
(25+ Harap bijak memilih bacaan)
Hinata memilih meninggalkan Konoha untuk melindungi orang-orang yang dicintainya.
Untuk menyelamatkan anaknya, ia harus membuat perjanjian dengan Sasuke Uchiha.
Tapi, bagaimana jika Naruto mengetahui rahasia keduanya?
Done © Laverna
Naruto © Masashi Kishimoto
Warning: Drama, Typo, Hurt
Sasuke memuntahkan darah dari mulutnya, Naruto hampir membunuhnya, jika saja tidak ada Karin dan Juugo, maka Naruto akan menghabisinya saat itu juga, untungnya dia sempat kabur ketika Karin dan Juugo mengalihkan perhatian Naruto.
Sasuke tahu, kemampuan Naruto di atasnya, bagaimana pun cakra Kurama dalam dirinya membuat Naruto lebih unggul dibanding siapa pun.
Naruto pasti berhasil membawa Boruto, sial!
Sasuke berjalan ke arah rumah kumuh tempatnya selalu bersembunyi dari kejaran musuhnya, ia menyandarkan diri di dinding berlapis kayu itu.
Ia harus memulihkan dirinya, sebelum menjemput Boruto dan pergi ke dimensi lain.
Bahkan ia pun harus berhasil membujuk Hinata untuk ikut dengannya.
Dia harus meninggalkan Konoha secepatnya.
*
*
*
Hinata berlari sekuat tenaga, pertengkaran batin Naruto membuatnya dapat melarikan diri dari pria itu.
Hinata melihat gerbang rumahnya, dan berlari untuk masuk, perasaannya tidak enak.
Ketika sampai di depan gerbang rumahnya, Hinata membukanya, hal pertama yang dilihatnya adalah ayahnya yang menggendong Boruto, dan Hanabi yang memandangnya khawatir.
“O-otousama...” lirih Hinata berjalan mendekat.
Hiashi masih diam, tapi matanya tidak dapat menutupi kekecewaan yang dirasakannya.
“A-aku...” air mata Hinata kembali jatuh, hari ini ia mengalami banyak kejadian yang tak terduga.
“Masuklah,” ucap Hiashi dingin dan melangkah masuk.
Hinata dan Hanabi mengikut dari belakang, pikiran Hinata kalut.
Hanabi menggenggam tangan Hinata, memberikan kekuatan dan bantuan psikis karena ia tahu jika kakaknya sedang tertekan.
Hiashi duduk, dengan Boruto yang tetap tidur di pundak pria tua itu.
Hinata pun ikut duduk, tangannya terkepal, ia harus pergi secepat mungkin sebelum Naruto jahat berhasil mengurung Naruto asli kembali.
“Otou-sama a-aku akan menjelaskannya lain kali, tapi saat ini aku harus pergi dengan Boruto-kun,” ucap Hinata takut.
“Kenapa?” tanya Hiashi, “Kenapa kau harus pergi?”
“Naruto ... d-dia dikendalikan oleh dirinya yang lain, a-aku harus pergi secepatnya...” lirih Hinata menunduk.
Hiashi menghelah nafas, mengabaikan ucapan Hinata, “Pernikahanmu dengan Naruto akan dilakukan lusa,” ucap Hiashi tiba-tiba.
“Kau harus memperbaiki kesalahanmu, bukannya lari dari masalahmu,” ucap Hiashi kembali.
Hinata menggeleng, tidak mungkin, Naruto sangat berbeda, Naruto yang dikenalnya tidak akan membiarkan siapa pun mengambil ahli dirinya, sedangkan Naruto sekarang ini, membiarkan sisi jahatnya untuk mengendalikannya.
Hinata tidak tahu, Naruto mana yang akan menang pada akhirnya.
Naruto asli tidak mencintanya, sedangkan Naruto lainnya menginginkan dirinya menderita.
“T-tidak, otou-sama tidak mengerti, Naruto ... dia dikendalikan oleh dirinya yang lain,” jelas ulang Hinata, “Dia ingin jika aku menderita, dan d-dia bahkan akan membunuhku ...” lanjut Hinata mengingat ancaman Naruto sebelum ia berhasil kabur dari pria itu.
“Hyuuga,” ketiganya mengalihkan pandangan ketika melihat Sasuke saat ini, keadaan pria itu cukup berantakan.
“Sasuke ...” Hinata memandang heran, tidak biasanya pria itu menemuinya dengan keadaan seperti itu.
“Kita harus pergi secepatnya,” ucap Sasuke kemudian.
Hinata mengangguk, “O-otou-sama, kumohon maafkan aku, aku akan menjelaskan ketika aku kembali nanti,” ucap Hinata dan berjalan untuk mengambil Boruto.
Hiashi diam, membiarkan Hinata menggendong anaknya sendiri, Hinata berjalan mendekat ke arah Sasuke ketika atap rumahnya rubuh.
Naruto datang, tubuhnya dikelilingi oleh cakra merah milik Kurama.
“Serahkan Hinata dan anakku, Sasuke,” ucap Naruto dingin.
Tidak, dia bukan Naruto, semuanya dapat merasakan cakra dingin dan mencekam pria itu.
Hiashi dan Hanabi melangkah mundur, benar kata Hinata, Naruto telah dikendalikan.
Naruto terkekeh, “Kali ini aku akan benar-benar membunuhmu,” ucapnya ringan, mata merahnya memandang Sasuke yang melindungi Hinata di belakang tubuhnya.
“Naruto sadarlah,” ucap Sasuke, walaupun ia tahu jika hal itu percuma saja.
Mata merah Naruto memandang Hinata yang melihatnya dengan tatapan ketakutan, tatapan yang sangat ia sukai dari mata bulat perempuan itu.
“Hinata,” panggil Naruto serak, “Jika kau pergi dengannya, ketika kau kembali maka kau akan melihat mayat semua klanmu,” ancam Naruto.
Tangan Hinata gemetar, kepalanya menggeleng.
Naruto tertawa keras, Hiashi dan Hanabi sudah melarikan diri, mereka memberitahu semua anggota klan untuk meninggalkan kediaman mereka saat ini juga, ancaman Naruto tidak bisa mereka anggap main-main.
Sisi lain pria itu sangat menakutkan.
“Atau kau ingin melihat Konoha rata dengan tanah?” tanya Naruto dengan kepala yang dimiringkan, seringai di bibirnya memperlihatkan giginya yang memanjang.
Hinata kalut, apa yang harus dilakukannya?
Pergi dengan Sasuke atau mengikuti perintah Naruto?
“S-Sasuke...” lirih Hinata takut, Sasuke mengepalkan tangannya.
“Pergilah dengannya, aku akan menjemputmu,” lirih Sasuke, kemudian dia berbalik dan dengan cepat mengambil Boruto lalu menghilang.
Hinata mematung ketika Boruto sudah tidak berada di gendongannya, dan saat ini ia hanya berdua dengan Naruto.
Naruto mengepalkan tangannya, Sasuke sialan, dia berhasil kabur, dan Naruto tahu pria itu melintasi dimensi lain, agar ia tidak dapat melacak cakra miliknya.
Tapi, cepat atau lambat, Sasuke akan kembali untuk menjemput perempuan lemah yang menggigil ketakutan di hadapannya.
Pemandangan yang sangat disukainya.
Naruto mendekat, kukunya kembali melukai wajah mulus Hinata, “Pilihan yang tepat, Hinata.”
Kemudian Hinata ikut menghilang menjadi asap, Naruto mengepalkan tangannya, jadi Hinata ingin main-main dengannya?
Baiklah, ia akan memerahkan Konoha dengan darah para Hyuuga.
*
*
*
Hinata kembali merasakan keinginan untuk muntah, melihat sekeliling, hanya ruang kosong berwarna gelap, dimana mereka?
“Kita akan menetap disini hingga cakra-ku cukup untuk membawa kita menjauh dari Konoha,” ucap Sasuke kemudian menyerahkan Boruto yang menangis, pria itu berbaring di lantai begitu saja, ia banyak menggunakan cakra-nya untuk sampai di dimensi ini.
Hinata menimang Boruto, kemudian membelakangi Sasuke untuk menyusui Boruto.
“B-bagaimana dengan keluargaku?” ucap Hinata khawatir dengan ancaman Naruto.
Sasuke memejamkan matanya, “Aku sudah memberitahu Kakashi tentang kondisi Naruto, harusnya sudah ada anbu yang menahannya.”
Hinata cukup lega mendengarkan, setidaknya ayah dan adiknya berhasil kabur sebelum ia dan Sasuke menghilang.
Boruto sudah tenang, Hinata ikut berbaring dengan jarak yang cukup jauh dari Sasuke, jujur saja ia pun sama lelahnya dengan pria itu.
Hinata melepas cardingan yang digunakannya untuk menyelimuti Boruto, tangannya mengusap rambut Boruto, setahun tidak bertemu membuatnya sangat merindukan sang putra.
“Karin dan teman-temanmu yang lain, mereka tidak sadarkan diri ketika Naruto membawaku ke sana,” ucap Hinata pelan.
Sasuke menganggukkan kepalanya, masih untung Naruto tidak membunuh mereka.
“Hn, mereka akan baik-baik saja.”
Mereka kemudian memilih beristirahat.
*
*
*
Hinata menggeliat ketika mendengar celotehan putranya yang samar-samar, dan ketika matanya terbuka kini ia berada di dalam futon empuk yang sangat di kenalinya.
Hinata duduk, berusaha mengumpulkan kesadarannya.
Bagaimana mereka bisa berada di rumah Kiyo?
Pintu terbuka, Kiyo masuk dengan nampan berisi sarapan.
“Nona sudah bangun? Sarapanlah terlebih dahulu,” ucap Kiyo sambil meletakkan nampan makanan tersebut di sebelahnya.
Hinata tersenyum, “Arigato Kiyo-san,” ucap Hinata dan melangkah keluar untuk mencuci wajahnya, ia melewati Sasuke dan Boruto yang sedang bermain bersama.
Hinata bergabung dengan keduanya ketika ia telah selesai sarapan, Hinata mengambil Boruto ketika putranya itu melihatnya dan mengulurkan tangan kecilnya seakan ingin menggapainya.
“Bergegaslah, kita akan ke kuil,” ucap Sasuke memperhatikan Hinata dan Boruto.
Hinata mengeryitkan keningnya, “Untuk apa?”
“Kita akan menikah,” jawab Sasuke, mata Hinata melebar, menikah? Mereka bahkan belum ada satu hari di sini dan pria itu sudah ingin menikahinya?
“Bukankah itu terlalu cepat? Maksudku kita bisa menunggu untuk beberapa waktu sampai keadaan lebih tenang,” ucap Hinata pelan.
Sasuke menghelah nafas, apakah perempuan itu tidak tahu jika Naruto bisa saja muncul tiba-tiba?
“Kita tidak bisa membuang waktu lagi, kita akan menikah hari ini,” wajah Hinata memerah, ayolah dia tahu tujuan dari menikah yang dimaksud Sasuke.
“Sasuke, k-kumohon tunggulah beberapa waktu, aku ingin menikah disaksikan ayah dan adikku,” lirih Hinata.
“Kamu bisa menjemput mereka kan?” lanjut Hinata cepat.
Sasuke mendengus, “Cakra-ku belum pulih sepenuhnya, aku tidak bisa terus menggunakan rinnegan-ku.”
“Kalau begitu tunggulah beberapa waktu lagi, kumohon,” pinta Hinata.
Pada akhirnya Sasuke mengangguk, mengiyakan keinginan Hinata.
“Mendekatlah,” ucap Sasuke, Hinata kemudian pindah dan duduk di samping Sasuke.
“Ada apa?” tanya Hinata, “Aku butuh tambahan cakra,” jawab Sasuke.
Hinata mengerti, setelah memperbaiki posisi Boruto di pangkuannya, Hinata kemudian mengalirkan cakra melalui tangannya, tangannya kemudian menggenggam tangan Sasuke untuk pertama kalinya.
Tangan Sasuke berbeda dengan tangan Naruto.
Tangan Sasuke dingin, tidak sehangat tangan Naruto.
“Gomen, tapi aku hanya bisa memberikan sedikit, keadaanku masih belum stabil,” Sasuke mengangguk sebagai jawaban, ia dapat merasakan cakra Hinata yang perlahan mulai masuk dalam aliran tubuhnya.
Dengan begini, maka kondisinya bisa lebih cepat pulih, dan ia dapat membawa Hiashi dan Hanabi ke tempat ini sesegera mungkin.
Tapi Sasuke melepaskan tangan Hinata, membuat perempuan itu memandang heran ke arahnya.
Sasuke berdiri mengambil Boruto dan menyerahkan bayi satu tahun itu kepada Kiyo yang baru saja datang membawa teh hangat.
“Jaga dia dulu,” ucap Sasuke, kemudian tangannya menarik Hinata untuk mengikutinya ke ruangan dimana sebelumnya perempuan itu beristirahat.
Setelah Sasuke menutup pintu kamar tersebut, tangannya dengan cepat menarik Hinata mendekat. Mata Hinata bergetar, apa yang dilakukan Sasuke padanya?
“Transfer cakra dengan metodemu terlalu lambat, kita harus melakukannya dengan cepat,” ucap Sasuke, tangan kanannya menggulung lengan baju Hinata, ia lalu mengarahkan tangan perempuan itu ke bibirnya, kemudian mengigit tangan mulus Hinata.
Hinata terpekik, rasa sakit ia rasakan, Hinata ingin menarik tangannya, tapi Sasuke menahannya cukup kuat.
“S-sakit,” Hinata bisa merasakan perih di tangannya.
“Tahanlah, ini tidak akan lama,” ucap Sasuke kemudian mengambil tempat gigitan yang baru.
Hinata tahu, ini adalah cara Karin memberikan cakra kepada Sasuke—jika pria itu membutuhkannya, bekas luka di tubuh Karin sudah menjelaskan semuanya, tapi cakra-nya tidak sebanyak Karin.
“C-cukup,” Hinata menarik tangannya, mata peraknya melihat 2 bekas gigitan Sasuke.
“Ini belum cukup,” pungkas Sasuke dingin, ia akan kembali meraih perempuan itu ketika Hinata memilih mundur.
Hinata menggelengkan kepalanya, “Biarkan aku mengumpulkan cakra-ku dulu, setelah itu kau bisa mengambilnya kembali.”
Sasuke mendengus, kemudian berbalik untuk keluar dari ruangan itu.
Hinata pun ikut keluar, ia tidak melihat kehadiran Boruto dan Kiyo, langkahnya kemudian membawanya ke halaman belakang, dan benar saja di sana Kiyo sedang memperlihatkan sarang burung kepada Boruto.
*
*
*
Hinata meringis, kini Sasuke sedang menghisap lehernya, bagian tangan dan kakinya sudah di penuhi oleh bekas gigitan Sasuke, pria itu memanfaatkan dirinya sebagai gudang cakra-nya yang bisa ia ambil kapan saja.
Sasuke mengangkat kepalanya dari leher Hinata, sudah ada tiga bekas gigitan di leher mulus itu.
“Sudah?” tanya Hinata, sudah dua minggu Sasuke selalu mengambil cakra-nya, sebenarnya sebanyak apa cakra yang dibutuhkannya?
Tiap hari Sasuke selalu saja mengambil setengah dari cakra-nya, sehingga ia harus pintar-pintar mengatur penggunaan cakra-nya agar tidak kekurangan.
Mata hitam Sasuke memperhatikan Hinata di bawahnya, perempuan itu sedang berbaring di bawahnya dengan rambut yang ia ikat tinggi sehingga menampilkan leher jenjangnya yang sudah tidak mulus lagi.
Tangan Sasuke mengelus bibir merah muda Hinata, “Kau tahu, ada cara lain untuk mengambil cakra seseorang.”
“Tidak, cukup gigitan, tidak yang lain,” tolak Hinata cepat, tentu saja dia tahu, itu metode yang pernah dilakukan oleh Sakura kepada Naruto—ketika Naruto sekarat dan membutuhkan cakra secepatnya.
“Kenapa?” tanya Sasuke, “Kau tidak akan kesakitan, sebaliknya kau akan menikmatinya,” bisik Sasuke.
Hinata merasa dadanya berdetum kencang, ia bahkan dapat mendengar gemuruh di dadanya.
Harusnya Hinata tahu, sedingin apapun Sasuke, tetap saja dia adalah seorang laki-laki.
“A-aku tidak mau,” tolak Hinata dan mengalihkan pandangannya, mata hitam Sasuke kembali di hadapkan pada leher jenjang Hinata sebelah kiri yang belum dihiasi dengan bekas gigitannya.
Sasuke kembali menunduk, lidahnya terulur menjilat leher itu, membuat Hinata terpekik dan mencengkram dengan keras futon di bawah mereka.
Sasuke kembali menggigit leher Hinata, menambah bekas gigitan di bagian tubuh wanita itu.
Hinata memejamkan matanya, menahan rasa sakit yang sudah akrab dengannya.
Sasuke merapatkan tubuh keduanya untuk pertama kalinya, Hinata menolak, ia menahan bahu Sasuke, dan menggigit bibir bawahnya ketika Sasuke menghisap lehernya cukup keras.
Tangan Hinata spontan menahan tangan Sasuke yang menyentuh pinggangnya, sedangkan kakinya ia lebarkan sehingga kaki Sasuke berada di bagian dalam, Hinata menggulingkan dirinya, ia kemudian duduk di paha atas Sasuke—mengunci pergerakan pria itu.
Tangannya menahan tubuhnya agar tidak menimpa lelaki itu, sedangkan Sasuke memandangnya dari bawah, cukup terkejut dengan pergerakannya yang cepat.
“J-jangan melakukan apapun selain kesepakatan awal kita,” peringat Hinata, mata hitam Sasuke memandang Hinata, cukup terhibur dengan sikap berani perempuan itu.
“Aku bisa melakukan apapun tanpa perlu ijinmu,” balas Sasuke, “Seperti ini.”
Keadaan berbalik, kini Hinata kembali berada di bawah, kedua tangannya di tahan hanya dengan satu tangan Sasuke.
Pria itu menyeringai.
“Sangat mudah,” bisik Sasuke serak. Hinata masih memulihkan keterkagetannya akibat gerakan kilat Sasuke.
“A-apa yang ka—” ucapan Hinata terpotong ia merasakan bibirnya di tekan.
Sasuke menciumnya!
*
*
*
Hinata menitipkan Boruto kepada Kiyo, sedangkan ia dan Sasuke akan kembali ke Konoha.
Setelah insiden ciuman mereka, Hinata menjadi lebih was-was terhadap pria itu, semua lelaki sama saja.
Sasuke mendekat, setelah membuat segel di tubuh Boruto, jaga-jaga jika ia atau Hinata tidak berhasil membawa Hiashi ataupun Hanabi, maka mudah baginya untuk membawa keduanya ke tempat di mana Boruto berada.
Sasuke memberikan isyarat agar Hinata mendekat, Hinata pun menurut.
“Kau siap?” tanya Sasuke, Hinata mengangguk, “Kita sudah terlalu lama membuang waktu, ada atau tidaknya ayah dan adikmu, aku akan tetap membawamu pergi, kau mengerti?”
Hinata kembali mengangguk, kegelisahan di hatinya membuatnya takut, ia berdoa semoga saja ayah dan adiknya baik-baik saja.
Keduanya kemudian menghilang, dan muncul di gerbang Konoha yang terlihat sepi, tidak ada siapapun.
“A-apa yang terjadi?” tanya Hinata bingung, kini Konoha seperti desa mati.
Keduanya melangkahkan kaki, Sasuke dan Hinata menutup aliran cakra mereka, agar Naruto tidak menyadari kehadiran keduanya.
“Kita harus menemui Kakashi,” ucap Sasuke, keduanya kemudian berlari ke gedung Hokage, perlu beberapa waktu untuk sampai di sana, tapi tidak ada seorang pun di sana.
“Sasuke, kita ke rumah Sakura,” ucap Hinata, keduanya kemudian pergi.
Hinata mengetuk pintu rumah Sakura pelan, beberapa saat ibu Sakura datang dan membuka pintu, wajahnya ketakutan dan cemas.
“Nak Hinata,” panggil Ibu Sakura, dan mempersilahkan keduanya untuk masuk.
Ibu Sakura kemudian mengantar keduanya masuk di kamar sang putri, Hinata dan Sasuke dapat melihat Sakura yang terbaring lemah di atas kasurnya.
“Apa yang terjadi Basan?” tanya Hinata, dua minggu lebih ia meninggalkan Konoha, kini desanya seperti mendapatkan teror.
“Naruto, ia berubah, dia menyakiti siapapun yang berusaha menahannya, Hokage-sama harus bersembunyi, begitupun dengan yang lainnya, sedangkan kami warga desa tidak berani keluar,” jelas ibu Sakura, ia mengusap air matanya ketika melihat keadaan putrinya kembali.
Hinata menutup mulutnya, ibu Sakura kemudian mendekat dan memeluk Hinata, “Sabarlah nak.”
Hinata semakin ketakutan, ia memandang Sasuke ragu, pria itu kemudian mengangguk.
“Obasan kami permisi, aku akan datang lagi,” pamit Hinata, ibu Sakura mengangguk, di raihnya tangan Hinata, “Nak, jangan temui Naruto, dia sudah menjadi monster,” pesan ibu Sakura.
Hinata hanya mengiyakan, tapi ia harus memastikan keadaan keluarganya.
Sasuke dan Hinata berjalan pelan ke kediaman Hyuuga, berusaha tidak memancing apapun untuk menyadari kehadiran keduanya.
Hinata dengan ragu membuka gerbang rumahnya, bau bangkai langsung tercium, dan itu sangat menyengat.
Mata Hinata bergetar ketika melihat penjaga gerbang rumahnya yang sudah menjadi mayat, bahkan beberapa bagian tubuhnya rusak dan di makan ulat.
Hinata menangis, Sasuke menggenggam tangan Hinata, “Kita kembali,” ucapnya.
Hinata menggeleng, dia harus memastikan jika ayah dan adiknya baik-baik saja, ia tidak akan meninggalkan Konoha begitu saja.
“Aku ingin melihat keluargaku,” pinta Hinata pilu.
Sasuke menurut, mereka pun tidak merasakan kehadiran siapa pun, Hinata membuka pintu rumahnya.
Hinata dan Sasuke mematung melihat Naruto yang duduk di kursi, dengan beberapa anggota Hyuuga yang bersujud hormat padanya.
“Kalian lama sekali,” keluh Naruto, dia menyilang kakinya.
“Lihat Hinata, klanmu sangat menghormatiku,” ucap Naruto, “A-apa yang kau lakukan pada keluargaku?!” tanya Hinata dengan suara bergetar. Air matanya jatuh.
“Ka-kau jahat!”
“Sstt, pelankan suaramu Hinata, kau akan membangunkan mereka,” Naruto meletakkan telunjuk di bibirnya agar Hinata diam.
Hinata mengepalkan tangannya, “Ada satu lagi,” ucap Naruto berdiri dan berjalan ke arah lemari.
“Aku sudah lama menyiapkannya untukmu, ini hadiah dariku,” ucap Naruto membuka pintu lemari, “Kau tidak perlu berterima kasih.”
Naruto melempar kepala Hiashi di depan Hinata.
Hinata berteriak, ia mundur beberapa langkah, tangannya bergetar dan ia jatuh terduduk.
Naruto berdiri menjulang, mata merahnya melihat Hinata dan Sasuke.
Seringai ia berikan kepada Sasuke.
“Harusnya aku membunuhmu saat di lembah kematian, tapi si pengecut itu terlalu bodoh dan naif,” kata Naruto ringan.
“Hinata kita harus pergi,” ucap Sasuke. Hinata tidak mendengar apapun, telinganya berdenging dan kepalanya seakan akan pecah.
Jantungnya pun seperti di tekan dan hampir meledak.
“Kau bisa memilih,” ucap Naruto, “Memilihku atau ikut dengan bajingan itu,” tambah Naruto.
“Jika kau menghilang lagi, maka aku sendiri yang akan membawakanmu kepala Hanabi,” ucap Naruto ringan.
Kepala Hinata semakin sakit, kenapa?
Kenapa semua harus terjadi padanya?
Sasuke mendekat kepada Hinata, sedangkan Naruto memasukkan tangannya ke saku celananya, menunggu keputusan Hinata.
Sasuke meraih tangan Hinata, tapi perempuan itu menggeleng, air matanya jatuh dan pandangannya kosong.
“A-aku ... Hanabi ...” ucap Hinata terbata, “A-aku tidak bisa,” bisik Hinata pilu.
Hinata berdiri, melepaskan tangan Sasuke, dan melangkah ke arah Naruto.
“Sasuke ... tolong j-jaga Boruto,” ucap Hinata pelan, Naruto menggeleng, “Tidak, dia harus membawa Boruto kembali kepada kita.”
Sasuke berdiri tegak, ia tidak menyangka jika Naruto akan segila ini.
Naruto melangkah maju, tapi Hinata menahannya, “Sasuke pergi!”
Hinata terlempar ke dinding bersamaan dengan menghilangnya Sasuke, menyebabkan dinding itu rusak dan roboh, Hinata memuntahkan darah dari mulutnya, tapi matanya kembali memanas ketika melihat anggota klannya yang berlumuran darah.
Mengingatkannya akan pembantaian Uchiha yang dilakukan oleh Itachi.
Hinata berbaring lemah, matanya memandang langit-langit rumahnya, ia tidak sanggup melihat mayat klannya.
“Hiks ...” Hinata menggigit bibirnya, menahan isakannya.
Kenapa?
Kenapa harus dirinya?
Naruto mendekat kepada Hinata, tangannya menyeret kaki Natsu, dan melempar mayat pelayan itu di samping Hinata.
Hinata menutup bibirnya, mencegah dirinya berteriak.
Naruto menunduk, tangannya menjambak rambut Hinata, memaksa perempuan itu untuk duduk.
Hinata memandang Naruto dengan pandangan kosong, perasaannya bercampur menjadi satu, rasa marah, sedih, kecewa, takut, dan sesak membuatnya seperti patung.
“Ini tidak terjadi jika sejak awal kau mengikuti perintahku,” bisik Naruto, Hinata memandang Naruto tepat di mata pria itu. Hinata menggeleng dan menggigit bibirnya.
Tangan Hinata terulur untuk menyentuh wajah Naruto, ibu jarinya mengusap pipi Naruto, Hinata yakin Naruto yang dikenalnya masih ada dalam diri pria itu.
“N-Naruto ...” panggil Hinata lirih, “M-maafkan aku,” lanjutnya, kemudian membawa Naruto ke dalam pelukannya.
“A-aku harusnya tidak meninggalkanmu seorang diri terlalu lama,” Hinata menepuk-nepuk pelan pundak Naruto, “H-harusnya aku tahu, kau hanya perlu waktu untuk sendiri,” lanjut Hinata lembut.
Kini Hinata kembali berbaring di kamar Naruto dengan pria itu yang masih memeluknya erat.
Hinata memandang kosong langit-langit kamar Naruto.
“Kembalilah ...” lirih Hinata, tangannya mengusap rambut Naruto, “A-aku tidak akan pernah meninggalkanmu lagi, walaupun kau memaksaku untuk pergi.”
“Benarkah?” Naruto mengangkat kepalanya, mata merahnya memandang mata pucat Hinata, Hinata tersenyum dan mengangguk.
“Y-ya, kembalilah ...” Hinata kembali mengusap pipi kiri Naruto.
Hinata dapat melihat mata Naruto yang berubah-ubah, kadang merah dan biru, keduanya berusaha untuk mengambil alih tubuh sang jinchuriki.
Hinata membawa wajah Naruto mendekat padanya, ia usap alis pria itu sebelum memejamkan matanya dan mencium bibir Naruto.
Hinata membiarkan Naruto mengambil ahli ciuman mereka, bahkan membiarkan Naruto menciumnya begitu dalam.
“Aku suka jika Naruto yang menciumku,” ucap Hinata ketika Naruto menjauhkan wajahnya, nafas keduanya memburu.
“Benarkah?” tanya Naruto lagi, Hinata mengangguk. Matanya memandang mata merah Naruto.
“Ciumanku atau pengecut itu yang kau sukai?” tanya Naruto, Hinata mengerjabkan matanya, “A-aku ...”
“A-aku suka keduanya,” jawab Hinata, “Kalau begitu aku akan membuat kau lebih menyukai ciumanku!” ucap Naruto kemudian kembali mencium Hinata.
Hinata membiarkan Naruto menguasai dirinya, dirinya harus berhasil mengambil kepercayaan Naruto, dirinya harus berhasil membawa Naruto kembali.
Hinata menahan dirinya mendorong Naruto menjauh ketika pria itu menggigit telinganya, dan menyentuh dadanya, sebaliknya Hinata memeluk Naruto erat, meremas rambut pria itu yang kini menggigit lehernya.
“Kau suka?” tanya Naruto, Hinata mengangguk ragu, “Harusnya aku tidak membiarkan dia menguasaiku,” mata Naruto sudah kembali biru.
Hinata merasa lega, tangannya bergetar menyentuh wajah Naruto dan mengusap kelopak mata Naruto yang sedang memejamkan matanya.
“A-aku lebih suka mata biru Naruto,” isak Hinata, perasaannya menguap, ia kembali berbicara dengan Naruto-nya.
“Hinata maafkan aku,” Naruto menunduk, ia menyandarkan kepalanya di bahu Hinata.
“Aku harusnya bisa melawannya,” bisik Naruto, “Tapi ketika melihat Gaara dan Sasuke mendekatimu, aku tidak bisa berpikir jernih lagi.”
“Aku terlalu takut kau membenciku, sehingga membiarkan dia mengendalikanku,” lirih Naruto.
“Aku tidak bisa mengambil alih diriku, dia terlalu kuat,” Naruto mengeratkan pelukannya.
“Dia mengurungku, aku tidak bisa lepas, aku terlalu lemah,” cerita Naruto. Hinata menggeleng, ia menepuk punggung Naruto lembut.
“Tidak, Naruto-kun hanya tidak siap pada apa yang akan terjadi,” respon Hinata, “N-Naruto-kun tidak perlu takut lagi, semuanya baik-baik saja,” lirih Hinata, matanya memerah dan ia menangis, mengingat klannya yang sudah tiada.
Hinata membiarkan Naruto menangis, begitupun dengan dirinya.
Keduanya masih berpelukan, Naruto menenggelamkan dirinya pada pelukan hangat Hinata.
Hinata bisa merasakannya, Naruto yang lainnya akan kembali, Naruto tidak ingin mengurungnya, padah al Naruto bisa dengan mudah melakukannya, Naruto akan menggunakan Naruto satunya untuk mengekangnya.
“Kau merasakannya?” tanya Naruto di telinganya, Hinata mengangguk.
“Ia begitu kuat,” bisik Naruto, untuk pertama kalinya Hinata melihat keegoisan Naruto.
*
*
*
Sasuke memuntahkan darah dari mulutnya, ia berhasil kabur dari Naruto, tapi walaupun ia berhasil, Naruto sempat menyerangnya sebelum ia selesai menutup portal.
Sasuke menyandarkan dirinya di dinding, ia kembali di rumah kumuh tempatnya bersembunyi.
Jika Hinata tidak menahan Naruto, tentunya pria itu berhasil menangkapnya.
Sasuke mengepalkan tangannya, jika dulu Naruto bersungguh-sungguh melawannya, maka ia tidak akan hidup sampai sekarang.
Sasuke sampai kapanpun tidak akan bisa melampauinya.
Jika saja ia pun memiliki seekor bijuu, tentunya ia bisa mengimbangi Naruto.
Jika ia tidak berhasil memiliki anak dari Hinata, maka ia akan memanfaatkan Boruto.
Ia akan melatih Boruto untuk membunuh ayahnya sendiri suatu saat nanti.
Dan menyelamatkan dunia shinobi dari invasi para Otsutsuki.
Selain para Otsutsuki, Naruto pun sudah menjadi ancaman nyata saat ini.
*
*
*
Hinata melompati pohon, ia berhasil membius Naruto, dan melarikan diri. Ia tahu, ia tidak bisa menahan Naruto seterusnya, Naruto sudah berubah, ia bukan lagi Naruto yang baik dan naif.
Naruto tahu kemampuannya dan ia memanfaatkannya untuk menundukkan orang-orang pada kekuasaannya, ia sudah tidak mengenal Naruto yang sekarang, bahkan Hinata tahu Naruto tidak mau mengurung dirinya yang lain karena suatu saat ia akan memanfaatkannya untuk menghancurkan orang-orang yang tidak disukainya. Sebagaimana ia membantai klannya tanpa ampun.
Hinata bahkan masih tidak percaya, bagaimana Naruto dengan tega membuat Sakura lumpuh dan Kakashi koma. Teman-teman ninjanya yang lain bersembunyi, para penduduk takut keluar dari kediaman mereka. Mereka bahkan satu persatu meninggalkan Konoha.
Ia hanya menunggu hingga gilirannya yang akan di bunuh, dan Hinata tidak ingin mati di tangan orang telah melempar kepala ayahnya di hadapannya.
Konoha di ambang kehancuran.
Ayah dan adiknya serta klannya telah tiada, ia tidak memiliki alasan untuk tetap bertahan di Konoha. Ia pun tidak akan kembali pada Sasuke. Tapi, ia akan mencari cara bagaimana bisa mengambil Boruto tanpa sepengetahuan pria itu.
Tidak Naruto ataupun Sasuke.
Sasuke atau pun Naruto, keduanya sama saja. Mereka egois dan hanya mementingkan diri mereka sendiri tanpa mempedulikannya.
Ia tidak akan kembali pada mereka.
Ia akan menjalani takdirnya sendiri.
Ia akan ke Negara Salju, dan akan menjalani hidupnya yang baru di negara yang di penuhi salju itu.
Menjadi manusia biasa.
*
*
*
Yeeyyyy!!
Tamat, akhirnyaa
Sekarang Hinata menjadi alasan perang Ninja ke 5 terjadi >,<
Sekali-kali, Naruto lah yang jadi ancaman dunia shinobi.
Ancaman Naruto lebih mengerikan dari Madara-sama, omegad
Salam hangat, Laverna.
















Sampai jumpa di season kedua, byee
Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰
