Done (2)

5
1
Deskripsi

(25+ Harap bijak memilih bacaan)

Hinata memilih meninggalkan Konoha untuk melindungi orang-orang yang dicintainya.

Untuk menyelamatkan anaknya, ia harus membuat perjanjian dengan Sasuke Uchiha.

Tapi, bagaimana jika Naruto mengetahui rahasia keduanya?

Done © Laverna

Naruto © Masashi Kishimoto

Warning: Drama, Typo, Hurt

 

Kedatangan Hiashi dan Hanabi lebih lambat dari perkiraan Hinata dan Natsu.

Sehingga hal itu digunakan Hinata untuk memulihkan dirinya, cakra yang ia simpan di belakang lehernya telah memulihkannya seperti sedia kala, teknik pengumpulan cakra yang ia pelajari langsung dari Tsunade.

Tidak ada tanda-tanda jika ia baru saja melahirkan seorang anak, fisiknya pun sudah kembali seperti semula.

Hinata dan Natsu sedang mengajarkan anak-anak cara menanam tumbuhan herbal ketika Hanabi dan Hiashi baru saja tiba setelah dua hari dari waktu perkiraan Hinata dan Natsu.

Natsu langsung saja berdiri dan membungkuk hormat, Hinata pun memberikan salam kepada ayah dan adiknya itu.

Mata perak Hiashi mengamati Hinata, kemudian urat-urat muncul di sekitar mata pria tua tersebut, meneliti tubuh Hinata.

Natsu kemudian memulangkan anak-anak ke rumah mereka masing-masing, sehingga tinggallah keempatnya dalam halaman rumah Kiyo.

Neesan! Maaf aku dan ayah terlambat, karena ada halangan ketika kami dalam perjalanan,” Hanabi menghampiri Hinata dan langsung memeluknya, mengabaikan ayahnya yang masih mengaktifkan byakugan-nya.

Hinata membalas pelukan Hanabi, kemudian mengajak keluarganya untuk masuk dalam rumah Kiyo.

Hiashi mengikut dari belakang ketika byakugan-nya tidak menemukan apapun yang dicarinya.

“Desa ini sangat indah, pantas saja neesan betah di sini,” Hanabi duduk dengan nyaman di ruang tamu Kiyo yang hanya beralaskan tatami.

Walaupun berada di dalam hutan, rumah tempat Hinata saat ini merupakan salah satu rumah cantik yang dilihatnya di sepanjang perjalanan.

Neesan akan mengajakmu berkeliling besok,” ucap Hinata riang sambil meletakkan teh hijau yang baru saja di buatnya, sedangkan dari belakang Natsu datang sambil membawa beberapa kudapan.

Otousama, lihat kecurigaan otosama keliru, neechan baik-baik saja,” ucap Hanabi, Hiashi hanya diam daritadi.

Hiashi menghelah nafas pelan, kemudian mengguman, dan meminta Hinata mendekat.

Hinata mendekat, duduk di sebelah ayahnya, Hiashi kemudian memeluk Hinata, pelukan yang bisa dihitung jari.

Hinata tersenyum dan membalas pelukan ayahnya. Hanabi mengalihkan pandangannya ketika rasa haru menguasainya, tapi kemudian ia berdiri dan ikut memeluk keduanya.

Natsu tersenyum sedih, dan menghapus air mata yang tiba-tiba jatuh begitu saja.

“Hiashi-sama, saya sudah menyiapkan makan malam,” ucap Natsu pelan, ketika Hiashi sudah melepaskan pelukannya.

Mereka berempat kemudian melangkah ke ruang makan.

*

*

*

Seperti janjinya, Hinata membawa Hanabi dan ayahnya mengelilingi desa Kirei, sepanjang perjalanan Hanabi selalu berguman kagum, matanya dimanjakan dengan pemandangan indah, berupa hijaunya pepohonan dan warna-warni bunga-bunga yang tumbuh.

“Aku juga akan mengajukan diri sebagai relawan tahun depan,” guman Hanabi kagum, mereka telah sampai di tepi danau yang airnya begitu jernih dan dingin.

“Tidak,” tekan Hiashi.

“Tidak ada yang akan meninggalkan Konoha lagi,” lanjut Hiashi.

Hanabi dan Hinata diam, keduanya tahu, jika ayah mereka tidak ingin jika putrinya jauh darinya.

“Tahun depan, ayah akan menjemputmu Hinata, kau tidak memiliki alasan untuk memanjangkan misimu, sekarang nikmati waktumu dan tenangkan dirimu,” ucap Hiashi, ia melangkah maju menaiki salah satu perahu yang telah disiapkan di sana.

Hanabi dan Hinata ikut menaiki satu lagi perahu yang kosong, mereka dapat melihat bawah danau yang terlihat jelas.

Sekarang waktunya menikmati waktu tenang.

Hinata dan Hanabi mengayuh perahu mereka dengan tenang dan pelan, Hanabi menceritakan apa yang terjadi di Konoha selama Hinata pergi.

“Naruto-niisan sepertinya masih mencintai neesan, tiap hari dia selalu datang dan bertanya apakah neesan sudah pulang, padahal dia tahu kalau misi relawan ini dua tahun,” cerita Hanabi, Hinata yang mendengarnya terdiam, untuk apa Naruto mencarinya?

Rasa berharap kembali masuk ke relung hatinya, tapi ia berusaha menepisnya, Naruto pasti hanya merasa bersalah padanya.

“Naruto-kun mungkin hanya penasaran, neesan memang pergi tiba-tiba,” respon Hinata sambil tertawa kecil, berusaha menyembunyikan kegetiran dalam suaranya.

Hanabi melihat kakaknya dari samping, “Mungkin, otousama sepertinya masih mengharapkan kalian akan berbaikan,” bisik Hanabi.

Otousama selalu menyangjung Naruto-niisan, memangnya kenapa sih neechan mengakhiri hubungan dengannya? Bukannya neesan cinta mati sama Naruto-niisan?” tanya Hanabi kepo.

Hinata menghelah nafas, setelah kepergian Neji, kini Naruto adalah sosok laki-laki yang dijadikan ayahnya sebagai tolak ukur, tentu saja, semua orang tua di desa berharap dapat menjadi mertua bagi pahlawan desa itu.

Neesan hanya merasa sudah tidak ada kecocokan di antara kami, sebelum hubungan kami semakin jauh lebih baik di akhiri sesegera mungkin,” jawab Hinata, tentunya dengan kebohongan.

Cintanya pada Naruto adalah cinta yang tulus dan murni, dan ia selalu mendoakan agar Naruto bahagia.

Jika Naruto bahagia tanpa dirinya, maka Hinata akan dengan sukarela mewujudkannya, seperti yang ia lakukan saat ini.

Hanabi menganggukkan kepalanya mengerti, “Ternyata perasaan manusia cepat sekali berubah ya,” imbuh Hanabi, perahu mereka kemudian telah sampai di tepi danau lainnya, Hiashi telah lebih dulu turun, Hinata dan Hanabi menyusul dan ketiganya dapat melihat pemandangan pandang rumput yang luas dan dipenuhi oleh bunga-bunga.

Sugoi! Cantik sekali,” Hanabi kemudian berlari berkeliling, mengitari bunga-bunga yang tumbuh liar, pemandangan gunung dan langit cerah membuat perasaan mereka membaik.

Hiashi pun berkeliling, mengamati daerah sekitar yang begitu asri.

Hinata melihat ayah dan adiknya dengan pemandangan haru, Hinata memilih tetap berdiri diam membiarkan ayah dan adiknya semakin menjauh.

“Hyuuga,” panggil suara, Hinata langsung berbalik, Hinata tidak heran jika Sasuke bisa muncul tiba-tiba dan menghilang tiba-tiba pula.

Telah lewat dari tiga hari sejak Sasuke membawa anaknya pergi.

“A-anakku?” tanya Hinata kemudian.

Sasuke mendekat, sosok Hiashi dan Hanabi sudah tidak terlihat karena keduanya memutuskan untuk naik gunung.

“Dia aman,” jawab Sasuke. Hinata mengusap dadanya lega.

“Siapa yang merawatnya?” tanya Hinata kembali, Sasuke memandang Hinata yang juga memandangnya dengan rasa khawatir yang tidak dapat perempuan itu tutupi.

“Karin,” jawab Sasuke kembali.

Hinata menghelah nafas lega, setidaknya ia mengenal Karin.

Mata hitam Sasuke memandang Hinata intes, “Tahun depan, aku akan menagih bayarannya,” ucap Sasuke kemudian menghilang begitu saja.

Hinata memandang kosong kepergian Sasuke, kemudian duduk di tanah, menantikan kehadiran ayah dan adiknya.

*

*

*

Sudah 2 bulan berlalu.

Ayahnya dan Hanabi telah kembali ke Konoha setelah menghabiskan waktu liburan mereka selama tujuh hari.

Kini hanya mereka bertiga.

Hinata sedang menyulam ketika suara tangis bayi terdengar di telinganya.

Buru-buru Hinata bangkit dan mencari asal suara tangisan tersebut, dan ia melihat Sasuke dan anaknya di tepi kolam rumah Kiyo.

“B-Boruto,” lirih Hinata, air matanya jatuh, dengan langkah gemetar ia mendekat, Sasuke kemudian menyerahkan bayi mungil itu kepada ibunya.

Hinata menimang Boruto dengan air mata yang tidak berhenti keluar dari kedua matanya, kemudian melangkah masuk dan memeluk putranya penuh kerinduan.

“Ibu rindu sayang,” ucap Hinata mengajak Boruto berbicara, sedangkan Sasuke hanya diam mengamati.

“Dia demam, kata Karin dia mungkin merindukanmu,” ucap Sasuke, Hinata baru menyadari jika tubuh putranya panas.

Hinata kemudian bangkit dan masuk ke ruangan yang menjadi kamarnya, Sasuke mengikut dari belakang.

“Bisakah kau keluar dulu?” pinta Hinata pelan ketika membaringkan Boruto ke futon.

“Kenapa?” tanya Sasuke.

“A-aku ingin menyusuinya,” jawab Hinata pelan, Sasuke diam beberapa saat sebelum keluar.

Hinata ikut berbaring, dan mulai menyusui Boruto, ia melepas tekanan cakra-nya dari dadanya, kemudian melepas kancing atas bajunya dan mulai menyusui Boruto.

Tangannya mengusap rambut sang putra, tidak lupa dengan kecupan sayang yang sesekali ia berikan.

Hinata meringis ketika rasa sakit ia rasakan karena hisapan Boruto, jujur saja ia tidak nyaman ketika dadanya di hisap, walaupun itu bukan yang pertama kalinya, tapi tetap saja ia belum terbiasa.

Hinata berusaha mengabaikan rasa sakit dan tidak nyamannya, ia kemudian mengusap pipi Boruto yang gembul, Karin merawat Boruto dengan baik.

Tangannya kemudian mengalirkan cakra hijau, guna mengurangi sedikit panas badan anaknya.

Ketika sampai di perut Boruto, ada yang aneh, ada cakra lain yang menutupi perut putranya.

Hinata kemudian membuka selimut Boruto dan menyingkap baju yang digunakan anaknya, mata peraknya dapat melihat segel di perut putranya.

Ada apa? Untuk apa perut anaknya di segel?

“Selain cakra-mu dan Naruto yang bercampur, juga ada cakra Kurama dalam dirinya,” ucap suara di belakangnya, Hinata kemudian mencari kain untuk menutupi atasannya, walaupun ia tahu Sasuke tidak melihat apapun karena ia membelakangi pria itu.

“Tapi kenapa harus di segel?” tanya Hinata, kini kepala Boruto tertutupi selimut tipis yang Hinata gunakan untuk menutupi dadanya.

“Apakah kau tidak tahu jika ia bisa saja memancing musuh hanya dengan cakra Naruto dalam dirinya,” ucap Sasuke kemudian, dan merupakan kalimat terpanjang pria itu setelah sekian lama mereka bertemu.

“Jika cakra Naruto dapat memancing shinobi tipe sensor untuk menyadari kehadirannya, maka cakra Kurama dapat memancing Otsutsuki lainnya, mereka akan mengira jika Kurama ada dalam diri anakmu, bukan Naruto.”

Mata Hinata bergetar dan memanas, kehadiran putranya terancam, dan tanpa perlindungan Sasuke mungkin saja putranya sudah di culik sejak ia melahirkannya.

Putranya memerlukan perlindungan, tapi ayah dari anaknya sendiri tidak mungkin akan melindunginya, Sasuke adalah satu-satunya harapan.

“Otsutsuki lainnya?” tanya Hinata kemudian, bukankah Naruto, Sasuke dan Sakura berhasil menyegel Kaguya? Sedangkan Toneri berjanji tidak akan mencoba mendekatinya lagi.

“Hn,” jawab Sasuke pendek, “Aku menemukan markas rahasia Otsutsuki,” ucap Sasuke kemudian.

“Anakmu bisa menjadi senjata untuk melenyapkan mereka, atau melenyapkan kita semua.”

Hinata menggigit bibirnya, anaknya tidak mungkin menjadi penyebab kematian banyak shinobi, tidak. Boruto akan tumbuh menjadi anak baik yang penyayang.

Boruto telah tidur, sehingga Hinata mulai merapikan pakaiannya, sebelum berangjak membuat minuman untuk Sasuke.

Sasuke dan Hinata duduk berhadapan, pikiran Hinata kalut, Boruto dalam bahaya, selain itu putranya dapat menjadi penyelamat dunia shinobi atau malah penyebab kehancuran dunia shinobi.

“A-apa yang harus kulakukan,” ucap Hinata sedih.

Sasuke melihat Boruto yang tidur dengan nyenyak.

“Serahkan semuanya padaku,” ucap Sasuke dan melangkah ke arah Boruto, menggendongnya dengan satu tangannya.

Hinata tahu, sudah waktunya Sasuke pergi, “Tunggu,” tahan Hinata.

Hinata mendekat, kemudian mencium Boruto untuk terakhir kalinya saat ini, karena ia tidak tahu kapan Sasuke akan mendatanginya lagi.

Pria sulit ia tebak.

“Terima kasih sudah menjaga Boruto,” ucap Hinata pelan.

“Aku tidak melakukannya dengan gratis,” ucap Sasuke dan menghilang.

*

*

*

Hinata tertawa kecil dengan teman-teman lainnya, ya, dia telah kembali ke Konoha, sejak enam hari yang lalu.

Mereka semua merayakan kepulangannya, dengan mengadakan pesta minum di kedai Ramen milik paman Teuchi.

Hinata sesekali menanggapi lelocun yang Kiba ceritakan.

Banyak yang berubah dari Konoha, sejak ia meninggalkan kampung halamannya dua tahun yang lalu.

Sedangkan di pojok, Naruto duduk bersama Sakura, keduanya pun seperti sedang menunggu sesuatu, apakah keduanya akan mengumumkan hubungan mereka? Hinata berusaha tidak peduli.

Ino, Shikamaru dan Chouji pun terlihat canggung, mengapa teman-temannya sekarang mencurigakan? Perasaan Hinata menjadi tidak menentu.

Hinata menyadari mata biru milik Naruto yang selalu mengawasinya, tapi ia abaikan, hubungan mereka sudah berakhir, seperti kata pria itu.

Mereka semua mengalihkan pandangan ketika Gaara Sabaku masuk dan ikut bergabung, Lee menyambut hangat kehadiran Gaara, begitupun dengan Sakura, Tenten, Kiba, Sai, Chouji dan Shino.

Sedangkan wajah Hinata langsung memerah.

Gaara duduk di sebelah Lee, mereka kembali memulai obrolan yang terputus sebelumnya.

Naruto kali ini lebih banyak diam.

“Naruto sudah galau selama dua tahun ini! Sejak kau meninggalkannya Hinata!” gurau Kiba tiba-tiba, suasana tiba-tiba canggung.

“Maaf, aku hanya bercanda,” menyadari tidak ada yang tertawa atau ikut menggoda Naruto dan Hinata, Kiba menggaruk belakang kepalanya.

“Akhirnya yang ditunggu-tunggu telah tiba,” ucap Sai kemudian, memecah keheningan.

Sasuke masuk, dan jantung Hinata berhenti berdetak saat itu juga.

Setahun lebih mereka tidak bertemu, ia bahkan tidak tahu bagaimana kabar anaknya selama ini, dan Sasuke muncul tiba-tiba seperti ini. Pertemuan terakhir mereka adalah saat Boruto demam waktu itu.

Sasuke mengguman kemudian duduk di samping Naruto, mata hitamnya sempat memandang Hinata sekilas sebelum mengalihkan atensinya kepada Naruto dan Sakura.

Sakura dengan antusias menyambut kehadiran Sasuke dan melayani pria itu, ia menuangkan minuman untuk Sasuke.

Mereka kembali memulai obrolan ringan yang sempat terhenti.

Naruto masih diam, tapi mata birunya terus memandang ke arah Hinata.

Satu jam mereka menghabikan waktu bersama, Hinata pun merasa rahangnya sakit karena tertawa sedari tadi akibat lelocun Kiba dan Lee.

Tenten kemudian berdiri dan pamit pulang, Hinata pun melakukan hal yang sama.

“Aku akan mengantarmu,” ucap Gaara dan ikut berdiri, kecanggungan semakin terasa saat ini.

Hinata pun membalas Gaara dan senyum canggung, bahkan teman-teman mereka tidak ada yang berani menggoda keduanya saat ini.

Hinata dan Gaara jalan bersisian, Hinata pun menanggapi setiap ucapan Gaara, hingga gerbang rumahnya terlihat.

Kedunya berhenti tepat di depan gerbang.

“Hinata,” panggil Gaara, Hinata memandang Gaara dengan canggung, “Aku akan kembali ke Suna pekan depan.”

“Aku menanti jawabanmu sebelum aku kembali, sehingga aku bisa mengurus semuanya sebelum melamarmu secara resmi,” ucap Gaara.

Gaara kemudian menghelah nafas, “Maaf jika aku menyulitkanmu, tapi sebelum aku mengajukan lamaran pada klanmu, aku ingin agar kau tahu, karena aku menghormati pendapatmu, jika pun kau menolakku aku akan menghargai setiap keputusanmu.”

Hinata masih diam, tapi tangannya saling meremas satu sama lain, pandangannya ia tundukan terlalu malu untuk melihat wajah Gaara.

“Kalau begitu aku pergi, masuklah,” ucap Gaara dan berbalik, sedangkan Hinata tetap diam dan melihat sosok Gaara hingga menghilang.

Hinata pun akan masuk ketika kepalanya menabrak sesuatu yang keras, ketika mendongak matanya melihat sosok Sasuke yang memandangnya lurus.

“S-Sasuke,” lirih Hinata.

Sasuke menahan lengan kiri Hinata, keduanya kemudian menghilang begitu saja.

Hinata merasa kepalanya sakit, dan dorongan ingin muntah, beginikah rasanya melintasi dimensi menggunakan rinnegan?

“Kita di mana?” tanya Hinata ketika ia berada di suatu ruangan kosong yang luas, tidak ada satupun perabotan rumah tangga.

“Rumahku,” jawab Sasuke, “Ruangan di mana Itachi membunuh kedua orang tuaku.”

Hinata berhenti mengamati ruangan itu, dan memandang Sasuke dengan pandangan menyesal.

Sasuke maju, tangan kanannya kemudian mengangkat wajah Hinata yang menunduk, mata sharingan-nya aktif, dan meneggelamkan Hinata dalam tragedi pembantaian klan Uchiha.

Hinata mundur beberapa langkah ketika Sasuke telah melepaskan ilusinya.

Tangannya Hinata gemetar mencari pegangan, sebelum jatuh duduk, nafas Hinata memburu dan terasa sesak di dadanya.

Hinata berusaha menormalkan nafasnya ketika Sasuke sudah berada tepat di hadapannya.

“Kapan aku bisa bertemu ayahmu?” tanya Sasuke kemudian.

“A-aku ...” lidah Hinata kelu, apakah ini saatnya? Tapi ... mereka ... 

“Kita tidak ada dalam hubungan perasaan untuk menikah,” lirih Hinata pada akhirnya, perempuan itu menggigit bibirnya, menikah adalah sesuatu yang sakral bagi Hinata, dan hanya dilakukan sekali seumur hidup.

Sedangkan Hinata sendiri tidak ingin terjebak bersama Sasuke selamanya.

“Kau pikir aku ingin anakku lahir tanpa status ayah dan ibu yang sah?” ucap Sasuke sarkas, sedangkan Hinata tersindir apakah pria itu sedang membicarakan Boruto?

“Tapi ...” Hinata ragu, tapi sejak Sasuke menawarkan perlindungan kepada Boruto, hal itu selalu membuat Hinata bertanya mengapa harus dirinya?

“Kenapa harus aku?” tanya Hinata pada akhirnya, dua tahun ia berusaha menahan rasa pensarannya, tapi kali ini tidak, ia harus tahu alasan Sasuke memilihnya.

“Kenapa bukan Sakura-chan atau Karin-san?” sambung Hinata.

Sasuke melihat mata Hinata lurus, “Aku membutuhkan anak yang lebih dari seorang Uchiha belaka.”

“A-apa?” Hinata tidak mengerti, bukankah sama saja, ia, Sakura atau Karin mereka akan tetap melahirkan seorang Uchiha.

“Aku butuh anak dengan kemampuan Otsutsuki,” bisik Sasuke.

Hinata melebarkan matanya, kini ia mengerti maksud Sasuke.

Leluhur mereka berada dalam satu garis keturunan yang sama, jika leluhur klan Hyuuga adalah Hamura Otsutsuki, maka leluhur klan Uchiha adalah Indra Otsutsuki, putra sulung dari Hagoromo Otsutsuki.

Ini menjelaskan mengapa Boruto spesial, karena Naruto pun merupakan keturunan dari Ashura Otsutsuki.

Seperti kata Sasuke, Boruto dapat menjadi penyelamat atau malah penghancur dunia shinobi, dan itu akan berlaku untuk anak yang akan ia lahirkan lagi jika kelak ia menikah dengan Sasuke.

Hinata mengepalkan tangannya, jika ia menolak maka Hanabi akan menggantikannya, sedangkan Hinata tidak ingin jika Hanabi menjadi tumbal dalam perjanjian yang ia sepakati dengan Sasuke.

“Datanglah ke rumah lusa, aku akan berbicara dengan ayahku,” ucap Hinata pada akhirnya, bagaimana pun janji tetaplah janji.

Ia tidak akan mengorbankan adiknya untuk melindungi dirinya sendiri.

Sasuke menyeringai, sebentar lagi, keinginannya akan terwujud.

*

*

*

“Setelah Gaara, kini Sasuke?” Hinata menutup pintu lemarinya ketika suara Naruto ia dengar, bagaimana bisa pria itu masuk di kamarnya? Hinata berbalik dan melihat Naruto berdiri di belakangnya, memandang dengan wajah mengeras.

“Naruto-kun ... a-apa yang kau lakukan di kamarku?” tanya Hinata terkejut, Naruto melangkah maju kemudian mengurung perempuan itu di antara lemari dan tubuh tingginya.

Punggung Hinata menyentuh lemari pakaiannya, sedangkan tangannya berusaha menahan tubuh Naruto yang semakin mendekat.

“Apakah mereka juga pernah merasakan tubuhmu? Hingga kau mampu menarik perhatian Sasuke dan Gaara?” bisik Naruto di telinganya.

Mata Hinata panas, kenapa Naruto jahat padanya? Mengapa Naruto mengatakan hal menyakitkan seperti itu padanya?

Air mata Hinata jatuh, untuk kedua kalinya, ia menangis karena pria itu.

Bibir Hinata bergetar, sedangkan Naruto memandang datar wajah Hinata.

“Kau pasti bermain liar, hingga mampu membuat Sasuke tertarik pada—” ucapan Naruto terhenti, bersamaan dengan tamparan Hinata di pipinya.

“P-pergi! aku ... aku tidak mau melihatmu lagi,” isak Hinata, perasaannya sangat sakit, Naruto pria yang selalu ia doakan agar bahagia merendahkannya seperti ini.

Naruto diam, wajahnya masih menghadap kanan—karena tamparan Hinata.

Naruto kemudian mencengkram kedua bahu Hinata, memaksa perempuan itu melihatnya, Hinata memandang takut mata merah Naruto dengan pupil memanjang, bukan warna biru kesukaannya.

Hinata merasakan cakra dingin dan mencekam milik Naruto, bukan cakra hangat yang disukainya.

Naruto terkekeh, garis di pipinya semakin menebal, kukunya pun memanjang dan menyakiti Hinata.

Hinata bahkan tidak tahu bagaimana sekarang ia bisa berada di suatu ruangan serba putih dengan tangis bayi.

Mata perak Hinata bergulir, air matanya semakin jatuh ketika melihat tubuh Karin yang pingsan dengan darah yang bercecer di mana-mana.

Bukan hanya Karin, dua orang yang ia tidak ketahui namanya pun sama mengenaskannya dengan kondisi Karin.

“A-apa yang kau lakukan,” ucap Hinata takut.

Kemudian muncul satu Naruto lagi, dengan anak usia satu tahun dalam gendongannya.

Hinata berusaha melepaskan cengraman Naruto, tapi ia benar-benar tidak bisa, perbandingan keduanya sangat jauh.

Hinata hanya dapat menangis ketika Naruto yang satunya mendekat, dan memperlihatkan anak dalam gendongannya yang belum berhenti menangis.

‘B-Boruto ...” lirih Hinata.

“Namanya Boruto?” ucap Naruto yang menggendongnya, “Nama yang bagus,” komentarnya kemudian.

Hinata menggeleng, berusaha melepaskan diri walaupun percuma, “Diam Boruto,” ucap Naruto dingin, tapi seketika Boruto menuruti ucapan Naruto.

Kemudian bayi satu tahun itu menyandarkan kepalanya di pundak Naruto dan memejamkan matanya.

“Dia sangat penurut, sepertimu,” ucap Naruto dengan kekehan.

Hinata menunduk, menggigit bibirnya agar isakannya berhenti, tapi Naruto langsung menarik rambutnya, membuat Hinata mendongak dan kembali melihat wajah Naruto yang mencengkramnya.

Wajah Naruto mengeras, “Aku bisa saja mematahkan tulangmu saat ini,” bisiknya sadis.

“Tapi putraku masih membutuhkan seorang ibu,” ucapnya lagi, berbicara seorang diri, sedangkan Hinata terisak.

“Kau pikir, kau dan Sasuke bisa menyembunyikan semua ini dariku?” tanya Naruto lagi, “Butuh seribu tahun bagi kalian untuk melampauiku!” bentak Naruto keras.

Hinata mengalihkan pandangannya mencari Boruto jika saja putranya terbangun karena suara keras Naruto, tapi Boruto dan Naruto yang satunya sudah tidak ada.

Tubuh Hinata menggigil, kemana Naruto akan membawa anaknya?

“Jangan alihkan pandanganmu dariku Hinata,” ucap Naruto, kuku panjangnya menggores pipi Hinata untuk melihatnya lagi, mengabaikan darah yang keluar dari pipi mulus itu.

“K-kau bukan Naruto!” ucap Hinata pada akhirnya, Naruto tidak mungkin melukai orang lain, Naruto tidak mungkin menghinanya seperti ini!

Naruto terkekeh, “Ya, kau benar, pengecut itu sudah kukurung, dia terlalu lemah.”

Hinata menggeleng, para ninja Konoha tahu, Naruto memiliki sosok lain dalam dirinya, sosok gelap yang menampung semua luka Naruto.

“L-lepaskan aku...” lirih Hinata takut.

Naruto menggeleng, kemudian menenggelamkan wajahnya di leher Hinata.

Hinata berbaring, dengan langit-langit kamar dari kayu yang sangat dikenalinya.

Ini kamar Naruto.

Air mata mengaburkan pandangannya, dan jatuh di setiap sisi matanya.

“Apakah kau mengingatnya?” bisik Naruto di telinganya.

“J-jangan,” lirih Hinata sambil menahan tangan Naruto.

“K-kembalikan Naruto-kun,” bisik Hinata lemah.

“Kenapa? Kau lebih menyukai pengecut itu daripada aku?” tanya Naruto, tangannya sudah melepaskan atasan Hinata.

Hiks ... h-hentikan ...”

*

*

*

 

 

 

 

 

 

 

Aduuhhhh

Tinggal satu bab lagi

Ingat, ini Cuma fiksi yaa, tentang leluhur-leluhur Hyuuga, Uchiha dan Uzumaki itu benar, Cuma apakah jika Hyuuga dan Uchiha punya anak maka akan punya kemampuan Otsutsuki? Itu murni karangan aku, ahaha, supaya ada alasan lah kenapa Sasuke milih Hinata, bukan yang lainnya itu aja

Tentang sosok lain Naruto, itu bukan Menma yaa, tapi sosok yang ada di air terjung itu loh, sosok kebalikan dari Naruto, yang jahat-jahat itu loh, anggap aja sosoknya muncul karena Naruto depresi ngga tahu harus gimana makanya alam bawah sadarnya secara ngga langsung manggil sosok itu, Karin pernah bilangkan jika dalam diri Naruto ada kegelapan yang jauh lebih gelap dari milik Sasuke, walaupun maksud Karin itu Kyuubi, tapi disini khusus aku artikan sebagai sosok itu, maknaya Naruto disini jahat banget, maapin Naruto yaa

Walaupun yang mutusin Hinata tetap Naruto yang asli sih.

Terus bagaimana kelanjutannya?! Yaa, ngga tahu juga, jangan mengharapkan pair ya di sini, apkah itu Naruhina atau Sasuhina, karena aku disini aja pusing ini Hinata mau dipasangkan sama siapa ya, atau sama Gaara aja biar aman sekalian deh, tapi nanti Sasu dan Naru nyerang Gaara gimanaL, terus Gaara tinggal nama gimanaL, kan kasian L Gaara kan ngga tahu apa2

Udah yaa, cukup itu, selamat menantikan bab tiga, mungkin bakalan ada yang gregetan dengan karakter Naru, Hina dan Sasu nantinya, tapi itu untunk kebutuhan cerita semata, asikk

Salam hangat, Laverna.

 

Naruto

 

Sasuke
ini desa Kirei dari atas

 

Hinata dan Hanabi serta Hiashi naik perahu, begini viewnya
rumah yang ditempati HInata selama di desa Kirei
ini Natsu, pelayan ikut sama Hinata

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Done (3)
6
7
(25+ Harap bijak memilih bacaan)Hinata memilih meninggalkan Konoha untuk melindungi orang-orang yang dicintainya.Untuk menyelamatkan anaknya, ia harus membuat perjanjian dengan Sasuke Uchiha.Tapi, bagaimana jika Naruto mengetahui rahasia keduanya?
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan