
Bab 01
“Alhamdulillah, sudah sadar, Mbak!”
Setelah sedari tadi diam menatap langit-langit, mendengar suara mesin yang terus berbunyi seiring dengan ritme jantung, akhirnya Qaya mendengar suara orang yang datang mendekat.
Wanita muda memakai pakaian perawat tersenyum padanya sambil memeriksa alat-alat yang menempel di tangan dan dadanya. “Saya panggil dokter dulu, ya, Mbak.”
Karena hanya bisa menggerakkan jari dan mata, Qaya hanya mengerjap pelan untuk merespon.
“Mas … Mas … permisi. Istrinya sudah siuman.”
Qaya kaget mendengar itu. Matanya membulat ketika mendengar ucapan perawat, sampai dia sadar ada seseorang yang sedang duduk meringkuk di samping tempat tidur. Pria itu menegakkan badan dan berdiri menatapnya.
Mas Jero! sentak Qaya dalam diamnya.
“Kupikir kamu nggak akan sadar,” ujar pria yang punya tatapan tajam dengan garis rahang tegas itu pada Qaya. “Welcome to our new life, My Wife.”
Kehidupan baru? Apa maksudmu? Kenapa juga aku jadi istrimu?
Ingin sekali Qaya mendapat kejelasan dari semua itu. Tapi mulutnya susah terbuka.
Matanya terpejam, mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum dia berada di ruang yang memiliki aroma antiseptic yang kuat ini.
Pelan-pelan, ingatannya kembali saat dia mengendarai mobil. Memacu kecepatan dengan tinggi untuk mengejar kedua orang tuanya yang baru dia ketahui sedang menemui seseorang untuk membicarakan pernikahannya.
Dia belum siap menikah lagi. Dia baru saja menyelesaikan hubungan mengerikan dalam sebuah pernikahan yang dia jalani selama enam tahun. Dia lebih menyukai waktu-waktu sendirinya, melakukan banyak hal yang disukai.
Namun, papanya tidak tega melihat dia hidup sendiri di apartemen, sedangkan mengajak anaknya pulang akan membuat pertengkaran hebat dengan istrinya.
Ambar, mama tiri Qaya memang tidak menyukai Qaya sejak kecil. Dia pernah melakukan kesalahan besar yang membuat dia layak dibenci, bahkan oleh papanya sendiri. Karena itu, Qaya rela ketika Ambar manjauhkan dia dari Thariq, menjadikan dia gadis miskin dan disuruh tinggal di pesantren tanpa boleh mengungkapkan siapa keluarganya yang sebenarnya.
Namun, karena fitnah yang didapat saat Qaya diceraikan suami, membuat banyak pihak penasaran siapa sosok Qaya yang sebenarnya dan terungkaplah kalau dia anak seorang pebisnis sukses di kancah Internasional.
Dari situlah, nama baik keluarganya jadi jelek. Ambar dijauhi teman-temannya dan dia mendesak agar Qaya cepat memperbaiki semuanya.
“Kamu rujuk aja sama Rayan! Dia bakal bantu perbaiki nama baikmu kalau kamu mau rujuk sama dia, Qaya!” desak Ambar.
Padahal laki-laki itu sudah Qaya bantu untuk sukses, tapi setelah sukses malah difitnah habis-habisan dan diceraikan. Sekarang, dia tahu siapa Qaya sebenarnya dan ingin kembali. Melakukan banyak cara agar Qaya mau menerimanya kembali.
“Papa lebih suka kamu menikah dengan Kai saja, Qaya. Dia akan benar-benar menjagamu,” imbuh Thariq, menawarkan anak asisten pribadinya yang memang sejak kecil sering membantu Qaya.
Siapapun itu, Qaya tidak mau menikah. Sekalipun, Qaya merasa nyaman dengan Kai, tetap dia takut dengan pria apalagi sampai menjalin hubungan.
Rumah tangganya dulu sangat mengerikan dan dia sudah senang bisa hidup seorang diri.
“Qaya janji nggak akan merepotkan kalian. Qaya akan tinggal sendiri, Ma, Pa.” Qaya memohon.
“Kamu memang bisa tinggal jauh, Qay. Tapi kamu bikin papamu sering ninggalin aku buat ngecek keadaanmu!” sentak Ambar dengan lirikan sinisnya.
“Qaya butuh bantuanku, Ma. Siapa lagi yang akan—”
“Makanya nikahin dia, biar suaminya nanti yang urus! Aku nggak mau ya kamu beri dia perhatian dan kasih sayang setelah apa yang dia lakuin sama aku, Mas!”
Benar, dia memang tidak pantas mendapatkan kasih sayang. Meski kesalahan itu sudah berlalu belasan tahun, tetap saja dia belum bisa memaafkan diri sendiri.
“Qaya sudah punya calon sendiri, Ma, Pa,” ujar Qaya. “Dia … Mas Jero … Jerobi Akasia. Kami sedang dekat dan akan menjalin hubungan serius.”
“Jero? Jero, anak Om Zacky? Sahabat Papa?” sahut Thariq. Pria paruh baya itu sangat kaget dengan ucapan putrinya.
Sebenarnya nama itu muncul begitu saja karena dia mau mengakhiri tekanan dari papa dan mamanya. Tapi ternyata, kedua orang tuanya menganggap itu benar dan mulai membicarakan hal serius dengan keluarga Jero.
"Hallo … Qaya … Hallo!”
Qaya menurunkan laju kendaraan ketika sambungan teleponnya sudah terhubung.
“Papa di mana sekarang?”
“Ini lagi di rumah Om Zacky. Ada Jero juga—”
“Pa, tolong jangan se—”
BRAK!
Entah apa yang terjadi saat itu. Yang Qaya ingat, mobilnya berguling-guling dan berhenti saat tertahan sesuatu. Kendaraannya ditabrak keras dari arah belakang. Mungkin, itu sebabnya dia ada di rumah sakit saat ini.
Namun, kenapa tiba-tiba dia bangun dan sudah jadi istri Jero? Kenapa?
Apa kamu menikahiku saat aku tidak sadar, Mas? Kenapa? Kenapa melakukan itu? Kita nggak saling cinta, kenapa harus menikah!
Qaya hanya bisa melayangkan protes dalam diam, tapi sepertinya pria itu sadar dengan keresahan Qaya.
“Kata penghuli, keabsahan pernikahan ini tergantung padamu, Qay.”
Qaya membenarkan itu dan menunggu kalimat selanjutnya.
“Kalau kamu menerima, pernikahan ini akan sah. Kalau tidak, pernikahan ini akan batal. Jadi … apa keputusanmu dengan pernikahan ini?”
Ingin sekali Qaya menjawab, tapi tidak kuat untuk melakukannya.
Aku ….
Sebelum lanjut ke bab berikutnya, sudilah kiranya untuk mengelike dan meninggalkan jejak di kolom komentar.
Hati yang lebih jernih dari air hujan ini, mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya untuk para Penjelajah Narasi.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
