Chapter 9. Cinta Seputih Salju ( Jejak yang Tak Kukenal)

2
0
Deskripsi

Dalam Episode ini Clara mulai mengenal Sisi lain Chris yang selama ini tidak dia ketahui. Berikut cuplikannya. 

Tiba tiba mataku tertuju pada serangkaian Foto yang terletak diatas meja tak jauh dari perapian. Aku memandangi foto itu satu per satu, hingga aku berhenti pada Foto Chris yang tampak berpose mesra dengan seorang wanita di dalam foto itu. 

post-image-67ef0d1c00204.png

 

JEJAK YANG TAK KU KENAL

“Kadang manusia terlalu sibuk dengan luka batinnya  sendiri

Hingga lupa memperhatikan kebutuhan batin  orang lain”

 

Hari itu aku sedang berada di Cafe Snöblomma ( Bunga Salju) milik Sofie. Dia sudah lama ingin aku berkunjung ke bisnisnya itu. Namun baru setelah hampir sebulan aku di Ljusdal, aku punya waktu mengunjunginya. 

Cafe Snöblomma cukup tenang dan sepi hari itu. Mungkin karena aku datang agak sedikit kepagian. Sofie segera menemuiku dan duduk di depan ku. Dia menggunakan seragam kebesarannya sebagai pemilik Cafe, yaitu celemek warna pastel dan bertuliskan Welcome to  Snoblomma.

“Bagaimana hari harimu di Ljusdal Clara?” tanya Sofie membuka percakapan.

“Good, semua berjalan lancar.” 

“Kabarnya kau dan Chris ditunjuk oleh Bapa Peter untuk membantu beliau terkait kegiatan amal untuk gereja?” 

“Ya benar.”

“Woow, bagaimana Chris? Apakah dia bisa menerima kehadiranmu?”

“Awalnya agak sedikit bermasalah. Tetapi pada akhirnya dia mau menerimaku. Sebetulnya aku tidak ingin tetap ikut dalam kegiatan itu. Aku tidak nyaman dengan cerita masa lalu kami. Tapi Bapa Peter yang memaksa.” 

“Jujur saja, aku tidak heran jika Chris sempat menolakmu bergabung dalam kegiatan amal itu.” 

“Mengapa begitu?” ujarku sambil mencecap kopi hangat yang ada di depanku.

“Hemmm, Kisah cintamu dan Chris yang kandas itu cukup populer di desa ini. Waktu itu, setelah kau pergi meninggalkan Ljusdal, dia dikenal sebagai pemuda yang selalu duduk di tepi danau Vintergol. Kau tahu, hampir setiap orang di desa ini, pernah melihat dia duduk di tepi danau itu dengan pandangan kosong. Kami sangat khawatir dengan kondisi Chris waktu itu, hingga menyarankan kedua orang tuanya untuk mengawasi Chris.”

Mendengar perkataan Sofie, ada rasa bersalah yang tau tau menyusup dalam relung hatiku. Aku merasa sepertinya aku perlu meluangkan waktu untuk mengunjungi rumah Chris. Dia sudah berkali kali ke rumahku, tetapi aku belum pernah sekalipun mengunjungi rumahnya. 

“Apakah rumah Chris masih di alamat yang sama? Di tepi hutan pinus Talljoskogen?” 

Sambil mencecap kopinya Sofie pun menjawab,” Tentu saja. Apakah kau mau berkunjung ke rumahnya?” 

“Aku belum tahu, tapi bisa jadi itu akan kulakukan.”

“Hampir setiap orang disini menjulukinya sebagai pemuda patah hati. Aku sangat prihatin melihatnya waktu itu. Dia sangat kehilangan dirimu. Dia tidak pernah punya teman dekat wanita sejak kehilangan kamu. Yah, setidaknya itu yang aku tahu.” 

Aku makin merasa bersalah pada Chris. Seperti sebuah rekaman film aku mengingat kembali memori pertikaian kami di tepi danau Vintergol, kepergianku ke Amerika, hingga pertemuanku dengan Edward. Bisa jadi saat aku menjalin cinta dengan Edward dan melupakan Chris, justru saat itulah dia menantiku pulang dan kembali padanya. 

Mataku terasa panas dan tenggorokanku seperti tercekat. Aku tidak menyangka Chris begitu mencintaiku. Cinta tulus yang justru tidak kudapatkan dari Edward. 

Banyak lagi hal lain yang yang aku  bicarakan dengan Sofie. Tetapi cerita tentang Chris seperti membuka kembali kotak Pandora yang selama ini tidak pernah kusentuh. Tiba tiba saja aku merasakan emosi masa lalu yang telah lama kulupakan. 

Malam itu aku kembali merenung di kamar tidurku yang hangat sambil menatap bunga mawar pemberian Chris serta mengingat kembali semua cerita Sofie, rasa sedih dan menyesal  kembali muncul dalam sanubariku. 

Seandainya aku tidak meninggalkan Chris, mungkin aku akan mempersembahkan kemurnian ku padanya di malam pengantin kami. Mungkin aku sudah menjadi Nyonya Chris saat ini dan sudah punya anak. Mungkin aku tidak akan pernah bertemu dengan si Iblis Edward itu, dan merasakan nyerinya sebuah pengkhianatan cinta. 

Aku mengambil bantal dan menumpahkan air mata penyesalanku di sana. Kelebat memory masa lalu, saat Edward pertama kali menodai kesucian tubuhku kembali muncul. Aku merasa begitu naif dan liar dalam pelukannya, aku malu. Lalu muncul bayangan wajah Chris yang tenang dan damai saat bermain piano bersama anak anak. Oh Tuhan, mengapa justru aku melemparkan diriku dalam pelukan lelaki hina macam Edward, dan mengecewakan Cinta  murni milik Chris. 

Malam ini, di kamar tidurku yang hangat, aku menyadari satu hal. Aku masih mencintai Chris, dan aku ingin dia kembali padaku. Aku tidak sanggup kehilangan dia. Sepertinya besok pagi aku harus mengunjungi Chris. 

Aku pun terlelap dengan segudang rencana untuk mengunjungi Chris di rumahnya, di tepi hutan pinus Talljoskogen. Sebuah rencana yang bisa jadi akan merubah segalanya. 

*****

 

Pagi itu, setelah memasak pastel tutup kesukaan Chris, aku bergegas pergi menuju jalan setapak yang mengarah ke tepi hutan pinus Talljoskogen. Aku begitu terpesona dengan keindahan alam musim dingin di sekitar hutan pinus. Warna putih salju di dahan pinus tampak berkilau memancarkan cahaya indah. Sebuah pemandangan yang tak pernah kutemui di Manhattan. 

Tak terasa hampir 30 menit aku berjalan mengitari hutan dan jalan setapak, sebelum akhirnya sampai di depan rumah Chris. Rumah itu masih sama seperti sepuluh tahun lalu. Hanya saja mungkin catnya berganti. Rumah khas penduduk desa Swedia, sama seperti rumahku. 

Terbayang kembali memory 10 tahun yang lalu, saat aku menanti Chris mempersiapkan diri untuk pergi ke pesta dansa musim panas kami yang pertama. Waktu itu, aku menunggunya di teras rumah ini ditemani Willow adik Chris yang juga teman satu kelasku. Kami bersenda gurau dan tertawa riang. Kini teras itu tampak  beku terkena hujan salju semalam. Aku menghembuskan nafas  dan mengumpulkan keberanian untuk melangkah mendekati pintu rumah. 

Tok tok tok…

Aku mengetuk pintu kayu rumah Chris dan menunggu jawaban dari suaranya. Tapi sepi. Kembali ku ketuk pintu rumah itu dan tiba tiba pintu itu terbuka. Aku melihat Willow tampak terkejut melihat kedatanganku. 

“Mau apa kau ke sini?” tanya Willow dengan nada bicara ketus.

“Hemm Hai Willow, lama kita tidak bertemu.” 

“Chris tidak ada di rumah jika itu tujuanmu ke sini.”

Belum sempat aku menjawab, Willow mencoba menutup pintu rumah itu kembali. Untung aku sigap menahannya.

“ Willow, aku tahu aku bukan teman yang baik. Aku sangat paham jika kau tidak ingin bertemu dan kembali berteman denganku. Namun setidaknya ijinkan aku bicara denganmu sebagai sesama warga desa. Aku hanya ingin menyambung kembali kebersamaan kita, setidaknya sebagai tetangga, jika tidak bisa sebagai sahabat. Please?” 

Aku melihat raut  wajahnya yang semula tegang mulai mengendur. Dia mulai menatapku dan berkata,” Masuklah.” 

Aku melangkah masuk dan merasakan kehangatan rumah itu, walau sepertinya tampak  sepi. 

“Duduklah, “ ujar Willow

Aku duduk dan menyerahkan buah tangan yang kubawa untuk Chris. 

“Aku masih ingat betul, kesukaan Chris. Aku membuat ini khusus untuknya.” 

“Terimakasih,” ujar Willow datar. 

Kemudian dia masuk ke dalam rumah dan kembali keluar membawa dua teh hangat untuk kami. 

“Bagaimana kabarmu Clara?” 

“Seperti yang kau lihat, aku kembali ke desa ini. Aku baik baik saja.” 

“Bagaimana pekerjaanmu di Amerika?” tanyanya sambil mencecap teh panas 

“Not Good. Aku keluar dari pekerjaanku dan kembali ke rumah. Aku tidak punya pekerjaan sekarang. Bagaimana denganmu?” 

“Sebenarnya aku tidak tinggal di sini. Aku tinggal di Kota bersama suami dan anakku. Hanya saja pagi ini Chris memintaku datang untuk membantunya menata dapur. Namun pagi tadi Bapa Peter menelponnya untuk datang ke wisma Pastur. Sepertinya ada urusan penting yang ingin mereka bicarakan.” 

Aku melihat sekeliling rumah itu. Tidak banyak perubahan yang terjadi. Aku merasa seperti terlempar kembali pada memory 10 tahun lalu. Aku berdiri dan berjalan mendekati perapian untuk menghangatkan badan. 

Tiba tiba mataku tertuju pada serangkaian Foto yang terletak diatas meja tak jauh dari perapian. Aku memandangi foto itu satu per satu, hingga aku berhenti pada Foto Chris yang tampak berpose mesra dengan seorang wanita di dalam foto itu. 

“Siapa ini Willow?” tanyaku sambil menunjuk pada foto kecil itu. 

Willow tampak terkejut dan sedikit panik. 

“Ah.. itu foto Myra Lynberg. Pacar Chris yang sekarang.” 

Aku seperti membeku, tiba tiba badanku terasa kaku dan pikiranku buntu. Seperti ada kabut tebal menyelimuti pikiranku.  

“Oh…aku baru tahu jika Chris punya pacar,” ujarku. 

“Clara, sebenarnya aku tidak ingin mencampuri urusanmu dengan Chris. Namun jika boleh aku nasehatkan, sebaiknya kau lebih bisa menempatkan diri. Saat ini Chris sedang dekat dengan Myra Lynberg. Aku berharap setidaknya mereka bisa melangkah ke jenjang pernikahan tanpa perlu terganggu oleh kemunculanmu. Chris sudah terlalu lama menanggung sepi dan luka karena ulahmu.” 

Aku tidak bisa berkata apa apa. Aku hanya terpaku menatap foto itu. Tapi kemudian aku menguatkan diriku menghadap Willow dan menjawab nasehatnya. 

“Tentu …tentu Willow. Aku senang akhirnya aku tahu Chris punya pacar.  Terimakasih kau sudah memberikan nasehatmu. Akan aku perhatikan, Aku juga tidak ingin merusak kebahagiaan Chris dan Myra.”

Wajah Willow seperti terkejut, ketika dia melihat air mata meleleh dari mataku. 

“Aku pamit Willow, sampaikan salamku pada Chris.” 

Tanpa menunggu jawaban darinya, aku bergegas melangkah keluar rumah. Namun tiba tiba Willow menarik tanganku. 

“Kau…masih mencintai Chris?” 

Aku menoleh dan mengusap air mata yang meleleh. 

“Itu ..tidak penting lagi sekarang bukan? Aku ..harus bisa menempatkan diri. Aku sudah terlalu lama pergi, dan Chris layak menerima yang terbaik.” 

Aku sungguh tidak bisa menahan diri lagi. Aku menangis dengan kencang di depan Willow. Dia tampak sangat terpukul melihatku menangis meraung raung. Dia segera menarikku dalam pelukannya. 

“Maafkan aku Clara, aku tidak tahu kau masih menyimpan cinta yang begitu besar pada Chris. Aku..aku tidak pantas berkata kata kasar seperti tadi.” 

“No…kau benar Willow.  Sudah seharusnya aku tahu diri, dan tidak berharap terlalu banyak pada Chris. Justru aku berhutang kata maaf padanya. Tapi aku bahagia sekarang dia sudah menemukan tambatan hati dan bisa melangkah menuju masa depan cintanya yang lebih baik.” 

Kami berpelukan cukup lama sebelum akhirnya aku melepaskan diri dari pelukan Willow dan melangkah pergi meninggalkan rumah itu. Dunia berubah dalam sekejap. Semula aku merasa begitu bahagia pulang ke Ljusdal. Namun sekarang aku mulai merasa, mungkin aku  telah mengambil keputusan yang salah. Aku seperti merangkak keluar dari dasar jurang, untuk terjun kembali ke Jurang lain yang lebih dalam. 

*****

Kepergianku ke rumah Chris, membuka  sebuah cakrawala baru bagiku dalam menempatkan Chris sebagai manusia. Aku merasakan sisi kewajaran  Chris yang lebih realistis. Sudah seharusnya dia punya wanita lain. Adalah sebuah harapan palsu jika memimpikan dia setia menungguku, sementara aku sendiri terikat erat dengan pria lain, yang waktu itu aku harapkan bisa menjadi suamiku. 

Disatu sisi aku menyesal pergi ke rumah Chris hari itu, namun disisi lain aku bersyukur. Karena dengan begitu aku bisa menempatkan semua orang dan persoalan pada porsi yang seharusnya. Perlahan aku kembali berjalan menyusuri tepi hutan Talljoskogen.  Dan tanpa terasa aku sampai di pusat kota Ljusdal. 

Disana aku bermaksud pergi ke pasar buah dan belanja beberapa jenis buah buahan untuk ibu. Sesaat sebelum masuk ke dalam toko buah, aku melihat Chris sedang berbelanja buah di sana dan ketika  aku ingin menghampirinya, disanalah aku melihat Myra. 

Mereka tampak begitu mesra. Chris menggandengnya sementara  Myra tampak begitu manja sambil sesekali menempelkan kepalanya pada pundak Chris. Aku bermaksud meninggalkan toko buah itu, namun sialnya pandanganku beradu dengan pandangan Chris. Dia tampak sangat terkejut melihatku. 

Namun aku sudah tidak peduli, aku melangkah pergi meninggalkan toko buah itu dan tidak menoleh kebelakang sedikit pun. 

*****

 

 

 

 

 

 

 

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya 21+ Chapter 10. Cinta Seputih Salju ( Dare To Prove)
3
0
WARNING ! (EXPLICIT SCENE)BE AWARE UNTUK ANDA YANG MUDAH TER TRIGER DENGAN NUANSA DARK ROMANCE.Chapter ini ditulis dengan POV ChristianCuplikan dialog:“Aku datang, Chris, seperti yang kau minta. Untuk membuktikan cintaku, penyesalanku. Tapi lebih dari itu, aku datang untuk menanggalkan seluruh topengku, agar kau bisa melihat diriku yang sebenarnya. Aku juga datang, untuk mengklaim sesuatu yang aku tahu hanya akan kau berikan padaku- kemurnianmu. Jangan menolak, jangan sembunyi. Biarkan aku menyambutmu, seperti kau seharusnya menyambutku. Menangislah jika perlu, menjeritlah jika luka yang kusentuh terlalu dalam. Karena malam ini aku bersumpah akan menghisap seluruh racun dari jiwamu…dan tubuhmu,”
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan