
β¦π¨πππ ππππππ πππππ πππππ π πππππ π π π ππππ ππππππ; πππ πππππ πππππππ πππππππ πππ πππππππ ππππ ππππ, ππππ πππ ππ ππππ ππππ ππππ ππππππ πππππππ ππππ ππππππ πππππππ.
Sore harinya kami bersiap untuk kembali. Karena sebagian besar makanan dan minuman telah dikonsumsi, ada dua kursi kosong di belakang.
Saat aku masuk ke dalam mobil, aku mendengar paman yang hendak masuk ke dalam berkata pada sepupuku, "Kian, kamu duduk di belakang bersama sepupumu. Aku akan menemani ibumu."
Seketika itu juga, aku merasa seperti terjatuh dari ketinggian 10.000 kaki; aku merasa kecewa, tertekan, dan takut. Aku takut paman akan mengabaikanku mulai sekarang. Tadinya kupikir dia tidak marah tapi kemudian dia tiba-tiba mengatakan ini, sepertinya dia masih menyimpan kekesalan terhadap tindakanku tadi!
Tanpa diduga, sepupuku menjawab, "Tidak, aku ingin duduk di depan dan menikmati pemandangan. Lampu di malam hari sangat cantik! Arsya, kamu duduklah bersama Ayah; kamu harus membuatnya bahagia!"
Kian tidak tahu apa yang telah kulakukan pada ayahnya selama perjalanan ke sini, jadi ketika dia menjawab seperti itu, aku sangat senang, tapi ini membuat pamanku sedikit kesal. Paman ingin duduk di kursi depan karena dia merasa canggung duduk di sebelahku, tetapi dia tidak bisa mengatakan apa pun kepada sepupu, jadi dia duduk dengan enggan di belakang.
Aku duduk di tengah kursi belakang, dengan paman di sebelah kananku. Aku seperti patung, terlalu takut untuk bergerak kalau-kalau dia ingat apa yang telah kulakukan dalam perjalanan tadi. Baik paman maupun aku tidak berbicara satu sama lain; itu benar-benar sunyi. Aku takut aku akan mempunyai pemikiran penuh nafsu tentang dia lagi, dan pamanku mungkin merasa malu.
Perjalanan baru saja setengah dimulai ketika tiba-tiba di luar mulai turun hujan lebat disertai guntur yang sangat keras. Semua lampu jalan padam seketika, hanya menyisakan cahaya redup dari lampu depan mobil. Tidak banyak orang yang datang ke jalan ini pada hari-hari biasa kecuali pada hari libur, sehingga lampu jalan sudah bertahun-tahun tidak diperbaiki.
"Apa-apaan ini, jalan ini akan sulit untuk dilalui! Jangan bicara padaku, aku harus fokus..." Bibi mencengkeram kemudi dengan erat dan berhenti mengobrol dengan sepupu.
Karena tidak ada orang yang bisa diajak ngobrol, sepupu yang lelah setelah bermain seharian, memutuskan untuk mengistirahatkan matanya. Untuk sesaat, mobil jatuh dalam keheningan yang canggung, hanya cahaya redup dari dashboard yang menerangi interior.
Tak lama kemudian, bibi yang tidak tahan dengan keheningan, berkata kepada paman, "Rendra, aku ingin mendengarkan 'Tak Ingin Usai' dari Keisya. Bisakah kamu mengaturnya?"
"Tentu." Mendengar permintaan istrinya, paman menjawab dengan cepat.
Paman membungkukkan tubuh bagian atasnya pada sandaran kursi depan, kedua tangannya direntangkan untuk mencari CD yang diinginkan bibi. Karena cahayanya tidak jelas, dia harus memeriksa setiap CD dengan cermat dalam waktu singkat untuk memastikan namanya.
Dalam cahaya redup, aku melihat taplak meja yang digunakan pamanku sebagai rok, terangkat. Tiba-tiba aku merasakan aliran panas di hidungku. Ya, itu benar... di balik roknya, dia tidak mengenakan apapun dan celana pendek kecilnya masih ada di tasku.Β
Anus cantik paman berada tepat di depan mataku; ini bukan pertama kalinya aku melihat anus pria, tapi ini adalah anus yang paling memikat yang pernah kulihat.
Paha putihnya dihiasi dua pantat berbentuk oval, kulitnya halus dan kencang, sama sekali tidak seperti pria berusia tiga puluhan. Karena tubuhnya membungkuk ke depan, pipi pantat pamanku terbuka seluruhnya, memperlihatkan lubangnya. Rambut pendek dan halus tumbuh di sepanjang bagian dalam pantatnya, dan di bawah bulu halusnya terdapat kuncup anus berwarna merah ceri.
Mungkin karena hujan, mobil jadi sedikit pengap, menyebabkan anus pamanku basah oleh keringat sehingga bulu di sekitar anus dan lubangnya agak basah. Bagi mataku yang kini sudah beradaptasi dengan kegelapan, anus kecilnya tampak memancarkan cahaya kecabulan. Anus lembut itu terstimulasi oleh angin dingin dan berkontraksi sejenak, ia perlahan membuka, menutup, lalu membuka lagi akibat ulah paman yang mencari-cari sesuatu. Pantatnya yang bergetar seolah-olah bisa mengeluarkan air, bergoyang mengikuti setiap hentakan mobil, memberikan godaan yang tak tertahankan untukku.
Aku melihat penis berwarna merah muda yang tergantung di antara kedua kaki pamanku bergoyang mengikuti mobil. Efek visual yang begitu indah membuatku ingin menerkam, menjilat, dan menghisapnya sekuat tenaga hingga menjadi keras.
Sebenernya, kehidupan seks antara paman dan bibi tidak terlalu banyak, karena bibi adalah wanita yang kuat dan mandiri, sehingga warna penis paman tidak terlalu gelap. Penis dan anusnya yang lembab hanya berjarak satu jengkal dari wajahku; anus kecil yang lezat dan lembut itu tampaknya melambai menggoda padaku, ingin sekali agar aku melakukan tindakan kebinatangan padanya.
Akal dan moralitasku sekali lagi hilang begitu saja. Penisku seketika menjadi kaku dan ereksi seperti besi. Dalam antisipasi yang cemas, aku menggerakkan kepalaku ke arah anus paman yang berwarna merah cerah, kencang, dan pas itu.
Paman yang tengah mencari CD tiba-tiba merasakan hembusan udara panas di pantatnya dan langsung teringat bahwa dia tidak mengenakan apapun di bawah pinggangnya. Mengingat bahwa aku berada di kursi belakang, dia khawatir aku bisa melihat dengan jelas bagian bawah tubuhnya, jadi dia buru-buru ingin kembali ke tempat duduknya.
Namun saat ini, aku sudah terlanjur menjulurkan lidah untuk menjilat anusnya, lubang yang bahkan belum pernah disentuh oleh bibi.
"Ah!" Pamanku hanya bisa berseru ketika merasakan anusnya dijilat oleh keponakannya.
"Ada apa?" Tanya bibiku.
"Bu, bukan apa-apa... a, aku hanya... melihat nyamuk." Tentu saja, pamanku tidak mungkin mengatakan bahwa anusnya sedang dijilat, jadi dia membuat alasan yang tidak masuk akal untuk menipu bibi. Untungnya, kata-katanya sudah cukup dan bibi tidak menyelidiki lebih jauh karena perhatiannya terfokus pada jalan.
Aku bekerja keras di belakang, menggunakan lidahku untuk menjilat dan membelai anus paman, membenamkan kepalaku di antara kedua kakinya dan menggunakan lidahku yang tebal untuk mendorong anusnya yang rapat. Lubang kecil berwarna merah itu menanggapi perhatianku dengan sedikit terbuka.
Pria juga bisa memperoleh kesenangan saat anusnya dijilat, dan ketika paman merasakan keahlianku yang luar biasa saat bermain-main dengan lubangnya yang tidak disentuh orang lain, libidonya berangsur-angsur meningkat.
Aku menggunakan lidahku untuk menirukan gerakan seks, menembus dan menggenjot lubang pamanku. Untungnya, suara keras hujan dan guntur di luar menutupi suara basah yang kubuat di bawah sini.Β
Wajah pamanku memerah karena kenikmatan dijilat, tapi dia tidak bisa mengerang keras-keras. Dia hanya bisa mencengkram CD yang dia cari dan mencoba untuk mengabaikanku.
Penisnya sudah mengeras sepenuhnya, sama seperti stik dagingku yang tebal. Namun karena rangsangan, beberapa cairan pre-cum merembes keluar dari kelenjarnya. Aku mengulurkan tangan kananku dan mulai memainkan kedua tempat itu secara bersamaan, yang membuat tubuhnya semakin tegang.
Melihat paman belum menemukan CD-nya setelah sekian lama mencari, bibi mau tidak mau berkata, "Rendra, jika kamu masih tidak dapat menemukannya, tidak perlu mencarinya lagi."
"A, ayo cari... sebentar lagi..." Paman yang tak kuasa melepaskan kenikmatan, menjawab dengan suara yang lemah.
Bibi tidak punya pilihan selain membiarkannya terus mencari.
Mendengar perkataan paman, aku mengerti bahwa dia semakin terangsang, jadi aku semakin menjilati lubangnya dengan keras dan memainkan penisnya.
Penisku berdenyut-denyut karena nyeri, jadi aku menggunakan tanganku yang bebas untuk diam-diam menarik setengah celanaku, lalu melepaskan penisku yang mengeras dan bengkak itu. Saat aku terus melakukan masturbasi pada paman, aku juga mulai menggosok diriku sendiri dengan tangan kiriku.
Saat aku berhenti menjilati lubangnya dan menjauhkan kepalaku, dia tanpa sadar menggoyangkan pantatnya di depan mataku, karena tiba-tiba kehilangan sumber kenikmatannya.
Aku sudah menjilati anusnya cukup lama, sehingga lubangnya kini lebih lembut dan sedikit terbuka. Tidak jelas apakah itu cairan usus paman atau air liurku, tapi cairan itu mengalir ke perineumnya dan mencapai testisnya.
Aku membasahi jari telunjukku dengan banyak air liur, lalu dengan lembut memasukkannya ke dalam anus kecil yang telah dibajak oleh lidahku.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi π₯°
