Pihak ke-3 (3)

18
1
Deskripsi

(25+ Bijaklah dalam memilih bacaan)

Hari pertama menjadi mahasiswi, Hinata dihadapkan pada senior yang menyebalkan, namanya Toneri Outsutsuki.

Entah bagaimana awalnya, Hinata kini menjadi objek kejailan pria itu.

Setelah acara welcome party, Toneri selalu saja muncul di sekitarnya.

Bahkan kata teman senior gilanya itu, Toneri rela mengulang kelas agar bisa sekelas dengannya nanti.

Hinata duduk bersama Sasuke di perpustakaan, menunggu mata kuliah mereka selanjutnya.

Siapa sangka, Hinata dan Sasuke...

Pihak ke-3 © Laverna

Naruto © Masashi Kishimoto

Warning: Drama, Typo

Hari pertama menjadi mahasiswi, Hinata dihadapkan pada senior yang menyebalkan, namanya Toneri Outsutsuki.

Entah bagaimana awalnya, Hinata kini menjadi objek kejailan pria itu.

Setelah acara welcome party, Toneri selalu saja muncul di sekitarnya.

Bahkan kata teman senior gilanya itu, Toneri rela mengulang kelas agar bisa sekelas dengannya nanti.

Hinata duduk bersama Sasuke di perpustakaan, menunggu mata kuliah mereka selanjutnya.

Siapa sangka, Hinata dan Sasuke kembali sekelas.

Tentang Naruto, Sakura dan Karin—Naruto sibuk dengan teman-teman sekelasnya, begitupun dengan Sakura, Karin sendiri memilih mengundurkan diri menjadi mahasiswi Todai, dan pergi ke luar negeri.

Hubungan Sasuke dan Sakura baru saja berkembang, dari teman masa kecil menjadi sepasang kekasih, bahkan Sakura menjadikan Hinata mata-mata untuk mengawasi siapa saja yang mendekati Sasuke.

Hinata berdiri, mencari buku yang sekiranya bisa ia pinjam untuk kelas selanjutnya, ketika Toneri kembali muncul di belakangnya dan mengagetkannya.

Wajah Hinata sudah memelas, bahkan di perpustakaan Toneri masih mengganggunya?

“Mencari apa?” tanya Toneri dengan suara pelan, Hinata sungguh tidak ingin berurusan dengan Toneri tapi ia juga tidak ingin dianggap sebagai junior yang tidak sopan.

“Buku senpai,” jawab Hinata sama pelannya.

“Aku tahu Hinata, tapi buku apa?” tanya ulang Toneri gemas, perempuan berkacamata dan memakai kemeja kotak-kotak kebesaran itu selalu saja terlihat alergi padanya.

The Wealth of Nations,” jawab Hinata pada akhirnya.

Toneri terlihat mengangguk, dan ikut membantu Hinata mencari buku tersebut.

“Pulang nanti bersamaku ya,” ujar Toneri tanpa melihat Hinata, sedangkan gadis itu terdiam.

“Aku akan pulang bersama temanku,” tolak Hinata halus, dia harus menghubungi Naruto secepatnya agar pulang bersamanya nanti.

Hinata tersentak ketika Toneri memojokkannya, kedua tangan pria itu menghalaunya agar tidak kabur.

Toneri menunduk, “Kenapa selalu menolakku?”

“Kudengar kau tidak punya kekasih, kenapa tidak ingin memberiku kesempatan?” tanya Toneri langsung.

Hinata ikut menunduk, enggan melihat mata Toneri yang tajam.

Kedua kalinya pria itu mengajaknya pulang bersama dan Hinata terlalu sangsi.

Ia tidak pernah memiliki hubungan dengan siapapun selama ini, dan ketika ada laki-laki yang mengatakan menyukainya Hinata dibuat bingung.

“Kutunggu setelah kelasmu selesai,” bisik Toneri dan mencium pipinya, mata Hinata membulat, pertama kali ada pria yang menciumnya!

Hinata masih berdiri mematung, jantungnya seperti akan meledak begitu saja.

Apa Toneri buta?

Apa yang pria itu lihat darinya?

Dari sekian banyaknya mahasiswi cantik dan pintar, kenapa most wanted itu memilihnya?

Apakah dia bagian dari taruhan pria itu bersama teman-temannya?

Bukankah orang-orang populer seperti Toneri, sering membuat taruhan dengan teman-temannya untuk memacari mahasiswi paling kuno.

Hinata semakin menunduk, kehidupan kuliah tenang yang ia dambakan kini terancam.

Setelah ia berusaha untuk menghilangkan hawa kehadiran dirinya, kini perlahan-lahan orang-orang menyadari keberadaannya.

Sejak  berteman dengan Sasuke, Naruto dan Sakura, Hinata menyadari orang-orang mulai melihatnya.

Apakah ia harus menjauh dari ketiganya?

Hinata melangkah kembali ke tempat duduknya ketika ia tidak sengaja menabrak bahu seseorang.

Hinata berbalik dan meminta maaf, ketika mengangkat kepalanya untuk melihat siapa yang ia tabrak, ternyata Ino Yamanaka—teman sekelompoknya dan—salah satu mahasiswi populer karena kecantikannya.

Sumimasen,” ujar Hinata pelan, Ino mengangguk.

Omong-omong tentang Ino Yamanaka, mereka berada di kelas dan kelompok yang sama di kelas Profesor Asuma Sarutobi.

“Kenapa lama?” tanya Sasuke setibanya ia di samping pria itu.

Gomen.”

Keduanya kembali diam, jika bersama Sasuke maka lebih banyak keheningan di antara mereka, berbeda ketika ia bersama Naruto.

Pria penyuka ramen itu selalu membuat suasana menjadi hidup.

Baik Sasuke maupun Hinata, sibuk dengan buku bacaan mereka.

Sasuke menghelah nafas pelan, “Kita ke kantin.”

Hinata ikut berdiri dan mengekor, membawa buku bacaannya karena ia berencana meminjamnya.

Selagi ia mengurus peminjaman buku, Sasuke menunggu di luar dan berbincang dengan teman sekelas mereka—yang lainnya.

Hinata menghampiri keduanya, menunduk memberi salam kepada Gaara Sabaku.

Gaara menatapnya, dan ikut mengangguk, ia dan Sasuke kemudian berpamitan dan menuju kantin.

“Tugas dari Asuma-sensei sudah kau kerjakan?” tanya Sasuke.

Hinata mengangguk, siapa sangka ia bertemu dengan teman kelompoknya.

Yeah, Ino dan Gaara.

Walaupun ketiganya belum akrab, tapi tugas mereka terselesaikan dengan baik.

Sasuke mengguman singkat, keduanya berjalan ke arah kantin sesuai dengan rencana awal.

Hinata menghentikan langkahnya ketika melihat seorang berambut coklat yang sangat di kenalnya.

“Ada apa?” tanya Sasuke ketika Hinata tidak mengikut di belakangnya.

Hinata menelan ludahnya gugup, “A-aku ingin ke toilet.”

Hinata kemudian mengambil langkah cepat sebelum seseorang tersebut melihatnya, Sasuke hanya menatap heran pada tingkah Hinata.

.

.

.

.

.

Naruto ingin mengamuk, ternyata menjadi anak tenik tidak semudah perkiraannya!

Kepalanya terasa akan pecah.

Di kantin Naruto menenggelamkan kepalanya pada tumpukan buku, ia sudah tidak memiliki kelas, tapi Naruto pun terlalu malas untuk pulang ke apartemennya.

“Kau terlihat akan mati,” ujar seseorang, Naruto mengangkat kepalanya dan melihat Shikamaru—salah satu teman sekelasnya yang menggantikan posisi Hinata.

Jika dulunya ia selalu menyontek pada Hinata, maka kini ada Shikamaru.

Kami-sama sangat baik padanya.

Naruto hanya mengguman cuek, sedangkan Shikamaru terkekeh.

“Aku harus jadi menjadi orang kaya agar istriku nanti tidak menderita,” ujar Naruto.

Shikamaru mengangkat alisnya, bukankah terlalu cepat untuk membahas pernikahan?

Tidak ia sangka, si pembuat onar seperti Naruto telah berpikir jauh ke depan.

“Istrimu nanti akan sangat beruntung punya suami sepertimu,” kekeh Shikamaru, Naruto mendengus.

“Aku akan mendirikan perusahaanku sendiri, kau mau jadi asistenku?” tanya Naruto.

Shikamaru tertawa, apa pria itu bercanda? Mimpi Naruto terlalu tinggi.

“Ya,” pada akhirnya Shikamaru menjawab ya agar Naruto berhenti membual.

Mata biru Naruto kemudian melihat Sasuke dan Hinata yang memasuki kantin—umum, mengangkat tangannya—agar dua orang itu melihatnya.

Shikamaru berbalik dan melihat dua teman Naruto, “Mereka kekasih?” tanyanya.

Naruto memukul kepalanya, “Sasuke itu punya kekasih anak kedokteran, kami bertiga berteman.”

Shikamaru mencibir, “Kau tidak perlu memukul kepalaku baka!”

Naruto tidak menganggapi, dan menunggu Sasuke dan Hinata sampai di mejanya.

Sesampainya dua orang itu, Naruto menggeser tasnya dan menyuruh Hinata untuk duduk di sampingnya, sedangkan Sasuke mengambil tempat di samping Shikamaru.

Hinata meletakkan minumannya di meja—begitu pun dengan Sasuke.

“Jadi mahasiswa sangat berat Hinata—,” adu Naruto, di sandarkannya kepalanya pada pundak Hinata, “Oh iya, perkenalkan dia Shikamaru.”

Sasuke sudah terbiasa melihat tingkah manja Naruto pada Hinata, tapi tidak dengan Shikamaru—ia tidak menyangka akan melihat sisi clingy Naruto.

Mereka saling memperkenalkan diri, Sasuke meminum kopinya ketika melihat Hinata kesusahan meminum minumannya karena Naruto dalam mode manjanya.

“Berhenti memeluk Hinata dobe, kau membuatnya kesusahan,” ujar Sasuke, Naruto hanya mencibir tapi mengikuti perintah Sasuke.

Shikamaru masih berusaha mencerna hubungan tiga orang itu, otaknya yang jenius tidak menemukan kata yang tepat menggambarkan bagaimana Naruto terlihat sangat manja pada si perempuan, sedangkan orang bernama Sasuke itu terlihat keberatan dengan tingkah kekanakan Naruto padahal ia punya kekasih lain.

Mereka tidak terjebak dalam friend zone kan?

“Kau di sini rupanya,” keempatnya menoleh dan melihat Ino yang menghampiri Shikamaru.

Shikamaru mengguman, “Perkenalkan dia Ino,” ujarnya kemudian.

“Kami sekelas,” ujar Hinata—betapa sempitnya dunia ini.

Naruto dan Ino saling memperkenalkan diri, Shikamaru mengamati Hinata, ada yang berbeda dari perempuan itu.

Ino menyenggol lengan Shikamaru, “Ikut aku.”

Shikamaru menghelah nafas sebelum berdiri dan berpamitan pada tiga orang itu.

Sepeninggalan Shikamaru, Naruto kembali menyandarkan kepalanya dan meminum minuman Hinata yang tinggal setengah.

Sasuke sendiri sibuk dengan bukunya.

“Hinata kau tahu, ada seseorang di kelasku—” bisik Naruto, “Dia cantik dan sangat tipeku, kau harus berkenalan dengannya.”

Hinata mengguman, jadi dirinya sendiri yang akan jomblo di antara mereka berempat?

Hinata mengansurkan tangannya dan meminta ponsel Naruto, “Ada fotonya?”

Naruto mengangguk dan memberikan ponselnya pada Hinata, “Dia cantikkan?” tanya Naruto kemudian.

Hinata mengamati perempuan itu kemudian mengangguk, “Cantik.”

“Namanya Saara, dia dari Osaka,” ujar Naruto kemudian, “Ayahnya tentara, tipenya pasti yang wow tidak sepertiku,” lesuh Naruto.

Hinata menepuk pundak Naruto—memberi semangat, “Kamu harus percaya diri Naruto-kun, aku akan membantumu.”

Naruto tersenyum lebar, “Kau yang terbaik Hinata,” Naruto kembali memeluk erat Hinata, keduanya kemudian memperhatikan foto-foto di ponsel Naruto.

“Kau tahu Jiraiya-sensei? Wakil rektor,” Naruto menunjuk foto dosen tua yang masih terlihat bugar, “Dia punya bengkel, dan aku dipanggil kerja di tempatnya!”

“Selamat Naruto-kun, akhirnya,” ujar Hinata bahagia, Sasuke yang sedari tadi memperhatikan keduanya hanya menggeleng.

“Gaji pertamaku akan kugunakan untuk mentraktirmu Hinata,” ujar Naruto percaya diri, Hinata tertawa dan menggeleng.

“Gaji pertama harus kamu tabung Naruto-kun, jangan boros,” nasehat Hinata.

Naruto menggaruk kepalanya, matanya kemudian melihat kehadiran Saara, Naruto langsung mencolek Hinata memperlihatkan perempuan yang bernama Saara itu.

Hinata menoleh dan melihat secara langsung, “Dia lebih cantik dilihat langsung daripada di foto.”

Naruto mengangguk mengiyakan, matanya tetap melihat Saara dan teman sekelasnya yang lain sedang memesan menu makan siang.

“Naruto-kun pergi dan sapa mereka,” bisik Hinata, “Kamu harus bersikap ramah, perempuan suka laki-laki yang easy going.

Sasuke hanya menggeleng melihat keduanya, saran dari Hinata langsung Naruto eksekusi, laki-laki bermata biru itu kemudian bangkit tanpa membawa tasnya dan menghampiri si pujaan.

Hinata dan Sasuke memperhatikan Naruto yang menyapa teman sekelasnya, bergabung bersama mereka dan terlihat tertawa bersama.

“Mereka terlihat cocok bukan,” guman Hinata, Sasuke melihat ke arah Hinata kemudian memandang Naruto dan Saara.

“Ya,” jawabnya kemudian.

.

.

.

.

.

penambahan tokoh pendukung.

aku ga bisa kalau ga mengikut sertakan Ino dan Shikamaru :D

Salam hangat, Laverna.

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Genjutsu 1
22
1
(25+ Bijaklah dalam memilih bacaan)(Warning: mature) Hinata menatap ke sekelilingnya, apakah saat ini ia sedang bermimpi?Hinata melewati jembatan kecil yang terbuat dari kayu, melintasi danau di bawahnya dan berhenti di sebuah pohon besar yang rindang.Mata abu-abunya melihat sekumpulan rusa yang sedang memakan rumput, dan banyaknya kunang-kunang yang mengelilingi rusa itu, Hinata tersentak ketika ia dibalik paksa dan melihat Sasuke yang menatap datar kepadanya.Pandangan Uchiha terakhir itu seakan bertanya “Apa yang kau lakukan di sini?” Hinata menatap ke sekeliling dengan gugup, tapi ia tidak bisa mengatakan apapun, suaranya menghilang.Tangan Sasuke terangkat menyentuh wajahnya, mengusap pipinya yang memerah.Hinata ingin berteriak tapi tidak ada suara yang bisa ia keluarkan.Hinata mundur hingga menabrak batang pohon raksasa itu, Sasuke mengurungnya.Mata merah Sasuke membuat Hinata semakin gugup, Uchiha terakhir itu menunduk—mensejajarkan wajah mereka.Semuanya berubah tiba-tiba, tidak ada pohon di belakangnya, bahkan sekumpulan rusa dan kuang-kunang itu menghilang.Hinata terjebak di dalam ruangan gelap berbentuk kubus, tidak ada jendela ataupun pintu.Sasuke pun tak terlihat.Hinata bangkit dari duduknya, ia mengelilingi ruangan gelap ini, walaupun gelap tapi matanya seakan masih dapat melihat apa yang ada di ruangan ini.Jendela tiba-tiba muncul, Hinata mendekat kemudian membuka jendela yang terbuat dari kaca.Bulan purnama kini berwarna merah. Tetesan darah menyelimuti setiap sisi bulan, jatuh bagaikan gerimis hujan.
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan