
(25+ Harap bijak dalam memilih bacaan)
Di antara mereka semua, siapa sebenarnya yang menjadi orang ke 3?
Pihak ke-3 © Laverna
Naruto © Masashi Kishimoto
Warning: Drama, Typo
Hinata menopang dagunya, memperhatikan drama percintaan di kelasnya—kembali.
Persaingan antara Karin dan Sakura untuk mendapatkan perhatian Sasuke.
Walaupun Sakura lebih unggul selangkah, Sasuke dan Sakura adalah teman masa kecil.
Hinata menaikkan kaca matanya, ketika sebuah tangan terangsur di depannya.
“Hinata-chan, tolonglah anakmu yang tampan ini,” ujar Naruto dengan mata yang berkaca-kaca.
Hinata menghelah nafas ringan, kemudian mengeluarkan buku tugasnya dan memberikannya pada Naruto, masih tersisa 20 menit sebelum waktu istirahat selesai.
Naruto langsung duduk di sebelah Hinata.
Hinata mengeluarkan bekal buatannya, memakannya tanpa menawarkan kepada Naruto yang sedang sibuk menyalin tugasnya.
“Masakanmu selalu yang terbaik Hinata-chan,” ujar Naruto tanpa rasa bersalah setelah memakan satu suapan tanpa meminta izin terlebih dahulu—mulutnya sibuk mengunyah sedangkan tangannya sibuk menyalin.
Hinata sendiri sudah terbiasa, bahkan hingga ia di juluki sebagai ibu Naruto oleh teman sekelas mereka.
Keduanya makan dengan tenang, Naruto yang memang selalu menumpang makan pada bekal buatan Hinata, sedangkan Hinata sendiri sudah terlalu hafal dengan kebiasan Naruto.
Keduanya terperanjat ketika mendengar suara bantingan, mata abu-abu Hinata melihat bekal—entah buatan siapa yang berhamburan di lantai.
Dilihatnya Sakura yang segera menunduk untuk membersihkan tumpahan makanan tersebut, di susul dengan Sasuke yang membantu Sakura.
Pemandangan indah bagi sebagian orang, tapi menyedihkan bagi Karin.
Karin kemudian lari keluar begitu saja, melewati Sasuke dan Sakura yang masih membersihkan lantai.
Beberapa teman yang kembali dari kantin ikut membantu, karena waktu pelajaran ke dua akan segera di mulai.
Sakura berdiri dan memeluk tempat bekalnya, “Maaf Sasuke-kun aku tidak hati-hati.”
Sasuke mengangguk, Sakura kemudian pergi ke kelasnya sendiri.
Sedangkan Naruto masih sibuk memakan bekal buatan Hinata sambil memperhatikan Sasuke yang kembali ke setelan awal—sok cuek dan dingin.
Naruto mencibir, “Kalau aku jadi Sasuke, aku tidak akan mau makan keduanya,” Hinata memberikan botol airnya ketika Naruto tersedak.
“Buatan Karin enak kok,” timpal Hinata, ia pernah mencoba masakan Karin ketika mengunjungi rumah Naruto.
Naruto menggeleng, menghabiskan bekal dan air Hinata.
“Itu karena Ibuku mengajarinya, kalau tidak ada ibuku maka makanan buatannya lebih buruk dari racun,” Naruto kemudian menidurkan kepalanya ke atas meja, memperhatikan Hinata yang membereskan bekas makannya.
Walaupun tampilan Hinata bisa di katakan culun tapi bagi Naruto, itulah daya tarik Hinata.
Dengan kaca mata segi empat, rambut lurus tanpa hiasan apapun, bibir merah muda yang pucat—itu lah Hinata Hyuuga yang ia kenal.
Jika sebagian besar perempuan di kelasnya telah memiliki kekasih, maka Hinata tidak.
Entah karena perempuan itu yang tidak cukup menarik atau karena ada Naruto yang setia di dekatnya, hingga para murid laki-laki mengira keduanya memiliki hubungan.
Padahal keduanya murni berteman biasa, bermula dari satu kelompok, Hinata yang selalu membantu Naruto si pembuat onar, membuat Naruto malah benar-benar bergantung sepenuhnya pada Hinata.
Naruto berdiri dan berjalan ke arah toilet, ketika melewati toilet perempuan ia mendengar suara tangisan yang cukup ia kenal.
“Bodoh,” gumannya kemudian melanjutkan langkahnya ke arah toilet laki-laki.
.
.
.
.
.
“Coklat!
“Tidak! Vanila!”
“Harus coklat!”
“Vanila!”
Hinata berdiri di tengah, berusaha mengabaikan perdebatan Naruto dan Karin.
“Aku mau vanila, kau kenapa sih!” pekik Karin kesal, sedari tadi Naruto melarangnya memesan es krim.
“Tapi aku mau coklat!” balas Naruto, keduanya saling memandang seakan ingin saling membunuh.
Hinata yang berdiri di tengah malah sibuk membaca papan pesanan yang menampilkan promo es krim yang sedang diperdebatkan kedua Uzumaki itu.
“Bisa kok, di situ tertulis beli dua gratis satu,” ujar Hinata melerai.
Karin menjulurkan lidahnya kepada Naruto, “Dua vanila satu coklat,” ujarnya kemudian.
“Mana bisa seperti itu!” protes Naruto cepat, “Dua coklat satu vanila!”
“Kalau punyamu habis, kau akan memakan punya Hinata kan! Tidak bisa, dua vanila satu coklat!”
“Hinata kamu mau rasa apa?” tanya Naruto kemudian, Hinata menipiskan bibirnya.
“Vanila,” jawab Hinata membuat Karin bahagia, Naruto langsung cemberut dan berjalan ke arah meja tunggu.
Karin memesan dengan cepat, sebelum Naruto kembali merecoki mereka berdua.
Karin dan Hinata berjalan ke arah meja di mana Naruto sudah duduk terlebih dahulu.
Jika bertanya mengapanya ketiganya bisa berakhir di kedai es krim, itu karena ide Naruto.
Entah apa yang merasuki laki-laki pelit itu sehingga mau mentraktir Karin dan Hinata, sehingga sepulang sekolah masih dengan pakaian lengkap mereka langsung ke kedai es krim.
Walaupun harus berdebat untuk menentukan pesanan mereka.
Karin dan Hinata sibuk bercerita, sedangkan Naruto yang duduk di depan kedua perempuan itu menopang dagunya menghadap ke arah jendela.
“Kau akan memilih Todai ya?” tanya Karin, Hinata mengangguk, “Aku sangat ingin kuliah di sana.”
“Kalau begitu kau harus mengurus beasiswa secepatnya,” timpal Karin, Hinata kembali mengangguk.
“Sudah,” hanya perlu menunggu hingga pengumuman terbuka.
“Aku juga akan masuk Todai,” ujar Karin, “Aku mau jadi dokter.”
“Aku juga pilih Todai,” ujar Naruto tiba-tiba walaupun pandangan matanya tetap menatap ke arah jendela.
“Orang baka sepertimu mana bisa!” ejek Karin, Naruto hanya mendengus, “Lihat saja nanti!”
“Hinata kita sekelas lagi kan?” tanya Naruto tiba-tiba, “Aku akan mengambil teknik.”
Hinata menggaruk pipinya, “Aku akan ambil bisnis.”
“Eh, sama seperti Sasuke dong,” ujar Karin kaget, tidak menyangka Hinata akan memilih bisnis.
“Aku ingin memiliki bisnisku sendiri, hehe,” Hinata tertawa canggung, Naruto memperhatikan Hinata lurus, “Aku akan mendukungmu Hinata, walaupun nantinya kita beda kelas aku akan sering mengunjungimu!”
“Arigato Naruto-kun,” ujar Hinata tulus, Naruto mengangguk, Karin pun ikut mengangguk, “Aku juga akan sering mengunjungimu Hinata! Kita kan teman!”
“Hinata tidak mau punya teman sepertimu, bodoh,” ejek Naruto, Karin memicingkan matanya, hendak memukul tangan Naruto ketika pesanan mereka datang.
Ketiganya kemudian makan diselingi dengan candaan dan rencana kuliah mereka, Karin menghentikan suapannya ketika melihat Sasuke dan Sakura yang masuk ke kedai.
Naruto berbalik ke arah pandangan Karin dan mendapati si sok cuek Sasuke dan Sakura—pantas saja Karin langsung murung.
Hinata pun demikian, ketiganya kompak diam tak bersuara.
Naruto mendengus, padahal ia mengajak Karin ke sini karena tidak ingin sepupunya itu bersedih, tapi sumber kesedihannya malah datang sendiri, sialan.
Karin menunduk ketika Sasuke dan Sakura mengambil tempat di sisi mereka.
Hinata sendiri diam, tidak tahu berkata apa, sedangkan Naruto sibuk menghabiskan es krimnya.
‘Sasuke-kun, Mikoto-basan bilang kamu akan ambil bisnis di Todai ya?” tanya Sakura, Sasuke mengangguk, matanya kemudian mendapati dua teman sekelasnya dan satu lagi si Karin yang selalu mengejar-ngejarnya.
“Naruto, Hinata,” sapa Sasuke, Sakura ikut melihat keduanya dan terkejut dengan kehadiran Karin.
Hinata balas menyapa, begitupun dengan Naruto, sedangkan Karin lebih memilih diam.
“Karin,” ujar Sasuke tiba-tiba, membuat Karin mengangkat kepalanya dan memandang Sasuke.
“Sasuke-kun,” Karin balas menyapa Sasuke.
Kelimanya kemudian saling bertukar cerita, walaupun Hinata dan Sasuke lebih banyak mendengarkan ketika Naruto, Karin ataupun Sakura bercerita.
“Kalau begitu, selamat datang para mahasiswa baru Todai!” teriak Naruto semangat, sehingga mereka berlima mendapatkan teguran.
Kelimanya keluar, tertawa bersama karena Naruto yang di marahi balik marah-marah setelah jauh dari kedai es krim.
“Huh! Tidak memiliki semangat masa muda saja!” ujar Naruto kembali kesal, sedangkan Karin pun sibuk mengejek Naruto sedari tadi.
Hinata hanya tertawa, begitupun dengan Sakura, sedangkan Sasuke lebih banyak tersenyum.
Kelimanya kemudian berpisah, Naruto dan Karin serta Sakura harus menunggu bus yang akan datang 15 menit lagi, sedangkan Hinata dan Sasuke sudah menaiki bus setibanya mereka di halte bus.
Naruto melambaikan tangannya dengan semangat ke arah Hinata, begitupun dengan Karin.
Hinata mengambil tempat duduk di kursi belakang, Sasuke ikut menyusul dan duduk di sebelahnya.
Selama perjalanan keduanya hanya saling diam.
.
.
.
.
.
Karin dan Sakura sepakat untuk bersaing secara sehat, Sasuke sendiri tidak menganggapi, baginya kedua perempuan itu adalah temannya sebagaimana dengan teman-temannya yang lain.
Naruto kembali merecoki Hinata di waktu istirahat, hari ini hanya terlihat Karin yang membawa bekal kepada Sasuke, dan pria itu menerimanya dan memakannya, bergabung dengan teman yang lain—yang juga membawa bekal.
Sasuke berjalan ke arah meja Naruto dan Hinata, meletakkan bekal makanan buatan Karin, ketiganya kemudian makan dengan tenang, sebuah keajaiban karena tidak ada perdebatan antara Karin dan Sakura hari itu.
Naruto dengan lahap menghabiskan bekal Hinata, sedangkan Hinata meminum airnya.
Sasuke memperhatikan Naruto yang makan dengan lahap, tidak ada yang buruk dari makanan buatan Karin, tapi tidak juga bisa di katakan istimewa, intinya biasa saja.
Dan melihat Naruto memakan bekal Hinata dengan lahap membuat Sasuke sedikit penasaran dengan rasa masakahan Hinata.
Setelah Hinata minum, giliran Naruto yang minum, bahkan untuk airpun Naruto harus meminta kepada Hinata.
Julukan Hinata sebagai ibu Naruto memang benar.
Sasuke mengangsurkan bekal buatan Karin, bermaksud menawarkan kepada Hinata atau Naruto.
Hinata menerima dan hanya mengambil potongan buah apel, sedangkan Naruto sudah terlalu kenyang.
Hinata memang selalu membuat bekal dengan porsi dua orang, jika ia tidak bisa menghabiskannya maka ada Naruto, sehingga seperti saat ini, ketika ia tidak terlalu berselera untuk makan, Naruto bersedia menghabiskan semua bekal buatannya.
Sasuke kembali ke mejanya, bekal buatan Karin tidak habis, perempuan itu membuat terlalu banyak sehingga Sasuke hanya sanggup menghabiskan setengahnya.
Keesokan harinya, giliran Sakura yang datang dan membawakan bekal untuk Sasuke, kembali Sasuke ke meja Hinata dan Naruto.
Ketiga kembali makan bersama, sesekali Sasuke akan mengambil satu onigiri buatan Hinata dan mendapatkan protes dari Naruto.
Hinata pun tak jarang mengambil sepotong buah, entah itu apel atau anggur dari bekal buatan Sakura.
“Bagaimana kalau besok kita bertukar bekal?” ide Sasuke, tentunya Naruto langsung menolak mentah-mentah.
Padahal Hinata biasa-biasa saja.
Entahlah, sejak kejadian di kedai es krim, kelimanya mulai dekat.
Siapa sangka, Karin dan Sakura sepakat akan menjadi teman baik dan bersaing secara sehat untuk mendapatkan hati Sasuke.
Sasuke sendiri?
Pria itu masih terlalu misterius.
.
.
.
.
.

Salam hangat, Laverna.
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
