih tampan. Dengan setelan jas dan kemeja putih, rambut yang disisir rapi dan kancing atas kemeja yang tidak dikancingkan. Ken membawaku ke hadapan Riley dan pengacaranya, bahkan aku menangkap tatapan aneh dari pengacara Riley pada penampilanku.

“Ava, ini pengacaraku Darian,” kata Riley seraya duduk kembali.

Aku dan Ken duduk berhadapan dengan mereka. “Saya Ava Dayne,” kataku pada Darian.

“Darian Dallas,” balas Darian.

Well, jadi ini calon istrimu?” tanya Darian pada Riley, dan aku menangkap tatapan mengejek Darian.

Riley mengedikkan bahu. “Ya, bukankah dia terlihat sangat manis?”

“Cukup manis, dan usia kalian terpaut empat belas tahun.” Darien tersenyum manis padaku––senyum basa basi yang sesungguhnya mengejek. Kesan pertama yang kutangkap dari Darian, dia tidak menyukaiku. Dia terlihat seperti bukan hanya pengacara, tapi seseorang yang berpengaruh dalam hidup Riley.

Aku menoleh pada Ken yang menyenggol kakiku. “Kau benar-benar membuatku malu,” bisik Ken.

Aku menatapnya dengan jengkel. “Kau amnesia ya? Yang membuatku seperti ini kan dirimu.”

Ken meringis pelan sambil mengangguk pelan, mengakui bahwa semua ini karena dirinya. Kami kembali berhadapan, dan Darian mengeluarkan sebuah berkas dari tasnya, memberikan satu salinan padaku dan berkas yang asli pada Riley.

Aku dan Ken membaca daftar perjanjian yang sudah tersusun dan kurasa ini semua ide Riley. Kami membacanya sampai bawah, dan aku benar-benar muak membaca semua isi perjanjiannya. Harus ada banyak revisi dan aku akan mengatakan apa pun keinginanku.

“Pertama, perjanjian ini di atas hukum dan jika kalian keberatan bisa mengajukan pembatalan atau revisi. Kedua, perjanjian disepakati kedua belah pihak. Ketiga, jika melanggarnya maka ada konsekuensinya.” Darian menjelaskan sambil menatapku dengan serius.

Aku mengangguk setuju. “Poin pertama, pernikahan kami merupakan pernikahan kontrak selama satu tahun.” Aku menatap Riley yang saat ini masih tersenyum memesona padaku, dan aku berusaha tidak terpikat. “Aku tidak setuju.”

“Kenapa, Ava?” tanya Riley dengan sebelah alis terangkat.

“Terlalu lama.”

“Kau jujur sekali,” komentar Darian, dan aku memberinya pelototan kesal. “Boleh mengajukan saran.”

“Tiga bulan?” tawarku.

“Sepuluh bulan,” balas Riley.

“Empat bulan?”

“Sembilan bulan.”

“Lima bulan,” tawarku lagi, dan meski sangat berat.

Riley masih menatapku dengan lekat. “Delapan bulan,” katanya.

“Astaga, kenapa tidak enam bulan saja? Sederhana, kan?” serobot Ken yang mulai kesal.

Aku menatap Ken dengan tatapan––sebaiknya kau tutup mulut sebagai pengacaraku jika aku tak meminta sarannya. “Terlalu lama, Riley pasti akan cepat bosan. Dia bisa kembali mendapatkan hidup lajangnya, dan aku bisa kembali dengan kehidupanku.”

“Oke, enam bulan,” kata Riley akhirnya.

Aku menatap Riley dan Darian. “Baiklah, enam bulan. Kupastikan sebulan pun kau akan bosan.”

“Poin kedua, sang istri tidak boleh memiliki hubungan dengan pria lain,” ujar Riley yang membacakan perjanjiannya.

“Apa? Kenapa hanya pihak wanita? Kenapa tidak kau juga? Jadi kau boleh berhubungan dengan wanita mana pun?” dahiku mengerut menatap Riley dengan tak percaya. “Kau benar-benar berengsek.”

“Bisa direvisi. Kau ingin mengajukan apa?” tanya Darian dengan nada tak suka karena aku mengumpat pada Riley.

“Kau juga tidak boleh berhubungan dengan wanita mana pun selama menikah denganku, tak boleh membawa wanita mana pun di hadapanku. Apa kau sanggup?” tantangku dengan wajah berani. Aku yakin dia tak akan sanggup dan memilih memperpendek jangka waktunya.

“Setuju,” balas Riley dengan cepat, senyuman di wajahnya terlihat cerah. Aku benar-benar tak tahu kenapa dia selalu tersenyum di hadapanku. Apa dia pria yang hangat dan humoris?

Aku tertawa sumbang. “Kau benar-benar menyetujuinya? Itu berarti kau tidak bisa membawa wanita satu malammu ke tempat tidurmu.”

“Jika aku bisa bercinta setiap malam dengan gadis cantik dan galak sepertimu, kenapa harus membawa wanita lain ke tempat tidurku.”

Ya ampun, ucapannya kenapa tak bisa diperhalus sama sekali. Aku meringis mendengar Riley mengatakan itu di hadapan Ken dan Darian. Jika saja bukan karena kesalahan Ken, kupastikan dia sudah memukul wajah tampan Riley detik itu juga karena berbicara kurang ajar padaku.

No sex,” kataku lagi.

“Tidak,” sanggah Riley cepat. “Kau harus memutuskan hubungan dengan kekasihmu,” lanjutnya.

“Oke, tapi aku butuh waktu.”

“Ketiga, kau akan tinggal bersamaku,” ujar Riley membacakan kembali perjanjiannya.

Aku menatap Riley tak percaya. “Kau serius? Aku harus bolak balik London-Reading?”

“Aku memiliki rumah di Reading, kita tinggal di sana.”

“Aku tak bisa, karena aku tinggal di asrama.”

“Tidak ada penolakan,” balas Riley dengan nada serius, dan kali ini senyuman pun lenyap dari bibirnya yang digantikan dengan tatapan serius.

“Baiklah,” kataku akhirnya.

“Keempat, aku akan membiayai kuliahmu sampai kau lulus. Menanggung kehidupanmu selama menjadi istriku.”

“Kalau yang itu aku setuju,” balasku yang mendapat gelak tawa dari Riley. Dia kembali tertawa dan tersenyum.

“Kelima, saat kita berpisah aku akan memberikan lima puluh persen dari uang taruhan Ken.”

Aku menatap Riley dengan wajah tak percaya. Dia akan memberikan separuh uang taruhan darinya untukku ketika berpisah? Aku benar-benar tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Riley, jika dia seorang karyawan biasa di perusahaan iklan kenapa dia bisa memiliki uang sebanyak itu.

“Oke, aku setuju.”

“Keenam, aku ingin seorang anak.”

Aku tertawa hingga yang lainnya terdiam. Mendengar perkataan Riley membuatku ingin tertawa sambil memukul kepalanya sampai amnesia. “Apa kepalamu terbentur pintu depan? Bagaimana bisa aku mengandung disaat masih kuliah dan kontrak pernikahan hanya enam bulan?”

“Jika kau mengandung ketika kita harus berpisah, anak itu akan menjadi milikku sepenuhnya,” ujar Riley dan kali ini dengan wajah serta nada yang sangat serius, hingga aku berhenti tertawa.

“Tidak. Tidak ada kehamilan dalam pernikahan enam bulan ini. Jika kau memaksa, kita batalkan dan aku akan membayarkan uang taruhan itu besok, aku juga tak peduli videonya tersebar,” kataku ketus.

“Ava benar, tidak ada kehamilan dalam pernikahan ini, Riley. Kau tidak membahas soal anak padaku, dan aku tidak setuju,” sambung Ken.

“Jika kau mengandung, kau masih bisa meneruskan kuliahmu tanpa harus memikirkan tanggungan anak itu,” ujar Riley lagi masih kukuh dengan keinginannya.

“Jika kau menginginkan seorang anak, sebaiknya jangan pernikahan kontrak,” kataku lagi dengan ketus.

Riley menatapku dengan amat tajam dan dalam, bibirnya mengetat tipis. Aku merasa agak canggung dan gugup ditatap seperti itu, karena Riley tidak terlihat berengsek dan player jika bersikap dingin.

“Kau tahu kan, aku ingin menidurimu,” katanya masih dengan wajah dingin.

Aku mengerutkan hidung saat mendengar kata-kata kurang ajarnya, tapi aku mengangguk dan tak memedulikan tatapan bersalah Ken dan tatapan mengejek Darian. “Tak ada kehamilan, dasar brengsek,” kataku.

“Oke, tak ada kehamilan,” balas Riley akhirnya. “Ketujuh, jangan campuri urusan masing-masing.”

Aku mengangguk. “Aku setuju.”

“Ada tambahan?” tanya Darian.

“Tak ada kekerasan,” kata Ken.

Aku menoleh pada Ken, merasa bingung kenapa dia mengajukan syarat itu. Mungkin saja Ken ingin melindungiku karena hubungan suami istri terkadang rentan terhadap kekerasan, apalagi kami baru saling mengenal.

“Baik. Ada tambahan lagi? Kau ingin menambahkan, Riley?” tanya Darian lagi.

Riley masih menatapku dan tak melepaskannya sekali pun dia harus berkedip. “Jangan mengorek masalah pribadi, jangan mencari tahu tentang keluargaku dan masa laluku.”

Aku harus setuju, karena aku sama sekali tidak tertarik dengan apa pun yang berhubungan dengan Riley. Aku menerima perjanjian ini karena ingin menolong Ken, aku tidak berniat melanjutkan hubunganku dan Riley yang entah akan seperti apa.

“Aku terima,” ujarku.

“Semua sudah dicatat, besok aku akan membuatkan salinannya dan mengirimkan masing-masing dokumen untuk kalian tandatangani. Ada hal lain?” tanya Darian lagi.

“Kurasa sudah cukup,” jawab Ken yang mewakilkanku.

Aku pun bangun sambil menepuk paha. “Baiklah, aku akan membuatkan kalian minum. Maaf karena tak sempat membuat minuman.”

Aku berjalan menyusuri lorong, sebelum mencapai dapur sempat menoleh ke arah ruang tengah di mana mereka bertiga sedang berbicara dengan akrab. Aku tidak tahu kenapa Riley terlihat begitu dingin dan sangat tertutup ketika mengatakan untuk tidak mengorek kehidupan pribadinya. Aku tidak ingin peduli, dan tak akan peduli. Aku hanya cukup menjalani enam bulan masa pernikahan demi Ken, lalu bercerai dan kembali pada Ethan.

Tiba di dapur aku segera membuat tiga gelas jus jeruk. Aku merenung sesaat, kenapa aku harus menerima tawaran ini? Pernikahanku dengan Riley bahkan mungkin tak akan berjalan lancar dan tanpa cinta. Seseorang yang menikah biasanya berlandaskan cinta, tapi kami menikah karena taruhan bodoh mereka. Aku merasa enam bulan ke depan akan menjadi hari yang paling buruk dan menyedihkan sepanjang hidupku.

“Kuharap kau memutuskan hubungan dengan kekasihmu.”

Aku terlonjak dan buru-buru menoleh untuk melihat Riley yang berdiri di ambang pintu sambil bersandar di kusen dengan kedua tangan di saku celana. Aku menghela napas lega dan membawa tiga gelas minuman di atas baki.

“Aku akan usahakan, tapi mungkin aku akan kembali padanya setelah kita berpisah.”

Riley tersenyum miring dan penuh arti padaku. “Benarkah? Apa dia akan tetap menunggumu kembali padanya?”

“Ethan pria baik, dan dia calon dokter bedah mulut. Jika aku mengatakan alasan kenapa kami harus berpisah sementara, mungkin dia akan paham dan menungguku.”

Riley menyeringai padaku, membawa tubuhnya mendekat padaku membuatku mundur dan membentur meja konter. Ia menundukan wajahnya sejajar dengan wajahku. “Apa dia tidak keberatan jika tahu kau istriku dan selalu bercinta denganku? Dan setelah lepas dariku kau kembali padanya, apa dia akan menerimamu?”

Aku mengerutkan dahi. Jantungku berdebar-debar dan gugup, aku memalingkan wajah agar Riley tidak melihatku gugup. “Tentu saja dia akan menerimaku kembali, karena dia pria baik.”

“Kau masih perawan, Ava. Kekasihmu itu tidak pernah menyentuhmu.” Riley mengatakan itu tepat di depan bibirku hingga napasnya terasa olehku. Tatapannya amat tajam dan seakan menghunus tubuhku.

Aku menahan napas dan rasanya harus meloloskan diri darinya. Dia sudah tahu bahwa Ethan tak pernah menyentuhku, ini semua pasti karena Ken memberitahunya tentangku dan Ethan. Terkadang Ken benar-benar tak bisa menjaga mulutnya.

“Ethan tidak pernah menyentuhku, dan hubungan kami masih baru.”

Riley kembali menarik kedua sudut bibirnya ke atas membentuk senyum. Ia mundur sedikit, mengambil baki berisi tiga gelas dari tanganku, menaruhnya di meja konter dan kembali berhadapan denganku. Kini kami berhadapan tanpa terhalangi apa pun.

Suara kesiap meluncur dari bibirku ketika satu tangan Riley menyentuh pinggangku. Aku menahan napas dan menatap Riley dengan defensif. Aku tak ingin jatuh dalam pesona dan rayuannya.

“Kau sangat menarik, Ava. Sikap tak acuhmu membuatku semakin bersemangat mendapatkanmu,” bisik Riley dengan suara dalam dan serak.

Aku kembali terkesiap ketika satu tangannya lagi berada di pinggulku, dan wajahnya semakin mendekat ke wajahku. Kedua tanganku mencengkeram sisi meja konter dengan erat, menahan napas ketika Riley semakin memajukan wajahnya hingga bibir kami nyaris bersentuhan. Napasku terasa tersendat dan sulit. Aku mengatupkan bibirku dengan rapat, dan Riley semakin mendekatkan bibirnya pada bibirku. Napasnya terasa menerpa bibir dan hidungku, aku kesulitan bernapas. Lagi-lagi aku terkesiap ketika tangan Riley membelai pinggulku.

“Kau menginginkanku, Ava?” bisiknya dengan suara semakin serak. Terdengar jelas bahwa Riley menahan gairahnya.

Aku merasa dihantam kesadaran dan buru-buru mendorong tubuh Riley agar menjauh dariku, dan merasa begitu lega ketika tubuh kami memiliki jarak. Aku berbalik mengambil kembali baki tadi dan berjalan melewati tubuh Riley yang masih berdiri.

“Jangan macam-macam, Riley, kita belum resmi menikah,” kataku tepat di sampingnya kemudian melewati tubuhnya keluar dari dapur.

Riley mengikutiku di belakang, dan kami tiba di ruang tengah. Aku segera mendekati Ken dan Darian, memberikan mereka minuman. Aku sengaja membuang tatapan dari Riley, karena dia hampir saja mencuri perhatianku di dapur tadi.

“Pernikahan akan dilangsungkan minggu depan, secara tertutup dan hanya dihadiri oleh kita,” ujar Ken ketika aku duduk di sampingnya.

“Hanya kita? Bagaimana dengan Mom dan Dad?” tanyaku tak mengerti.

Mom dan Dad tak bisa tahu, mereka akan kecewa pada kita, Ava. Aku tahu ini semua salahku, awalnya aku ingin memberitahu mereka, tapi aku tak bisa melakukannya. Kau anak gadis satu-satunya, dan jika mereka tahu apa yang terjadi padamu karena aku, mereka tak akan memaafkanku.”

Aku menggigit bibir memandang Ken. Apa yang dia takutkan juga menjadi ketakutannya, apa yang Ken katakan juga benar dan aku setuju.

“Oke, Mom dan Dad tak harus tahu. Kita hanya melakukan pernikahan tertutup,” balasku kemudian.

Meski pernikahan seperti ini bukanlah impianku, setidaknya untuk saat ini aku tidak akan memakai gaun pengantin yang indah, disaksikan Dad dan Mom yang akan menangis terharu karena anak gadisnya melepas lajang. Aku juga tak sanggup memberitahu mereka, dan sebaiknya ini menjadi rahasia kami. Dalam enam bulan kedepan, semua ini akan segera berakhir.

“Kurasa aku harus segera pergi, besok aku akan mengirimkan berkas-berkasnya,” kata Darian yang bangun dan berpamitan pada kami.

Aku hanya mengangguk singkat, dan Ken mengantar Darian ke depan pintu. Kupikir Riley akan ikut pergi, tapi dia masih duduk di seberangku dengan tatapan tak lepas dariku. Aku sudah berusaha sebisa mungkin untuk terlihat berantakan dan tak menarik, nyatanya tak berguna.

Ponselku berdering dan aku segera membukanya, menemukan nama Ethan sebagai pemanggil. Dengan senyum cerah aku segera menerima panggilannya, dan melirik Riley sesaat yang saat ini sedang menatapku dengan begitu tajam.

“Hay,” sapaku pada Ethan.

“Ava, besok malam temanku mengadakan pesta, kau mau ikut?”

“Besok malam?” aku mengerutkan dahi mengingat kembali jadwalku. “Kurasa tak ada jadwal, mungkin aku hanya akan membuat naskah untuk pertunjukan teater bulan depan.”

“Jadi, kau mau ikut?” tanya Ethan lagi.

“Tentu saja, bukankah itu pesta temanmu. Aku akan pergi denganmu.”

“Aku akan menjemputmu di asrama. Love you.”

“Hmm... love you.”

Aku mematikan sambungan telepon dan menaruhnya di meja, ketika mendongak Ken dan Riley sedang menatapku. Ken berdiri di belakang sofa menatapku dengan wajah bersalah, sedangkan Riley menatap ponselku di meja seperti hendak membantingnya.

“Ada apa?” tanyaku tak mengerti.

“Tidak, aku ke kamar ya,” jawab Ken, kemudian berlalu ke kamarnya.

Kini aku memandang Riley. “Kau tidak pulang?”

“Tidak,” jawabnya singkat, masih dengan wajah datar tanpa ekspresi.

Aku sedikit heran kenapa Riley kembali berubah, sikapnya sering berubah-ubah secara cepat. Tadi dia begitu senang, menggodaku habis-habisan dan sekarang dia bersikap sangat dingin padaku dengan tatapan amat tajam.

“Besok pagi aku harus kembali ke asrama, kau tidak mau pulang?”

“Tidak.”

Kuhela napas pelan sambil mengangguk. Kuputuskan untuk bangun dan berjalan meninggalkan sofa, ketika melewati sofa yang diduduki Riley, tanganku dicekal dengan erat hingga membuatku berhenti melangkah dan menoleh.

“Apa itu kekasihmu?”

Aku menarik tangan, tapi cekalan Riley terasa sangat menyakitkan dan kuat. “You hurt my hand,” ujarku, menatap lenganku.

Riley melepaskan tangannya dan kembali menatapku dengan dingin. “Itu kekasihmu?” tanyanya lagi.

“Yap! Aku sudah katakan bahwa aku memiliki kekasih, dan aku tak bisa memutuskan hubungan kami secara mendadak. Kau juga pasti memiliki kekasih.”

“Aku tidak berkencan lebih dari satu malam,” balasnya. Bibirnya mengetat tipis dan mata abu-abunya terlihat lebih gelap.

“Oh, oke,” gumamku dengan pelan. “Jadi, kau akan pulang? Pintu depan selalu terbuka untukmu jika akan pulang.”

Riley memandangku tanpa ekspresi, ia berbalik dan melangkah meninggalkanku menuju pintu depan tanpa mengatakan apa pun lagi. aku memandang punggung lebarnya, membiarkannya membuka pintu, mengayunkannya dan hendak keluar tapi bertahan di sana.

“Tunggu,” kataku, dan Riley menoleh padaku. “Apa yang membuatmu ingin melakukan pernikahan ini? Kau tentu tahu jalan hidup kita tak sama. Aku memiliki kekasih, dan kau terbiasa hidup bebas.”

Perlahan bibir tipisnya tertarik di satu sudut membentuk seringai. “Karena kau penawaran terbaik yang diberikan Ken dalam taruhan,” balasnya.

Aku merasa tersinggung dan marah, ucapan Riley benar-benar sangat berengsek. Mencoba untuk meredam emosi aku mendengkus kasar. “You’re a bastard.”

Ya, that’s me,” ujarnya kemudian keluar dan pintu tertutup.

Aku memandang pintu yang tertutup sepeninggal Riley, menendang udara di depanku dengan kesal seakan aku bisa menendang wajah tampannya. Awalnya kupikir dia akan menjawab karena menginginkanku, jawabannya kali ini tidak begitu. Mungkin dia benar, aku penawaran terbaik yang dimiliki Ken untuk menghindarinya dari tuntutan hukum.

Dengan langkah berderap yang kesal, aku mengunci pintu dan berjalan kembali ke kamarku. Sebelum pergi ke kamarku, langkahku tertahan melihat pintu kamar Ken. Aku mendekat dan mengetuknya, lalu Ken membukanya dari dalam.

“Kau sedang apa?” tanyaku.

Ken mengedikkan kedua bahunya. “Aku baru selesai menghubungi Joey.”

“Kau mengatakan tentang hal ini pada kekasihmu?”

“Tidak, Ava. Rahasia ini hanya diantara kita saja. Joey tidak akan tahu karena aku tidak mungkin mempermalukanmu.”

Aku menghela napas lelah, bersandar di kusen pintu sambil memandang kamar Ken yang besar dan tak banyak perabotan. “Aku ingin tahu lebih banyak tentang Riley.”

“Kau tertarik padanya?”

Dengan tawa mencemooh aku memandang Ken, mendorong tubuhnya agar mundur lalu masuk ke kamarnya. Kamar Ken benar-benar kamar seorang pria, dengan cat abu-abu, hanya ada satu lemari, tempat tidur dan meja nakas. Aku mendekati ranjangnya dan mendudukan diri.

“Tidak, dia menyebalkan. Aku merasa Riley terlalu sulit ditebak, sebelumnya dia mengatakan menginginkanku, kemudian dia mengatakan aku penawaran terbaik yang kau miliki.”

“Meski sudah bertahun-tahun berteman dengannya, aku tidak tahu banyak tentang Riley. Dia memang berengsek, tapi jika dia menginginkan seorang gadis, dia akan benar-benar serius untuk mendapatkannya.”

“Maksudmu?”

“Jika dia benar-benar serius dengan satu gadis, dia tak bermain dengan perempuan lain dan terus merayunya. Dia akan tergila-gila dengan gadis itu dan tak membiarkannya pergi. Enam tahun lalu, Riley menjalin hubungan dengan seorang gadis, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk menikah.”

Jantungku berdegup dengan halus, merasa terkejut dan tak menyangka bahwa Riley pernah menikah dulu. “Lalu? Apa yang terjadi dengan mereka?”

“Aku tidak begitu tahu, karena Riley tak pernah membiarkan siapa pun tahu urusan pribadinya. Riley seorang bad boy dan kau tahu hampir semua gadis di kampus dulu sudah dia tiduri. Ketika perusahaannya mulai berkembang, dia menikahi kekasihnya, yang kudengar mereka bercerai setelah menikah enam bulan. Aku tidak tahu, karena Riley tak pernah menceritakan apa pun.”

“Apa Riley yang meninggalkan gadis itu?” tanyaku lagi.

Ken menggeleng pelan, menatap jauh ke depan seakan mengingat-ingat masa lalu. “Kurasa tidak, gadis itu yang meminta cerai pada Riley. Gadis itu pindah ke Amerika dan meninggalkannya. Riley itu sangat tertutup, tapi dia juga sangat luar biasa. Bisa membangun perusahaan Entertainment dalam waktu delapan tahun menjadi perusahaan besar. Makanya, dia semakin berengsek.”

“Tidak heran,” gumamku.

“Kuharap ini akan segera berakhir.” Ken menoleh padaku, duduk di sampingku dan menggenggam tanganku. “Aku selalu ada di sini, jika kau membutuhkan bantuanku.”

“Ya, aku pasti akan selalu merepotkanmu dan itu menyenangkan.”

“Dasar gadis nakal.”

 

 

🎀🎀🎀

 

Ava juga galaknya melebihi Krystal. wkwkwk…

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya LIVING WITH THE DEVIL - BAB 4 (FREE)
5
0
(ADULT ROMANCE 20+) BLURB:Ava Dayne, mahasiswa English literature and theatre yang menjalani harinya cukup menarik. Hidupnya berubah karena ingin menolong kakaknya yang kalah taruhan dan nyaris kehilangan seluruh hartanya, dia harus rela menjalani perjanjian dengan si pria yang memiliki seribu kepribadian. Ya, itulah aku, Ava Dayne.Mula-mula, aku hanya menyetujui perjanjian pra-nikah dengan Riley D’Arcy, semuanya simple. Mula-mula aku pikir dia seperti iblis, nyatanya tidak. Dia tampan, memesona, nyaris sempurna, penakluk wanita dan memiliki tato di tubuhnya, tapi dia sangat misterius.Mula-mula hubungan kami berjalan sesuai perjanjian, tak ada cinta, tak ada rasa sampai hantu masa lalunya datang menghampiri membuat Riley menampakan wajah buruknya padaku. Dia menikahiku bukan karena Ken kakakku kalah taruhan, tapi karena hal lainnya.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan