
Gala dinner pertama Aurora sebagai Nyonya Vireaux. Apakah semuanya berjalan dengan lancar?
anyways, temui aku juga di Instagram dan TikTok yaa… please welcome untuk ngobrol di sana~
Ig: lefayesme
Tiktok: lefayesme
Chapter 6. Dinding Es yang Retak
Menjalani kehidupan sebagai seorang istri dalam pernikahan kontrak ini, nyatanya tidak terlalu sulit seperti yang dibayangkan sebelumnya. Ia hanya perlu mencoba untuk menjaga jarak dengan Kael, karena ia masih memikirkan tentang foto ibunya yang ia temukan di laci bawah lemari buku.
Sebenarnya itu bukan hal yang besar bagi Aurora. Sejujurnya ia tak memiliki emosi untuk itu. Keberadaan ibunya hanya sebatas ia mengetahui bahwa ia lahir dari rahim wanita bernama Isabelle, dan setelah itu… ia bahkan tak pernah mendapatkan kasih sayangnya.
Isabelle menikah dengan Matthew Vallen adalah karena sebuah kesalahan. One night stand, dan harus menikah karena mengandung dirinya. Selebihnya, Isabelle tak pernah mencintai Matthew.
Benci?
Well, Aurora bohong jika mengatakan tidak pernah membenci ibunya. Apalagi ketika di masa remaja ia mengetahui bahwa ibunya meninggalkan dirinya dan suaminya pada waktu itu karena seorang pria yang datang tiba-tiba di kehidupannya, lalu mereka menjalin cinta terlarang yang sangat kuat dan berbahaya.
Semenjak itu, ia tak pernah memikirkan tentang ibunya. Kenapa dan bagaimana Isabelle mampu melakukan semua itu pada Aurora, telah diganti dengan kalimat penutup yang membuatnya berhasil tidak pernah mempertanyakannya lagi.
‘Aurora ditakdirkan lahir melalui rahimnya, tapi tidak untuk perhatian dan kasih sayangnya. Aurora hanyalah hadiah dari semesta untuk Matthew Vallen, bukan untuk Isabelle Lambert.’
Setelah melakukan afirmasi itu hampir satu tahun, ia berhasil melepaskan semua ikatan emosi pada Isabelle yang tak pernah terbalas.
Dan sekarang, ia hanya takut Kael mengetahui siapa dirinya sebenarnya, lalu membatalkan pernikahan ini, dan akhirnya ia kehilangan hak untuk apartemen yang telah dijanjikan oleh pria itu. Jika sampai itu terjadi, berarti ia harus siap-siap ditendang dari penthouse ini, dan saat itu juga… ia akan menjadi gelandangan muda yang mengenaskan.
Yah, setidaknya ia tak lagi memiliki beban hutang. Namun tetap saja, Aurora tak ingin mau menjadi gelandangan.
Ketika ia memikirkan hal itu untuk pertama kalinya, ia sadar bahwa harga dirinya telah mati karena tuntutan hidup. Ia mulai bersiap realistis, persetan dengan harga diri. Nyatanya, ia bahkan menandatangani kontrak itu dan menikah dengan Kael.
Setelah malam itu—ketika ia menemukan foto ibunya—dan malam sebelumnya ketika ia menindih Kael dalam insiden mati lampu itu, Aurora memutuskan untuk menjaga jarak. Selain ia takut Kael menendangnya keluar, tapi ia juga merasa canggung tiap mengingat napas lembut pria itu yang menerpa tengkuknya.
Namun masalahnya, rencana briliannya itu tampaknya tidak berjalan dengan sempurna. Semakin ia menjaga jarak dengan Kael, semakin pula ia terlibat dengan pria itu secara tak sengaja. Well, sepenuhnya itu bukanlah sebuah kebetulan, karena bagaimanapun juga, mereka tinggal satu atap. Rencana Aurora itu sudah jelas gagal dari awal.
Wanita itu, dengan naifnya berusaha untuk mengamankan posisinya, tanpa tahu bahwa keberadaannya di sisi Kael adalah satu rencana pria itu untuk membalas dendam atas perbuatan Isabella Lambert.
“Kau yakin dia menemukan foto itu?” Kael mendongak, memperhatikan Luther setelah membaca satu dokumen pekerjaannya.
Luther mengangguk, membuat Kael meletakkan dokumen itu di meja kerjanya, lalu bangkit dari kursi kerajaannya. Langkahnya pelan, tapi tegas, membawanya bersandar di ujung meja dengan kedua tangan terlipat di dada. Seringai tipis menarik salah satu sudut bibirnya.
“Jadi itu yang membuatnya menghindari diriku beberapa hari ini?” Kael menyipitkan kedua matanya. “Menarik. Dia pikir aku tidak tahu siapa dirinya.”
“Nona Aurora sangat berhati-hati akhir-akhir ini. Aku curiga ada hal yang tidak seharusnya terjadi, sampai aku mendengarnya bergumam tentang foto ibunya dan ketakutannya akan pernikahannya dengan Anda.” Luther kembali menjelaskan.
“Aku tak mengira dia lebih takut kutendang ke jalanan daripada mencari tahu kenapa ibunya bisa berfoto bersamaku dan pria tua itu” Suara Kael berat, sarat emosi yang ia coba samarkan.
“Aku yakin ada alasannya. Dari latar belakangnya yang telah aku pelajari, dia memang tidak pernah bersama dengan ibunya. Bahkan saat ibunya meninggal, dia tidak terlihat di pemakaman.”
Kael mengangguk kecil. Ia sedang menimbang hal apa yang harus ia lakukan setelah ini. Tentu saja ia tak akan menendang Aurora. Namun, ia mulai ragu dengan rencana awalnya untuk menyiksa wanita itu secara mental untuk membalas rasa sakit, kecewa, dan marahnya pada sosok Isabella.
Jika Aurora saja tak pernah mendapatkan kasih sayang ibunya, bukankah artinya semesta telah memberikan hukuman pada wanita itu?
“Apa yang akan Anda lakukan, Tuan?” tanya Luther, setelah lama menanti kalimat Kael yang tak kunjung diucap.
“Akan kupikirkan lagi. Aku akan memperhatikannya untuk sementara waktu ini. Tetap laporkan apa saja yang dilakukan olehnya selama tidak ada di sisiku.” Kael mengakhiri percakapan itu dengan perintah yang membuat Luther mengedikkan sebelah alisnya.
“Baik Tuan. Akan aku lakukan.”
Luther berbalik, keluar dari ruang CEO Vireaux Group. Sementara Kael, masih tetap di posisi awal. Ia tak pernah menyangka jika rencana besarnya justru membawanya ke sebuah situasi canggung—dan yang lebih parah, membuatnya merasa sedikit bersalah.
Sial, sejak kapan Kael Vireaux bisa merasakan rasa bersalah?
***
Aurora segera berlari ke kamarnya ketika mendengar pintu utama penthouse dibuka. Jantungnya berdebar kencang saat ia menutup pintu.
“Kenapa dia sudah pulang? Aku bahkan belum mengambil makan malamku!” bisiknya, sambil menghentak pelan sebelah kakinya ke lantai.
Aurora melihat jam digital di atas nakas dekat ranjang. Masih jam 18.56. Biasanya, Kael akan pulang di atas jam delapan malam.
Derap langkah pelan mendekat, Aurora menahan napas. Tanpa sadar, ia menggenggam erat gagang pintunya, bersiap untuk menahan jika saja Kael menarik pintu dan memaksanya untuk keluar.
Semenjak ia menyadari siapa Kael, hidupnya menjadi tidak tenang. ketakutannya hanya satu: Diusir.
“Rora, kau sudah tidur?” Untuk pertama kalinya pria itu menyapanya lebih dulu semenjak mereka resmi menjadi suami istri.
Aurora menatap gelisah ke arah pintu. Ritme jantungnya semakin kencang, nyaris lompat dari dadanya.
“Aku tahu kau belum tidur, buka pintunya.” Suara Kael pelan, tapi berhasil membuat Aurora terlonjak dan mendesah resah.
Setelah menghela napasnya panjang beberapa kali, dengan sangat terpaksa, Aurora membuka pintu, dan memasang senyum palsu yang terlihat sangat dipaksakan.
Kael masih berdiri di depan pintu, dengan kedua tangan dijejalkan ke saku celana kerjanya. Gurat otot yang menonjol terlihat di lengan pria itu, terlihat jelas karena ia melipat lengan kemeja hitamnya sampai siku. Dengan tidak tahu malu, Aurora masih sempat memperhatikan itu di tengah keresahan dirinya.
“A-aku hampir tidur, dan kau memanggilku,” ujar Aurora, terbata dan berusaha mengalihkan perhatiannya dari lengan itu.
Kael mengangkat sedikit dagunya, menambah kesan angkuh dan tak tersentuh, seakan memberi batas pada wanita itu secara tak langsung, tapi dengan kesan tegas.
“Bagus, ganti bajumu sekarang, kita makan di luar.”
Tanpa menunggu jawaban, Kael telah berlalu, berjalan cepat menuju kamarnya. Sementara Aurora, masih terdiam di tempatnya, bingung dengan situasi yang sangat asing di antara mereka berdua. Apa yang sedang direncanakan pria itu? Aurora menggigit bibirnya. 'Apakah dia akan menendangku setelah makan di luar?'
Chapter 7. Gala Pertama di Mirador Heights
Seharusnya Aurora memang sudah sepatutnya untuk curiga dengan ajakan makan malam Kael yang tiba-tiba. Tak hanya sekadar makan malam, tapi pria itu telah menyulap Aurora menjadi sosok nyonya besar Vireaux dengan semua hal yang kini melekat di tubuhnya.
Gaun satin hitam yang membentuk lekuk tubuh Aurora, tapi dengan potongan model yang membuatnya terlihat sangat elegan. Rambutnya pun telah ditata oleh pemilik salon—disanggul rendah dengan aksen kepang dan beberapa helaian rambut dibiarkan jatuh di sisi wajah.
Makeup-nya pun dibuat secantik mungkin—fokus di bagian mata dan bibir, memberi kesan bold-glam yang memberi kesan tegas dan misterius. Tak hanya itu, Kael bahkan telah menyiapkan heels stiletto hitam dengan detail kristal di ujungnya.
Ini bukan hanya makan malam, tapi Kael mengajak Aurora ke sebuah acara gala amal besar.
“Seharusnya kau bisa memberitahuku pagi tadi, atau siang, atau sore juga tidak masalah biar aku bisa siap-siap!” dengus Aurora, begitu ia selesai dengan make over total yang diberikan oleh sang pemilik salon—Kael telah mem-booking tempat itu khusus untuk Aurora malam ini.
“Aku lupa.” Jawaban singkat dari Kael terlontar, tanpa pria itu mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.
Aurora kehabisan kata-kata. Lupa? Hah! Mana mungkin pria itu lupa dengan acara penting seperti ini. Dia yakin Kael sengaja mengerjainya malam ini.
Kael selesai dengan urusannya. Ia menengadah, menatap Aurora dengan polesan elegan yang membuatnya terlihat luar biasa. Sesaat ia hampir terseret pada pesona wanita itu, tapi detik selanjutnya ia tersadar karena decakan kesal dari Aurora.
“Yang benar saja!”
Tanpa memperpanjang perdebatan, Aurora melewati Kael dengan dengusan pelan. Ia bukan tipe orang yang suka dengan rencana dadakan, apalagi dalam situasi seperti ini. Sementara Kael tak tampak merasa bersalah sama sekali.
Saking kesalnya, Aurora bahkan menolak uluran tangan Kael saat akan masuk ke dalam mobil. Wanita itu hanya melirik tajam, lalu masuk sendiri dengan perlahan, takut merusak mahakarya yang telah dilakukan padanya
Meskipun ia kesal, tapi ia menyukai hasilnya.
Mirador Heights—tempat yang akan mereka tuju. Sebuah gedung pencakar langit mewah dengan ballroom di rooftop. Dinding kaca yang mengelilingi ruangan menyajikan pemandangan malam dari kota Vallmont—ibu kota negara Norvalen—negara kecil di Eropa yang hampir tidak pernah tidur.
Jika Vallmont adalah kota yang seakan tak pernah tertidur dengan gemerlap kemewahan dan aktivitasnya, berbeda dengan kota kecil bernama Ravelle dan sebuah desa bernama Ednoar yang memiliki vibes berbeda. Tak ada gedung pencakar langit di sana, hanya bangunan lama terawat yang memberi kesan vintage.
Dan Aurora, kini akan menuju ke gedung pencakar langit tertinggi di Vallmont, dengan segala gemerlap kemewahannya yang hanya mampu didatangi oleh para jajaran aristokrat.
“Ingat, Rora. Jangan banyak bicara dan selalu di sampingku,” bisik Kael, dengan nada perintah yang jelas di nada bicara datarnya.
Ya.. ya… apalagi yang Aurora bisa lakukan kecuali menuruti ucapan pria itu? Kini posisinya masih belum aman, ia masih takut sewaktu-waktu ia akan ditendang dari penthouse karena siapa dirinya yang sebenarnya.
Tidak, itu tidak boleh terjadi. Setidaknya, sampai Aurora bisa berhasil berdiri di kakinya sendiri. Well… you know, seseorang baru bisa dikatakan berdiri di kakinya sendiri ketika memiliki penghasilan sendiri. Dan Aurora, belum berada di titik itu.
“Tenang saja, aku tidak akan mengacaukannya walaupun kau mengatakannya secara dadakan.” Meski begitu, Aurora tidak bisa menyembunyikan nada sinisnya.
Langkah mereka terayun, dengan ritme yang serupa ketika keluar dari lift. Petugas yang menjaga pintu utama masuk ballroom mengenali sosok Kael—tentu saja. Tanpa banyak bicara, ia membukakan pintu megah itu, dan segera memperlihatkan keriuhan kelas atas dengan astmosfer penuh dengan baun uang dan kekuasaan.
Aurora mengeluarkan tawa sinis samar yang tersungging di satu sudut bibirnya. Acara gala amal besar adalah satu acara yang selalu menjadi ajang pamer kekayaan. Semua orang berlomba-lomba untuk memberikan nominal terbesar. Bukan karena rasa empati tinggi, tapi karena mereka tidak ingin terlihat rendah di mata para pengusaha dan old money lainnya.
“Sembunyikan wajah sinismu itu, Rora.” Kael menyadari hal itu dengan cepat.
“Aku selalu penasaran kenapa dad melarangku ikut ke acara seperti ini. Aura bersaingnya ketat sekali,” bisik Rora, sedikit menarik lengah Kael agar ia bisa menjangkau telinga pria itu.
“Dan karena itulah aku tidak pernah bertemu denganmu di acara seperti ini.”
“Kau sering datang?”
Kael menoleh, seringai tipis menyebalkan itu terlihat lagi. “Tentu saja.”
Live musik bernuansa jazz terus mengalun, memberikan sentuhan suasana lembut di tengah bisikan tajam. Seorang waitress melintas, menawarkan segelas champagne pada Aurora dan Kael.
“Thank you,” ucap Aurora, setelah mengambil satu gelas di atas nampan. Buih lembut champagne itu menandakan jika minuman itu diproduksi dengan kualitas tinggi.
“Oh, my goodness,” ucap lembut seorang wanita yang tiba-tiba berdiri di hadapan mereka. “Kael Vireaux! Lama sekali aku tidak bertemu denganmu. Kau merindukanku?”
Seorang wanita cantik, dengan gaun terbuka sampai hampir menumpahkan bagian dadanya telah meraih lengan Kael dan merangkulnya agresif. Aurora mendelik, bukan karena ia cemburu, tapi karena ia takut kalau-kalau Kael akan marah besar.
Namun, Aurora hanya takut berlebihan saja.
“Celeste, kau tahu bahwa sikapmu ini sekarang terlarang, kan? Hubungan kita telah selesai.” Kael menanggapinya dengan nada lembut, bahkan lebih lembut dari saat berbicara dengan Aurora.
Auroa mengerutkan keningnya. Siapa wanita itu?
“Come on, Kael. Kau tidak boleh bersikap begitu dengan mantan tunanganmu. Biar bagaimanapun juga, kita pernah mengukir sejarah indah bersama, kan?” Celeste lebih mendekat, berbisik di telinga Kael, tapi tidak bisa dikatakan berbisik juga karena ia sepertinya sengaja mengatakannya agar Aurora bisa mendengar. “Aku masih mengingat semua sentuhanmu.”
What??
Aurora menatap Celeste. Dalam sekali percobaan, ia bisa menilai jika wanita itu adalah tipe manipulatif yang penuh dengan racun. Ia sangat agresif, dan… murahan.
Mantan tunangan? Aurora kini menatap Kael tak percaya. Seorang Kael Vireaux yang seakan memiliki harga diri dan keangkuhan seluas semesta ini, bisa bertunangan dengan wanita seperti Celeste?
Wah… sungguh menakjubkan.
“Hentikan, Celeste.” Kael mendorong pelan lengan Aurora agar menjauh darinya. “Aku tidak akan memberikan keringanan lagi hanya karena kau mantan tunanganku. Aku sudah menikah, dan harusnya kau tahu itu.”
Celeste akhirnya melihat Aurora—akhirnya! Decakan meremehkan terlihat dari wajahnya. Ia bahkan sempat menatap Aurora dari atas ke bawah.
“Tak ada yang menarik darimu,” ujarnya, sambil tersenyum ramah.
Aurora tahu wanita itu sedang memulai perang. Dengan berani, ia membalas senyuman itu dan menatapnya tajam dengan tangan meraih lengan Kael dan menggelayut manja. “Tak masalah. Yang jelas, saat ini yang menjadi istrinya Kael adalah aku, bukan dirimu.”
Celeste melotot. Wajahnya memerah menahan amarah. Ia tak terima dibalas seperti itu oleh Aurora. Sementara Kael, ia menoleh ke arah Aurora dan mengerjap beberapa kali. Pria itu tak menyangka Aurora mampu melawan mantan tunangannya itu dengan tenang. Satu senyuman tersungging di wajahnya, terlihat bangga.
Celeste menyadari ekspresi Kael itu. Ia semakin kesal, karena mulai menyadari bahwa ada ketertarikan emosional yang ditunjukkan oleh Kael pada Aurora. Rumor yang mengatakan bahwa pernikahan Kael adalah palsu, nyatanya mulai ia ragukan.
“Celeste, perkenalkan. Ini adalah Aurora Vireaux, istriku. Aku harap kau bisa memperlakukannya dengan baik, karena dia adalah segalanya bagiku.”
Aurora menatap Kael sejenak. Ia melihat ekspresi Kael yang mengatakannya tanpa ragu. Celeste mengepalkan tangannya, tapi dengan cepat kembali bersikap ramah yang terpaksa.
“Tentu saja, aku akan bersikap baik padanya. Well, selamat menikmati acara malam ini.”
Celeste pergi, terlihat bersungut-sungut, membuat Aurora merasa menang dalam segala sisi.
Tak hanya itu, Kael memperkenalkan Aurora sebagai istrinya juga pada orang lain yang ia temui—hampir seluruh orang yang ada di sana. Aurora terus tersenyum, menyapa semuanya dengan ramah, bersikap menjadi istri yang baik, sampai ia hampir mempercayai bahwa Kael memang benar-benar suaminya.
Namun, tentu saja itu tidak akan pernah terjadi. Setelah acara selesai, ketika mereka sudah berada di dalam mobil untuk pulang, Kael kembali pada sisi Kael yang ia kenal sejak awal. Pria itu menarik diri secara emosional, begitu Luther menutup pintu mobil.
“Terima kasih untuk malam ini, aku akan memberikanmu bonus. Malam ini juga akan ku-transfer,” ucap Kael tanpa menatap Aurora.
Aurora mengangguk pelan, lalu menghela napas. Pandangannya beralih ke luar jendela mobil. Ia memperhatikan beberapa rintik hujan yang mulai turun, memburamkan matanya.
Tentu saja, memang pada kenyataannya pernikahan mereka hanyalah sebuah bisnis. Apa yang telah ia harapkan?
to be continued…
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
