
Jangan pedas-pedas, nanti sakit hati! Loh??๐ค
Grogi, itu yang aku rasa ketika sesi kick of meeting kali ini. Dalam satu ruangan diisi oleh aku, Mas Rasjid dan Chris sebagai klien dan di tim Audit diisi oleh Mas Jaka, Angga, Wira dan Yunan. Tentu saja aku sangat mengenal jajaran tim auditor kali ini. Semalam saja aku sudah con-call bersama Angga and the genk. Mereka habis menertawakanku karena kami bertemu lagi tetapi sebagai klien bukan lagi sebagai tim.
Hal yang membuatku grogi adalah satu meja lagi bersama Mas Jaka. Sebelumnya Mas Rasjid, Mas Jaka, CFO kami dan Partner Auditor sudah terlebih dahulu meeting bersama. Hari ini kick of meeting tim kroco. Mas Rasjid menerangkan kembali mengenai tentang perusahaan kami, mulai dari core business, susunan perusahaan, komponen shareholder sampai kepada pencatatan di laporan keuangan.
Sesuai dengan gayanya Mas Jaka hanya mendengarkan dengan seksama dan menimpali jika dia rasa perlu. Disini malah Angga yang aktif bertanya. Cara berpikir Angga memang kritis, jadi tidak heran jika dia banyak tanya. Sedangkan Yunan dan Wira yang menjadi senior auditornya juga lebih banyak mendengarkan.
"Jadi Pak, sesuai pembagiannya untuk in-charge masing-masing perusahaan akan dibantu oleh Chris dan Ghian," ucap Mas Rasjid.
"Kalian udah pasti kenal sama Ghian kan?" tanya Mas Rasjid sambil mencairkan suasana.
"Gak perlu ragu deh Pak. Rumahnya Ghian dimana aja kami tahu kok," jawab Angga.
"Nah, kalau Ghian nggak bisa membantu samper aja ke rumahnya kalau gitu," canda Mas Rasjid tetapi hanya dibalas tawa garing oleh kami.
Aku pun hanya memberi senyuman malas ke Angga. Untung saja masih ada Angga di tim mereka. Kalau hanya ada Mas Jaฤทa dan langsung ke seniornya yang ada matilah aku.
"Yasudah Pak, sesuai timeline kami akan pull-in minggu depan. Kalau dari kami ya, mohon bantuannya agar data requestnya di penuhi biar reportnya juga rilis sesuai due date," ucap Mas Jaka.
"Iya ini juga kami lagi kejar. Sudah enam puluh persen kan ya Chris, Ghi?" tanya Mas Rasjid.
"Iya Mas," jawab Chris.
"Untuk working papernya juga kami sudah dapat dari auditor tahun lalu Pak," tambah Mas Jaka.
"Kalau nanti sampai tanggal pull-in masih ada beberapa data yang belum kami penuhi, bisa sambil jalan aja kan Pak?" tanya Chris ke Mas Jaka.
"Bisa aja Pak, tapi kalau bisa ya sudah terpenuhi ya. Biar kami bisa langsung jalan," tutup Mas Jaka. Tuhkan Mas Jaka gituloh. Kalau A ya harus A.
Tidak lama setelah itu meeting kami pun selesai. Tim Audit berpamitan. Hanya tinggal Aku, Chris dan Mas Rasjid di ruangan.
"Itu dulu Bos lo ya Ghi?" tanya Chris.
"Iya betul," jawabku.
"Gimana orangnya?"
"Baik-baik aja sih. Cuma nanti kalau dia ada minta data atau dokumen ya lebih baik kita kasih aja. Demi kebaikan," jawabku.
"Hah?! Kalau nggak dikasih emang kenapa? Kok gue jadi ngeri." tanya Chris.
"Ya coba aja nanti kalau penasaran," usulku ke Chris.
"Asik juga ya Ghi, ketemu tim lama. Udah jadi opposite sekarang," ledek Chris kepadaku.
"Dunia ini sempit sekali lah pokoknya," jawabku yang langsung disambut tawa dari mereka.
"Kalian kejar ya datanya. Kamu juga nggak mau malu kan Ghi di depan mantan bos kamu?" tanya Mas Rasjid.
"Iya Mas."
Setelah itu aku dan Chris langsung sibuk menyiapkan data audit. Karena ini masih data awal sebenarnya tidak terlalu riweh. Jika sudah mulai jalan dan ada temuannya disitulah pening baru akan terasa. Aku dan Chris hari ini sangat serius dalam bekerja. Tidak terasa waktu jam pulang pun sudah lewat sepuluh menit yang lalu.
"Ghi, pulang sore aja yuk kita. Sebelum ada lembur-lembur mending kita nikmati liat matahari," usul Chris yang aku lihat sudah mematikan laptopnya.
"Ih ayo dong. Besok kita lanjut lagi aja," jawabku.
"Iya setuju. Lagian Mas Rasjid udah pulang ini. Kenapa kita jaga kandang," canda Chris.
Aku bersiap membereskan barang. Sebagian kubikel pun sudah sepi. Mas Rasjid sudah pergi dari sepuluh menit yang lalu. Benar kata Chris, bos nya sudah pulang ya untuk apa karyawannya jaga kandang. Urusan deadline jika kepepet juga selesai.
Sesampainya di Apartemen aku justru tidak bisa langsung istirahat dan harus bersih-bersih. Sampah tadi pagi yang belum sempat di buang dan masih teronggok begitu saja. Belum lagi setelah memasak bekal tadi pagi aku tidak sempat mencuci piring. Tidak terasa ritual bersih-bersih selesai disaat jam sudah menunjukan pukul setengah delapan malam.
Biasanya sepulang kerja Mama mengajak aku dan Kafka melakukan sesi video call bersama. Mama terlihat baik-baik saja tinggal di Solo. Disana Mama ikut membantu Budhe menjalankan bisnis catering agar ada kegiatan.
Jandra :
Ghi di apart gak?
Ghian :
Iya di apart
Jandra :
Gue mau makan nasi goreng di belakang apart lo. Mau ikut gak?
Ghian :
Ikut deh. Kebetulan belum makan.
Jandra :
Gue otw ya.
Aku langsung bersiap untuk turun ke bawah. Di belakang Apartemen ini memang banyak pedagang makanan yang berjualan ketika malam hari. Untuk pergi kesana aku harus melewati pintu belakang yang tidak bisa dilalui oleh kendaraan. Jika ingin kesana dengan kendaraan tentu saja harus memutar.
Disana surganya jajanan kaki lima. Kalau bosan dengan makanan resto disini pun lengkap dengan berbagai menu mulai dari Nasi Goreng, Pecel Lele, Sate, Mie Aceh, Nasi Bebek Madura, aneka Seafood, Bakso sampai Soup Durian saja ada yang jual.
Setelah Jandra mengabarkan sudah sampai barulah aku turun dan ketempat yang di maksud. Mobil Jandra sudah terparkir di pinggir jalan tidak jauh dari tempat nasi goreng yang dia inginkan.
"Mau makan apa?" tanya Jandra saat aku duduk di hadapannya.
"Nasi Goreng aja."
Jandra langsung memesan dua Nasi Goreng beserta Teh hangat untukku. Dia masih menggunakan pakaian kerja yang sudah agak kusut.
"Lo baru balik ya?" tanyaku.
"Iya baru balik, gue kepingin Nasi Goreng terus inget disini kan Nasi Gorengnya enak."
"Oh," jawabku singkat.
Jandra sibuk dengan ponselnya. Jadi kami saling membisu. Aku pun menunggu Nasi Goreng yang sedang di masak dengan memperhatikan sekitar. Sesekali juga membuka halaman instagram. Untungnya untuk kali ini tidak perlu antre lama Nasi Gorengnya cepat datang dan langsung kami santap.
"Disini selain Nasi Goreng apa aja yang enak Ja?" tanyaku ke Jandra disela sesi makan daripada kami saling membisu kan.
"Mie Aceh yang disana enak. Satenya biasa aja. Bakso gue belum pernah coba."
"Lo udah pernah coba yang mana aja?" tanya Jandra.
"Sop Durian sama ini doang nih."
"Loh? Lo jarang jajan disini?"
"Jarang, kan gue masak."
"Oh masak. Nggak capek?"
"Nggak, biasa aja tuh," jawabku. Padahal aku masak karena selain higenis juga untuk mengirit.
Makanan kami sudah sama-sama habis. Aku jadi bingung harus gimana. Malas sekali jika menawarkan Jandra naik ke unit. Takut dia nyaman dan pulang malam sedangkan aku ingin istirahat saja sehabis makan.
"Si Rasjid gimana sih Ghi?" tanya Jandra dengan nada sebal.
"Hah gimana apanya?" tanyaku heran.
"Gue denger dari si Ibu dia telat kasih report." Si Ibu yang Jandra maksud adalah CFO di kantor kami. Atasan Mas Rasjid.
"Ya kan sebelum ke Ibu itu report ke Bu Marin, Ja. Its takes time," jelasku.
"Ya tapi dari Bu Marin pun bilang, telat karena dari Rasjidnya yang lama."
"Cuma telat tiga hari setahu gue," sahutku.
"Ya tetep aja telat," jawab Jandra dengan nada sebal. Suasana disini jadi sedikit panas. Aku tebak sebenarnya Jandra sedang suntuk karena pekerjaan dan bodohnya aku justru menghampirinya.
"Kenapa bisa telat sih Ghi?"
Aduh kalau ini juga aku tidak tahu. Aku dan Chris sudah menyerahkan reportnya sesuai deadline ke Mas Rasjid. Tetapi memang bola di dia yang lama. Sehingga untuk naik keatas pun report itu jadi mundur.
"Kalian bisa nggak sih jadi satu tim?"
"Mending lo tanya aja deh ke dia Ja. Gue nggak bisa wakilin jawab," ucapku. Lebih baik aku bilang seperti itu daripada salah bicara kan.
"Gak bener banget sih kerjanya."
"Jangan gitulah Ja. Kalau lo bilang gitu gue kan bawahannya. Dia nggak bener berarti gue juga dong."
"Ya, lo ngerasa nggak?" tanya Jandra dengan nada ketus.
Tidak ada gunanya aku mendebat Jandra. Bos tetaplah bos. Melihat dia yang seperti ini sepertinya ada yang tidak baik-baik saja di sisi BOD.
"Report auditnya nanti bisa rilis sesuai timeline nggak?" tanya Jandra yang tidak aku sahuti.
"Kalian harus usahain Ghi, karena nanti gue butuh buat submit tender jadi supplier Perusahaan Singapore."
Aku yang jadi badmood tidak menjawab ucapannya. Karena lagi-lagi aku takut salah bicara. Jika nanti aku menyanggupi permintaan Jandra dan ada masalah dalam perjalanan yang ada aku disalahkan karena tidak sesuai dengan ucapan.
"Besok Mas Rasjid one-on-one sama gue sih. Penasaran gue kenapa dia bisa telat gitu," kata Jandra.
Yaampun, sudah aku bilangkan ngaret tiga hari aja efeknya sampai seperti ini. Bisa-bisa sehabis mereka one-on-one Mas Rasjid menekanku dan Chris.
"Ya udah, lo tanya aja dia. Gue nggak tau mau jawab apa," ucapku sebal.
"Udah ah! gue mau balik aja. Nasi Goreng lo kebanyakan cabai kayaknya," ucapku sambil meninggalkan Jandra. Astaga kalau tahu ajakannya makan justru jadi samsak atas kekesalannya ke Mas Rasjid lebih baik aku makan Mie Instan saja tadi di Apartemen.
Setelah sampai di lobby aku baru ingat sesuatu dan langsung mengeluarkan ponsel dari kantung celana dengan panik.
Ghian:
Tuh kan gue jadi lupa bayar โน
Jandra :
Lo dicariin abangnya tuh.
Ghian :
Oh gitu ya. Seriusan?
Yaudah gue balik lagi deh.
Aku benar-benar panik. Karena lupa membayar Nasi Gorengnya. Kalau saja Jandra tidak membuatku kesal aku pasti tidak akan lupa seperti ini.
Jandra:
Gak usah.
Udah gue bayar.
Ghian:
Okay, thanks ya.
Nanti gue ganti.
Jandra :
Gak usah.
Ganti pakai audit report aja.
Hilih, Boss will be Boss.
____****____
Working Papper : Kertas Kerja Audit yang berisi pemeriksaan pencatatan dalam laporan keuangan.
Pull-in : Tanggal dimana hari pertama melakukan pekerjaan lapangan saat proses audit.
Tim Kroco : Tim cungpret slash kacung kampret slash cuma bawahan.