Done (1)

6
0
Deskripsi

(25+ Harap bijak memilih bacaan)

Hinata memilih meninggalkan Konoha untuk melindungi orang-orang yang dicintainya.

Untuk menyelamatkan anaknya, ia harus membuat perjanjian dengan Sasuke Uchiha.

Tapi, bagaimana jika Naruto mengetahui rahasia keduanya?

Done © Laverna

Naruto © Masashi Kishimoto

Warning: Drama, Typo, Hurt

 

Hinata duduk menunggu kedatangan Naruto, setelah selesai melaporkan misinya, Naruto berpesan agar menunggunya di bawah pohon tempat mereka sering menghabiskan waktu berdua.

Hinata masih tidak menyangka, sudah 2 tahun ia menjadi kekasih Naruto, walaupun akhir-akhir ini sifat Naruto berubah, tentu saja Hinata menyadarinya.

Hinata bahkan tahu, jika Naruto sudah tidak mencintainya—atau memang lelaki itu tidak pernah mencintainya, tapi Hinata memilih menunggu waktu di mana Naruto mengatakannya sendiri—secara langsung.

Perasaannya pada Naruto sangat tulus dan murni, jika Naruto sudah tidak mencintainya dan ingin berpisah darinya, maka Hinata dengan sukarela akan mengikuti keinginan Naruto.

Sejak awal ia tidak pernah mengharapkan bahwa perasaannya akan terbalas, tapi Naruto menyalah artikan perasaannya sendiri.

Ia hanya menghormati perasaan Hinata, tapi tidak mencintai perempuan itu.

Dan Hinata tahu itu, bahkan Hinata sangat berterima kasih karena Naruto sudah bertahan selama 2 tahun ini, dan setiap detik dalam 2 tahun Hinata gunakan untuk menyiapkan dirinya jika kelak Naruto akan meninggalkannya.

Dan hari itu telah tiba, tepat hari ini.

Firasat Hinata mengatakan jika Naruto akan menyudahi hubungan mereka.

Hinata bersenandung lirih, perasaan sedih dan lega ia rasakan secara bersamaan.

Sedih karena sebentar lagi ia bukan lagi kekasih sang pahlawan desa, dan lega karena Naruto bisa jujur dengan perasaannya sendiri.

Dan Hinata berdoa kebahagiaan untuk Naruto kelak.

“Sudah menunggu lama?” tanya Naruto yang baru tiba, padahal Naruto baru saja menyelesaikan misinya hari ini, harusnya ia beristirahat tapi mengakhiri hubungan dengannya sepertinya jauh lebih penting bagi pemuda itu daripada hanya sekedar istirahat.

Hinata mengangguk dan tersenyum tulus, “Tidak apa-apa.”

Naruto mengambil tempat duduk di sebelah Hinata, keduanya kemudian memandang matahari yang sebentar lagi akan terbenam.

“Hinata,” panggil Naruto pelan.

“Ya?” jawab Hinata lembut, tanpa memandang Naruto, ia tidak ingin Naruto melihat wajahnya yang menahan tangis.

“Kurasa hubungan kita...” Naruto menghelah nafas, “Maafkan aku, tapi aku ingin mengakhiri hubungan kita,” jawab Naruto pada akhirnya dengan suara berat.

Bahkan Naruto tidak menanyakan kabarnya terlebih dahulu, Hinata menatap kosong. Padahal ia sudah menyiapkan hatinya tapi tetap saja rasanya sangat sakit.

Hinata mengerjabkan matanya, membiarkan air matanya jatuh, tidak berusaha menahannya lagi.

Hinata tersenyum sedih memandang Naruto, pria itupun memandangnya dan terhenyak melihat Hinata yang menangis.

Hinata menggeleng dan berusaha tersenyum manis, walaupun bibirnya bergetar berusaha untuk tetap mempertahankan senyumnya.

Hinata tertawa kecil, dan suaranya bergetar,  “Naruto-kun j-jangan khawatir, aku baik-baik saja.”

“Aku sudah menantikan hari ini, sejak tiga bulan yang lalu,” ucap Hinata dengan ceria, “Akhirnya kita bisa bebas dari hubungan yang tidak jelas ini,” tambah Hinata sambil tertawa kecil.

Naruto memilih menunduk, rasa bersalah menyelimuti hatinya.

Hinata tersenyum, dengan air mata yang senantiasa jatuh, tangannya meraih tangan Naruto dan menggenggamnya—tangan Naruto masih hangat.

“Terima kasih karena Naruto-kun sudah mengizinkanku untuk mencintaimu selama dua tahun ini,” lirih Hinata, “Aku ... aku akan berusaha menghilangkan perasaanku agar Naruto-kun tidak terbebani karenanya,” lanjut Hinata, tangannya tetap menggenggam tangan Naruto—untuk terakhir kalinya.

Hinata berdiri, melepaskan genggamannya, tangannya tiba-tiba dingin dan bergetar.

“Naruto-kun,” panggil Hinata lembut, “Berjanjilah, Naruto-kun akan terus bahagia,” ucap Hinata tulus.

“Aku ... aku akan pulang, Naruto-kun juga pulanglah,” ucap Hinata kemudian, “Jangan makan ramen terus, dan juga Naruto-kun harus lebih banyak istirahat, jangan memaksakan diri,” nasehat Hinata untuk terakhir kalinya.

Kemudian melangkah pergi, meninggalkan Naruto dan perasaannya.

Hinata menghapus air matanya, isakannya mulai muncul, perasaannya sangat sesak.

Hinata mempercepat langkahnya, tapi bukan ke kediamannya, ia akan pergi ke kuil leluhur Hyuuga, ia butuh waktu—sendiri.

*

*

*

Hinata duduk sendiri di dalam kuil, dengan hanya nyala lilin yang menemaninya.

Pantulan bayangannya di dinding memberikan kesan horor, tapi Hinata tetap diam, mengabaikan apapun di sekitarnya.

Air matanya sudah berhenti mengalir, kini hanya tatapan kosong.

Telinganya mendengar suara langkah kaki, tapi ia abaikan, dinginnya katana di lehernya pun tidak membuatnya terperanjat, ia ingin mati—sekarang.

“Siapa kau,” ucap suara dingin di belakangnya, Hinata tidak repot-repot untuk berbalik, ia menunggu katana itu memisahkan kepala dan tubuhnya.

“Hyuuga,” ucap suara itu kembali, mata hitam lelaki itu melihat warna mata perak milik Hinata, dan ia mengenalinya—dia seorang Hyuuga.

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya kembali pria itu, Hinata tetap diam, menutup mata sebelum membuka dan melihat siapa yang mengajaknya berbicara sedari tadi.

Uchiha Sasuke—mantan shinobi buronan dan seorang pahlawan—seperti Naruto.

“Aku berdoa kepada Kami-sama,” jawab Hinata kalem, kemudian memilih mengabaikan Sasuke kembali.

Sasuke tidak terlalu mengenal siapa perempuan itu, yang ia tahu perempuan itu adalah seorang Hyuuga.

“Ini Kuil Uchiha,” ucap Sasuke dingin, lambang Uchiha dan Hyuuga di kuil tua ini bersandingan.

“Dan Hyuuga,” sambung Hinata lirih, tapi masih terdengar di telinga tajam Sasuke.

Sasuke duduk di sebelah Hinata, apa yang dikatakan perempuan itu sepenuhnya benar, tapi sejak dulu kuil ini selalu di kunjungi oleh para Uchiha.

Hyuuga memilih membangun kuilnya sendiri, karena enggan berada dalam satu tempat dengan para pengguna sharingan.

Keduanya diam, tidak ada yang berniat untuk bersuara, ini sudah tengah malam tapi tak ada satupun dari mereka yang ingin beranjak—atau mengalah.

Air mata Hinata kembali jatuh, ia menangis dalam diam, kehadiran Sasuke hanya mengingatkannya kepada Naruto, dan perasaan sakit dan sesak itu kembali menyerangnya.

Sasuke diam, tidak berniat untuk bersuara menanyakan apa yang terjadi pada gadis di sampingnya.

*

*

*

Hinata melangkahkan kakinya ke gedung Hokage, ia akan mengajukan diri sebagai relawan di suatu desa terpencil.

Hinata sudah bertekad untuk meninggalkan Konoha, sampai perasaannya membaik.

Hinata mengetuk pintu, dan ketika ada jawaban dari dalam ia membuka pintu, selain Hokage dan Shizune, mata peraknya juga melihat kehadiran pria yang semalam bersamanya.

Hinata mendekat, berdiri di samping Sasuke.

“Hokage-sama, aku ingin mengajukan diri sebagai relawan ke desa Kirei,” lapor Hinata sambil membawa gulungan berisi permohonan dirinya dan persetujuan dari klan Hyuuga.

Kakashi dan Shizune tentu saja terkejut, mengapa Hinata tiba-tiba menawarkan diri sebagai relawan di tempat terpencil seperti desa Kirei?

“Hinata, ada apa?” tanya Kakashi tidak bisa menutupi rasa penasarannya, apakah perempuan itu ingin meninggalkan Naruto?

“Hokage-sama, aku hanya ingin mencari suasana baru dan lebih mengembangkan diri, tapi izinkan aku untuk membawa satu anggota Hyuuga lagi dalam misi ini, kumohon,” ucap Hinata sambil menunduk.

Kakashi mengibaskan tangannya, menyuruh Hinata agar berdiri tegak, “Baiklah, tapi kau tahu jika menjadi relawan maka kau akan di sana selama dua tahun sampai ada relawan lainnya yang menggantikan,” Kakashi berusaha mengingatkan Hinata.

Hinata mengangguk mantap, inilah yang ia inginkan.

“Baiklah, Hinata pulanglah dan persiapkan kebutuhanmu selama di perjalan, dan kau Sasuke, kau bisa pergi,” ucap Kakashi kembali.

Hinata dan Sasuke mengangguk bersamaan, dan meninggalkan ruang Hokage.

Mata hitam Sasuke melirik gadis di sampingnya, gadis itu seperti mati rasa.

*

*

*

Perjalan ke Desa Kirei memakan waktu 5 hari. Hinata dan Natsu—pelayan Hyuuga bersama para relawan lainnya tiba di desa Kirei sebelum matahari terbenam.

Mereka berlima disambut dengan antusias oleh penduduk desa.

Hinata menjadi satu-satunya relawan yang berusia muda.

Pimpinan desa kemudian menyiapkan penginapan untuk para relawan dari desa Konoha. Selain dari desa Konoha, juga terdapat relawan dari Sunagakure dan Kumogakure.

Rata-rata yang menjadi relawan adalah mereka yang berusia lanjut dan masih sendiri atau ditinggal mati oleh pasangan dan belum memiliki anak.

Dan ingin menghabiskan waktu di sebuah desa indah yang damai.

Mereka akan mengajarkan beberapa hal kepada anak-anak desa Kirei, cara bertahan hidup di hutan, cara berburu, cara membuat obat-obatan tanaman yang dapat di temukan di hutan.

Hinata dan Natsu kemudian melangkah ke arah kamar yang akan mereka tempati malam ini, sebelum menginap di salah satu rumah penduduk nantinya.

Hinata memiliki alasan mengapa membawa Natsu pada misi relawan kali ini, pelayan pribadi adiknya itu tahu bagaimana cara merawat bayi dengan baik.

Ya bayi, Hinata akan menjadi seorang ibu.

Sudah dua bulan ini ia berusaha menyembunyikan kehamilannya, mengfokuskan cakra pada perut dan janinnya agar tidak ada siapapun yang menyadarinya—termasuk Naruto.

Hinata memilih beristirahat, tapi Natsu mendekat dan mengeluarkan minyak urut dan mulai memijat betis Hinata.

“Natsu-basan beristirahatlah, aku baik-baik saja,” ucap Hinata lembut, Natsu menggeleng, dan tetap mengurut betis Hinata.

“Nona tidurlah, jika nona sudah tidur maka aku akan beristirahat juga,” ucap Natsu, selain menjadi palayan pribadi Hanabi waktu kecil, ia pun sering malayani Hinata jika Kou—pelayan pribadi Hinata—memiliki misi lain dari Hiashi.

Hinata tahu, Natsu tidak akan berhenti sebelum ia benar-benar tertidur, makanya ia berusaha untuk tertidur lebih cepat agar Natsu dapat beristirahat juga—secepatnya.

*

*

*

Pagi-pagi di desa Konoha di hebohkan dengan sikap Kiba yang menyebalkan, ia dari tadi mondar-mandir dan marah-marah tidak jelas.

Mendapat kabar bahwa Hinata ikut misi relawan ke desa Kirei, benar-benar membuat Kiba dan Shino diam terpaku, sebelum Kiba sadar dan mulai mengumpati semua yang menghampirinya.

“Kenapa Hinata tidak memberitahu kita!” teriak Kiba kesal, Shino hanya berdiri diam di sebelah Kiba yang sudah mencak-mencak sedari tadi—Kiba sudah mewakili perasannyanya.

“Sudahlah Kiba, Hinata akan kembali,” ucap Shino pada akhirnya.

“Tapi itu dua tahun lagi! Sialan! Dia bahkan tidak pamit kepada kita!” Kiba berteriak gemas dan mengguncang bahu Shino yang hanya pasrah menjadi sasaran kemarahan Kiba.

“Oi Kiba! Kau kenapa?” Kiba dan Shino mengalihkan pandangannya kepada Naruto yang baru saja menghampiri keduanya.

Kiba maju dan mencengkram baju Naruto, “Kenapa kau tidak menahan Hinata agat tidak mengikuti misi relawan ke desa Kirei, baka!” umpat Kiba tepat di depan Naruto.

“A-apa?” tanya Naruto kaget, Hinata pergi?

Apakah karena ia mengakhiri hubungan mereka, makanya Hinata pergi?

Mendapati respon Naruto yang juga kaget, membuat Kiba mendengus dan melepaskan Naruto, “Kau juga tidak tahu?” tanya Kiba heran, “Kau ini kekasihnya, atau bukan sih,” cibir Kiba.

Naruto diam, dan menunduk, sebelum ia melangkah pergi, ia akan ke kantor Hokage.

“Oi Naruto! Kau mau ke mana?” teriak Kiba, ia kemudian berlari menyusul Naruto, Shino pun tidak punya pilihan lain selain menyusul keduanya.

Ketiganya telah tiba di kantor Hokage, Naruto langsung masuk tanpa mengetuk pintu, dan di dalam sana Kakashi sedang duduk sambil minum teh bersama Hiashi—ayah Hinata.

Langkah Naruto terpaku, ia ragu untuk mendekat, sedangkan di belakang Kiba dan Shino mengintip, melihat siapa yang membuat langkah Naruto berhenti begitu saja.

“Hyuuga-sama,” panggil Kiba lirih.

Kiba menatap Naruto yang diam, melihat bahwa Naruto terpaku dan tidak akan menanyakan apapun tentang Hinata, Kiba berinisatif untuk menanyakannya sendiri.

“Hokage-sama, Hyuuga-sama,” panggil Kiba sopan, “Ada yang ingin kami tanyakan,” ucap Kiba langsung, mengabaikan rasa takut yang juga ia rasakan setelah melihat tatapan tajam dan dingin Hiashi.

“Tentang Hinata?” tanya Kakashi langsung, padahal Hinata sudah seminggu pergi, mereka baru menyadarinya. Kiba dan Shino mengangguk.

“Kurasa Hiashi-san lebih berhak menjawabnya,” ucap Kakashi.

“Hinata mengikuti misi relawan ke desa Kirei,” ucap Hiashi kalem—Kiba, Naruto dan Shino berguman dalam hati bahwa mereka sudah mengetahuinya, yang mereka ingin tahu adalah alasan Hinata ikut misi tersebut!

“Hinata ...” sambung Hiashi pelan, Naruto, Kiba dan Shino menahan nafas menunggu ucapan Hiashi selanjutnya.

“Ia ingin menenangkan diri, jadi jangan mengganggunya,” ucap Hiashi pada akhirnya.

Naruto mengepalkan tangannya, “Naruto aku mewakili Hinata meminta maaf atas tindakannya padamu,” ucap Hiashi kemudian.

“Ia meninggalkanmu tiba-tiba hanya karena ia sudah tidak memiliki perasaan apapun padamu, kuharap kau mau memaafkan Hinata,” sambung Hiashi, ia berjalan ke arah Naruto dan menepuk pundak pria itu.

Naruto semakin mengepalkan tangannya, bahkan setelah ia menyakiti perempuan itu, Hinata masih berusaha melindunginya.

“Baiklah, karena kalian telah mengetahuinya kuharapkan kalian menghormati keputusan Hinata, dan jangan mengganggunya selama ia menjalani misi ini,” ucap Kakashi mewakili Hiashi. Ketiga pemuda tersebut masih diam.

Hiashi kemudian pamit, begitupun dengan Kiba dan Shino.

Naruto memilih tetap tinggal.

“Di mana desa Kirei?” tanya Naruto ketika hanya ia berdua dengan Kakashi.

Kakashi menghelah nafas, “Naruto aku tidak tahu masalah apa antara kau dan Hinata, entah siapa yang mencampkkan siapa, tapi kali ini tolong hormati keputusan Hinata dan klan Hyuuga.”

“Mereka tidak ingin siapapun menganggu Hinata di sana,” sambung Kakashi, “Keluarlah, aku masih punya banyak pekerjaan,” usir Kakashi.

*

*

*

Hinata mengusap perutnya yang sudah membesar, sebentar lagi ia akan melahirkan dan menjadi seorang ibu, perasaan deg-degan meliputinya tiap hari.

Hinata dan Natsu tinggal di rumah penduduk pedalaman, jauh masuk ke dalam hutan, sehingga tidak ada shinobi lain yang mengetahui kehamilannya.

Natsu lah yang sering ke pasar, atau ketempat umum jika Hinata memerlukan sesuatu.

Desa Kirei adalah desa damai yang indah. 

Anak-anak desa Kirei ingin menjadi ninja berbakat seperti para shinobi dari lima desa besar.

Sehingga pimpinan desa mengirimkan surat agar beberapa ninja ingin menjadi relawan untuk mengajarkan pada anak-anak desa Kirei yang ingin menjadi ninja.

Hanya tiga desa dari lima desa besar yang menerima tawaran desa Kirei, yaitu Konoha, Suna dan Kumo.

Hinata mengusap perutnya ketika merasakan tendangan dari anaknya, “Sayang sudah ingin bertemu dengan ibu ya?” tanya Hinata lembut.

“Nona,” panggil Natsu, Hinata alihkan pandangannya pada Natsu yang baru saja kembali dari pasar.

Hinata melangkah menghampiri Natsu, sebelum tiba-tiba ia berhenti dan merasakan ada air yang mengalir dari dalam pahanya.

Hinata dan Natsu menunduk melihat kaki Hinata, dan kaki putih tersebut sudah basah oleh air ketuban.

“Nona, kita ke dalam,” ucap Natsu lembut, Hinata mengangguk.

Hinata melahirkan anaknya pukul 12 malam tepat, matanya masih terpejam lelah, sedangkan Natsu dan Kiyo—pemilik rumah, sedang membersihkan bayi merah yang baru saja lahir.

Kiyo menggendong bayi merah tersebut, sedangkan Natsu mulai membersihkan tubuh Hinata dan mengalirkan cakra untuk menutupi luka sobekan yang dialami Hinata setelah melahirkan.

Hinata membuka matanya ketika dirasakannya tenaganya sudah cukup terkumpul, Kiyo mendekat dan menyerahkan bayi merah tersebut.

Mata perak Hinata melihat rupa anaknya—sangat mirip dengan ayahnya.

“Dia sangat sehat,” ucap Natsu lembut, Hinata tersenyum dan mengangguk, kemudian menyusui putranya yang menangis sedari tadi.

“Namanya Boruto,” ucap Hinata lembut, Natsu dan Kiyo mengangguk mendengarnya.

“Nama yang indah, nona,” respon Kiyo, “Ia akan menjaga dan melindungi nona,” ucap Kiyo kemudian.

Hinata menghapus air matanya, ia terharu, begitupun dengan Natsu yang sesekali menghapus air matanya yang tidak dapat ia tahan.

“Nona,” panggil Natsu kemudian, Hinata memandang Natsu, “Hiashi-sama dan Hanabi-sama mungkin akan tiba besok,” lapor Natsu.

Hinata menganggukkan kepalanya mengerti.

Hinata mengusap dua garis di pipi putranya.

“Hyuuga,” panggil suara dingin.

Ketiganya kemudian memandang terkejut pada pemuda yang sudah berdiri di depan mereka, bagaimana cara pria itu bisa masuk?

“Sasuke....” lirih Hinata.

Sasuke berjalan mendekat, Natsu bersiap menyerang pemuda itu sebelum Hinata menahannya dan menggelengkan kepalanya.

Hinata kembali memandang Boruto, air matanya kembali mengalir, “Kumohon lindungi putraku,” ucap Hinata lirih.

Natsu pun tidak dapat menahan air matanya, ia berbalik membelakangi Hinata dan menangis terisak.

Sasuke kemudian mengambil Boruto, memandang bayi merah itu dengan mata hitam dan rinnegan-nya.

“Kau tahu bayarannya?” tanya Sasuke dingin, Hinata mengangguk pasrah.

Sedetik kemudian, Sasuke sudah menghilang bersama bayi dalam gendongannya.

Hinata menangis terisak, merelakan anaknya bersama pria itu.

*

*

*

 

 

 

 

Yaa ampuunn,, cerita satu belum kelar, aku malah buat yang baruuu TT

Maapinn yaa, tapi aku dari kemarin uring-uringan mau buat cerita ini.

Cerita ini pendek, rencanaya begitu, mungkin hanya 3 bab-lah.

Salam hangat, Laverna.

 

Karya ini GRATIS! Tapi kamu boleh kok kasih tip biar kreator hepi 🥰

Selanjutnya Done (2)
5
1
(25+ Harap bijak memilih bacaan)Hinata memilih meninggalkan Konoha untuk melindungi orang-orang yang dicintainya.Untuk menyelamatkan anaknya, ia harus membuat perjanjian dengan Sasuke Uchiha.Tapi, bagaimana jika Naruto mengetahui rahasia keduanya?
Apakah konten ini melanggar ketentuan yang berlaku sesuai syarat dan persetujuan? Laporkan