
Patah hati membuat Anggun terjebak dalam status 'Friends with benefit' yang telah disepakatinya bersama Kaisar.
Awalnya semua terasa indah dan bahagia, keduanya larut oleh gelora asmara yang tercipta. Kehidupan Anggun berubah 180°, materi yang tak terhingga sampai sebuah sensasi bahagia yang lebih menantang semakin melambung membuat Anggun terlena.
Tampan dan memiliki segalanya, membuat hati Anggun perlahan menghadirkan desir halus sebuah cinta yang menelusup. Perlahan tapi pasti, di setiap pertemuan...
Part 4
“Perkenalkan, Pak. Saya Larisa dan ini Raden, kami berdua diutus Pak Kaisar untuk menemui Anda. Maaf sekali, Pak Kaisar memiliki urusan penting dan sangat mendadak hingga memutuskan mengutus kami.”
Larisa, Raden dan Bastian terduduk bersama dalam satu meja, menghadirkan kebingungan dan juga ketakutan Bastian dengan pemikiran pria itu.
“Apa hotel saya tidak memuaskan tamu VIP dari Golden Group?” tanya Bastian ketar-ketir.
“Bukan, Pak.” Larisa menyanggah, “Kami diutus untuk membicarakan soal penawaran dan perencanaan kerja sama antara perusahaan kami di bawah naungan Golden Group dengan hotel milik anda,” papar Larisa tersenyum angkuh dan penuh keyakinan, Bastian akan mudah ia luluhkan.
“Maksud anda?” tanya Bastian, selama ini ia menjadi pemilik tunggal hotel setelah berhasil memiliki dan mengelola hotel di Australia sebagai satu-satunya orang Indonesia yang sukses dengan bisnis pariwasata dan perhotelan di sana.
“Kami menawarkan kerjasama agar hotel milik anda bisa go public untuk lebih mengembangkan cabang hotel di seluruh Indonesia atau bisa juga merambah mancanegara,” terang Larisa.
“Jika, Bapak menyetujui tawaran ini maka Golden Group siap membantu membentuk tim internal dengan menunjuk pihak eksternal perusahaan melakukan persiapan go public. Meminta persetujuan RUPS dan merubah Anggaran Dasar kemudian kita bisa mempersiapkan dokumen yang diperlukan untuk disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia dan OJK,” tambah Raden menerangkan sejelas mungkin, Bastian menimbang-nimbang dengan ekspresi penuh minat. Siapa yang tak ingin modal semakin besar dan ia bisa membangun cabang hotel di daerah lain?
“Beri saya waktu,” jawab Bastian.
“Saya harap seminggu cukup untuk Pak Bastian menimbang tawaran emas ini,” kata Larisa memberikan waktu, “Semakin cepat, semakin baik,” tambahnya tersenyum ramah.
Di tempat lain, setelah meninggalkan hotel. Kaisar mendatangi seseorang yang sejak tadi menelepon dan menuntut satu hal.
Kaisar berdiri di tengah lapangan golf berukuran kecil yang hanya memiliki 9 hole, ia melakukan tee off—pukulan bola di awal permainan, bola bergerak saat ia mengayunkan stick golf setelahnya pria itu menoleh ke sosok pria yang memakai setelan Jersey golf dan topi dengan kerutan wajah begitu kentara.
“Beri aku waktu satu tahun di Indonesia,” pinta Kaisar.
“Hanya setahun, Kai,” tandas pria yang tak lain adalah Ayah Kaisar—Abraham dengan ekspresi kaku pria tanpa senyuman dan terlihat sebuah keangkuhan.
“Ya ... hanya setahun.”
Setahun ... waktu menyelesaikan semua pekerjaan di Indonesia dan menyelesaikan kontrak dengan kekasih bayaran yang menarik untuknya dan sayang untuk dilewatkan, Kaisar membatin.
Wajah Anggun berkelebat di pelupuk mata, meninggalkan lapangan golf kini Kaisar buru-buru menuju ke sebuah tempat yang bisa melabuhkan keinginan bertemu dengan semua rencananya malam ini.
“Siapkan semuanya nanti malam dengan sempurna,” titah Kaisar dengan lengkungan tipis kedua sudut bibirnya. Harus malam ini, pikirnya.
Sepulangnya Anggun bekerja, seorang pria berseragam supir menghampiri Anggun.
“Saya diutus untuk menjemput Bu Anggun oleh Pak Kaisar,” terang pria berseragam supir yang dikenali Anggun. Ia mengernyitkan kening, bukannya sang kekasih sudah terbang ke Jakarta tadi pagi? Anggun membatin, tetapi tak menolak hingga mengikuti langkah supir ke arah mobil yang telah terparkir.
Supir membuka pintu mobil, bersamaan dengan senyum seorang pria yang terduduk di bangku belakang dengan uluran tangan dan satu mata yang dikedipkan.
“Mas Kai!” seru Anggun cepat-cepat masuk ke mobil dan kini tangan kokoh Kaisar menelusup ke sela jemari, “Bukannya....”
“Aku akan ke Jakarta, tetapi tidak sendiri melainkan bersamamu. Aku juga mau melarang kekasihku datang nanti malam ke acara pertunangan mantan.”
“Mas Kai ... tahu?” Anggun terkejut, ia tak seterbuka itu dengan Kaisar, mengatakan segalanya yang terjadi.
“Apa yang tidak kutahu? Bahkan nomor ukuran dalamanmu pun aku sudah mengetahuinya,” goda Kaisar yang terpekik ketika Anggun mencubit perut kotak-kotak kekasihnya dan tawa yang mengiringi perjalanan mereka.
Sementara, pria yang berjalan cepat keluar melewati lobi hotel hanya menatap penasaran mobil yang membawa Anggun—Sang Mantan, “Siapa dia?” gumamnya dengan sejuta tanya, terlebih Anggun menaiki mobil mewah BMW 740 Li Tahun 2019 dengan kisaran harga lebih dari 2 M, setahunya hanya ada satu tamu VIP yang dilayani oleh Anggun.
“Crazy rich Indonesia, anak pengusaha kenamaan Golden Group dengar-dengar tertarik dengan salah satu GRO kita.”
Ucapan salah satu staff yang selentingan didengar oleh Rangga, “Ndak mungkin kamu semurahan itu, Nggun.”
Sampai, sosok wanita dengan wajah masam menghampiri Rangga saat ini, “Ngejar siapa?” tanyanya ketus, “Jangan lupakan 4 jam lagi acara pertunangan kita,” tegasnya penuh keangkuhan. Sangat berbeda dengan Anggun yang penuh kelembutan.
Rangga mengerang, bayangan Anggun terus mengejar dan mengusik ketenangan, “Sial!” rutuknya kesal, mobil mewah, pembicaraan staff, hingga membandingkan pertunangannya. Haruskah ia mundur saat ini juga dari rencananya? Rangga menimbang, tunangan saja bisa batal apalagi baru tahap ‘akan bertunangan’ iya, ‘kan? Sisi lain berbisik, menggoyahkan keputusan Rangga saat sulit menepis bayang Anggun.
**
Setengah jam perjalanan mobil melaju, hanya ada obrolan ringan di antara Anggun dan Kaisar. Hingga mereka tiba di kamar hotel tempat di mana Kaisar menginap beberapa hari lagi. Terdapat kasur berukuran king size, meja kerja yang sudah tampak berantakan oleh kertas di samping laptop dan sofa untuk bersantai sambil melihat televisi.
“Aku membersihkan tubuh dulu, okay?” pamit Kaisar saat mereka sudah di dalam, Anggun mengangguk dengan senyum tipisnya lalu memilih membuka gorden jendela kamar, menatap lurus ke depan di mana jika pagi pemandangan Gunung Merapi – Gunung Merbabu di kejauhan akan terpampang. Sayang sekali langit sudah pekat, matahari sudah menenggelamkan diri.
Pikiran Anggun sejak tadi tertuju pada acara pertunangan sang mantan, entahlah sakit tak berdarah masih ia rasakan. Hingga kedua tangan kokoh dari belakang menelusup melingkari ke depan tubuh, Anggun sedikit tersentak lalu tersenyum saat kembali sadar dari lamunannya.
Perlahan Kaisar mengubah posisi hingga mereka saling berhadapan, jarak terhapus di antara keduanya. Bahkan, ujung hidung Kaisar menyentuh ujung hidung Anggun hingga merasakan napas pria itu di bibirnya. Tatapan mereka terkunci, tubuh Kaisar semakin menempel ke dada Anggun yang jantungnya berdegup.
“Mas Kai mau mencium aku?” tanya Anggun dengan polosnya mengingat jarak mereka terlalu dekat.
“Aku sedang mempertimbangkannya, Anggun,” sahut Kaisar berbisik, “Satu hal yang kukhawatirkan.”
“Apa itu?” lirih Anggun, Kaisar menarik sedikit dagu Anggun hingga wajah sedikit mendongak semakin mengunci tatapan mereka.
“Aku tak mampu berhenti jika melakukannya sekali, tepatnya aku tak menginginkan berhenti menciumimu,” sahut Kaisar lalu memilih menelusuri rahang hingga leher Anggun dengan kecupan.
Darah rasanya mengalir deras dalam tubuh Anggun, ini pertama kali ia mendapatkan sentuhan seperti ini. Bahkan, Rangga tak pernah berani menyentuhnya selama mereka menjalin hubungan. Genggaman tangan, pelukan, kecupan di pipi terlebih keduanya bekerja keras di Hotel demi membangun karir masing-masing. Hubungan sentuhan mereka, hanya itu. Argh! Rangga... satu nama yang membuat darah Anggun mendidih lagi.
Kaisar berhenti bergerak lalu menatap wajah Anggun kembali, “Setelah kesepakatan kita kemarin, sebelum melangkah lebih jauh. Aku ingin kamu melakukan sesuatu Anggun,” kata Kaisar dengan suara yang terdengar berat menahan sesuatu.
“Apa itu, Mas?” tanya Anggun bingung.
Kaisar menarik lembut tangan Anggun hingga berada di meja kerja di mana sebuah bolpoint sudah berada di atas kertas. Anggun memandang bingung kertas kosong dengan bolpoint di atasnya sekarang.
“Apa maksudnya, Mas?”
Menyadari kebingungan kekasihnya, Kaisar memposisikan tubuh di belakang Anggun dengan tangan melingkar begitu posesif ke depan tubuh sang kekasih. Lalu, membisikkan sesuatu yang membuat saliva Anggun rasanya tersekat di kerongkongan saat ini, bahkan deru napas hangat Kaisar di belakang telinga membuat bulu kuduk Anggun meremang seketika.
~Bersambung~
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
