The Way Of Love (Sinopsis)

56
14
Deskripsi

 

Cerita fiksi, love story medis lagi untuk karya ini.


Sinopsis atau blurb berisi Part yang akan dibaca di update-an selanjutnya.... moga punya banyak waktu untuk nulis.

 

 

Have A nice day. Happy reading, tap ❤️ dan komentar menyemangati.

 

 

 

 

 

Blurb

 

“Hubungan kita berakhir sampai di sini, aku tak bisa menepati janji dan rencana kita untuk menikah.”

 


Kalimat Hanan seperti petir yang menyambar dan menghancurkan hati, mengejutkan dengan dengung kencang menyakitkan di telinga. 

 

 

 

Gagalnya pernikahan dan terkuaknya hal pahit di kehidupan Maza membuat perempuan itu merasa harus pergi jauh. Tekadnya semakin bulat, ketika sahabatnya datang untuk berpamitan.

 

“Aku harus kembali ke negaraku, tanggung jawabku dan kewajibanku di Indonesia sudah selesai. Negaraku, membutuhkanku. Perang belum selesai dan sewaktu-waktu Israel kembali dengan kekuatan yang lebih besar, entah kapan. 2021 menelan 314 korban jiwa, entah tahun ini--2022. Aku tak ingin terlambat untuk pulang.”
 


Jesna--sahabat dari Palestina yang mendapatkan beasiswa di Indonesia, berpamitan pada Maza. Ia pikir, negara asal sahabatnya itu sudah aman. Ternyata, jauh dari apa yang ia pikirkan. Setiap tahun, selalu ada korban. Termasuk Kakak Jesna yang terkena martir tentara Israel akhir tahun 2021. Maza memeluk sahabatnya begitu erat, matanya mengembun.

 

“Aku turut prihatin, Jes. Tapi, kumohon pikirkan lagi untuk menerima tawaran mengabdi di Indonesia, bersamaku,” bujuk Maza mendapatkan gelengan kuat dari Jesna.

 

“Aku ingin berada bersama saudaraku di Palestina, aku ingin mendekap perempuan dan anak-anak saat mereka takut dan saat tiba-tiba harus kehilangan anggota keluarga. Aku ingin menyeka air mata mereka dan mendengar takbiran penuh haru di sana sampai nyawa terlepas dari raga,” putus Jesna dengan kalimat mengoyak sekaligus menyentuh hati Mazaya.

 

Setelah melepaskan sang sahabat di Bandara, Mazaya kembali ke rumah dan terduduk di depan layar laptop yang sudah menyala.

 

“Pendaftaran relawan Indonesia untuk Palestina.”

 

Link yang langsung masuk ke web organisasi relawan, mengisi semua data dan memastikan dirinya mendaftar sebagai jenis relawan mission trip—misi pengabdian diri untuk rakyat Palestina. Mazaya tersenyum lega, beban kesedihan seakan-akan tercabut.


Untuk siapa lagi hidupnya? Ia tinggal bersama Tantenya sejak umur 7 tahun, semenjak ayahnya meninggal dan ibunya menikah lagi lalu disibukkan dengan keluarga barunya terlebih Ayah sambung menolak untuk menerimanya. Komunikasi dengan ibunya sangat buruk, hanya ada Tantenya yang ia panggil ‘Ummik’, panggilan untuk seorang Ibu.

 

Keputusan semakin bulat ketika fakta pahit terungkap, menyisakan luka menganga. Meskipun sebuah fakta pada akhirnya terungkap, tak membuat keputusan Maza goyah.

 

“Sampaikan salam dan ucapan selamat tinggal dariku,” ucap Maza pada teman dekatnya yang berstatus mantan calon adik ipar.

 

Sekarang, di sinilah Mazaya berada. Rumah Sakit Bersalin di Gaza Utara, Palestina. Menjejakkan kaki di bumi Palestina, dari kejauhan terlihat asap mengepul di atas gumpalan bekas ledakan. Ia terus melangkah menuju rumah sakit di mana dirinya bertugas, sampai pertemuan dengan Dokter Kepala bidang pelayanan medik rumah sakit membuat ia sesak napas oleh kekaguman.

 

“Selamat bertugas dan jangan sungkan jika ada kesulitan katakan saja pada saya atau rekan senior lainnya,” kata pria bernama Rizu Khairy dalam bahasa Inggris yang cukup fasih, suara terdengar pelan penuh kesabaran, mata hazel menunjukkan keteduhan dan memancarkan penuh kasih.

 

Ya Tuhan! Apa yang dipikirkannya? Maza mengingatkan dirinya, seketika pikirannya kacau, ia terkesima sekaligus bingung seperti orang linglung seakan-akan bumi berhenti berotasi pada porosnya.

 

“Sadar Za! Sadar....”

 

Bisikin hati membuat Mazaya meringis saking terkesima pesona indah pria Palestina....

 

“Asrama sudah kami siapkan, tepat di seberang rumah sakit. Semoga nyaman untuk kamu tinggali, Dokter Mazaya,” ucap Rizu Khairy.

 

“Pasti nyaman, Dok. Jangan khawatir, senang bisa berada di sini,” jawab Maza pada akhirnya dengan bahasa inggris saat ia baru menguasai sedikit bahasa arab, lalu ia berdiri gugup, “Kalau begitu saya permisi,” pamitnya dan Rizu pun ikut berdiri mempersilakan Maza keluar dari ruangannya.

 

Namun, baru beberapa langkah setelah membalikkan tubuh, suara Rizu kembali menyapu lembut gendang telinganya.

 

“Mazaya ....”

 

“Saya sepertinya tertarik padamu.” Kalimat tambahan yang tiba-tiba berdengung tanpa permisi, kemudian Mazaya menggeleng, “Astaghfirullah!” desisnya dengan kehaluan yang hakiki.

 

“Iya, Dok.”

 

“Tasmu tertinggal,” kata Rizu mengarahkan tatapan ke arah tas mungil milik M dan tergeletak di atas meja Rizu.

 

“Astaghfirullah!” seru Maza menepuk kening dengan pipi merona, konyol! Kekehan kecil lolos dari bibir Rizu semakin membuat Maza gugup dan mendumel dalam bahasa Indonesia.

 

“Bisa diem aja enggak sih jangan ketawa gitu bikin baper aja,” gerutunya.

 

“Bisa,” jawab pria yang berjarak beberapa langkah dari posisi Maza, mendengar jawaban itu. Mata Maza membulat sempurna, Rizu bisa berbahasa Indonesia!

 

“But, apa arti bam-per?” tanya Rizu dengan bahasa inggris campuran Indonesia menambahkan huruf M di kata Baper jadi Bamper!

 

Baper merupakan bahasa gaul di Indonesia, mana mungkin ada di kamus Inggris atau Arab, Maza geli sendiri. Sesuatu yang menghadirkan tawa kecil Mazaya.

 


“Salah satu nama penyakit baru yang masih diteliti, sejenis virus yang perlahan melumpuhkan kewarasan manusia,” jawab Mazaya ngasal.

 

 

Rizu tertegun dengan kebingungannya, semakin menggelikan untuk Mazaya.

 

 

Bagaimana kelanjutan kisah Mazaya di Negeri Palestina saat cinta dan perpisahan seakan-akan menjadi momok yang menakutkan di situasi perang dan krisis kemanusiaan tepat setahun ia menetap di sana?


**

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Kategori
The Way Of Love
Selanjutnya The Way Of Love 1
47
6
Tonton Trailernya di 👇https://karyakarsa.com/Lisfi/the-way-of-love-voucher Part free 👇  https://karyakarsa.com/Lisfi/the-way-of-love-sinopsis ** Blurb “Hubungan kita berakhir sampai di sini, aku tak bisa menepati janji dan rencana kita untuk menikah.”  Kalimat Hanan seperti petir yang menyambar dan menghancurkan hati, mengejutkan dengan dengung kencang menyakitkan di telinga.    Gagalnya pernikahan dan terkuaknya hal pahit di kehidupan Maza membuat perempuan itu merasa harus pergi jauh. Tekadnya semakin bulat, ketika sahabatnya datang untuk berpamitan. “Aku harus kembali ke negaraku, tanggung jawabku dan kewajibanku di Indonesia sudah selesai. Negaraku, membutuhkanku. Perang belum selesai dan sewaktu-waktu Israel kembali dengan kekuatan yang lebih besar, entah kapan. 2021 menelan 314 korban jiwa, entah tahun ini--2022. Aku tak ingin terlambat untuk pulang.”   Jesna--sahabat dari Palestina yang mendapatkan beasiswa di Indonesia, berpamitan pada Maza. Ia pikir, negara asal sahabatnya itu sudah aman. Ternyata, jauh dari apa yang ia pikirkan. Setiap tahun, selalu ada korban. Termasuk Kakak Jesna yang terkena martir tentara Israel akhir tahun 2021. Maza memeluk sahabatnya begitu erat, matanya mengembun. “Aku turut prihatin, Jes. Tapi, kumohon pikirkan lagi untuk menerima tawaran mengabdi di Indonesia, bersamaku,” bujuk Maza mendapatkan gelengan kuat dari Jesna. “Aku ingin berada bersama saudaraku di Palestina, aku ingin mendekap perempuan dan anak-anak saat mereka takut dan saat tiba-tiba harus kehilangan anggota keluarga. Aku ingin menyeka air mata mereka dan mendengar takbiran penuh haru di sana sampai nyawa terlepas dari raga,” putus Jesna dengan kalimat mengoyak sekaligus menyentuh hati Mazaya. Setelah melepaskan sang sahabat di Bandara, Mazaya kembali ke rumah dan terduduk di depan layar laptop yang sudah menyala. “Pendaftaran relawan Indonesia untuk Palestina.” Link yang langsung masuk ke web organisasi relawan, mengisi semua data dan memastikan dirinya mendaftar sebagai jenis relawan mission trip—misi pengabdian diri untuk rakyat Palestina. Mazaya tersenyum lega, beban kesedihan seakan-akan tercabut. Untuk siapa lagi hidupnya? Ia tinggal bersama Tantenya sejak umur 7 tahun, semenjak ayahnya meninggal dan ibunya menikah lagi lalu disibukkan dengan keluarga barunya terlebih Ayah sambung menolak untuk menerimanya. Komunikasi dengan ibunya sangat buruk, hanya ada Tantenya yang ia panggil ‘Ummik’, panggilan untuk seorang Ibu. Keputusan semakin bulat ketika fakta pahit terungkap, menyisakan luka menganga. Meskipun sebuah fakta pada akhirnya terungkap, tak membuat keputusan Maza goyah. “Sampaikan salam dan ucapan selamat tinggal dariku,” ucap Maza pada teman dekatnya yang berstatus mantan calon adik ipar. Sekarang, di sinilah Mazaya berada. Rumah Sakit Bersalin di Gaza Utara, Palestina. Menjejakkan kaki di bumi Palestina, dari kejauhan terlihat asap mengepul di atas gumpalan bekas ledakan. Ia terus melangkah menuju rumah sakit di mana dirinya bertugas, sampai pertemuan dengan Dokter Kepala bidang pelayanan medik rumah sakit membuat ia sesak napas oleh kekaguman. “Selamat bertugas dan jangan sungkan jika ada kesulitan katakan saja pada saya atau rekan senior lainnya,” kata pria bernama Rizu Khairy dalam bahasa Inggris yang cukup fasih, suara terdengar pelan penuh kesabaran, mata hazel menunjukkan keteduhan dan memancarkan penuh kasih. Ya Tuhan! Apa yang dipikirkannya? Maza mengingatkan dirinya, seketika pikirannya kacau, ia terkesima sekaligus bingung seperti orang linglung seakan-akan bumi berhenti berotasi pada porosnya. “Sadar Za! Sadar....” Bisikin hati membuat Mazaya meringis saking terkesima pesona indah pria Palestina.... “Asrama sudah kami siapkan, tepat di seberang rumah sakit. Semoga nyaman untuk kamu tinggali, Dokter Mazaya,” ucap Rizu Khairy. “Pasti nyaman, Dok. Jangan khawatir, senang bisa berada di sini,” jawab Maza pada akhirnya dengan bahasa inggris saat ia baru menguasai sedikit bahasa arab, lalu ia berdiri gugup, “Kalau begitu saya permisi,” pamitnya dan Rizu pun ikut berdiri mempersilakan Maza keluar dari ruangannya. Namun, baru beberapa langkah setelah membalikkan tubuh, suara Rizu kembali menyapu lembut gendang telinganya. “Mazaya ....” “Saya sepertinya tertarik padamu.” Kalimat tambahan yang tiba-tiba berdengung tanpa permisi, kemudian Mazaya menggeleng, “Astaghfirullah!” desisnya dengan kehaluan yang hakiki. “Iya, Dok.” “Tasmu tertinggal,” kata Rizu mengarahkan tatapan ke arah tas mungil milik M dan tergeletak di atas meja Rizu. “Astaghfirullah!” seru Maza menepuk kening dengan pipi merona, konyol! Kekehan kecil lolos dari bibir Rizu semakin membuat Maza gugup dan mendumel dalam bahasa Indonesia. “Bisa diem aja enggak sih jangan ketawa gitu bikin baper aja,” gerutunya. “Bisa,” jawab pria yang berjarak beberapa langkah dari posisi Maza, mendengar jawaban itu. Mata Maza membulat sempurna, Rizu bisa berbahasa Indonesia! “But, apa arti bam-per?” tanya Rizu dengan bahasa inggris campuran Indonesia menambahkan huruf M di kata Baper jadi Bamper! Baper merupakan bahasa gaul di Indonesia, mana mungkin ada di kamus Inggris atau Arab, Maza geli sendiri. Sesuatu yang menghadirkan tawa kecil Mazaya.  “Salah satu nama penyakit baru yang masih diteliti, sejenis virus yang perlahan melumpuhkan kewarasan manusia,” jawab Mazaya ngasal.  Rizu tertegun dengan kebingungannya, semakin menggelikan untuk Mazaya.  Bagaimana kelanjutan kisah Mazaya di Negeri Palestina saat cinta dan perpisahan seakan-akan menjadi momok yang menakutkan di situasi perang dan krisis kemanusiaan tepat setahun ia menetap di sana? **
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan