Desain Cinta Sang Arsitek 1

23
3
Deskripsi

Tonton trailernya di link 👇

https://karyakarsa.com/Lisfi/desain-cinta-sang-arsitek-945278

**

 

“Tidak ada salah paham Damar! Pertunangan ini dibatalkan!” putus Bu Haryanti dengan dada naik turun menahan marah merasa dibohongi. Ahh! Penyakit ayan yang kapan saja bisa kambuh dan sangat memalukan, Bu Haryanti tidak bisa membayangkan hal itu jika memiliki menantu semacam Kania, terlebih Damar adalah anak tunggal. Istri Damar haruslah sempurna!

 

post-image-640d34cb777e6.jpg

“Aku kembali, Kania,” kata Damar menghirup napas dalam-dalam sambil meneliti seluruh sisi terminal kedatangan di Bandara Internasional selepas menempuh pendidikan Dokter Spesialis Neurologi selama 3 tahun di Jerman.

Teringat 3 tahun yang lalu, seorang wanita yang ia cintai menangis tergugu ketika melepas keberangkatannya, sudut bibir Damar tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman. 

Siapa yang bisa mengelak cinta yang langsung hadir saat pandangan pertama pada seorang wanita bernama Kania, tak terkecuali Damar.

Namun, tekad Damar begitu kuat ia ingin melanjutkan pendidikan spesialis Neurologi demi cintanya. Ingin benar-benar melindungi, merawat dan mencintai sepenuh hati Kania dengan semua keahlian profesi yang ia miliki.

“Damar,” sapa sang Ibu dan Ayahnya melambaikan tangan ke arah Damar yang langsung melangkah ke mereka dengan senyum semringah.

Mereka langsung menuju mobil, melakukan obrolan kecil dengan satu permintaan yang sepertinya sulit untuk ditunda oleh Damar. Keinginannya begitu menggebu, untuk segera menghalalkan pujaan hati.

“Sudah siap semua persiapannya, Bu, Yah?” tanya Damar saat mereka dalam perjalanan ke rumah keluarga Kania.

“Sudah, satu mobil membawa bawaan yang biasa dibawa ketika melamar anak gadis orang, mobil itu sudah stand by di rumah keluarga Kania. Sepertinya anak Ayah sudah tidak sabar,” goda ayahnya Damar yang juga salah satu direktur rumah sakit tempat di mana Alika—istri Sersan Kaelan bertugas saat ini.

“Pintar ya kamu bisa mendapatkan hati anak seorang Jenderal, setara dengan kita, Ibu bangga sama kamu, Nak,” kata Haryanti—Ibu Damar memuji pilihan sang anak.

Damar mendesah, lagi! Ibunya selalu mengaitkan strata sosial siapa saja yang berhubungan dengannya sejak dulu. Sesuatu yang membuat ia jengah, karena dengan Kania ia murni mencintai bukan karena Kania anak orang berada berstatus sosial tinggi seperti dirinya.

Malas berdebat, Damar terdiam terlebih karakter sang Ibu yang sangat keras jika semakin dibantah maka semakin menjadi, ayahnya pun mengedipkan mata agar Damar tak menyahut ucapan sang Ibu. Baiklah Damar diam kali ini, tapi ada sesuatu yang mengusik hati dan membuat ia gusar sendiri, sesuatu yang sama sekali ia tutupi dari ibunya. Hahh! Biarlah ini menjadi rahasianya, terpenting halal lebih dulu, pikir Damar yang berusaha mengabaikan kegelisahannya.

**

“Cie ... calon pengantin,” ledek Alika yang masuk ke dalam kamar Kania, tampilan Kania berubah sekarang, hijab menutupi rambutnya. Ia ingin menjadi wanita saliha semenjak mengenal Damar.

Kepergian Damar menempuh pendidikan, membuat Kania benar-benar menjaga diri dan hati, terdengar konyol ketika hubungan mereka hanya sebatas teman spesial, tetapi cinta Kania begitu besar untuk Damar.

“Ih Kakak, biasa deh ngeledekin. Nervous nih,” ungkap Kania terlihat gugup dengan bulir bening di kening semakin banyak padahal berada di ruangannya ber-AC. 

Pertemuan pertama untuk perpisahan selama 3 tahun karena Damar tidak pulang sama sekali ke Indonesia dalam kurun waktu tersebut, dengan alasan ingin konsentrasi dan agar lebih cepat pulang membawa gelar akademis dengan nilai memuaskan.

“Sudah ada di depan, yuk! Kakak gandeng, lingkarkan tangan di lengan Kakak biar enggak gugup, kendalikan emosimu jangan membebani pikiran terlalu berat, ingat jangan sampai penyakitmu—“

“Iya ... iya, jangan mengingat hal itu dong Kak, aku jadi kepikiran nih kan malu,” potong Kania yang ditanggapi kekehan tawa Alika, Kania sudah seperti adik kandung bahkan sahabatnya sendiri. Ketika disinggung tentang penyakit, Kania tidak membahas lagi pula ia merasa sudah sembuh dan terapi masih terus dilakukan, pemeriksaan rutin yang tak pernah terlewatkan.

Mereka keluar dari ruangan, semua sudah berkumpul di ruangan, tatapan Damar tak kedip melihat sosok yang ia rindukan. Rambut yang biasa ia lihat sebelum bertolak ke Jerman kini tertutup rapat, Damar semakin menguatkan hati untuk tidak mengejar dan memeluk wanita yang sekarang menutupi tubuhnya dengan busana muslimah.

Arghh! Damar mengeram dalam hati, cintanya semakin menggebu, Kania bak laksana sekuntum bunga yang memesona. Sebentar lagi, Kania akan menjadi miliknya, sabar Damar! Sisi lain dalam diri damar berbisik.

Seluruh anggota keluarga Aditama berkumpul, disaksikan sesepuh setempat dalam proses pertunangan kali ini. Senyum tak lepas dari orang yang menyaksikan proses demi proses, wajah Kania tertunduk malu ketika tatapan Damar melirik kearahnya tanpa kedip.

Namun, kehangatan pertemuan keluarga itu buyar saat tubuh Kania menegang dengan bola mata putih keseluruhan, tangan kania dingin seperti es, Kania terkapar tak sadarkan diri dengan tubuh bergetar tak beraturan.

“Kania!” pekik seluruh orang yang berada di ruangan, tubuh Damar pun menegang, apa yang  dikhawatirkan Damar terjadi. 

Kaelan—kakaknya serta Pak Aditama—ayahnya langsung membopong tubuh Kania. Meletakkan tubuh itu di tempat datar dan tidak keras ke dalam kamar. 

Alika memangku kepala Kania, membiarkan begitu saja kejang yang terjadi tanpa menahan gerakan, termasuk tidak menyumpal bagian mulut saat kejang seperti orang awam yang biasa lakukan, memasukkan sesuatu ke dalam mulut justru bisa membahayakan penderita kejang tertutup saluran pernapasannya.

“Biar Alika yang menangani, Yah, Sersan. Sebaiknya kembali ke ruang tamu, melanjutkan kesepakatan perencanaan,” kata Alika yang berprofesi sebagai Dokter dan diangguki Kaelan—suaminya dan juga Pak Aditama, panggilan Sersan tetap menjadi favorit Alika sampai sekarang.

Alika membiarkan Kania berbaring dan memiringkan tubuh, melindungi kepala dari benturan, melonggarkan pakaian dan melepas hijab, lalu menepuk pipinya untuk berusaha memberikan kesadaran, tidak menahan gerakan walaupun tubuh bergetar dengan mata yang tertutup sempurna.

“Sadarlah Kania,” gumam Alika dengan hati berkecamuk, memikirkan bagaimana tanggapan keluarga Damar? Kemungkinan pahit pun terlintas dalam pikiran.

Di luar kamar, tempat di mana kedua keluarga berkumpul terlihat tegang terlebih Damar. Ingin rasanya berlari, menolong Kania dengan semua kemampuannya tetapi langkah tertahan karena ibunya menahan pergelangan tangan Damar.

“Saya tidak menyangka kalau keluarga Jenderal Aditama berbohong dengan menyembunyikan penyakit Kania, ya ampun! Saya tidak bisa membayangkan memiliki menantu yang mengidap epilepsi, penyakit ayan yang begitu mengerikan untuk anak keturunan keluarga Abyaksa,” cibir Bu Haryanti tanpa hati.

“Bu!” protes Damar dan Prof. Herdi berbarengan.

Kaelan dan Pak Aditama memicingkan mata mendengar perkataan, berupa hinaan yang terlontar dari calon besan yang tak berperasaan.

“Ibu tidak sudi memiliki calon menantu penyakitan seperti Kania! Masih banyak wanita yang bisa kamu cintai dan nikahi, Damar!” tukas Bu Haryanti.

“Jaga ucapan Anda, Bu Haryanti!” tegur Bu Winda—Mama Kania yang akhirnya tersulut emosi.

Baru kali ini keluarganya dihina, tidak bisa dibiarkan! Bu Winda geram dan sudah pasti tidak akan diam.

“Maaf, Om, Tante ini hanya sebuah kesalahpahaman,” bela Damar berusaha menguasai dan mencairkan suasana.

“Tidak ada salah paham Damar! Pertunangan ini dibatalkan!” putus Bu Haryanti dengan dada naik turun menahan marah merasa dibohongi. Ahh! Penyakit ayan yang kapan saja bisa kambuh dan sangat memalukan, Bu Haryanti tidak bisa membayangkan hal itu jika memiliki menantu semacam Kania, terlebih Damar adalah anak tunggal. Istri Damar haruslah sempurna!

Deg!

Hati orang tua Kania dan sang Kakak berubah menjadi sangat tidak menyenangkan.

‘Bagaimana ini?’ tanya Damar dalam hati, melirik sekilas tangan Kaelan mengepal kuat dan Pak Aditama menyalak tajam ke arah Damar, pastinya keluarga Aditama merasa terhina.

Di dalam kamar Alika terus berusaha menyadarkan Kania, “Kumohon Kania sadarlah,” ucap Alika lirih menahan tangisan memikirkan acara pertunangan sekaligus kekhawatiran gadis ceria yang entah bisa tersenyum lagi atau tidak selepas kejadian ini.

~Bersambung~

 

Akan bertemu dengan pasangan Sersan Kaelan dan Dokter Muda Alika. ❤️

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Desain Cinta Sang Arsitek 2
25
3
“Pergi kalian dari rumah kami!” tegas Pak Aditama dengan suara bariton yang menggelegar seluruh ruangan.Tidak akan beliau biarkan wanita di depannya kali ini menghina putrinya hanya sebuah penyakit.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan