
Bagian 05
“Nurut sama Mama, ya? Rujuk lagi sama Rayan. Dia bisa bersihkan namamu dari tuduhan selingkuh. Nama baik keluarga kita juga akan kembali,” desak Ambar, ibu tiri Qaya, dengan nada memaksa.
Ambar hanya peduli pada gengsi, tak peduli bahwa rujuk dengan Rayan berarti mengembalikan Qaya ke sumber penderitaannya. Sebab, pernikahan tujuh tahun itu menyisakan trauma mendalam, membuat Qaya takut mencintai dan sulit percaya pada orang lain lagi.
Setelah kehilangan adiknya, Qaya dibuang ke pesantren dan dipaksa hidup jauh dari kemewahan. Identitasnya sebagai anak pemilik Grup Investasi Multinasional disembunyikan, bahkan ia sering dianggap santri miskin.
Saat lulus dan keluar dari pesantren, Qaya bertemu Rayan, pria yang kesulitan finansial. Mereka saling cocok satu sama lain dan memutuskan membuka toko baju bersama. Modalnya dari Qaya tentunya. Dia masih dapat biaya sekolah dari papanya meski uwang jajan sangat minim.
Tidak berselang lama, tiba-tiba pria itu melamarnya. Sempat ada keraguan awalnya, berat untuk menerima karena Qaya sebenarnya memiliki perasaan pada orang lain. Namun, dia cukup sadar diri dengan posisinya dan menerima lamaran Rayan agar tidak hidup sendirian..
Tepat sebelum Qaya masuk kuliah, mereka menikah. Papanya datang, tapi Ambar melarangnya terlalu lama dan jangan sampai membuka identitas. Apalagi mama tirinya itu tahu kalau Qaya menikah dengan keluarga mis-kin. Bisa-bisa mereka akan merepotkan kalau tahu siapa keluarga Qaya sesungguhnya.
Bagi Qaya, yang penting papanya mau menjadi wali untuknya. Dia menikah, mendapat keluarga baru dan berharap mendapatkan kebahagiaan juga di dalamnya.
Apa dia dapat kebahagiaan itu? Tidak. Qaya tidak pernah mendapatkannya. Mau diingat berapa kali pun dia tidak bisa menemukan. Kecuali, kebahagiaan semu yang sengaja dia ciptakan sendiri.
Bahkan hal yang paling dia ingat sampai saat ini, ketika dia membuat tasyakuran ulang tahun ibu mertuanya.
Dia sudah kasih tahu hal itu seminggu sebelumnya. Ibu mertuanya cuma bilang ‘terserah kamu aja’. Qaya menganggap itu sebuah persetujuan. Dia pesan nasi kotak spesial, snack, tumpeng, makanan prasmanan dan mengundang tetangga dan juga anak yatim.
Namun pada hari H, suami dan mertuanya tidak ada di rumah. Mereka pergi tanpa memberitahu Qaya dan dia baru tahu malam harinya dari story ibu mertuanya kalau mereka sedang merayakan ulang tahun di tempat lain.
“Setidaknya Ibu kasih tahu saya kalau memang di hari ini ada acara juga, saya bisa kasih undur waktunya,” protes Qaya.
“Laah, kok ngatur. Ibu bilang terserah bukan berarti bakal datang, ‘kan? Maksud Ibu terserah kamu ya terserah kamu mau bikin acara apa. Ibu ya terserah Ibu, dong. Apa-apa itu dibicarakan Qaya. Kalau kayak gini, buang-buang uang anakku aja.”
“Ini pakai uang Qaya kok, Bu. Bukan uang Mas Rayan.”
“Baguslah. Tahu diri.”
Meski Rayan sudah mapan, punya penghasilan miliaran, tetap saja mereka pelit. Qaya bisa memaklumi itu karena keluarga Rayan cukup lama berada di garis batas kemiskinan.
Dulu di awal nikah, Rayan memutuskan untuk usaha sendiri. Membuka jasa videographer, katanya. Qaya harus jaga toko sendiri dan membagi waktu dengan kuliah. Tidak jarang toko tutup karena tidak bisa meninggalkan kelas.
Omset menurun, Salma, ibu mertuanya protes. “Kamu harus fokus sama jualan dong, Qay. Kalau toko kamu sepi, kita mau makan pakai apa? Apalagi Rayan butuh modal terus ‘kan?”
Iya, penghasilan dari toko baju itu untuk menghidupi Qaya, Rayan dan kedua mertuanya. Juga, pendapatan sering sekali diambil Rayan, untuk pengembangan usahanya. Itu katanya lagi.
“Ya udah, Bu. Qaya cari pegawai aja biar bisa jaga toko waktu Qaya kuliah.”
“Yah … kepotong dong pendapatan kita buat gaji karyawan,” protes Romi, ayah mertuanya.
“Gimana kalau Bapak atau Ibu yang jaga toko? Lumayan ‘kan, Bapak sama Ibu ada kegiatan. Biar nggak bosan di rumah?” saran Qaya.
“Bapak nggak bisa. Kalau Bapak jaga toko, siapa yang bakal jagain Kuncoro?” tolak Romi, yang lebih mementingkan burung perkututnya.
“Ibu mau nikmati masa tua Ibu. Capek kerja terus. Kamu aja. Gimana caranya toko tetap lancar pendapatannya. Usaha suamimu kan masih kecil, bantu-bantu dia, lah. Jangan nambah-nambahin beban.”
Siapa yang nggak sedih dapat tanggapan seperti itu. Semua seakan dibebankan pada Qaya. Lagi-lagi dia mengalah, semua demi cinta.
Namun, sepertinya Allah ingin membuka mata Qaya agar tidak terlalu memakai perasaan. Dia tahu sebuah fakta jika selama ini Rayan hanya membuka usaha fiktif. Pria itu memakai uang Qaya untuk judi online. Pria itu kalah besar dan terlilit pinjol.
Semakin sakit saat tahu itu. Dia kerja keras, membagi waktu antara rumah, kuliah dan toko, tapi hasil jerih payahnya malah dibuat hal yang sangat merugikan. Hal terbaik yang Qaya bisa lakukan adalah berhenti memberi suaminya uang.
“Anj! Syalan kau jadi cewek! Baru punya penghasilan seuprit aja sok-sokan!” umpat Rayan.
Bukan sekadar umpatan, pukulan, tendangan dan Qaya sering diguyur air lalu dikunci di kamar mandi selama berhari-hari. Barang-barangnya diambil dan dicuri paksa oleh Rayan. Bahkan, yang paling menyedihkan dari perbuatan-perbuatan Rayan itu adalah dia harus kehilangan janin di kandungannya.
Mertuanya tahu? Jelas. Mereka tinggal serumah, masa iya tidak tahu.
“Semua ini salahmu, Qay. Coba kalau kamu nggak perhitungan kasih duit ke suamimu, nggak mungkin diginiin. Lagian, dia ikutan judi gitu karena dia mau jadi suami yang terpandang. Punya penghasilan dan bisa bahagiain kamu.”
Lagi-lagi, Qaya yang salah. Namun, dia masih ingin mempertahankan rumah tangganya. Dia ingin membuat Rayan berhenti bermain judi dengan membuatkan usaha yang nyata.
Rayan yang memang ahli menggunakan kamera, mulai diyakinkan Qaya untuk memulai usaha baru. Diberinya modal kecil tapi di belakang, Qaya meminta bantuan papanya untuk menyuntik dana pada usaha Rayan.
Dibantunya usaha itu hingga berkembang pesat. Dalam waktu lima tahun, Rayan berhasil mempunyai sebuah perusahaan film.
Berkat sebuah film dokumenter yang dia post di sosial media viral, kemudian ada seseorang yang mengajak Rayan bekerjasama dan mengembangkan film tersebut ke layar lebar. Semakin meledaklah nama pria tersebut.
Investor mulai berdatangan, dia banyak menjalin kerja sama dengan proyek-proyek film baru. Dia menggaet salah satu penulis untuk diadapatasi karyanya menjadi film dan rata-rata film produksinya meledak di pasaran. Berdirilah Light Production, sebuah perusahaan film yang disokong Qaya secara diam-diam.
Namun, saat pria itu sedang menikmati kesuksesan, Qaya justru jatuh sakit. Bukan sakit biasa. Sebuah sakit jantung, warisan dari almarhumah mamanya. Padahal dia sudah berusaha menjalani pola hidup yang baik selama ini, tapi apa yang dia dapat di rumah tangganya justru jadi pemicu sakit jantungnya.
Bagaimana tidak, empat tahun dia sangat bekerja ke-ras. Menuntuaskan kuliah, bisnis tetap harus jalan, menjadi istri dan menantu yang baik. Itu sangat menguras tenaga. Dan di saat Qaya sedang terpuruk seperti itu, Rayan justru menceraikannya dengan membuat fitnah kalau Qaya se-ling-kvh.
Qaya merelakan pernikahannya dan Qaya juga angkat tangan dengan perusahaan suaminya.
Namun, netizen pandai sekali mongorek latar belakang Qaya. Terkemukalah siapa Qaya sebenarnya dan Rayan tahu itu. Ditambah lagi, pria itu juga tahu jika penulis yang bekerjasama membuat film-film box office itu sebenarnya adalah Qaya.
Qaya sengaja membuat Tina, anak kepala pemban-tu di rumah papanya untuk menggantikan identitasnya saat menandatangi kotrak dengan Light Production. Dan sekarang, Qaya akan berpikir ulang untuk menyerahkan karya-karyanya pada pria itu.
Kini, Rayan sedang mengupayakan untuk mendapatkan Qaya dengan berbagai cara. Salah satunya, membujuk Ambar yang haus validasi dari rekan-rekan sosialitanya.
“Qaya … kamu dengerin Mama nggak, sih?”
Seruan Ambar membuat Qaya membuka mata, melepas rangkaian perjalanan masa lalunya.
Dia menatap Jero, mengangkat tangan kanannya sambil berkata, “Mas Jero bisa pegang saya sekarang. Saya halal untuk Mas sentuh karena saya menerima ijab qabul yang Mas lakukan bersama Papa saat saya koma. Saya ikhlas dan ridho dengan pernikahan itu.”
“Qaya!” sentak Ambar sampai melengking.
“Maafkan, Qaya, Ma. Qaya benar-benar tidak bisa kembali hidup dengan Mas Rayan.”
Dengan napas memburu dan wajah merah padam, Ambar mengecam Qaya. “Kamu akan menyesal pilih Jero jadi suamimu, Qay! Kamu belum tahu siapa dia sebenarnya, ‘kan?”
Jero dan Ambar saling bertukar pandang dengan tatapan dingin dan tajam.
“Dia itu ….”
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
